BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI KARANGASEM, : a. bahwa penataan lahan merupakan langkah dalam mengembangkan kawasan budidaya yang diarahkan untuk mengakomodasikan kegiatan produksi pertanian dalam arti luas, permukiman, kegiatan pertambangan, pariwisata, industri, serta hankam; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karangasem Tahun 2012-2032 yang menyatakan bahwa salah satu strategi pengembangan kawasan budidaya dengan pendekatan budaya lokal serta mitigasi bencana adalah dengan mengembangkan kawasan budidaya yang diarahkan untuk mengakomodasikan kegiatan produksi (pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan), permukiman, kegiatan pertambangan, pariwisata, industri, serta hankam, sehingga untuk memberikan arah, landasan dan kepastian hukum dalam pengembangan kawasan budidaya maka diperlukan pengaturan tentang penataan lahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Penataan Lahan; 1: Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/OT. 140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1180); 12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 408);
13. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Karangasem (Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 5); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karangasem Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2012 Nomor 17, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 15); MEMUTUSKAN : W Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENATAAN LAHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Karangasem. 2. Bupati adalah Bupati Karangasem. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraaan pemerintahan daerah. 4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya. 5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karangasem yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten Karangasem adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Karangasem. 6. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. 7. Kegiatan penataan lahan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk mengubah lahan dari bentuk semula menjadi bentuk yang diinginkan sehingga kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi serta dimanfaatkan sesuai dengan peruntukan tata ruang. 8. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
9. Intensifikasi lahan pertanian/perkebunan adalah suatu pemeliharaan secara intensif dengan melakukan pemupukan, pengendalian hama penyakit dan pemangkasan terhadap ranting-ranting yang tidak bermanfaat. 10. Optimalisasi lahan pertanian/perkebunan adalah upaya penanaman kembali pada lahan yang sudah mengalami penurunan produksi akibat kerusakan/mati. 11. Rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranan dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. 12. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan yang bersifat ad-hoc untuk membantu pelaksanaan tugas koordinasi penataan ruang daerah. 13. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah. w BAB II MAKSUD DAN TUJUAN PENATAAN LAHAN Pasal 2 Maksud dari penataan lahan di Kabupaten Karangasem adalah untuk mengembangkan kawasan budidaya yang diarahkan untuk mengakomodasikan kegiatan produksi (pertanian tanaman pangan, perkebunan, petemakan, perikanan), permukiman, pariwisata, industri, serta hankam. Pasal 3 Tujuan dari penataan lahan di Kabupaten Karangasem adalah : a. melindungi dan menjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya pada kawasan budidaya; dan W b. mengefektifkan dan mengoptimalkan potensi kawasan budidaya diluar kawasan pertambangan. BAB III LOKASI KEGIATAN PENATAAN LAHAN Pasal 4 Lokasi yang diperbolehkan untuk dilakukan kegiatan penataan lahan pada kawasan budidaya di Kabupaten Karangasem adalah : 1. kawasan hutan produksi terbatas yang terdapat di Kecamatan Kubu pada kawasan hutan produksi Gunung Abang Agung (RTK 8) dengan luasan kurang lebih 204,11 ha; 2. kawasan peruntukan hutan rakyat diarahkan ke seluruh daerah yang memiliki potensi untuk dihijaukan; 3. kawasan pertanian lahan kering (tegalan) tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Karangasem; 4. kawasan pertanian hortikultura dialokasikan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Karangasem;
5. kawasan peruntukan perkebunan yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Karangasem berdasarkan kesesuaian lahan untuk perkebunan; 6. kawasan peternakan terdapat di kawasan sentra peternakan diantaranya : a. kawasan sentra produksi (KSP) peternakan sapi yaitu di Desa Ban Kecamatan Kubu, Desa Pempatan Kecamatan Rendang, Desa Jungutan Kecamatan Bebandem, Desa Seraya, Desa Bukit Kecamatan Karangasem, dan Desa Pidpid, Desa Datah, Desa Nawakerti Kecamatan Abang; b. KSP unggas diarahkan ke wilayah Desa Selumbung, Desa Ngis, Desa Gegelang Kecamatan Manggis, Desa Bukit Kecamatan Karangasem dan Desa Tiyingtali Kecamatan Abang; c. skala kecil tersebar sesuai potensi di lapangan. 7. kawasan permukiman yaitu : a. kawasan permukiman perdesaan dialokasikan menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Karangasem sesuai dengan perkembangan eksisting yaitu pada lahan yang sesuai ^ dengan kriteria fisik kawasan permukiman, meliputi : kemiringan lereng, ketersediaan dan mutu sumber air bersih, bebas dari potensi banjir/genangan; b. kawasan permukiman perkotaan dialokasikan sesuai dengan rencana rinci / RDTR kawasan perkotaan dan/atau berdasarkan rekomendasi BKPRD yaitu pada lahan yang sesuai dengan kriteria fisik kawasan permukiman, meliputi : kemiringan lereng, ketersediaan dan mutu sumber air bersih, bebas dari potensi banjir/ genangan. 8. kawasan strategis pelabuhan meliputi Pelabuhan Padangbai di Desa Padangbai, Pelabuhan Pariwisata Tanah Ampo di Desa Ulakan, Pelabuhan Amed di Desa Purwakerti, dan Pelabuhan Depo Minyak Labuhan Amuk di Desa Antiga; 9. kawasan pariwisata meliputi: a. kawasan pariwisata candidasa meliputi Desa Antiga Kelod, W Antiga, Padangbai, Ulakan, Manggis, Sengkidu, Nyuh Tebel, Bugbug, Pertima dan Kelurahan Subagan dengan panjang pantai 24 kilometer dan kedalaman maksimum 1000 meter dihitung dari garis pantai ke darat; b. kawasan pariwisata ujung meliputi kelurahan Karangasem, Desa Tumbu, Desa Seraya Barat, Desa Seraya dan Desa Seraya Timur dengan panjang pantai 15 kilometer dan kedalaman maksimum 1.500 meter dihitung dari garis pantai ke darat; c. kawasan pariwisata tulamben meliputi Desa Bunutan, Desa Purwakerti, Desa Culik, Desa Labasari, Desa Datah, Desa Tulamben, Desa Dukuh, Desa Kubu dan Desa Baturinggit dengan panjang pantai 23,5 kilometer dan kedalaman maksimum 1.000 meter dihitung dari garis pantai ke darat.
BAB IV KRITERIA TEKNIS KEGIATAN PENATAAN LAHAN Pasal 5 Penataan lahan dibedakan menjadi dua yaitu : 1. penataan lahan skala besar yaitu penataan lahan dengan menggunakan alat berat dengan luasan diatas 1 (satu) hektar; 2. penataan lahan skala kecil yaitu penataan lahan dengan. menggunakan alat manual dan/atau alat berat dengan luasan kurang dari 1 (satu) hektar. Pasal 6 (1) Penataan lahan dari aspek ruang, wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. penataan lahan dimungkinkan pada kawasan budidaya diluar kawasan pertambangan dengan ketinggian W maksimal 500 meter diatas permukaan laut guna efektifitas dan produktifitas kawasan dimaksud sesuai dengan peruntukannya tanpa mengubah serta menghilangkan fungsi utamanya; b. penataan lahan pada kawasan pertambangan mengacu pada peraturan kawasan pertambangan; c. penataan lahan sampai dengan pasca penataan lahan dapat dilakukan pada kawasan budidaya sesuai dengan peruntukan ruang dalam RTRW; d. material penggalian lahan pada lokasi penataan lahan tidak diperkenankan untuk dibawa keluar lokasi; e. material sebagaimana dimaksud pada huruf d agar dipergunakan serta dioptimalkan untuk menata kawasan dimaksud. W (2) Penataan lahan dari aspek batasan luas penataan lahan, wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a batasan penataan lahan untuk hutan rakyat, lahan perkebunan dan pertanian kering skala besar penataannya dilakukan secara bertahap maksimal per tahap 5 hektar sampai kegiatan pasca penataan selesai dilakukan sesuai dengan fungsi dan peruntukan lahan dalam RTRW dalam kurun waktu 1 tahun, setelahnya dapat dilanjutkan penataan luasan berikutnya; b. batasan penataan lahan untuk hutan rakyat, lahan perkebunan dan pertanian kering skala kecil dengan luas di bawah 5 hektar penataannya dilakukan dalam satu tahap sesuai luas kepemilikan kegiatan pasca penataan sesuai dengan fungsi dan peruntukan lahan dalam RTRW; c. batasan penataan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman yaitu minimal 6.000 m? atau untuk 20 kapling dan hanya dapat dilakukan pada kawasan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP); d. Penataan lahan untuk kegiatan pembangunan infrastruktur pelabuhan, jalan, jembatan, lapangan
terbang, waduk dapat dilakukan sesuai dengan penetapan lokasi dan kriteria teknis yang sudah ditetapkan dalam kegiatan dimaksud dan tetap mengacu pada peruntukan lahan dalam RTRW. W (3) Kegiatan penataan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 hams tetap menjamin upaya pelestarian lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, dengan syarat: a. penataan lahan skala besar dan skala kecil yang diindikasikan berdampak penting wajib memiliki dokumen lingkungan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); b. penataan lahan skala besar dan skala kecil yang diindikasikan tidak berdampak penting wajib memiliki dokumen lingkungan berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL); c. penentuan dampak penting maupun tidak penting mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang diselenggarakan oleh SKPD yang membidangi lingkungan hidup; d. dokumen lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan; e. badan usaha atau perorangan yang melakukan kegiatan penataan lahan wajib melakukan pelaporan upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup setiap 6 (enam) bulan sekali yang disampaikan kepada SKPD yang membidangi lingkungan hidup; dan f. pengawasan terhadap pelaksanaan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan oleh Tim atau SKPD yang membidangi lingkungan hidup. (4) Kriteria teknis penataan lahan yaitu : a. Untuk kegiatan terbangun maka : 1. kegiatan penataan lahan pada lahan dengan kemiringan kurang dari 45 penataan lahan dapat melalui cut and fill dengan memperhatikan potongan lahan tiap segmen serta penataan lahan harus dilakukan dengan terasering dengan ketinggian maksimal per tingkat 5 meter; 2. kegiatan penataan lahan dengan kemiringan lebih dari 45 dapat dilakukan penataan lahan apabila dilengkapi dengan kajian teknis (topografi dan geologi) dari pihak yang berkompeten dan mendapat rekomendasi dari SKPD yang membidangi; 3. kajian teknis dimaksud mencakup kondisi eksisting, lahan dan lingkungan, potensi-potensi dampak yang, timbul akibat penataan lahan, serta solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah atau menghilangkan dampak negatif penataan lahan; 4. penataan lahan pada situasi ini juga harus tetap memperhatikan ketinggian maksimal tiap segmen yaitu 5 meter;
w 5. aspek perlindungan penataan lahan tetap memperhatikan keselamatan infrastruktur buatan maupun alami yang ada di sekitamya diantaranya jalan, jembatan, bangunan/mmah penduduk, pura dan fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya; 6. kegiatan penataan lahan yang secara fisik melakukan penggalian dengan kedalaman tertentu disebabkan kondisi geografis lahan, teknik penggalian mengikuti pedoman teknis pertambangan/penggalian sesuai rekomendasi dari SKPD yang membidangi. b. Untuk kegiatan non terbangun maka : 1. penataan lahan untuk areal pengembangan baru untuk tanaman kehutanan (hutan rakyat) dan budidaya perkebunan tetap memperhatikan topografi lahan, pengaturan lubang tanam, jarak tanam, pola tanam serta berdasarkan arahan dari SKPD terkait sesuai bidang dan kewenangannya; 2. penataan lahan pada areal yang sudah dikembangkan, khususnya pada lahan yang sudah diusahakan dengan tanaman kehutanan dan usaha budidaya tanaman perkebunan untuk dapat meningkatkan produktivitas lahan dapat dilakukan dengan usaha intensifikasi, optimalisasi lahan dan rehabilitasi; 3. rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana diterangkan diatas dapat dilakukan melalui reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan penerapan teknis konservasi tanah secara vegetative dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif; 4. rehabilitasi lahan agar dilaksanakan secara selektif, dimana terhadap tanaman yang masih masa produktifnya agar tetap dipertahankan; 5. terhadap tanaman yang masih layak dipertahankan agar dilakukan pemeliharaan secara intensif dan berkelanjutan; 6. terhadap tanaman yang kurang produktif, rusak atau mati dilakukan penebangan dan/atau pembongkaran; 7. teknis penataan lahan dan kegiatan pasca penataan lahan sesuai dengan pedoman teknis dan rekomendasi dari SKPD terkait sesuai bidang dan kewenangannya. BAB V PERIZINAN Bagian Kesatu Persyaratgin Izin Pasal 7 (1) Setiap orang atau perusahaan yang berbadan hukum yang akan melakukan penataan lahan wajib memiliki izin penataan lahan dari Bupati. (2) Persyaratan izin penataan lahan meliputi: a. mengisi formulir permohonan izin;
b. melampirkan fotokopi KTP pemohon bagi usaha perorangan dan akta pendirian perusahaan dan pengesahannya bagi yang berbadan hukum; c. melampirkan fotokopi status kepemilikan tanah; d. melampirkan Surat Pengantar dari Kepala Desa/Lurah dan Camat; e. melampirkan rekomendasi/surat keterangan dari desa pakraman; f. melampirkan izin-izin penunjang usaha (IPR, AMDAL/UKL-UPL); g. melampirkan peta situasi lokasi penataan lahan dengan skala ukuran proporsional; h. melampirkan peta dan gambar rencana penataan lahan dengan skala proporsional; dan i. melampirkan rekomendasi dari instansi teknis (sesuai dengan kewenangannya). Bagian Kedua Kewenangan Pemberian Izin Pasal 8 (1) Bupati memberikan izin penataan lahan kepada perorangan atau perusahaan yang berbadan hukum yang telah memenuhi persyaratan. (2) Pelayanan izin diselenggarakan oleh SKPD yang mengelola Pelayanan Perizinan Terpadu. Bagian Ketiga Masa Berlaku Izin Pasal 9 Masa berlaku untuk Izin Penataan Lahan adalah 1 (satu) tahun. ^ BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 10 (1) Bupati melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan penataan lahan agar kegiatan penataan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP). (2) Dalam rangka pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat membentuk Tim yang beranggotakan SKPD terkait. (3) Keanggotaan dan tugas tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
10 BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 11 (1) Setiap orang atau perusahaan yang berbadan hukum yang melakukan penataan lahan pada lokasi diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan/atau tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. peringatan tertulis; b. penghentian kegiatan penataan lahan; dan/atau c. pencabutan izin penataan lahan. (3) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu peringatan masing-masing 30 (tiga puluh) hari kalender. (4) Apabila sampai dengan peringatan tertulis yang terakhir, yang bersangkutan tetap tidak memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku, maka kegiatan penataan lahan dihentikan dan/atau dilakukan pencabutan izin penataan. lahan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Karangasem. Ditetapkan di Amlapura pada tanggal 6 Juli 2015 Ij^BUPATI KARANG.^M, ^ Diundangkan di Amlapura pada tanggal 6 Juli 2015 j SEKRETARIS daerah KffiUPATEN KARANGASEM, '' I WAYAN geredeg I GEDE ADNYA MULYADI BERITA DAERAH KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 NOMOR31.