PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Sitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman 1) ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KBERADAAN JENTIK

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Vektor Chikungunya di Kampung Taratak Paneh Kota Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keyword : PSN, Dengue hemorrhagic fever.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

Efryanus Riyan* La Dupai** Asrun Salam***

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

JURNAL. Suzan Meydel Alupaty dr. H. Hasanuddin Ishak, M.Sc,Ph.D Agus Bintara Birawida, S.Kel. M.Kes

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

HUBUNGAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DBD DENGAN KEBERADAAN LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD KELURAHAN KASSI-KASSI KOTA MAKASSAR

KUESOINER KECAMATAN :... NAMA SEKOLAH : SD... ALAMAT SEKOLAH :... WILAYAH PUSKESMAS :... TGL. SURVEY :... PETUGAS :...

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. mempercepat persebaran penyakit perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti

KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN DAN KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti

Keberadaan Kontainer sebagai Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DI DESA BANTAR WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS

BAB II LANDASAN TEORI

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

I. IDENTITAS RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Tanggal / Tempat Lahir : 13 Agustus 1988 / Terengganu, Malaysia.

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

SUMMARY HASNI YUNUS

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Perbedaan praktik PSN 3M Plus di kelurahan percontohan dan non percontohan program pemantauan jentik rutin kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes sp DAN PRAKTIK PSN DENGAN KEJADIAN DBD DI SEKOLAH TINGKAT DASAR DI KOTA SEMARANG

Keywords : Mosquito breeding eradication measures, presence of Aedes sp. larvae.

ANALISIS KEBERADAAN KONTAINER DAN KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK PADA TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DAN PRAKTIK 3M PLUS DENGAN KEJADIAN DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GENUK SEMARANG TAHUN 2014

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Transkripsi:

PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH: Faradillah Desniawati NIM : 1110101000095 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Agustus 2014 Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095 Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014 xx + 105 Halaman + 26 Tabel + 2 Grafik + 5 Gambar + 3 Bagan + 4 Lampiran ABSTRAK Kecamatan Ciputat merupakan salah satu dari kecamatan yang paling banyak ditemukan kasus DBD setiap tahunnya. Pada tahun 2010-2013 jumlah kasus DBD di Puskesmas Ciputat adalah 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Menurut data surveilans DBD Puskesmas Ciputat tahun 2010-2013 nilai ABJ sebesar 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Salah satu upaya pencegahan penyakit DBD adalah memutuskan rantai penularan dengan cara mengendalikan vektor melalui kegiatan pelaksanaan 3M plus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional, sampel yang diambil sebanyak 235 rumah tangga. Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan teknik purposive sampling terhadap RW yang terpilih dan random sampling terhadap masing-masing rumah tangga. Metode pengumpulan data menggunakan data primer berupa wawancara dengan instrumen penelitian kuesioner dan observasi, dan data sekunder berupa profil Puskesmas Ciputat tahun 2010-2013 dan Laporan Bulanan data kesakitan (LB I) tahun 2010-2013. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Mei-Juni 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan larva Aedes aegypti 15,3%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada lima variabel yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti yaitu variabel menguras tempat penampungan air (p value 0,000), mengubur barang bekas (p value 0,002), mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan (p value 0,007), memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar (p value 0,001), mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai (p value 0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah variabel menutup tempat penampungan air, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian (p value > 0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan sebaiknya pihak puskesmas meningkatkan pemeriksaan jentik secara berkala, dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan menekan angka kejadian DBD. Kata kunci: Larva Aedes aegypti, 3M plus, DBD ii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated Thesis, August 2014 Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095 The Implementation Of 3M Plus Against The Presence Of Larvæ Aedes Aegypti In The Work Area Health Center Of Ciputat South Tangerang City In May- June 2014. xx + 105 Pages + 26 Tables + 2 Graphic + 5 Images + 3 Chart + 4 Appendices ABSTRACT Subdistrict Ciputat is one of the most frequently found DBD cases every year. In 2010-2013 the number of cases of DBD Health Center of Ciputat is 71 cases, 7 cases, 31 cases, and 24 cases. According to the surveillance data DBD health center of Ciputat in 2010-2013 the value of ABJ 89,96%, 91,06%, 90,86%, and 93,13%. One of the dengue disease prevention is to break the chain of transmission by vector control through implementation of 3M plus activity. The purpose of the study was to determine the relationship between the condition of the implemantation of 3M plus with presence of larvae in work area of Health Center of Ciputat, South Tangerang city in May-June 2014. This study was the quantitative cross-sectional study design. The samples were 235 household, and sampling methode used purposive sampling of selected RW and random sampling of each household. The research used primary data from interview with an questionnaire and observation, and secondary data from profile of Health Center of Ciputat in 2010-2013 and monthly reports I (LB I) in 2010-2013. The research was conducted in May-June 2014. The result showed that presence of Aedes aegypti larvae was 15,3%. There were five variables significantly associated with presence of Aedes aegypti larvae were drained container (p value 0,000), buried the used goods (p value 0,002), replaced water vase and drinking animals pot (p value 0,007), repaired unsmoothed water channel and drain (p value 0,001), and sought adequate lighting and ventilation (p value 0,000). While unrelated variables were closing water pot, closed the holes on a piece of bamboo and trees with soil, sowed powder abate, kept fish larva eater, put on the wire netting, and avoided the habit of hanging clothes (p value > 0,05) Based on the result, then it is recommended health center should checkings larva periodically, and increase public awareness of the conduction of 3M plus activity simultaneously and continuously. It is intended to break the mosquito life cycle and reduces the incidence of dengue. Keyword: Aedes aegypti larvae, 3M plus, DBD iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Jenis Kelamin : Faradillah Desniawati : Perempuan Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Desember 1992 Agama Alamat : Islam : Jl. Kemandoran IV No. 26 RT 08/09 Kedaung, Pamulang, Tangerang Selatan Telepon : (021) 7494056 / 085781777220 e-mail : dhiladhil@yahoo.com Pendidikan 1997-1998 : TK Perwanida 1998 2004 : SDN 1 Ciputat 2004 2007 : MTsN Tangerang 2 Pamulang 2007 2010 : MAN 4 Model Jakarta 2010 Sekarang : S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan vi

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa atnya. Skripsi yang berjudul Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014 ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan. Namun dengan bantuan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku tercinta, Papaku Drs. H. Abdul Rauf N, MM., dan Mamaku Hj. Rosmalina S yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam penulisan skripsi sehingga dapat menyelesaikan studi S1 ini. 2. Kakak, dan adikku tercinta, Nurputri Septiardina S.E.Sy., Moehammad Arfandi SH, dan Naila Fitriah Khairunnisa yang selalu mendoakan, dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. DR (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Catur Rosidati, MKM dan Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. vii

6. Ibu Febrianti, SP, M.Si, Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D dan Bapak dr. Sholah Imari, M.Sc selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 7. Pihak Puskesmas Ciputat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta bantuannya dalam memberikan data yang dibutuhkan penulis. 8. Pihak Kelurahan Ciputat yang telah memberikan izin penelitian serta arahan maupun dukungannya. 9. Pihak Kelurahan Cipayung yang telah memberikan izin dan dukungannya. 10. Teman-teman Kebabers, yaitu Eliza, Siva, Iwed, Tika, Dini, Anin, Mawar, Asri, Furi, Karlin yang selalu memberikan semangat, bantuan, serta tempat berbagi suka maupun duka dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman Kesling 2010, yaitu Nida, Annis, Alya, Tuti, Yuni, Fitri, Rizka, Misyka, Ifa, Reka, Elfira, Angger, Fuad, Ilham, Febri, dan Akbar yang samasama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih atas semangat yang diberikan. 12. Teman-teman Kesmas 2010 yang menjadi teman seperjuangan dan berbagi ilmu maupun pengalaman selama masa perkuliahan. 13. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik senantiasa diharapkan penulis agar menjadi masukan di masa mendatang. Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi penulis maupun berbagai pihak. Terima kasih. Jakarta, Agustus 2014 Penulis viii

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii LEMBAR PERSETUJUAN...... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GRAFIK...... xvi DAFTAR GAMBAR...... xvii DAFTAR BAGAN... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xix DAFTAR SINGKATAN... xx BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 1.1 Rumusan Masalah... 6 1.2 Pertanyaan Penelitian... 7 1.3 Tujuan... 7 1.4.1 Tujuan Umum... 7 1.4.2 Tujuan Khusus... 7 1.4 Manfaat Penelitian... 8 1.6 Ruang Lingkup... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti... 2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti... 2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti... 2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti... 2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti... 2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan... 10 10 11 11 15 15 ix

2.2.1.1 Tempat Penampungan Air (TPA)... 2.2.1.2 Iklim... 2.2.2 Perilaku Menghisap Darah... 2.2.3 Perilaku Istirahat...... 2.2.4 Penyebaran... 2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti...... 2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular... 2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengeu (DBD)... 2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus...... 2.6 Kerangka Teori... 17 18 19 21 22 23 24 28 28 39 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS PENELITIAN 3.1Kerangka Konsep... 3.2 Definisi Operasional... 3.3 Hipotesis Penelitian... 40 42 45 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain dan Penelitian... 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 4.2.1 Tempat Penelitian... 4.2.2 Waktu Penelitian... 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 4.3.1 Populasi Penelitian... 4.3.2 Sampel Penelitian... 4.4 Metode Pengumpulan Data... 4.4.1 Data Primer... 4.4.2 Data Sekunder... 4.5 Instrumen Penelitian... 4.6 Pengolahan Data... 4.7 Analisis Data... 47 48 48 48 48 48 48 52 52 52 53 53 54 x

4.7.1 Analisis Univariat... 4.7.2 Analisis Bivariat... 55 55 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian... 5.2.1 Keberadaan Larva Aedes aegypti... 5.2.2 Menguras Tempat Penampungan Air... 5.2.3 Menutup Tempat Penampungan Air... 5.2.4 Mengubur Barang Bekas... 5.2.5 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan... 5.2.6 Memperbaiki Saluran dan Talang Air... 5.2.7 Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon... 5.2.8 Menabur Bubuk Abate... 5.2.9 Memelihara Ikan Pemakan Jentik... 5.2.10 Memasang Kawat Kasa... 5.2.11 Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian... 5.2.12 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang... 5.3 Analisis Bivariat... 5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air... 5.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air... 5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengubur Barang Bekas... 5.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan... 5.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air... 5.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu... 56 57 57 58 59 59 60 61 61 62 63 63 64 65 65 66 67 68 69 70 71 xi

5.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menabur Bubuk Abate... 5.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik... 5.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memasang Kawat Kasa... 5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian... 5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Yang Memadai... 72 73 74 75 76 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian... 6.2 Keberadaan Larva Aedes aegypti... 6.3 Analisis Bivariat... 6.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air... 6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air... 6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengubur Barang Bekas... 6.4.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan... 6.4.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air... 6.4.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu... 6.4.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menabur Bubuk Abate... 6.4.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik... 77 77 79 79 82 84 87 88 90 91 93 xii

6.4.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memasang Kawat Kasa... 6.4.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian... 6.4.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai... BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan... 7.2 Saran... 7.2.1 Saran Bagi Puskesmas Ciputat... 7.2.2 Saran Bagi Masyarakat... 7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya... 95 97 99 102 102 102 104 105 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional... 42 Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2013... 50 Tabel 5.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 57 Tabel 5.2 Gambaran Jenis Kontainer Berdasarkan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 58 Tabel 5.3 Gambaran Upaya Responden Dalam Menguras Tempat Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 58 Tabel 5.4 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Tempat Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 59 Tabel 5.5 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengubur Barang Bekas di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 60 Tabel 5.6 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei- Juni Tahun 2014... 60 Tabel 5.7 Gambaran Upaya Responden Dalam Memperbaiki Saluran dan Talang Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 61 Tabel 5.8 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 62 Tabel 5.9 Gambaran Upaya Responden Dalam Menabur Bubuk Abate di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 62 Tabel 5.10 Gambaran Upaya Responden Dalam Memelihara Ikan Pemakan Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 63 Tabel 5.11 Gambaran Upaya Responden Dalam Memasang Kawat Kasa di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 64 Tabel 5.12 Gambaran Upaya Responden Dalam Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei- Juni Tahun 2014... 64 Tabel 5.13 Gambaran Upaya Responden Dalam Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 65 Tabel 5.14 Gambaran Hubungan Menguras Tempat Penampungan Air dengan xiv

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 66 Tabel 5.15 Tabel 5.16 Tabel 5.17 Tabel 5.18 Tabel 5.19 Tabel 5.20 Tabel 5.21 Tabel 5.22 Tabel 5.23 Tabel 5.24 Gambaran Hubungan Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 67 Gambaran Hubungan Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei- Juni Tahun 2014... 68 Gambaran Hubungan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 69 Gambaran Hubungan Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 70 Gambaran Hubungan Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 71 Gambaran Hubungan Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 72 Gambaran Hubungan Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 73 Gambaran Hubungan Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 74 Gambaran Hubungan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 75 Gambaran Hubungan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014... 76 xv

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2007-2012... 2 Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia Tahun 2008-2012... 3 xvi

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti... 10 Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti... 12 Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti... 13 Gambar 2.4 Jentik Aedes aegypti... 13 Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti... 14 xvii

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Teori... 39 Bagan 3.1 Kerangka Konsep... 41 Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel... 52 xviii

DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian 2. Kuesioner Peneliitian 3. Ouput Analisis Data 4. Foto xix

DAFTAR SINGKATAN ABJ DBD Depkes RI HI CI Kemenkes RI TPA WHO : Angka Bebas Jentik : Demam Berdarah Dengue : Departemen Kesehatan Republik Indonesia : House Index : Container Index : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Tempat Penampungan Air : World Health Organization xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat sampai saat ini. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada tahun 1953 penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila (Filipina), dan kemudian menyebar ke berbagai negara. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, World Health Organization (WHO) terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 mencatat bahwa negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Achmadi, 2011). Penyakit DBD mulai melanda Indonesia sejak tahun 1968. Sejak itu penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue ini telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang berarti. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, ini kerap menimbulkan kepanikan di masyarakat karena penyebarannya yang cepat dan potensinya yang dapat menyebabkan kematian. 1

Dalam siklus hidupnya, nyamuk Aedes aegypti mengalami empat stadium yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air tawar yang jernih serta tenang. Tempat Penampungan Air (TPA) potensial sebagai tempat perindukannya (breeding place) adalah genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah atau container (Ridha, MR,. dkk, 2013). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2013, jumlah angka kesakitan DBD di Indonesia dari tahun 2007-2012 mengalami peningkatan dan penurunan tiap tahunnya (fluktuatif). Berikut merupakan grafik tren DBD dari tahun 2007-2012: Grafik 1.1 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue di Indonesia Per 100.000 Penduduk Tahun 2007-2012 Tahun Sumber: Kemenkes RI, 2013 Jumlah Angka Bebas Jentik (ABJ) tahun 2008-2012 juga mengalami peningkatan dan penurunan tiap tahunnya dan masih belum sesuai dengan target nasional yaitu sebesar 95%, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh dalam jumlah angka kesakitan DBD. Berikut merupakan grafik ABJ di Indonesia tahun 2008-2012: 2

Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia Tahun 2008-2012 Tahun Sumber: Kemenkes RI, 2013 Jumlah penderita DBD di wilayah provinsi Banten pada tahun 2011 sebanyak 1.979 kasus. Kemudian mengalami peningkatan di tahun 2012 dengan 3.486 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Banten, 2012). Sedangkan untuk kota Tangerang Selatan diketahui jumlah kasus DBD pada tahun 2011 sebanyak 750 kasus dan mengalami peningkatan di tahun 2012 dengan jumlah 781 kasus dengan jumlah korban yang meninggal sebanyak lima orang (Dinkes Tangsel, 2012). Hal ini dikarenakan nilai ABJ di wilayah tersebut pada tahun 2011-2012 masih 95% yaitu 90,6% dan 93,62%, sehingga resiko terjadinya DBD tinggi. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2012, diketahui bahwa tiga dari tujuh kecamatan di Tangerang Selatan hingga kini masih dalam status zona merah yang berarti bahwa di wilayah tersebut setiap tahunnya sering ditemukan banyak kasus DBD. Ketiga kecamatan itu adalah Pondok Aren, Ciputat, dan Pamulang. Angka kejadian DBD yang paling banyak adalah kecamatan Pondok Aren. Tiga kecamatan lain yang tidak 3

masuk zona merah adalah Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, dan Setu (Dinkes Tangsel, 2012). Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih 95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Sehingga jumlah kasus DBD dan nilai ABJ di wilayah kerja Puskesmas Ciputat selalu mengalami peningkatan maupun penurunan tiap tahunnya. Akan tetapi, penyakit DBD tidak termasuk kedalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas Ciputat. Namun, penyakit ini merupakan masalah yang harus diatasi ataupun dicegah penularannya agar tidak menyebabkan kematian. Upaya pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD yang dilakukan dengan cara pelaksanaan 3M Plus terdiri dari: menguras Tempat Penampungan Air (TPA), menutup TPA, mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu, dan memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk (Depkes, 2005). 4

Keberadaan jentik Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik dapat berkembang biak pada wadah-wadah TPA di sekitar pemukiman (Hardayanti, W. et. al., 2011). Keberadaan kontainer di lingkungan rumah sangat berperan dalam kepadatan jentik Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes aegypti. Semakin padat populasi nyamuk Aedes aegypti, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD (Maria, Ita. et.al., 2013). Hasil penelitian Suprianto (2011), didapatkan bahwa praktik PSN berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (p value= 0,03). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulina (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan keberadaan jentik terhadap penyakit DBD (p value= 0,002) serta terdapat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap penyakit DBD (p value= 0,047). Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan penulis, pada 9 rumah yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat menunjukkan bahwa 55,56% (5 dari 9 rumah) terdapat larva Aedes aegypti dan belum melaksanakan 3M Plus secara keseluruhan. Sedangkan 44,44% (4 dari 9 rumah) tidak terdapat larva Aedes aeypti dan sudah melaksankan 3M Plus. 5

Sampai saat ini masih belum ditemukan obat dan vaksin yang efektif untuk penyakit DBD, sehingga PSN-3M Plus merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005). Oleh karena itu, pencegahan DBD sangat diperlukan dengan melakukan pengendalian di tempat-tempat berkembang biaknya jentik Aedes aegypti melalui 3M Plus. Berdasarkan hal tersebut di atas maka, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih 95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis diperoleh hasil bahwa 55,56% (5 dari 9 rumah) terdapat larva Aedes aegypti dan belum melaksanakan 3M plus secara keseluruhan. Oleh karena itu, keberadaan tempat-tempat perindukan nyamuk dapat dijadikan indikator kejadian DBD, sehingga PSN-3M plus dianggap sebagai cara paling efektif menangani DBD. Atas dasar pemikiran di atas maka penulis ingin mengetahui Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan 6

Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni Tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014? 3. Adakah hubungan pelaksanaan 3M Plus dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014? 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei- Juni tahun 2014. 2. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014. 7

3. Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan 3M Plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Dapat memberikan informasi tentang hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti agar dapat menjadi bahan masukan dalam menentukan kebijakan serta perencanaan kesehatan pada masyarakat untuk penanggulangan penyakit DBD. 2. Bagi Masyarakat Dapat memberikan masukan untuk dapat berpartisipasi dalam penanggulangan penyakit DBD. 3. Bagi Peneliti Dapat mengaplikasikan secara nyata teori-teori yang telah didapat di perkuliahan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian serta menambah wawasan dalam pengalaman menulis dan meneliti. 4. Bagi Peneliti Lain Dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam melakukan pengembangan ilmu dan menyelesaikan penelitian. 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dan dilakukan pada Mei Juni 2014 dengan populasi penelitian adalah semua rumah tangga yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu Kelurahan Ciputat dan Cipayung. Penelitian ini menggunakan pendekatan desain cross sectional, dengan tujuan untuk melihat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti yang diteliti pada waktu yang bersamaan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan data primer melalui wawancara tertutup kepada responden menggunakan kuesioner dan juga dengan cara observasi serta data sekunder berupa profil Puskesmas tahun 2010-2013 dan Laporan Bulanan I (LB I) tahun 2010-2013. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti 2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti Menurut Richard dan Davis (1977) yang dikutip oleh Seogijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti Sumber: Kemenkes, RI 2013 Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Bangsa : Diptera Suku : Culicidae Marga : Aedes Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006) 10

2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Menurut Gillot (2005), nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan bintik hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih pada bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak yang khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis lengkung di tepinya. Bentuk abdomen nyamuk betinanya lancip pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya lebih besar dibandingkan nyamuk jantan. 2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna atau holometabola (Soegijanto, 2006). 11

Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sumber: Kemenkes RI, 2013 1. Stadium Telur Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air (Herms, 2006, dalam Sulina, 2012). 12

Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti Sumber: Kemenkes RI, 2013 2. Stadium Larva (Jentik) Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas memiliki siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva ini tubuhnya langsing, bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006, dalam Sulina, tahun 2012). Gambar 2.4 Jentik Aedes aegypti Sumber: Kemenkes RI, 2013 13

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu: 1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2. Instar II : 2,5-3,8 mm 3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4. Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm (Depkes RI, 2005) 3. Stadium Pupa Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti Sumber: Kemenkes RI, 2013 14

4. Nyamuk dewasa Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011). Pada umumnya nyamuk betins hanya kawin satu kali selama hidupnya, biasanya perkawinan terjadi setelah 24 28 jam setelah keluar dari kepompong (Sumantri, 2010). 2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha (2008), tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempattempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana 15

seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barangbarang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Supartha, 2008, dalam Sulina, 2012). Menurut Soegijanto (2006), tempat perindukan utama dapat dikelompokkan menjadi: (1) Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya, (2) Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan sebagainya, dan (3) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain. Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada kontainer berair yang berwarna gelap, terbuka, dan terutama yang terletak di tempat-tempat yang terlindung dari sinar matahari. Telur diletakkan di dinding kontainer di atas permukaan air, bila terkena air telur akan menetas menjadi larva atau jentik, setelah 5-10 hari larva berubah menjadi pupa dan 2 hari kemudian menjadi nyamuk dewasa (Depkes R1, 2005). Nyamuk betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat berkembang biak yang sesuai dengan 16

kesenangan dan kebutuhannya. Aedes aegypti senang meletakkan telur di air tawar yang bersih dan tidak langsung menyentuh tanah, begitu selanjutnya masih banyak banyak variasi lain. Oleh karena itu, perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survei yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat membantu dalam program pengendalian vektor (Sumantri, 2010). 2.2.1.1 Tempat Penampungan Air Tempat penampungan air (TPA) adalah berbagai macam tempat yang digunakan untuk menamapung air guna kebutuhan sehari-hari, seperti: drum, tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain (Roose, 2008). Tempat penampungan air berfungsi sebagai tempat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti. Pada musim hujan, populasi nyamuk Aedes aegypti ini dapat meningkat karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas ketika tempat perkembang biakannya, yaitu tempat penampungan air, khususnya TPA bukan untuk keperluan sehari-hari dan alamiah, mulai terisi air hujan. Kondisi seperti ini akan dapat meningkatkan populasi nyamuk, sehingga penularan penyakit DBD dapat meningkat pula (Kusumawardani, 2012). 17

Secara fisik tempat penampungan air dibedakan lagi berdasarkan bahan tempat penampungan air (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar, dan lain-lain), warna tempat penampungan air (putih, hijau, coklat, dan lain-lain), volume tempat penampungan air (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt, dan lain-lain), letak tempat penampungan air (di dalam atau di luar rumah), penutup tempat penampungan air (ada atau tidak), pencahayaan pada tempat penampungan air (terang atau gelap) (Depkes RI, 2005). 2.2.1.2 Iklim Terdiri dari suhu, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin. a. Suhu udara Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah 10 o C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 o C, nyamuk juga akan mengalami perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis. Rata-rata suhu ideal untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25 o C-27 o C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 o C atau lebih dari 40 o C. 18

b. Kelembaban udara Kelembaban udara yang terlalu tinggi di dalam rumah mengakibatkan berkembang biaknya bakteri penyebab penyakit. Kelembaban nyamuk berkisar antara 60%-80%. Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk jadi lebih pendek sehingga nyamuk tidak dapat menjadi vektor. c. Curah hujan Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan juga memperbanyak tempat perindukan nyamuk untuk berkembang biak. d. Kecepatan angin Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh terhadap kelembaban dan suhu udara serta arah penerbangan nyamuk. 2.2.2 Perilaku Menghisap Darah Menurut Sumantri (2010), perilaku mencari atau menghisap darah dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu Nyamuk pada umumnya mencari darah pada malam hari, sebagian spesies nyamuk aktif mencari darah siang 19

hari seperti nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang aktif mencari darah malam hari, ternyata setiap spesies berbeda dan mempunyai sifat tertentu. Ada spesies yang aktif mulai dari senja hingga menjelang tengah malam, adapula yang aktif mulai menjelang tengah malam hingga pagi hari, dan adapula yang aktif mulai dari senja hingga menjelang pagi. b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat Apabila metode yang sama kita adakan di dalam atau di luar rumah, maka dari hasil penangkapan ini dapat diketahui ada dua golongan nyamuk: 1. Exophagic, yang lebih senang mencari darah di luar rumah. 2. Endophagic, golongan nyamuk yang lebih senang mencari darah di dalam rumah. c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan sebagai berikut: 1. Anthropophilic, nyamuk senang dengan darah manusia. 2. Zoophilic, nyamuk senang dengan darah hewan. 3. Nyamuk yang tidak mempunyai pilihan tertentu. Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan 20

darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter (Depkes RI, 2004). 2.2.3 Perilaku Istirahat Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004). 21

Menurut Sumantri (2010), beristirahat bagi nyamuk mempunyai arti dua macam, yaitu: 1. Beristirahat yang sebenarnya, selama waktu menunggu proses perkembangan telur. 2. Beristirahat yang hanya sementara, yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab, dan aman untuk beristirahat, tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap spesies ternyata mempunyai perilaku yang berbeda. Ada spesies yang hanya hinggap di tempat-tempat dekat tanah, tetapi adapula spesies yang hinggap di tempat-tempat yang lembab dan terlindung dari cahaya. 2.2.4 Penyebaran Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun karena angin atau kendaraan dapat berpindah lebih jauh (Widodo, 2012). Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari 22

permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005). Menurut Sumantri (2010), Penyebaran vektor mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan oleh serangga. Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu: 1) Cara aktif, yang dilakukan nyamuk dengan menggunakan kekuatan terbang. 2) Cara pasif, dengan perantaraan dan bantuan transportasi angin. 2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti Keberadaan larva atau jentik nyamuk merupakan indikator dari potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayati, W. et. al., 2011). Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan 23

semakinpadat pula jentik nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air tersebut (Wati, 2009). Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada. 2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei di beberapa rumah, seperti: a. Survei Nyamuk Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator. Indeks nyamuk yang digunakan: 1. Biting/Landing Rate: Jumlah Aedes agypti betina tertangkap umpan orang Jumlah Penangkapan x Jumlah jam penangkapan 24

2. Resting per rumah: Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan b. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik) Menurut Depkes RI (2005), untuk mengetahui keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai berikut: a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik. b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan atau penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½-1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada. c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain. d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh biasanya digunakan senter. Metode survei jentik antara lain: a. Single larva methode 25

Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. b. Visual Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. mengukur: Ukuran kepadatan populasi jentik dapat ditentukan dengan 1. Angka Bebas Jentik (ABJ) Jumlah rumah bangunan yang tidak ditemukan jentik Jumlah rumah bangunan yang diperiksa Jika nilai ABJ 95%, maka sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Depkes (2005). X 100% 2. House Index (HI) Jumlah rumah bangunan yang ditemukan jentik Jumlah rumah bangunan yang diperiksa X 100% Jika nilai HI 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah. sedangkan, jika nilai HI 5% maka resiko terjadinya DBD tinggi. 3. Container Index (CI) Jumlah container dengan jentik Jumlah container yang diperiksa X 100% 26

Jika nilai CI 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah. sedangkan, jika nilai CI 5% maka resiko terjadinya DBD tinggi. 4. Breteau Index (BI) Jumlah container dengan jentik Jumlah rumah yang diperiksa X 100% c. Survei Perangkap Telur Menurut Depkes RI (2005), survei perangkap telur dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, seperti potongan bambu, kaleng, atau gelas plastik, yang bagian dalam dindingnya dicat warna hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan bambu yang berwarna gelap sebagai tempat untuk meletakkan telur bagi nyamuk. Kemudian ovitrap diletakkan di tempat gelap di dalam dan luar rumah. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel. Perhitungan ovitrap index adalah: Jumlah padel dengan telur X 100% Jumlah padel diperiksa Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-telur pada padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Kepadatan populasi nyamuk berdasarkan jumlah telur pada padel: Jumla h Telur Jumla h ovitrap yang digunakan =... telur per ovitrap 27

2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Soedarto (2009), pencegahan terhadap penularan DBD dapat dilakukan dengan pemberantasan larva dan nyamuk Aedes aegypti dewasa. 2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus Menurut Depkes RI (2005), pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dapat dilakukan dengan cara melalui pemberantasan jentik yang dikenal dengan kegiatan 3M plus, yaitu: 1. Menguras tempat penampungan air (TPA) Menguras tempat penampungan air (TPA) seperti bak mandi, bak WC, dan lain-lain perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan menyikat dan menggunakan sabun dalam pengurasannya agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut. Sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Sutaryo (2005) pada saat pengurasan atau pembersihan tempat penampungan air dianjurkan menggosok atau menyikat dinding dindingnya. Dalam penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air (TPA) dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air 28

(TPA) dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di Wilayah Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara menguras tempat penampungan air dalam rumah dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Tempat penampungan air terdiri dari tempat penampungan air dalam rumah dan tempat penampungan air luar rumah. Tempat penampungan air dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan, dan bak mandi. Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu vas bunga, kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007). Tempat penampungan air yang sering ditemukan larva Aedes aegypti adalah bak mandi (Fatimah, 2006). Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006). Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di tempat penampungan air. Silvia (2007), menyebutkan bahwa keberadaan jentik dalam penampungan air, menguras tempat penampungan air lebih dari satu minggu sekali berpengaruh terhadap kejadian DBD. 29

2. Menutup tempat penampungan air (TPA) Menutup rapat tempat penampungan air dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) yaitu seperti menutup rapat ember, tempayan, baskom, bak mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di wilayah Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara menutup rapat tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. 3. Mengubur barang-barang bekas Mengubur barang-barang bekas merupakan praktik pemberantasan nyamuk DBD yang dilakukan dengan cara mengubur barang-barang bekas yang berpotensi menampung air dan terdapat larva Aedes aegypti seperti kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, dan lain-lain (Depkes, 2005). Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol bekas dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap bertambahnya larva Aedes aegypti yang otomatis membuka peluang terhadap kejadian DBD. 30