BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan. ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah yang tetap.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

G U B E R N U R JAMB I

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk makhluk di planet ini. Krisis air bersih melanda hampir di seluruh wilayah Indonesia, padahal Indonesia merupakan negara yang kaya akan air. Indonesia memiliki enam persen persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik, namun pada kenyataannya dari tahun ke tahun Indonesia mengalami krisis air bersih. Indikasi krisis air bersih dapat dilihat dari kondisi air yang digambarkan berdasarkan kualitas (mutu) air dan ketersediaan (volume) air yang terdapat di Indonesia (SNI Valuasi, 2012). Ketersediaan air berhubungan dengan berapa banyak air yang dapat dimanfaatkan dibandingkan dengan kebutuhannya. Air tawar, sebagai air bersih bersumber dari curah hujan yang kemudian tertampung pada danau, situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dan cekungan air di Indonesia diperkirakan mempunyai total volume sebesar 308 juta meter kubik (SNI Valuasi, 2012). Dari data tersebut, Indonesia tidak terbantahkan sebagai negara yang kaya akan ketersediaan air. Sayangnya potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat rusaknya daerah tangkapan air dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per 1

tahun, padahal di lain pihak kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara eksponensial (SNI Valuasi, 2012). Beberapa cara untuk mengatasi krisis air bersih dapat dilakukan melalui konservasi lahan, pelestarian hutan, dan daerah aliran sungai serta dengan cara mengurangi pencemaran air baik oleh limbah rumah tangga, industri, pertanian maupun pertambangan (SNI Valuasi, 2012). Pencemaran air sebagian besar bersumber dari limbah industri yang dibuang ke sungai. Peningkatan jumlah industri akan menyebabkan peningkatan jumlah limbah industri. Peningkatan jumlah industri di Indonesia dapat terlihat dari grafik di bawah ini: Gambar 1.1: Jumlah Perusahaan Berdasarkan Industri 2010-2013 4000000 3800000 3600000 3400000 3200000 3000000 2800000 2600000 2400000 2200000 2000000 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 3442307 3241635 3002441 2756069 2529847 2554787 2812747 2887015 424284 405296 531351 202877 23345 23370 23592 23941 2010 2011 2012 2013 Jumlah Perusahaan Industri Mikro Industri Besar Sedang Industri Kecil Total Industri Sumber: Kemenperin, 2014 Berdasarkan data diatas, jumlah perusahaan berdasarkan industri meningkat setiap tahunnya. Bukan hanya industri besar sedang saja yang berpotensi menghasilkan limbah industri, namun industri mikro dan industri kecil pun memiliki peluang untuk menghasilkan limbah industri. Terlebih biasanya industri mikro dan industri kecillah yang masih jarang memiliki pengolahan limbah di perusahaannya. Meningkatnya jumlah 2

perusahaan akan berdampak buruk terhadap lingkungan, jika pengolahan limbah industri tidak diproses dengan baik. Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengendalikan pencemaran limbah dengan dikeluarkannya beberapa peraturan-peraturan yang khusus mengatur masalah lingkungan. Salah satu peraturan pemerintah yaitu Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat nomor 6 Tahun 1999 mengenai Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat adalah setiap penanggung jawab kegiatan industri yang menghasilkan limbah cair wajib memeriksakan kadar parameter baku mutu limbah cair sebagaimana dalam lampiran keputusan ini secara periodik sekurangkurangnya satu kali dalam satu bulan atas biaya perusahaan pada laboratorium rujukan yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan gubernur. Peraturan pemerintah tersebut menunjukkan adanya keterkaitan antara industri, pemerintah dengan laboratorium penguji kualitas air untuk memantau kualitas lingkungan. Peraturan pemerintah tersebut memaksa industri penghasil limbah cair untuk memeriksakan limbah cairnya ke laboratorium. Peraturan tersebut kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang tercantum dalam Pasal 16 ayat 1 menyatakan: Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendaalian pencemaran air. 3

Selanjutnya peraturan pemerintah tersebut didukung dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 660.31/ Kep.972-BPLHD/2004 tentang Penunjukan Laboratorium Penguji Mutu Air dan atau Air Limbah, di dalam lampiran tersebut terdapat tujuh laboratorium rujukan. Laboratorium tersebut adalah: 1. Unit Pelayanan Jasa Laboratorium Kualitas Air, Perum Jasa Tirta II- Jatiluhur Purwakarta, Curug, Klari, Karawang. 2. Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. 3. Unit Layanan Jasa Analisis Kimia, Puslitbang Kimia Terapan LIPI, Bandung 4. Laboratorium PT Mutuagung Lestari, Bogor 5. Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) Bandung 6. PT. Sucofindo Laboratorium Cibitung. 7. Laboratorium Kebumian Dinas Pertambangan dan energi Propinsi Jawa Barat, Bandung Penunjukan laboratorium rujukan oleh Gubernur Jawa Barat, membuat laboratorium-laboratorium rujukan tersebut selalu dicari oleh pelanggan. Persaingan diantara ketujuh laboratorium tersebutpun tidak ketat, hal ini disebabkan oleh banyaknya industri yang belum tertampung dan juga lokasi antar laboratorium rujukan tersebut tersebar di Jawa Barat. Perkembangan laboratorium terakreditasi pada tahun 2004pun belum banyak. Salah satu dari tujuh laboratorium rujukan Gubernur Jawa Barat adalah Laboratorium Perum Jasa Tirta II (PJT II). Laboratorium ini 4

terakreditasi pada tahun 2003. Laboratorium ini merupakan salah satu sub unit bisnis di Perum Jasa Tirta II. PJT II merupakan Badan Usaha Milik Negara yang salah satu tugasnya adalah untuk mengawasi kualitas air sungai Citarum dari hulu hingga hilir serta kualitas waduk Jatiluhur. Untuk menjalankan tugasnya tersebut maka PJT II membangun laboratorium. Melihat peluang yang ada di Indonesia dan di Jawa Barat khususnya, maka laboratorium PJT II tidak hanya menerima pelanggan internalnya saja. Laboratorium PJT II membuka juga untuk pelanggan eksternalnya yaitu dari perusahaan-perusahaan di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Adanya keputusan Gubernur yang menunjuk Laboratorium PJT II membuat labratorium ini tidak perlu melakukan jasa promosi. Hal ini berlangsung hanya sampai tahun 2009. Setelah berganti masa pemerintahan, tidak ada lagi keputusan Gubernur yang mengatur khusus masalah laboratorium rujukan. Tidak adanya rekomendasi laboratorium rujukan oleh Gubernur membuat persaingan di industri laboratorium semakin menarik, karena sudah tidak adanya lagi hak untuk memonopoli pelanggan. Industri laboratorium ini semakin menarik juga disebabkan oleh semakin banyaknya pelanggan yang membutuhkan jasa analisis laboratorium penguji kualitas air. Tidak tertampungnya perusahaan-perusahaan pencari jasa laboratorium tersebut dimanfaatkan oleh beberapa instansi baik pemerintah maupun swasta untuk membuka jasa analisis laboratorium. Pertumbuhan jumlah industri besar menengah, kecil, dan mikro pengguna 5

jasa laboratorium yang semakin meningkat tiap tahunnyapun menjadi alasan untuk membuka laboratorium baru. Laboratorium yang diakui validias data yang dihasilkan yaitu dari laboratorium yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pertambahan jumlah laboratorium terakreditasi dapat dilihat pada gambar 1.2 Gambar 1.2: Jumlah Laboratorium Terakreditasi Tahun 2011-2013 1000 Jumlah Laboratorium Terakreditasi 800 600 400 200 560 685 801 2011 2012 2013 0 Sumber : BSN, 2014 Dari data tersebut terlihat bahwa pertumbuhan jumlah laboratorium terakreditasi meningkat secara signifikan. Pada tahun 2003 laboratorium PJT II terakreditasi dan mendapat nomor 174. Meningkatnya jumlah laboratorium di Indonesia dan di daerah Jawa Barat khususnya adalah karena semakin banyak industri yang tumbuh dan berkembang di daerah tersebut. Data yang digunakan untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga yang berlaku dan harga konstan. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu. 6

PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 sampai dengan 2011 (tanpa minyak dan gas bumi) adalah: Gambar 1.3: PDRB Jawa Barat (Tanpa Minyak&Gas Bumi) Tahun 2008-2011 PDRB Jawa Barat (Tanpa Minyak dan Gas Bumi) 1.000.000.000 800.000.000 600.000.000 400.000.000 200.000.000 0 596.917.066 658.040.584 738.590.405 824.086.278 2008 2009 2010*) 2011**) (Juta Rupiah) PDRB Jawa Barat catatan: *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Sumber: BPS Kabupaten/Kota dan BPS Jawa Barat, 2014 Adanya peningkatan PDRB di Jawa Barat menunjukkan bahwa laju perekonomian di Jawa Barat semakin baik. Menurut data dari Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Propinsi Jawa Barat, realisasi investasi PMA&PMDN di Jawa Barat terus mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah realisasi investasi PMA&PMDN Jawa Barat dapat dilihat pada gambar 1.4. Gambar 1.4: PMA&PMDN Jawa Barat Tahun 2009-2013 100,000 PMA&PMDN Jawa Barat 93,519 dalam Trilyun 50,000 0,000 46,602 48,751 52,680 30,120 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah realisasi investasi PMA&PMDN Jawa Barat Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Propinsi Jawa Barat, 2014 7

Kenaikan nilai realisasi investasi di Jawa Barat menunjukkan bahwa banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan bisnisnya di Jawa Barat. Seiring dengan pertumbuhan industri tersebut, maka kebutuhan akan keberadaan penyedia jasa laboratorium sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan industri. Perkembangan industri di Jawa Barat ini yang membuat para investor melihat peluang yang bagus di industri laboratorium. Pemain dalam industri laboratorium yang ada saat ini sangat beraneka ragam, ada yang melebarkan sayap untuk pengujian pada lingkup lain, ataupun juga ada beberapa yang berupa laboratorium baru, namun personil yang ada merupakan para ahli-ahli dari laboratorium laboratorium ternama sebelumnya. Pelanggan lebih mengenal personil atau lebih percaya kepada personil sehingga banyak pelanggan laboratorium langsung berpindah laboratorium mengikuti personil tersebut. Kondisi saat ini membuat persaingan di indusri laboratorium semakin ketat. Dengan adanya perubahan kondisi tersebut dan ditunjang oleh teori yaitu Morrisey (1997) mengatakan bahwa strategi tidak berubah menurut jadwal, namun harus waspada terhadap kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) yang mungkin berdampak terhadap strategi dan bersiap untuk menghadapinya pada saat hal itu muncul. Kondisi saat ini laboratorium PJT II dihadapkan pada kesempatan yang sangat besar yaitu banyaknya peluang untuk mendapatkan pelanggan baru dan juga adanya ancaman dari pendatang baru yang jumlahnya meningkat secara 8

signifikan. Dengan adanya perbedaan kondisi persaingan dan peluang saat ini serta didukung oleh teori, maka laboratorium PJT II perlu untuk melengkapi strateginya untuk menghadapi kondisi saat ini. 1.2. Rumusan Masalah Laboratorium PJT II merupakan salah satu Sub Unit Bisnis di PJT II. Laboratorium PJT II hanya menyumbang kurang dari 5% saja dalam menambah keuntungan perusahaan, walaupun begitu keberadaan laboratorium di bisnis PJT II sangat penting yaitu untuk menjamin kualitas air baku yang jual, serta untuk monitoring kualitas air Sungai Citarum dan Waduk Jatiluhur sebagai tugas yang diamanatkan kepada PJT II oleh negara. Laboratorium PJT II telah terakreditasi sejak tahun 2003, berlokasi di Karawang dan berfungsi sebagai penyedia jasa analisis air (air bersih, air baku, air sungai, air waduk, air limbah, dan air minum). Laboratorium PJT II berfungsi untuk menganalisis kualitas air baku yang dijual oleh PJT II, namun selain itu laboratorium PJT II pun telah mampu untuk menganalisis sample di luar dari permintaan internal PJT II. Kinerja yang sudah berjalan saat ini sudah cukup baik, laboratorium PJT II selalu menjaga kualitas hasil analisisnya. Keakuratan hasil analisis merupakan keunggulan laboratorium PJT II. Laboratorium PJT II juga sudah mampu mengikuti Uji Profisiensi yang diselenggarakan oleh negara di luar Indonesia dengan hasil sangat memuaskan. Pendapatan laboratorium PJT II selalu meningkat namun dari segi produksi (jumlah sample) 9

laboratorium PJT II sempat mengalami penurunan di tahun 2013. Berikut grafik produksi laboratorium PJT II: Gambar 1.5: Produksi Laboratorium PJT II Tahun 2010-2013 Produksi (sampel) 3200 2700 2790 2800 3221 3214 2010 2011 2012 2013 Produksi (sampel) Sumber: Populasi Analisa Laboratorium PJT II, diolah Produksi jasa laboratorium PJT II ditunjukkan dengan melihat jumlah sampel yang dihasilkan. Jumlah sampel sebanding dengan jumlah kuitansi yang dikeluarkan oleh laboratorium PJT II. Dari gambar 1.5 terlihat adanya penurunan jumlah produksi di tahun 2013. Hal ini kontras sekali dengan adanya peluang yang besar di tahun 2013. Industri di Jawa Barat yang sedang berkembang pesat ternyata tidak dapat dimanfaatkan oleh laboratorium PJT II dalam menambah jumlah produksi. Peristiwa ini bukan hanya terjadi dalam hal jumlah produksi, ternyata jumlah pelanggan laboratorium PJT II pun berkurang pada tahun 2013. Perkembangan jumlah pelanggan laboratorium PJT II dapat dilihat pada gambar 1.6. 10

Gambar 1.6: Rata-Rata Pelanggan tiap Bulan Laboratorium PJT II 2010-2013 150 130 110 90 Rata-Rata Jumlah Pelanggan tiap Bulan 94 111 138 2010 2011 2012 2013 129 Rata-Rata Jumlah Pelanggan tiap Bulan Sumber : Laporan Tutup Buku Laboratorium PJT II, diolah Jumlah pelanggan laboratorium PJT II menurun di tahun 2013. Pertambahan jumlah industri di Jawa Barat yang sebenarnya dapat dijadikan peluang untuk menambah jumlah pelanggan, ternyata belum dimanfaatkan oleh laboratorium PJT II. Tahun 2013 merupakan awal dari laboratorium PJT II menaikkan tarif barunya. Secara laporan keuangan dari tahun 2010 hingga tahun 2013 dapat digambarkan melalui gambar 1.7. Gambar 1.7: Pendapatan dan Piutang Laboratorium PJT II Tahun 2010-2013 Rp1.600.000.000 Rp1.400.000.000 Rp1.200.000.000 Rp1.000.000.000 Rp800.000.000 Rp600.000.000 Rp400.000.000 Rp200.000.000 Rp- Rp1.348.772.18 Rp1.398.189.08 0 6 Rp962.400.900 Rp862.845.100 Rp109.797.000 Rp180.544.000 Rp260.021.000 Rp211.889.000 2010 2011 2012 2013 Realisasi Penerimaan Netto Total Piutang Sumber: Laporan Tutup Buku Lab. PJT II, diolah Kenaikan pendapatan di tahun 2013 tersebut dikarenakan diberlakukannya tarif baru, walaupun jumlah produksi berkurang, serta 11

adanya penambahan dari piutang yang sudah terbayarkan. Dengan adanya penurunan jumlah produksi, penurunan jumlah pelanggan, dan piutang yang belum terbayarkan dari tahun ke tahun, maka strategi tersebut perlu dianalisis kembali. Untuk itu dibutuhkan analisis yang lebih rinci mengenai lingkungan eksternal dan lingkungan internal laboratorium PJT II sehingga dapat dikembangkan strategi-strategi yang tepat dalam meningkatkan jumlah produksi yang akan dapat meningkatkan jumlah pendapatan. 1.3. Pertanyaan Penelitian Industri laboratorium masih menarik ditunjukkan dengan semakin bertambahnya jumlah laboratorium pengujian yang berdiri. Peneliti menemukan beberapa pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: a. Apakah strategi yang diterapkan oleh laboratorium PJT II sudah cukup efektif dan dapat dilanjutkan untuk diterapkan di masa yang akan datang? b. Apakah strategi alternatif yang lebih baik dalam mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan untuk laboratorium PJT II? 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi kondisi pengelolaan laboratorium PJT II saat ini. 12

b. Merumuskan strategi alternatif yang dapat dilakukan oleh Laboratorium PJT II dengan mempertimbangkan perubahan yang sedang dan akan terjadi di industri jasa laboratorium kualitas air. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu memberikan masukan kepada pimpinan Laboratorium PJT II sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan laboratorium, dengan memperhatikan kondisi yang ada saat ini dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan Laboratorium PJT II serta dapat memberikan masukan kepada pimpinan Laboratorium PJT II dalam pengambilan keputusan strategis. 13