PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM BAP DI MUKA SIDANG PANGADILAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB III PENUTUP. bersifat yuridis adalah pertimbangan yang didasarkan pada fakta - fakta yang

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

GARIS-GARIS BESAR PERKULIAHAN (GBPP)

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB III PENUTUP. maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

DAFTAR PUSTAKA. Admasasmita Romli, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Kencana

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. 1. Pertanggungjawaban pidana menyangkut pemidanaannya sesuai dengan

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: YOHANES MOTE NPM:

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

BAB IV KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DARI KETENTUAN PENUNTUTAN MENURUT HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA DAN THAILAND

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN YANG MENGHILANGKAN NYAWA

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2

PENULISAN/SKRIPSI HUKUM TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PIDANA PENJARA YANG DIJATUHKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR)

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PIDANA YANG DIANCAM DENGAN KETENTUAN PIDANA YANG MEMILIKI KETENTUAN ANCAMAN MINIMAL KHUSUS

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diatas maka dapat ditarik kesimpulan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

SISTEM PEMBEBANAN PEMBUKTIAN TERBALIK PADA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

KEKUATAN SURAT ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN DITINJAU DARI HUKUM ACARA PIDANA

DAFTAR PUSTAKA. Adji, Indriyanto Seno. Korupsi dan Hukum Pidana. Jakarta : Kantor Pengacara & Konsultasi Hukum Prof. Oemar Seno Adji, SH&Rekan, 2001.

Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 8-16

Transkripsi:

PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM Oleh : I Putu Yogi Indra Permana I Gede Artha I Ketut Sudjana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In societal life frequently public interest impinged by someone, to evoke feel safe and justice in society, need the existence of process to handle someone bothering the importance. Law arrange the mentioned of is so-called with Procedure of criminal which passing steps that is investigation, prosecution pre, Prosecution, and also Conference. Process Conference represent last process in its solution, where product exit punish in the form of Decision. Sometimes Decision dropped by Judge unlike what asked by Publik Procecutor in its Libel. In dropping proper crime there are some factor constitutoning judge in dropping crime, that is among others Letter Assertion, Threat Crime of Asserted Section, Earn not it Publik Procecutor Prove its Assertion, and Sense Of Justice in society. But besides factor above, Judge is not quit of Principle of justices Event Crime in bringing to justice crime. Thereby Judge drop unattached Decision with Demand Publik Procecutor, because of Decision Judge taken pursuant to Process Verification and also Letter Assertion and Confidence Of Judge. Keywords : Criminal Judge, Decision Crime, Abysmal, Demand Publik Procecutor. ABSTRAK Dalam kehidupan bermasyarakat sering kali kepentingan umum dilanggar oleh seseorang, untuk menimbulkan rasa aman dan keadilan dalam masyarakat perlu adanya proses untuk menangani seseorang yang mengganggu kepentingan tersebut. Hukum mengatur hal tersebut yang disebut dengan Hukum Acara Pidana yang melalui tahapantahapan yaitu Peyidikan, Prapenuntutan, Penuntutan, maupun Persidangan. Proses Persidangan merupakan proses terakhir dalam penyelesaiannya, dimana keluar produk hukum berupa Putusan. Ada kalanya Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim tidak sama dengan apa yang diminta oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya. Dalam menjatuhkan pidana yang pantas ada beberapa faktor yang mendasari hakim di dalam menjatuhkan pidana, yaitu diantaranya Surat Dakwaan, Ancaman Pidana dari Pasal yang Didakwakan, Dapat Tidaknya Jaksa Penuntut Umum Membuktikan Dakwaannya, dan Rasa Keadilan dalam masyarakat. Namun selain faktor diatas, Hakim tidak terlepas dari Asas-Asas Hukum Acara Pidana didalam menjatuhkan hukuman pidana. Dengan demikian Hakim menjatuhkan Putusan tidak terikat dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, oleh karena Putusan Hakim diambil berdasarkan Proses Pembuktian maupun Surat Dakwaan dan Keyakinan Hakim. Keywords : Hakim Pidana, Putusan Pidana, Melampaui, Tuntutan Jaksa Penuntut Umum. 1

I. PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Proses Peradilan merupakan jalan penyelesaian perkara pidana yang meliputi Penyidikan, Prapenuntutan, Penuntutan, dan Persidangan. Adanya produk hukum yakni Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incracht) merupakan tanda berakhirnya penyelesaian perkara pidana. Dalam hal Hakim Ketua Sidang membacakan Putusan akhir, tentunya ada pihak yang tidak dapat menerimanya, baik itu dari pihak Terdakwa/Penasehat Hukum, Jaksa Penuntut Umum, maupun Masyarakat. Putusan akhir pada umumnya Isi Putusan Hakim ada tiga kemungkinan, yaitu Putusan Pemidanaan, Putusan Bebas, dan Putusan lepas dari segala tuntutan hukum. 1 Dalam hal Hakim menjatuhkan Putusan yang melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum sudah pasti Terdakwa/Penasehat Hukum keberatan terhadap Putusan Pengadilan tersebut. Putusan merupakan aspek penting di dalam penyelesaian perkara pidana. Maka dari itu di Indonesia menganut Sistem/Teori Pembuktian yakni Sistem/Teori Pembuktian berdasarkan Undang-Undang Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie). Pada prinsipnya sistem pembuktian ini menentukan bahwa Hakim hanya boleh menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan Hakim terhadap alat-alat bukti tersebut. 2 Berdasarkan hal diatas penulis bermaksud untuk membuat suatu karya ilmiah yang berjudul Putusan Hakim Pidana Yang Melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum. 1. 2 TUJUAN PENELITIAN Secara umum tujuan dalam karya ilmiah ini untuk mendapatkan gambaran secara lengkap mengenai konsep beracara pidana pada prakteknya yang dibandingkan dengan teori-teori yang ada, terhadap Putusan Hakim Pidana yang melampaui tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Disamping terdapatnya tujuan umum dalam penulisan karya ilmiah ini, juga terdapat tujuan secara khusus, yaitu sebagai berikut : Untuk mengetahui dasar 1 Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, h.280. 2 Lilik Mulyadi, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Teori, Praktik, Teknik Penyusunan, dan Permasalahannya, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.112. 2

pertimbangan Hakim Pidana di dalam mengambil Putusan yang melampaui tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan untuk mengetahui asas-asas dalam beracara pidana yang terkait dengan Putusan Hakim yang melampaui tuntutan Jaksa Penuntut Umum. II. ISI MAKALAH 2.1. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum empiris karena meneliti apa pertimbangan Hakim pidana didalam mengambil Putusan yang melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan apakah Putusan yang melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum melanggar Asas beracara pidana. Data dan Sumber Hukum yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber utama melalui observasi, dan data skunder yaitu bersumber dari kepustakaan. Dalam hal pengumpulan data penulis melakukan Observasi dan Wawancara terhadap responden yang penulis tentukan sendiri untuk mendapatkan jawaban yang relevan yang mendukung pembahasan. Dari jawaban tersebut dilakukan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan analisa. 3 2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1. Pertimbangan Hakim Pidana Dalam Mengambil Putusan Yang Melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Pertimbangan Hakim dalam mengambil Putusan yang melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, adalah Hal-hal yang memberatkan, yakni diantaranya : a. Residivis (Pengulangan Tindak Pidana), bahwa terdakwa pernah melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya terdakwa telah melakukan perbuatan yang berulang. Undang- Undang sendiri tidak mengatur mengenai pengulangan umum (general residive) yang artinya menentukan pengulangan berlaku untuk dan terhadap semua tindak pidana. Mengenai pengulangan ini KUHP menyebutkan dengan mengelompokkan tindak-tindak pidana tertentu dengan syarat-syarat tertentu yang dapat terjadi pengulangannya. Pengulangan hanya terbatas pada tindak pidana-tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, 487, 488 KUHP dan diluar kelompok 3 Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cet. II, Rineka Cipta, Jakarta, h.98. 3

kejahatan dalam Pasal 486, 487 dan 488 itu, KUHP juga menentukan beberapa tindak pidana khusus tertentu yang dapat terjadi pengulangan, misalnya Pasal 216 ayat (3), 489 ayat (2), 495 ayat (2), 501ayat (2), 512 ayat (3). 4 b. Perbarengan tindak pidana termasuk Perbuatan yang dilanjutkan, Mengenai perbarengan tindak pidana dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 63 sampai dengan Pasal 65 KUHAP yang pada intinya menyatakan bahwa jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat serta ditambah sepertiga. c. Sikap terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dalam hal pemeriksaan terhadap terdakwa di Persidangan, terdakwa dalam memberikan keterangannya, terdakwa berbelit-belit, maka dari itu penjatuhan hukuman terhadap terdakwa dapat diperberat. d. Hal yang melatarbelakangi terdakwa dalam melakukan tindak pidana, dalam hal ini dapat penulis berikan contoh yakni mencuri dengan maksud memenuhi kebutuhan hidupnya, akan berbeda perlakuannya atau penjatuhan pidananya terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana dan merupakan mata pencahariannya. e. Sikap batin dari terdakwa dalam melakukan tindak pidana membalas dendam, misalnya pembunuhan seperti pada awalnya korban dan pelaku tindak pidana bentrok, suatu saat pelaku menunggu waktu yang tepat untuk melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap korban. f. Dampak dari perbuatan terdakwa, yaitu diantaranya perbuatannya meresahkan masyarakat, besarnya kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa. 2.2.2. Putusan Yang Melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Terkait Dengan Asas-Asas Beracara Pidana Beberapa Asas yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana, yakni diantaranya : Asas Trilogi Peradilan, Asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion Of The Innocence), Asas Persamaan Dihadapan Hukum, Asas Legalitas Formal, Asas Oportunitas, Asas 4 Adami Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, Ed. 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.81. 4

Bantuan Hukum, Asas Pemberian Ganti Rugi Dan Rehabilitasi, Asas Pengadilan Terbuka Untuk Umum, Asas Absentia, Asas Perintah Tertulis, Asas Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif, Asas Batas Minimum Pembuktian, Asas Keseimbangan, Asas Saling Koordinasi, Asas Pembatasan Penahanan, Asas Diferensi Fungsional, Asas Penggabungan Pidana Dengan Tuntutan Ganti Rugi, Asas Unifikasi, Asas Pengawasan Putusan, Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan. Berdasarkan Asas-Asas tersebut, bahwa tidak adanya asas yang mengatur dapat tidaknya Hakim menjatuhkan hukuman melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dengan demikian Hakim tidak melanggar Asas Hukum Acara Pidana. III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat penulis memberikan simpulan yaitu sebagai berikut : a. Pertimbangan Hakim dalam mengambil Putusan yang melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah hal-hal yang memberatkan Terdakwa dan keadaan Terdakwa, serta hal yang terpenting adalah adanya bukti yang menyatakan kesalahan dari terdakwa. b. Berdasarkan Asas-Asas Hukum Acara Pidana yang telah terurai diatas maka Hakim tidak melanggar asas-asas beracara pidana, karena tidak ada asas yang menentukan dapat tidak Hakim menjatuhkan Putusan yang melampaui Tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Daftar Pustaka Ashshofa, Burhan, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cet. II, Rineka Cipta, Jakarta. Chazawi, Adami, 2007, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, Ed. 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hamzah, Andi, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta. Mulyadi, Lilik, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Teori, Praktik, Teknik Penyusunan, dan Permasalahannya, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 5