1. Latar Belakang. Gambar 1 Plot Produksi Tembakau Indonesia. Gambar 2 Plot Harga Tembakau Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMODELAN ARIMA DALAM PERAMALAN PENUMPANG KERETA API PADA DAERAH OPERASI (DAOP) IX JEMBER

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

Analisis Time Series Pada Penjualan Shampoo Zwitsal daerah Jakarta dan Jawa Barat di PT. Sara Lee Indonesia. Oleh : Pomi Kartin Yunus

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATA DENGAN PENDEKATAN MODEL SARIMA (STUDI KASUS : KUSUMA AGROWISATA)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

1. Pendahuluan 2. Kajian Pustaka Curah Hujan

4 BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN EVALUASI. lebih dikenal dengan metode Box-Jenkins adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR

Contoh Analisis Deret Waktu: BJSales

PERAMALAN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX MENGGUNAKAN METODE ARIMA BULAN MEI-JULI 2010

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

PEMODELAN AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE PADA DATA REDAMAN HUJAN DI SURABAYA. Nur Hukim

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

LULIK PRESDITA W APLIKASI MODEL ARCH- GARCH DALAM PERAMALAN TINGKAT INFLASI

PERAMALAN PERMINTAAN PRODUK SARUNG TANGAN GOLF MENGGUNAKAN METODE AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA) DI PT. ADI SATRIA ABADI ABSTRAK

Seasonal ARIMA adalah model ARIMA yang mengandung faktor musiman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI INDONESIA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PERBANDINGAN MODEL ARIMA DAN MODEL REGRESI DENGAN RESIDUAL ARIMA DALAM MENERANGKAN PERILAKU PELANGGAN LISTRIK DI KOTA PALOPO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS POLA HUBUNGAN PEMODELAN ARIMA CURAH HUJAN DENGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM, LAMA WAKTU HUJAN, DAN CURAH HUJAN RATA-RATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS PERAMALAN JUMLAH PENUMPANG KEBERANGKATAN INTERNASIONAL DI BANDARA SOEKARNO-HATTA TAHUN 2016 MENGGUNAKAN METODE SARIMA DAN HOLT-WINTER

MODEL AUTOREGRESSIVE (AR) ATAU MODEL UNIVARIATE

VI ANALISIS RISIKO HARGA

Data Tingkat Hunian Hotel Rata-Rata di Propinsi DIY Tahun Tahun Bulan Wisman

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA

Peramalan Volume Pemakaian Air di PDAM Kota Surabaya dengan Menggunakan Metode Time Series

PENERAPAN MODEL ARFIMA (AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) D-249

PEMODELAN TIME SERIES DENGAN PROSES ARIMA UNTUK PREDIKSI INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) DI PALU SULAWESI TENGAH

KAJIAN METODE JACKKNIFE DALAM MEMBANGUN SELANG KEPERCAYAAN DENGAN PARAMETER ARMA(p,q)

PERHITUNGAN VALUE AT RISK HARGA SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN VOLATILITAS ARCH-GARCH DALAM KELOMPOK SAHAM LQ 45 ABSTRACT

Oleh : Dwi Listya Nurina Dosen Pembimbing : Dr. Irhamah, S.Si, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

PEMODELAN DAN PERAMALAN DATA DERET WAKTU DENGAN METODE SEASONAL ARIMA

Penerapan Model ARIMA

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATAWAN MENGGUNAKAN MODEL ARMAX DENGAN NILAI KURS DAN EKSPOR-IMPOR SEBAGAI FAKTOR EKSOGEN

Pemodelan Konsumsi Listrik Berdasarkan Jumlah Pelanggan PLN Jawa Timur untuk Kategori Rumah Tangga R-1 Dengan Metode Fungsi Transfer single input

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji

Peramalan Penjualan Pipa di PT X

PERAMALAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK DI MEDAN DENGAN METODE ARIMA

KAJIAN TEORI. atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14) Rata rata (μ) dari distribusi probabilitas

PERAMALAN HARGA DAN PERMINTAAN KOMODITAS TEMBAKAU DI KABUPATEN JEMBER. Oleh : OKTANITA JAYA ANGGRAENI *) ABSTRAK

Peramalan Kecepatan Angin Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Box-Jenkins

PEMODELAN ARIMA INTENSITAS HUJAN TROPIS DARI DATA PENGUKURAN RAINGAUGE DAN DISDROMETER

PERAMALAN NILAI EKSPOR DI PROPINSI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk.

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA YANG BEKUNJUNG KE BALI MENGGUNAKAN FUNGSI TRANSFER

KAJIAN METODE BOOTSTRAP DALAM MEMBANGUN SELANG KEPERCAYAAN DENGAN MODEL ARMA (p,q)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

PERAMALAN JUMLAH PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA DENPASAR MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

Prediksi Laju Inflasi di Kota Ambon Menggunakan Metode ARIMA Box Jenkins

OUTLINE. Pendahuluan. Tinjauan Pustaka. Metodologi Penelitian. Analisis dan Pembahasan. Kesimpulan dan Saran

Peramalam Jumlah Penumpang Yang Berangkat Melalui Bandar Udara Temindung Samarinda Tahun 2012 Dengan Metode ARIMA BOX-JENKINS

PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK)

PERAMALAN NILAI TUKAR DOLAR SINGAPURA (SGD) TERHADAP DOLAR AMERIKA (USD) DENGAN MODEL ARIMA DAN GARCH

Penerapan Model ARIMA

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA

PERAMALAN PENJUALAN TEH HIJAU DENGAN METODE ARIMA (STUDI KASUS PADA PT. MK)

PERAMALAN HASIL PRODUKSI ALUMINIUM BATANGAN PADA PT INALUM DENGAN METODE ARIMA

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

Penerapan Model ARIMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

Analisys Time Series Terhadap Penjualan Ban Luar Sepeda Motor di Toko Putra Jaya Motor Bangkalan

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) D-300

Pemodelan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Menggunakan ARFIMA

PENDEKATAN MODEL TIME SERIES UNTUK PEMODELAN INFLASI BEBERAPA KOTA DI JAWA TENGAH

99.9. Percent maka H 0 diterima, berarti residual normal

Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer

EFEKTIVITAS METODE BOX-JENKINS DAN EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MERAMALKAN RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DISHUB KLATEN

BAB SIMULASI PERHITUNGAN HARGA BARANG. Bab 4 Simulasi Perhitungan Harga barang berisikan :

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

Contoh Analisis Deret Waktu: BJSales (Revisi)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data

Transkripsi:

1. Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas yang mempunyai arti penting karena memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia. Meskipun demikian, komoditi tembakau di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan, diantaranya adalah ketidakpastian harga dan fluktuasi produksi tembakau. Fluktuasi produksi dan ketidakpastian harga tembakau memerlukan tindakan pemerintah untuk mengendalikannya. Hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai maka ada kekhawatiran besar atas impor tembakau yang tinggi. Gambar 1 adalah plot data produksi tembakau pertahun mulai dari tahun 1971-2009: Gambar 1 Plot Produksi Tembakau Indonesia Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa produksi tembakau mengalami ketidakpastian produksi yang akan berimbas pada banyaknya konsumsi tembakau nasional. Informasi harga tembakau dalam negeri yang lengkap dan akurat sangat dibutuhkan dalam menunjang pengembangan tembakau sebagai komoditi perkebunan unggulan yang sering mengalami ketidakpastian harga pasar. Gambar 2 adalah pola perkembangan harga tembakau perbulan dari tahun 1986-2006: Gambar 2 Plot Harga Tembakau Indonesia Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa harga tembakau semakin tahun semakin naik. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan Indonesia dalam memproduksi tembakau dan tingkat harga adalah dengan melakukan peramalan untuk beberapa tahun yang akan datang. Peramalan dibutuhkan sebagai informasi dasar untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peramalan merupakan dugaan mengenai suatu kejadian pada waktu yang akan datang yang dapat digunakan untuk melakukan perencanaan dan mengambil keputusan. Pada penelitian ini dilakukan peramalan mengenai harga tembakau dengan menggunakan metode time series berdasarkan data harga rata-rata bulanan tembakau dari tahun 1986 sampai 2006, data harga yang didapat berasal dari Departemen Pertanian Bagian 2

Direktorat Jendral Bina Perkebunan. Selain itu akan dilakukan juga peramalan produksi tembakau dengan menggunakan metode time series berdasarkan data produksinya dari tahun 1971 sampai 2009. Metode Peramalan yang akan digunakan yaitu metode Box Jenkins. 2. Kajian Pustaka Peramalan adalah tingkat perkiraan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Dan dapat diartikan bahwa peramalan adalah suatu taksiran yang ilmiah, meskipun akan terdapat sedikit kesalahan [1]. Ada tiga langkah peramalan yang dianggap penting yaitu [2]: 1).Menganalisa data yang lalu,dengan cara membuat tabulasi untuk dapat menemukan pola dari data tersebut. 2) Menentukan metode peramalan yang akan digunakan sehingga dapat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi atau metode yang menghasilkan penyimpangan terkecil. 3) Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan. 3. Metode Penelitian Model Box-Jenkins secara umum dapat dinotasikan pada persamaan 1: ARIMA (p,d,q)= (1-B) d (1- t B- 2 B 2 -.- p B p )Y t =+(1-1 B- 2 B 2 -.- q B q ) t. (1) dimana : p = orde/derajat autoregressive(ar) d = orde/derajat differencing (pembedaan) q = orde/derajat moving average (MA) t = kesalahan peramalan periode t = konstanta BY t = Y t-1 B 2 Y t = Y t-2 Model SARIMA hampir sama dengan model ARIMA, hanya saja model SARIMA memasukkan pola musiman tertentu. Model SARIMA secara umum dapat dinotasikan pada persamaan 2: (p,d,q)(p,d,q) L = p (B) p (B L ) (1-B) d (1-B L ) D Y t = µ+ q (B) q (B L ) t. (2) dimana: P = orde/derajat autoregressive (SAR) musiman D = orde/derajat differencing (pembedaan) musiman Q = orde/derajat moving average (SMA) musiman L = beda kala musiman Tahapan Metode Box-Jenkins (ARIMA) Model ARIMA mengasumsikan data menjadi input berasal dari data stasioner. Data stasioner adalah data yang tidak mengandung trend, nilainya berfluktuasi di sekitar nilai rataan yang konstan, hal ini dapat dilihat melalui nilai autokorelasi. Apabila data yang menjadi input model belum stasioner maka perlu dilakukan penstasioneran data. Metode 3

Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Analisis ACF (Autocorrelation Function) dan PACF (Partial Autocorrelation Function) dilakukan dengan menggunakan program R Language. ACF adalah korelasi diantara variabel itu sendiri dengan selang satu atau beberapa periode kebelakang. Sedangkan PACF adalah suatu ukuran dari korelasi dua variabel time series stasioner setelah efek dari variabel lainnya dihilangkan. Koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan persamaan 3: dimana: R k = nilai koefisien autokorelasi N = jumlah observasi Z t = series stasioner Ž = rata-rata series data stasioner..(3) Dengan mengetahui nilai koefisien autokorelasi dapat diketahui ciri, pola dan jenis data, sehingga dapat memenuhi maksud untuk menidentifikasikan suatu model tentatif atau percobaan yang dapat disesuaikan dengan data. Setelah data runtut waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) S(P,D,Q) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya menetapkan berapa p, d, q dan P, D, Q. Jika tanpa proses differencing d diberi nilai 0, jika menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari series yang dipelajari. bahwa model Bob-Jenkins terdiri dari [3]: 1)Jika ACF terpotong (cut off) seelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dies down), maka diperoleh model non seasonal MA (q=1 atau 2) 2) Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dies down), maka diperoleh model seasonal MA (Q=1) 3) Jika ACF terpotong setelah lag musiman L; lag non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 dan 2, maka diperolah model non seasonal seasonal MA (q= 1 atau 2; Q = 1) 4) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidk signifikan, maka diproleh model non seasonal AR (p=1 atau 2) 5) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1) 6) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut of) setelah lag musiman L; dan non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2, maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR (p=1 atau 2 dan P=1) 7) Jika ACF dan PACF perlahanlahan menghilang (dies down) maka diperoleh mixed (ARMA atau ARIMA) model Setelah model ditemukan, maka parameter dari model harus diestimasi. Terdapat dua cara mendasar yang dapat digunakan untuk pendugaan terhadap parameter-parameter tersebut, yaitu : 1)Trial and Error yaitu dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih diantaranya dengan syarat yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai galat (sum square of residuals). 2) Perbaikan secara iteratif yaitu dengan cara memilih taksiran awal dan 4

kemudian membiarkan program komputer untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Metode ini banyak digunakan dan telah tersedia suatu logaritma (proses komputer). Setelah dilakukan estimasi parameter model dengan menggunakan piranti lunak komputer, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap model yang telah didapat. Terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu [4] : 1)Proses interasi harus konvergen. Prosesnya harus berhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter yang memberikan SSE terkecil. 2) Kondisi invertibilitas dan stationeritas harus dipenuhi. Dengan mengaplikasi analisa regresi pada nilai lag deret stasioner maka dapat diperoleh autoregresi karena komponen trendnya sudah dihilangkan. 3) Residual hendaknya bersifat acak, dan terdistribusi normal. Mengindikasikasikan bahwa model yang digunakan sesuai dengan data. Untuk mengujinya digunakan uji statistik Ljung-Box (Q). 4) Semua parameter estimasi harus berbeda nyata dari nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang harus kurang dari 0,05. 5) Berlaku prinsip parsimony. Model ini merupakan model yang memiliki jumlah parameter terkecil. 6) Nilai MSE model terkecil 7) semakin kecil nilai MSE menunjukkan model secara keseluruhan lebih baik. 4. Hasil Dan Pembahasan Identifikasi pola data dilakukan untuk menentukan jenis data pada deret waktu (time series) harga dan produksi tembakau di Indonesia dengan metode peramalan ARIMA Box- Jenkins. Data harga tembakau yang akan dianalisis untuk metode peramalan adalah berupa data bulanan dari tahun 1986 2006. Metode peramalan produksi tembakau, data yang akan dianalisis berupa data tahunan dari tahun 1971 2009. Pada Gambar 3 adalah perbandingan data asli dan data hasil peramalan: Gambar 3 Perbandingan Data Asli dan Peramalan Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa data asli dan data peramalan pada tahun 1990 maupun peramalan pada tahun 2000 mengalami perbedaan selisih. Adapun selisih tersebut antara data asli dan peramalan adalah 43,5% dengan perhitungan selisih data asli dan peramalan di rata-rata kemudian di prosentasekan. Harga tembakau yang cenderung menunjukkan ketidakstabilan ini mengakibatkan menurunnya kesejahteraan petani, terlebih jika terjadi gagal panen, harga tembakau akan menurun tajam, yang berakibat pada melemahnya daya beli masyarakat petani tembakau. Selain itu harga tembakau dalam negeri kalah bersaing dengan tembakau dunia, ditunjukkan dengan harga tembakau dunia yang lebih rendah setiap tahunnya dibandingkan harga tembakau dalam negeri. Hal ini mengakibatkan kekhawatiran terhadap impor yang besar. Trend ini merupakan pertumbuhan atau pola perubahan yang mendasari pergerakan time series. Dapat ditunjukkan dengan kecenderungan penurunan atau peningkatan secara 5

perlahan dalam jangka panjang. Pada Gambar 4 berikut adalah bagaimana kerangka pemikirannya: Mulai Indonesia sebagai produsen tembakau Ketidakpastian harga Fluktuasi produksi tembakau Membuat time series plot Membuat plot ACF&PACF Cek lagi varians dan mean Data sudah stasioner? Ya Tidak Melihat plot ACF dan PACF yg sudah stasioner Pengujian model dan parameter dari plot ACF dan PACF / estimasi Diagnostic checking model Tidak Ya Perolehan model ARIMA terbaik Peramalan harga dan produksi tembakau Indonesia Rekomendasi kebijakan harga dan produksi tembakau Selesai Gambar 4 Kerangka Pemikiran Dari kerangka pemikiran diatas, maka akan dilakukan peramalan harga dan produksi pada masa akan datang. Indonesia merupakan penghasil tembakau 10 terbesar dunia, sehingga Indonesia merupakan pasar strategis dalam dunia pertembakauan. Identifikasi terhadap plot data time series harga tembakau di Indonesia menunjukkan adanya trend, ketidakstationeran, dan juga unsur siklik. Harga tembakau di Indonesia cenderung tidak stationer karena dipengaruhi oleh banyak hal yang antara lain nilai tukar, harga cengkeh sebagai barang komplementer komoditi tembakau yang cenderung berfluktuasi, penimbunan dan pasokan tembakau dari daerah lain yang harganya cenderung lebih rendah, sehingga mempengaruhi harga tembakau di daerah yang bersangkutan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5: 6

Gambar 5 Plot Harga Tembakau Indonesia Selama tahun 1986 sampai 2006, harga tembakau berfluktuasi dengan selisih harga tertinggi dengan harga terendah sebesar Rp 23.650,-. Harga tertinggi dicapai pada bulan September 2005 dengan tingkat harga RP 26.400,-/ kg, sedangkan harga terendah sebesar Rp 2.750,- pada bulan Januari 1986. Harga rata rata dicapai pada tingkat harga Rp 9.216,03/kg. Harga tembakau Indonesia ini sedikit banyak dipengaruhi oleh nilai tukar dan komoditi cengkeh sebagai barang komplementer pada industri rokok. Kenaikan dan penurunan harga tembakau sangat berpengaruh pada margin keuntungan dan penerimaan petani komoditi tembakau. Ketidakstationeran harga tembakau ini terlihat dari sebaran data yang tidak berada disekitar garis lurus atau rata-rata konstan. Uji koefisien autokorelasi untuk data harga tembakau juga menunjukkan adanya sifat ketidakstationeran. Hal ini dapat diketahui dari beda kala pertama dari beberapa beda kala yang masih berbeda nyata dari nol. Hal ini berarti bahwa, tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa deret data harga tembakau Indonesia 20 tahun terakhir ini stationer. Uji koefisien autokorelasi menunjukkan data harga tembakau Indonesia memiliki unsur musiman, walaupun tidak terlihat secara jelas karena time lag yang berbeda nyata dari nol tidak mempunyai jarak yang sama. Untuk itu dilakukan tahap identifikasi data menggunakan pola ACF dan PACF yang terlihat pada Gambar 6: Gambar 6 Plot ACF dan PACF Harga 7

Setelah melihat pola ACF diatas, dapat dikatakan bahwa pola ACF memiliki koefisien parameter positif yang dies down (turun cepat secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif, sedangkan pola PACF terputus pada lag ke 1 dan 2 menunjukkan pola dies down (turun cepat secara sinusoidal) dengan nilai PACF yang berubah dari positif ke negatif. Pola ACF yang turun lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam mean, untuk itu dilakukan proses differencing pada data untuk mendapatkan data yang stasioner dalam mean yang dapat dilihat pada Gambar 7: Gambar 7 Plot ACF dan PACF Differencing Harga Gambar ACF dan PACF data yang sudah stasioner menunjukkan bahwa pola ACF cenderung cut off (lag 1, 2, 3, 4) dan pola PACF cenderung dies down. Berdasarkan petunjuk [3] pada nomor 4, maka dapat dilakukan pendugaan terhadap model menggunakan ARIMA (p,d,q) S(P,D,Q) adalah (1,1,0) (1,1,0) Produksi tembakau di Indonesia merupakan hasil total produksi dari semua pola pengusahaan, baik itu perkebunan inti rakyat, perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Produksi tembakau di Indonesia didominasi oleh hasil produksi perkebunan rakyat yaitu sebesar (91.3%), selebihnya produksi tembakau ini dihasilkan oleh perkebunan negara dan swasta. Identifikasi terhadap plot data time series produksi tembakau di Indonesia menunjukkan adanya unsur trend, ketidakstationeran, siklik dan musiman. Produksi tembakau di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang antara lain luas panen yang tiap tahun akibat pengaruh komoditi tembakau sebagai tanaman semusim, curah hujan, pupuk, tenaga kerja dan gagal panen akibat serangan hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi para petani tembakau, keuntungan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan biaya produksinya. Terlebih lagi kebutuhan konsumsi tembakau meningkat setiap tahunnya tidak bisa tertutupi dengan produksi yang dihasilkan. Produksi yang berfluktuasi ini sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan daya beli petani komoditi tembakau, lebih lanjut akan berpengaruh pada penerimaan devisa dan cukai bagi negara. Diperlukan tindakan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut, kebijakan dan pola kemitraan antara petani dan pemerintah sebagai penyedia sarana dan penjamin pemasaran perlu kembali ditingkatkan. 8

Gambar 8 Pola Data Produksi Tembakau di Indonesia Identifikasi terhadap plot data time series produksi tembakau di Indonesia menunjukkan adanya trend peningkatan selama 37 tahun terakhir ini. Selama tahun 1971 sampai 2009, produksi tembakau berfluktuasi dengan selisih produksi tertinggi dengan produksi terendah sebesar 152.274 Ton. Produksi tertinggi dicapai pada tahun 1997 dengan produksi sebesar 209.626 Ton, sedangkan produksi terendah sebesar 57.352 Ton pada tahun 1971. Dengan rata-rata produksi pertahun sebesar 130.958,8 Ton. Setelah produksi terbesar tahun 1997, produksi tembakau Indonesia jatuh pada tahun 1998 menjadi 105,580 ton. Hal ini terjadi diakibatkan pengaruh krisis ekonomi. Uji koefisien autokorelasi mendukung bahwa data produksi tembakau menunjukkan ketidakstationeran seperti yang terlihat pada Gambar 9: Gambar 9 Plot ACF dan PACF Produksi Setelah melihat pola ACF diatas, dapat dikatakan bahwa pola ACF memiliki koefisien parameter positif yang dies down (turun cepat secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif, sedangkan pola PACF terputus pada lag ke 6 menunjukkan pola dies down (turun cepat secara sinusoidal) dengan nilai PACF yang berubah dari positif ke negatif. Pola ACF yang turun lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam mean, untuk itu dilakukan proses differencing pada data untuk mendapatkan data yang stasioner dalam mean yang dapat dilihat pada Gambar 10: 9

Gambar 10 Plot ACF dan PACF Differencing Produksi Gambar ACF dan PACF data yang sudah stasioner menunjukkan bahwa pola ACF cenderung cut off (lag 0, 2, 8) dan pola PACF cenderung dies down (lag 1, 8). Berdasarkan petunjuk [3] pada nomor 3 dan 4, maka dapat dilakukan pendugaan menggunakan ARIMA (p,d,q) s(p,d,q) adalah (1,1,1) (0,1,1) Uji kesesuaian Model Goodness of Fit Test Model ini dibuat oleh Karl Pearson dan Sering disebut Pearson s Chi-Square yang digunakan untuk Goodness of Fit Test. Ukuran uji kesesuaian model berbasis maximum likehood (ML). Diharapkan nilainya rendah sehingga diperoleh nilai P (Probability) yang tinggi melebihi 0,05. Nilai X 2 =0 dan nilai P=1, mengindikasikan model adalah saturated atau perfect fit dapat dinotasikan dengan: X 2 F ML = (N-1) F ML = tr(s -1 )-(p+q)+in - S..(4) dimana: = matriks kovariansi estimasi (populasi) S = matriks kovarians sampel N = ukuran sampel (p+q) = jumlah riteria yang diobservasi Dari hasil output computer menggunakan program R, maka di dapat hasil pada Tabel 1: Tabel 1 Hasil Chi-Square Goodness Of Fit Test Model Cut off value Hasil Analisis Data harga=arima (p,d,q) S(P,D,Q) p0,05 X-squared = (1,1,0) (1,1,0) Df= 2 atau 3 5380.867, df = 3, p- 10

Data produksi=arima (p,d,q) s(p,d,q) (1,1,1) (0,1,1) p0,05 Df= 2 atau 3 value = 0.4235 X-squared = 12.5575, df = 3, p- value = 0.05698 Dari hasil pengujian menggunakan Chi-Square diatas maka dapat disimpulkan bahwa model dapat dikatakan baik. Setelah melakukan tes uji kesesuaian dan menghasilkan model yang baik, maka langkah selanjutnya adalah melihat plot data harga tembakau di Indonesia yang menunjukkan adanya ketidakstationeran, trend, dan riter musiman yang tidak telalu terlihat dari plot autokorelasinya ini dapat dipecahkan dengan metode Box-Jenkins ARIMA. Metode ARIMA ini tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu, sehingga semua pola data dapat dianalisis menggunakan metode ARIMA ini. Ketidakstationeran dalam data harga tembakau dapat dihilangkan dengan cara pembedaan atau differencing. Standard Error (s.e.) merupakan ikhtisar yang mengukur akar dari varian yang diukur berdasarkan nilai residual dari regresi yang kita lakukan dengan model yang ada. Semakin kecil nilai S,E. maka model dinilai semakin baik. Perhitungan nilai log likelihood menggunakan asumsi bahwa error terdistribusi secara normal. Semakin besar nilai log likelihood, maka model yang digunakan semakin baik. Akaike Information Criterion (AIC) yang lebih kecil dianggap sebagai hasil yang lebih baik. Apabila ingin menggunakan lag dari variable dalam model, maka panjang distribusi lag yang digunakan adalah yang meminimumkan nilai AIC. Berikut adalah tahap estimasi dari data harga bulanan tembakau dengan ARIMA (1,1,0) (1,1,0): Tabel 2 Estimasi Data Harga Tembakau (a) Ordo (1,1,0) (1,1,0) dan (b) (2,1,0) (2,1,0) Call: Call: arima(x = harga, order = c(1, 1, 0), seasonal arima(x = harga, order = c(2, 1, 0), seasonal = list(order = c(1, 1, 0), period = 12)) = list(order = c(2, 1, 0), period = 12)) Coefficients: ar1 sar1-0.2735-0.4579 s.e. 0.0623 0.0570 sigma^2 estimated as 2296708: likelihood = 2090.89, aic = 4187.78 (a) log Coefficients: ar1 sar1-0.5742-0.6057 s.e. 0.5423 0.7380 sigma^2 estimated as 2296708: log likelihood = 590.89, aic = 9856.17 (b) Dari olahan data riteria pada tabel 2 diperoleh : s.e. = 0,570 log likelihood = 2090,89 AIC = 4187,78 Berdasarkan Tabel 2, model dikatakan baik jika semakin kecil nilai s.e.. maka model dinilai semakin baik, semakin besar nilai log likelihood maka model yang digunakan 11

semakin baik dan nilai AIC yang lebih kecil dianggap sebagai hasil yang lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa model terbaik adalah ARIMA (1,1,0) (1,1,0). Pada Tabel 3 adalah tahap Estimasi data produksi menggunakan ARIMA (1,1,1) (0,1,1): Call: arima(x = prod, order = c(1, 1, 1), seasonal = list(order = c(0, 1, 1), period = 1)) Tabel 3 Estimasi Data Produksi Tembakau Call: arima(x = prod, order = c(2, 1, 2), seasonal = list(order = c(0, 1, 1), period = 1)) Coefficients: ar1 ma1 sma1-0.0173-1.000-1.000 s.e. 0.1681 0.213 0.213 Coefficients: ar1 ma1 sma1-0.4376-1.083-1.083 s.e. 0.3613 0.632 0.381 sigma^2 estimated as 609536816: likelihood = 432.84, aic = 873.68 (a) log sigma^2 estimated as 609536816: likelihood = 251.13, aic = 2651.72 (b) log Dari olahan data riteria pada tabel 3 maka diperoleh: s.e. = 0.1681 log likelihood = 432.84 aic = 873.68 Berdasarkan Tabel 3, model dikatakan baik jika semakin kecil nilai s.e. maka model dinilai semakin baik, semakin besar nilai log likelihood maka model yang digunakan semakin baik dan nilai AIC yang lebih kecil dianggap sebagai hasil yang lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa model terbaik adalah ARIMA (1,1,1) (0,1,1). Pengujian asumsi dapat dilakukan melalui plot ACF sisaan. Jika semua nilai ACF dari sisaan berada pada batas kritisnya dapat disimpulkan bahwa galat a t dan galat sebelumnya tidak berkorelasi. Pengujian asumsi juga dapat dilakukan melalui uji Ljung-Box seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11: 12

Gambar 11 Diagnosa Harga Tembakau Indonesia Perhitungan output riteria metode SARIMA (1,1,0) (1,1,0) menghasilkan MSE terkecil sebesar 2.296.708. Terdapat enam riteria dalam evaluasi model Box-Jenkins yang terpenuhi yaitu: 1) Residual sudah bersifat acak. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini dapat digunakan indicator Box-Ljung Statistic. P-value > 0,05 yang berarti residual sudah acak. 2) Model SARIMA (1,1,0) (1,1,0) sudah dalam bentuk yang paling sederhana (parsimonius). 3) P-value koefisien kurang dari 0,05. 4) Kondisi invertabilitas ataupun stationeritas sudah terpenuhi. Ditunjukkan dengan koefisien AR dan SAR kurang dari 1. Dalam output computer dihasilkan koefisien AR= 0,0623, dan SAR = 0,0570. 5)Proses iterasi sudah konvergence. 6) Model memiliki nilai MSE terkecil yaitu sebesar 2.296.708. Sedangkan hasil identifikasi plot data produksi tembakau di Indonesia yang menunjukkan adanya ketidakstationeran, dan unsur musiman. Kondisi ini dapat dipecahkan melalui metode Box-Jenkins SARIMA. Ketidakstationeran ini akan dihilangkan dengan cara pembedaan atau differencing. Differencing pertama telah menghasilkan data yang stationer. Hal ini terlihat dari pola data produksi tembakau yang telah di differencing pertama menunjukkan pola data yang berada di sekitar nilai konstan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12: 13

Gambar 12 Diagnosa Produksi Tembakau Indonesia Perhitungan output komputer metode SARIMA (1,1,1) (0,1,1) menghasilkan MSE sebesar 609.536.816 dan terdapat pada taraf P < 0,05. Terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins yang terpenuhi yaitu: 1) Residual sudah bersifat acak. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini dapat digunakan indicator Box-Ljung Statistic. P-value > 0,05 yang berarti residual sudah acak. 2) Model SARIMA (1,1,1) (0,1,1) sudah dalam bentuk yang paling sederhana (parsimonius). 3) P-value koefisien kurang dari 0,05 yaitu 0,001. 4) Kondisi invertabilitas ataupun stationeritas sudah terpenuhi. Ditunjukkan dengan koefisien AR, MA dan SAR kurang dari 1. Dalam output computer dihasilkan koefisien AR= 0,1681, MA = 0,213, dan SAR = 0,213. 5) Proses iterasi sudah konvergence, pada output terdapat pernyataan relative change in each estinate less than 0,0010. 6) Model memiliki nilai MSE terkecil yaitu sebesar 609.536.816. Setelah melakukan pengujian pada data diatas, kemudian dilakukan tahap peramalan menggunakan Program R yang menghasilkan output pada Gambar 13: Gambar 13 Plot peramalan harga tembakau Indonesia 2007-2012 Dari gambar grafik diatas maka didapatkan nilai peramalan harga tembakau Indonesia pada tabel 4. Hasil peramalan harga tembakau Indonesia dalam Rupiah dengan metode ARIMA (1,1,0) (1,1,0) tahun 2007-2012 adalah: 14

Tabel 4 Hasil Peramalan Harga Tembakau Dalam Rupiah Tahun/bulan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 19.905,54 20.063,51 19.052,81 18.577,20 17.856,59 17.248,16 Februari 19.560,03 19.418,33 18.544,84 18.006,41 17.314,56 16.692,96 Maret 20.981,86 21.104,88 20.110,18 19.627,25 18.910,00 18.300,03 April 19.683,82 19.027,58 18.389,67 17.743,37 17.100,92 16.456,71 Mei 20.894,03 20.175,88 19.566,32 18.907,04 18.270,53 17.623,60 Juni 22.891,90 22.632,58 21.812,94 21.249,85 20.569,30 19.942,53 Juli 21.977,32 21.049,33 20.535,85 19.832,59 19.216,22 18.560,06 Agustus 24.003,77 23.704,68 22.903,25 22.331,83 21.655,09 21.026,57 September 24.160,50 23.148,64 22.673,56 21.952,71 21.344,39 20.684,55 Oktober 23.761,63 23.252,90 22.547,46 21.932,08 21.275,47 20.637,74 November 21.762,36 20.834,35 20.320,88 19.617,61 19.001,24 18.345,08 Desember 20.817,10 19.962,47 19.415,41 18.727,52 18.104,11 17.451,17 Dalam 72 bulan ke depan menghasilkan harga tembakau Indonesia yang cenderung stabil. Dengan rata-rata penurunan sebesar Rp 276,47 per periode. Harga pada bulan Januari 2007 atau periode peramalan pertama adalah sebesar Rp 19.905,54. Harga tertinggi dicapai pada bulan September 2007 sebesar Rp 24.160,5. Selisih harga tertinggi dengan harga terendah berdasarkan hasil ramalan harga tembakau Indonesia adalah sebesar Rp 7.703,79. Peningkatan hasil peramalan harga tembakau yang tidak begitu besar setiap bulannya ini diduga disebabkan oleh pengelolaan hasil komoditi tembakau di Indonesia masih belum intensif. Hal ini tercermin dari hasil tembakau rakyat yang masih rendah kualitas dan kuantitas karena sistem pengolahan berupa pengopenan dan pengeringan yang sederhana dan seadanya. Hasil akhir yang kurang intensif ini mengakibatkan harga tembakau hanya meningkat dengan rata-rata rendah. Harga yang cenderung mengalami peningkatan walaupun dalam persentase rendah ini diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan margin keuntungannya sehingga kesejahteraan dan jaminan hidup petani komoditi tembakau akan berkembang lebih baik. Hasil ramalan ini dapat digunakan oleh pedagang, distributor, tengkulak dan industri rokok sebagai arahan pada tingkat berapa penjualan dan produksi akan dilaksanakan Setelah melakukan pengujian pada data diatas, kemudian dilakukan tahap peramalan menggunakan Program R yang menghasilkan output pada Gambar 14: Gambar 14 Plot Peramalan Produksi Tembakau Indonesia 2010-2014 Hasil peramalan produksi tembakau Indonesia dengan ARIMA (1,1,1) (0,1,1) tahun 2010-2014 adalah: 15

Tabel 5 Hasil Peramalan Produksi Tembakau Dalam Ton Tahun Peramalan Produksi (ton) 2010 188.563,7 2011 191.284,4 2012 194.159,2 2013 197.031,3 1014 199.903,5 Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014 dengan produksi sebesar 199.903,5 Ton, dengan rata-rata fluktuasi kenaikan penurunan sebesar 2.834,95 Ton setiap tahun. Rata-rata kenaikan dan penurunan yang tinggi ini diduga disebabkan tembakau bukan merupakan tanaman tahunan. Tembakau dalam masa tanamnya dikenal dengan pola bero, yaitu berselang antara palawija-padi-tembakau, padi-tembakau-palawija dan padi-palawijatembakau. Setiap periode musiman habis, lahan pertanian akan digunakan sebagai areal komoditi lain. Tembakau yang rentan terhadap gagal panen tiap tahunnya ini, menyebabkan sebagian besar petani tembakau pindah ke komoditi pertanian lain yang lebih menguntungkan. Pemerintah dapat menggunakan hasil ramalan ini sebagai tolakan kemampuan produksi dan konsumsi di masa mendatang, sehingga tidak akan terjadi selisih yang terlalu signifikan. Hal ini akan menguntungkan petani tembakau dan industri yang membutuhkan tembakau sebagai kebutuhan utamanya, karena secara tidak langsung kerugian ekonomi dapat diminimalisir. Pemerintah pun tidak akan dirugikan dengan adanya kekhawatiaran impor yang besar, yang lebih lanjut akan mempengaruhi pendapatan dan devisa negara. 5. Simpulan Peramalan harga tembakau Indonesia yang dilakukan dengan metode ARIMA (1,1,0) (1,1,0) dalam 72 bulan ke depan menghasilkan harga tembakau Indonesia yang cenderung stabil. Dengan rata-rata penurunan sebesar Rp 276,47 per periode. Harga pada bulan Januari 2007 atau periode peramalan pertama adalah sebesar Rp 19.905,54. Harga tertinggi dicapai pada bulan September 2007 sebesar Rp 24.160,5. Selisih harga tertinggi dengan harga terendah berdasarkan hasil ramalan harga tembakau Indonesia adalah sebesar Rp 7.703,79. Sedangkan hasil peramalan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014 dengan produksi sebesar 199.903,5 Ton, dengan rata-rata fluktuasi kenaikan penurunan sebesar 2.834,95 Ton setiap tahun. 6. Daftar Pustaka [1] Biegel, J E. 1992. Pengendalian Produksi, Suatu Pendekatan Kuantitatif. Terjemahan oleh: Cornel Naibaho dari Production Control Aquantitative Approach. [2] Jakarta. Assauri, Sofian. 2002. Manajemen Pemasaran, Dasar, Konsep dan Strategi. Rajawali. Pers: Jakarta. Djarwanto PS. 1994. [3] Gaynor, P. E., and R. C. Kirk Patrick. 1994. Time Series Modelling and Forecasting in Bussines and Economics. Newyork, McGraw Hill. [4] Firdaus, M. 2006. Analisis deret waktu satu ragam Arima Sarima Arch-Garch. IPB.Press. Bogor. 116 pp 16

[5] Ramdani,Ahmad Luky.2011.Penggunaan Model Arima dalam peramalan suhu udara di sekitar Palangkaraya.[Skripsi] Departemen Ilmu komputer Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan alam Institut Pertanian Bogor.Bogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48231. Diakses tanggal 20 Maret 2012 [6] Santoso, Kabul. 1991. Tembakau dalam Analisis Ekonomi. Badan Penerbit Universitas Jember. Jember. http://library.um.ac.id/freecontents/download/pub/downloadeng-print4.php/14996.pdf. Diakses tanggal 19 Maret 2012 [7] Nelloh, Liza Agustina Maureen (program pasca sarjana Magister manajemen).2010.analisis pengaruh karakteristik jasa pendidikan terhadap kesadaran merek, kualitas lulusan, dan citra institusi dalam membentuk intense perekrutan.[skripsi].uksw.salatiga [8] Makridakis, S., S. C. Wheelwright and V. E. McGee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan Ed ke-2. Binarupa Aksara. Jakarta. [9] Departemen Pertanian.Pusat Data Dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2010. Perkebunan.Jakarta [10] Suhartono.2008. Analisis Data Statistik Dengan R. Jurusan Statistika ITS, Surabaya [11] Departemen Pertanian. 2007. Tembakau dalam Statistik. Dirjenbun.Jakarta. [12] Badan Pusat Statistik. 2005. Perkebunan Besar dan Sedang. BPS. Jakarta. 17