KONFLIK PERAN PEKERJAAN DAN KELUARGA PADA PASANGAN BERKARIR GANDA Intan Puspita Sari Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Pengelolaan berkarir ganda menghadapi masalah pengelolaan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa perencanaan dan pengembangan karir dari pasangan bekerja yang akan menikah harus mempunyai kesepakatan. Pengembangan karir, prestasi kerja, kebutuhan hidup dan keharmonisan keluarga akan berjalan beriringan dengan atau tanpa kesepakatan. Konflik selalu muncul dalam keluarga pasangan berkarir ganda jika tidak ada kesepakatan pada awal perkawinan mereka. Permasalahan di tempat kerja seharusnya diselesaikan di tempat kerja dan tidak dibawa pulang karena dalam kondisi fisik dan psikologis lelah serta beban pekerjaan yang berat akan memicu emosi jika dibenturkan dengan masalah di rumah walaupun kecil. Suami ataupun istri lebih sensitive yaitu mudah marah dan tersinggung jika terjadi kesalahpahaman antara keduanya. Konflik yang terjadi pada keluarga berkarir ganda mempunyai hubungan yang positif terhadap tekanan (stress). Semakin tinggi tekanan (stress) yang dialami oleh keluarga yang berkarir ganda, maka semakin besar pula konflik yang terjadi pada pasangan tersebut. Kata kunci : konflik, stress, karir, karir ganda A. PENDAHULUAN Saat ini pasangan muda dalam pernikahan biasanya merupakan pasangan bekerja. Jadi keduanya sama-sama mempunyai karir sebelum mereka menikah. Melalui observasi ditemukan adanya kasus terjadinya konflik keluarga pada saat mereka telah mempunyai anak, dan ada perubahan-perubahan di dalam kehidupan mereka. Perubahan-perubahan itu di antaranya kebutuhan kehidupan bertambah, jadwal kegiatan mereka meningkat, sementara jumlah pemasukan tetap. Masalah yang sering muncul ketika pasangan tersebut dalam satu kantor sehingga problem melibatkan instansi, atau mereka bekerja dalam kantor yang berbeda. Dilema yang 77
dihadapi pada setiap tahap keluarga dapat mempunyai imbas yang signifikan terhadap perkembangan karir seorang individu. Perhatian yang dicurahkan untuk membangun sebuah perkawinan dan keluarga bakal mengurangi waktu, upaya dan energi yang dapat dikerahkan seorang individu bagi karirnya. Meskipun demikian masalah mereka juga mempunyai kaitan dengan kebijakan yang sekarang ini mulai dipikirkan oleh instansi dimana mereka bekerja. Instansi-instansi tersebut pada saat ini telah memperluas perencanaan bagi pengembangan karir karyawan dalam program pengembangan instansi. Hal ini disebabkan adanya pelonjakan dramatis jumlah pekerja wanita di instansi-instansi tertentu beberapa tahun terakhir ini. Saat ini banyak wanita yang bekerja, menikah dan mempunyai anak, sehingga instansi harus menghadapi implikasi keluarga dua-pekerja (two-worker families), yang pada akhirnya akan berdampak pada karir mereka dan instansi yang bersangkutan. Pasangan berkarir ganda menghadapi masalah pengelolaan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Dampak lebih jauh memunculnya permasalahan terkait karir masing-masing dan tugas dalam keluarga. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa perencanaan dan pengembangan karir dari pasangan bekerja yang akan menikah harus mempunyai kesepakatan. Pengembangan karir, prestasi kerja, kebutuhan hidup dan keharmonisan keluarga akan berjalan beriringan dengan atau tanpa kesepakatan. Masalahnya akan muncul pada saat hal-hal yang beriringan itu bergesekan atau bertabrakan sehingga akan menimbulkan konflik. B. PENGERTIAN KARIR Menurut Simamora (1999), kata karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda. Dari satu perspektif, karir adalah urut-urutan posisi yang diduduki 78
oleh seseorang selama masa hidupnya. Ini merupakan karir yang obyektif. Jika dari perspektif lainnya karir terdiri atas perubahanperubahan nilai, sikap dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Ini merupakan karir subyektif. Kedua perspektif tersebut, obyektif dan subyektif terfokus pada individu. Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkatan pengendalian terhadap nasib mereka sehingga mereka dapat memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karir mereka. Perencanaan karir penting karena konsekuensi keberhasilan atau kegagalan karir terkait erat dengan konsep diri, identitas, dan kepuasan setiap individu terhadap karir dan kehidupannya. C. PASANGAN BERKARIR GANDA Pasangan berkarir ganda (dual career couples) dapat berupa satu dari tiga tipe berikut (Simamora, 1999: 535) : 1. Pasangan yang mengikuti karir yang sama dan bekerja pada perusahaan yang sama 2. Pasangan yang mengikuti karir yang berbeda dan bekerja pada perusahaan yang sama 3. Pasangan yang bekerja untuk perusahaan yang berbeda tanpa memperhatikan kemiripan pilihan karir. Untuk mengelola karir ganda (dual career), orang-orang yang terlibat mestilah terikat pada kedua karir, memperlihatkan keluwesan pribadi serta pekerjaan, dan mengembangkan mekanisme penyelesaian. Mekanisme penyelesaian yang biasa adalah perencanaan, penjadwalan, dan pengorganisasian yang lebih baik, menyusun prioritas yang lebih jelas, mengabaikan tugas yang tidak begitu penting, seperti membersihkan rumah atau mengurangi kontak sosial di luar pekerjaan dan keluarga. 79
D. KONFLIK KELUARGA Konflik keluarga dapat terjadi ketika tekanan pada pekerjaan tidak dapat digabungkan lagi dengan tanggung jawab keluarga, salah satu penyebabnya adalah karena adanya tekanan (stress). Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Ada beberapa kondisi kerja yang sering menyebabkan stress bagi karyawan, ada dua penyebab stress yaitu on-the-job dan off-the-job (Handoko, 1995: 149). Lebih lanjut, Handoko (1995) mengatakan bahwa kondisikondisi kerja yang menyebabkan stress on-the-job karyawan, antara lain disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Beban kerja yang berlebihan 2. Tekanan atau desakan waktu 3. Kualitas supervisi yang jelek 4. Iklim politis yang tidak aman 5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai 6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab 7. Kemenduaan peranan 8. Frustrasi 9. Konflik antar pribadi dan atar kelompok 10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan 11. Berbagai bentuk perubahan Di lain pihak, Handoko (1995) juga menjelaskan bahwa stress karyawan dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi diluar pekerjaan (stress on-the-job), yaitu: 1. Kekuatiran finansial 2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 3. Masalah-masalah fisik 4. Masalah-masalah perkawinan (misal perceraian) 5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal 6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian. 80
E. PEMBAHASAN Permasalahan- permasalahan berdasarkan kajian ini menunjukkan adanya masalah atau problem yang muncul dan dihadapi pasangan berkarir ganda pada saat perjalanan perkawinan mereka sudah berlangsung beberapa tahun. Beberapa faktor yang dapat menjadi sebab munculnya permasalahan adalah hadirnya anak, meningkatnya kebutuhan, banyaknya kegiatan baik yang bersifat sosial maupun terkait dengan pekerjaan dan kesulitan dalam membagi waktu untuk setiap kegiatan. Pasangan suami istri yang sama-sama bekerja akan mendapatkan satu masalah ketika anakanak mereka mulai hadir. Seorang ibu yang bekerja masih harus membagi waktu untuk merawat anak mereka, mengurus rumah tangga dan menyelesaikan tugastugas di kantornya. Dengan tugas ganda tersebut sering menimbulkan masalah terutama terkait waktu yang harus digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut yang lebih banyak terbebankan kepada ibu. Problem yang muncul kadang ada kegiatan yang tidak bisa dibagikan kepada suaminya, sehingga istri merasa bahwa pekerjaannya jauh lebih berat dibanding suaminya. Hal ini dapat menimbulkan dampak fisik dan psikologis sehingga muncul konflik antara keduanya. Konflik-konflik dalam taraf sederhana masih dapat teratasi, tetapi konflik yang menuju pada persinggungan harga diri terkait dengan pekerjaan masing-masing bisa menjadi masalah besar. Setiap masalah besar dapat berkembang oleh dukungan masalah-masalah kecil yang tidak terselesaikan. Dengan demikian seharusnya ada antisipasi untuk penyelesaian setiap masalah kecil sehingga tidak menimbulkan masalah yang lebih besar. Seorang istri yang sudah bekerja sebelum ia menikah sebetulnya dapat mempunyai dua kebanggaan pada awal perkawinan mereka. Yang pertama 81
sebagai seorang wanita karir dia tetap mempunyai penghasilan sendiri meskipun sudah bersuami. Yang kedua dia dapat memberikan dukungan ekonomi keluarga sehingga menjadi lebih kuat dibanding apabila ia tidak bekerja. Hal itu secara psikis merupakan prestise bagi dirinya dan status sosial yang tetap memadai meskipun ia sudah menikah. Namun kebanggaan itu akan berubah apabila di dalam rumah tangganya mulai ada masalah yang melibatkan emosi diantara suami istri. Keterlibatan emosi diantara suami istri apabila dibiarkan dalam posisi pembenaran atas pemikiran masing-masing dapat memunculkan pertengkaran sehingga menimbulkan ketidakharmonisan di dalam hubungan mereka. Dalam situasi yang demikian menjadi akibat terakumulasinya masalah-masalah kecil menjadi besar. Misalnya kerepotan dalam menyelesaikan tugas mengurus anak yang harus dilanjutkan dengan persiapan berangkat kerja mestinya harus dibantu oleh suami yang harus mengurus dirinya sendiri dan anaknya yang lain, tetapi pada kenyataannya harus diselesaikan oleh istrinya sendiri. Adanya seorang pembantu dalam rumah tangga kadang tidak dapat memberikan kontribusi apapun dalam permasalahan ini. Permasalahan-permasalahan yang ada dapat juga dipicu karena adanya kekuatiran finansial, misalnya pengahasilan yang diperoleh istri lebih besar daripada suami. Sehingga posisi suami sebagai tulang punggung keluarga sedikit ada pergeseran. Hal itu dapat menciptakan kondisi stress bagi suami yang dapat menimbulkan konflik pada pasangan berkarir ganda. Istri yang mempunyai penghasilan yang lebih besar dari suami kadang merasa telah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sendiri tanpa melibatkan suami. Oleh karena itu peran istri sebagai ibu rumah tangga 82
secara otomatis terabaikan, bahkan lebih jauh lagi berganti peran sebagai wanita karir murni. Setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stress yang dapat menimbulkan konflik pada keluarga berkarir ganda. Keluarga berkarir ganda, pada saat mereka melakukan pekerjaan tidak selalu berjalan mulus. Artinya setiap pekerjaan yang dilakukan di kantor, instansi ataupun perusahaan pasti berhadapan dengan masalahmasalah yang kompleks, yaitu beban pekerjaan yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, frustasi, konflik antar pribadi dan antar kelompok serta berbagai bentuk perubahan. Semua permasalahan yang timbul di lingkungan kerja tadi jika kita tidak dapat mengelola atau menempatkan pada posisi dimana saat kita bekerja dan di mana saat kita di rumah, akan lebih cepat menyulut timbulnya konflik. Sekecil apapun masalah yang kita hadapi di rumah, dalam keadaan fisik dan psikologis kita lelah maka akan menimbulkan bomerang dalam rumah tangga. Suami ataupun istri yang pulang dari tempat kerja dengan membawa beban atau masalah di tempat kerja akan lebih sensitive. Mudah marah, cepat tersinggung, dan merasa segala sesuatu yang ditemuinya serba salah, akan muncul karena masalah di tempat kerja belum terselesaikan atau belum menemui titik temu. F. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Konflik selalu muncul dalam keluarga pasangan berkarir ganda jika tidak ada kesepakatan pada awal perkawinan mereka. Misalnya kesepakatan bekerja sama antara suami dan istri sebagai mitra kerja di rumah. 2. Permasalahan di tempat kerja seharusnya diselesaikan di tempat kerja dan tidak di bawa pulang karena dalam kondisi fisik dan psikologis lelah serta 83
beban pekerjaan yang berat akan memicu emosi jika dibenturkan dengan masalah di rumah walaupun kecil. Suami ataupun istri lebih sensitive yaitu mudah marah dan tersinggung jika terjadi kesalahpahaman antara keduanya. 3. Konflik yang terjadi pada keluarga berkarir ganda mempunyai hubungan yang positif terhadap tekanan (stress). Semakin tinggi tekanan (stress) yang dialami oleh keluarga yang berkarir ganda, maka semakin besar pula konflik yang terjadi pada pasangan tersebut. REFERENSI Dessler, Gary, 1997, Manajemen sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Prenhallindo. Handoko, Hani, 2002, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Liberty. Nawawi, Haidar, 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Simamora, Henry, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN. 84