BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro, 2000). Berdasarkan hasil dari Konferensi Regional Anggota Parlemen Tentang Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan tahun 2002 dalam Atmawikarta (2009), para menteri kesehatan dari negara-negara yang mengikuti konferensi tersebut sepakat bahwa kesehatan adalah merupakan inti atau pusat untuk pembangunan dan kesejahteraan. Menurut Ananta dan Hatmadji dalam Laij (2012), faktor kesehatan erat dengan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia akan ditentukan oleh status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan perkapital. Pentingnya peranan investasi kesehatan dalam pembangunan ekonomi. Secara garis besar, inti dari kesehatan pada perkembangan ekonomi adalah berdasarkan pada konsep bahwa masyarakat yang sehat tidak hanya berarti sehat secara sosial berdasarkan jasmani tapi juga secara tingkat pendidikan masyarakat yang menyadari pentingnya mengembangkan ekonomi yang kuat. Masyarakat yang sehat akan bekerja lebih baik dan berkontribusi dalam perkembangan ekonomi (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009). Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat dan hal itu akan berdampak pada semakin xiii
meningkatnya masalah kesehatan penduduk (Dinkes Propinsi SU, 2005). Sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alinea keempat adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah (Depkes RI, 2006 ). Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggaraan upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Sejak diperkenalkan konsep puskesmas pada tahun 1968, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan sementara itu umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna (Depkes RI, 2004). Perkotaan sendiri merupakan suatu wilayah di Indonesia yang memiliki saranan pelayanan kesehatan yang relatif jauh lebih baik pada strata pertama, strata kedua, bahkan pada strata ketiga, yang diselenggarakan oleh swasta maupun pemerintah bila dibandingkan dengan daerah perdesaan. Hal ini memudahkan
masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Tetapi masalah kesehatan di perkotaan umumnya lebih kompleks (Dinkes Propinsi SU, 2005) Dalam mengembangkan pelayanan kesehatan puskesmas di perkotaan, puskesmas harus memahami masalah kesehatan yang ada di wilayah kerjanya dengan baik. Dengan mengetahui masalah, tuntutan dan kebutuhan masyarakat maka puskesmas dapat berinovasi dan mengembangkan pelayanan yang dibutuhkan secara spesifik sesuai kemampuan dan dukungan yang ada (Depkes RI, 2006). Secara umum masyarakat perkotaan memiliki ciri yang spesifik seperti tingginya akses terhadap sumber informasi, sikap kritis dan pragmatis, individualisme, berprinsip pada norma keluarga kecil, sibuk atau mobilitas tinggi, lebih menyukai efisiensi dan efektivitas suatu pelayanan serta lebih mengutamakan aspek privacy dan mutu pelayanan. Namun keterbatasan sumber daya yang dimiliki masyarakat mengharuskan masyarakat untuk membuat pilihan dan menentukan prioritas, termasuk dalam pemilihan penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu pelayanan kesehatan di perkotaan perlu disesuaikan dan mengantisipasi berbagai masalah dan kebutuhan masyarakat yang berbeda dengan pelayanan pada umumnya (Depkes RI, 2006). Pelayanan upaya kesehatan perorangan di perkotaan lebih diperioritaskan pada masyarakat miskin, akan tetapi bukan berarti puskesmas hanya melayani masyarakat miskin. Agar puskesmas di perkotaan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, diperlukan kreativitas dan inovasi untuk memenuhi kebutuhan dan
tuntutan masyarakat seperti pelayanan gawat darurat, pelayananan 24 jam, pelayanan yang spesialistik (poliklinik anak, poliklinik lansia, poliklinik lansia, poliklinik remaja, poliklinik reproduksi), dan lain-lain (Dinkes Propinsi SU, 2005). Menurut Jancobalis dalam Abu Bakar (2003) sejalan dengan meningkatnya pendidikan masyarakat, tingkat sosial dan ekonomi serta semakin lajunya informasi pengetahuan dan teknologi, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat terhadap pelayanan jasa termasuk pelayanan kesehatan. Kini masyarakat menuntut pelayanan jasa yang lebih baik, yaitu suatu layanan yang ramah dan berkesinambungan (available and continue), dapat di terima dengan wajar (accessible and affordable), serta layanan yang bermutu (quality). Pada saat ini puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air. Tercatat pada tahun 2010 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah 9.005 unit, puskesmas yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat inap tercatat sebanyak 2.902 unit, sisanya sebanyak 6.103 unit tidak dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Riskesdas, 2010). Sampai tahun 2011 dengan kabupaten sebanyak 33, jumlah puskesmas di Provinsi Sumatera Utara adalah 530 unit, dengan puskesmas rawatan sebanyak 146 unit, puskesmas non rawatan sebanyak 384 unit, dan jumlah puskesmas pembantu yang tercatat hingga tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 761 unit. Di Kota Medan sendiri terdapat 39 unit puskesmas dengan puskesmas rawatan sebanyak 13 unit dan puskesmas non rawatan sebanyak 26 unit (Bank Data Pusdatin-Depkes
RI). Untuk menjangkau seluruh wilayah, puskesmas diperkuat oleh puskesmas kelililing dan puskesmas pembantu. Bagi daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Depkes RI, 2004). Puskesmas dengan ruang rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien-pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Puskesmas dengan ruang rawat inap berfungsi sebagai pusat rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu atau dipulangkan kembali ke rumahnya dan kemudian mendapat asuhan keperawatan tindak lanjut oleh petugas perawatan kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien. Dari jumlah puskesmas rawatan yang ada saat ini, sebagian berasal dari rumah sakit pembantu sebelum ditetapkan klasifikasi rumah sakit yang statusnya diubah dan sebagian lainnya merupakan peningkatan puskesmas menjadi puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 1991). Puskesmas rawatan sendiri diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat untuk menerima perawatan inap terutama bagi proses persalinan karena selain biaya yang murah, keberadaannya juga mudah dijangkau. Sehingga diharapkan bagi masyarakat dengan kemampuan membayar yang terbatas, benar-benar dapat memanfaatkannya (Solikhah, Murtini dan Hartini,2008).
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama sangat rendah pemanfaatannya terutama di wilayah perkotaan. Masyarakat cenderung memilih sektor swasta seperti klinik, praktik bidan dan rumah sakit swasta bahkan bagi kelompok masyarakat dengan kemampuan membayar terbatas (Solikhah, Murtini dan Hartini, 2008). Berdasarkan Profil Dinas Kota Medan tahun 2012, jumlah cakupan masyarakat Kota Medan yang memanfaatkan fasilitas pelayanan puskesmas rawat inap sebanyak 243 (0,02%). Adapun cakupan pelayanan rawat inap puskesmas yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Medan adalah sebagai berikut : Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Penduduk Yang Memanfaatkan Sarana Puskesmas Jenis Pelayanan Rawat Inap di Kota Medan Tahun 2012 Puskesmas Rawat Inap Jumlah Kunjungan Medan Deli 123 Bromo 57 Sering 26 Helvetia 9 Glugur Darat 8 Pekan Labuhan 8 Belawan 6 Tuntungan 2 Medan Area Selatan 2 Teladan 2 Padang Bulan 0 Sentosa Baru 0 Kedai Durian 0 Jumlah 243 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2013
Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan puskesmas menjelaskan rendahnya demand masyarakat terhadap pelayanan puskesmas rawat inap di Kota Medan. Demand dipengaruhi oleh harga dengan keadaan berbanding terbalik dimana apabila harga naik maka demand akan turun dan sebaliknya. Namun dalam pembelian pelayanan kesehatan pengaruh harga terhadap demand tidak sama seperti pengaruh harga terhadap demand di pasar umumnya. Hal ini tampak pada demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di puskesmas rawat inap Kota Medan, dimana harga yang dikenakan pada pembelian jasa pelayanan kesehatan relatif rendah. Ada faktor lainnya yang memengaruhi masyarakat terhadap pembelian pelayanan kesehatan dan rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan puskesmas seringkali penyebabnya ditudingkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara sosial), pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Kebutuhan juga merupakan alasan demand masyarakat terhadap pembelian suatu barang atau jasa namun dalam pembelian pelayanan kesehatan adanya perbedaan kebutuhan yang dirasakan antara penyedia pelayanan kesehatan untuk pembeli pelayanan dengan pembeli pelayanan dalam membeli jasa pelayanan kesehatan (Pallutturi, 2005). Ada berbagai teori demand, salah satunya menurut Groosman (1972) mengemukakan teori demand for Health Capital yaitu ketika individu menggunakan pelayanan kesehatan, sesungguhnya yang dicari bukan pelayanan itu sendiri, melainkan kesehatan itu sendiri. Kesehatan dipandang sebagai barang yang tidak
habis dalam sekejap dan memiliki dua aspek yaitu konsumsi dan investasi. Kerangka kerja dari proses pembelian meliputi input dan output dimana ouputnya adalah kesehatan dan input meliputi lingkungan, individual, penyedia jasa pelayanan kesehatan (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009). Berdasarkan teori laissez- faire, demand didasarkan atas individual dan harapan masyarakat sehingga faktor-faktor yang memengaruhi demand menurut teori ini adalah faktor individual seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial, faktor lingkungan seperti ekonomi, masyarakat sekitar, faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti akses, jarak, penawaran, pelayanan dan faktor pembayaran seperti asuransi kesehatan yang dimiliki, pajak dari asuransi, cara pembayaran dan sebagainya (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009). Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Maryam Tahun 2005 mengenai Permintaan Pelayanan Kesehatan Pada Nelayan Penyelam di Pulau Barrang Lompo Kota Makasar, menunjukkan bahwa permintaan (demand) masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rendah dimana faktor pendapatan, tingkat pengetahuan, ketersediaan pemberi pelayanan kesehatan dan tarif pelayanan memengaruhi demand pelayanan kesehatan. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Ani Nuraeni, Emy Rianty dan Asmijati Tahun 2008 mengenai Analisis Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan diketahui bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan formal responden semakin rendah
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dan sebaliknya semakin rendah pendidikan formalnya makin tinggi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa saja dikarenakan responden yang memiliki jenjang pendidikan formal lebih memilih untuk memanfaatkan sarana pelayanan sektor swasta. Sedangkan responden yang jenjang pendidikan formalnya rendah cukup dengan memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2012 puskesmas yang memiliki tingkat kunjungan pasien rawat inap paling tinggi jika dibandingkan dengan puskesmas rawat inap lainnya yang ada di Kota Medan adalah Puskesmas Medan Deli. Dengan jumlah kunjungan pasien yaitu sebanyak 54, kemudian untuk Puskesmas yang tingkat kunjungan paling rendah yaitu Puskesmas Padang Bulan, Puskesmas Kedai Durian dan Puskesmas Sentosa Baru dengan jumlah kunjungan rawat inap sama sekali tidak ada pada tahun 2012. Puskesmas yang memiliki tingkat kunjungan pasien yang baik ialah Puskesmas Bromo dengan jumlah kunjungan 57 pasien. Puskesmas Medan Deli yang merupakan puskesmas yang memiliki kunjungan tertinggi adalah puskesmas yang terletak di Kecamatan Medan Deli dan dekat dengan kawasan industri. Dari hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa kunjungan pasien yang memanfaatkan fasilitas rawat inap di Puskesmas Medan Deli pada tahun 2012 adalah sebanyak 155 orang dengan pasien
melahirkan sebanyak 116 orang dan pasien umum sebanyak 39. Dengan jumlah fasilitas tempat tidur untuk rawat inap adalah sebanyak 10 tempat tidur. Puskesmas Medan Deli terletak di daerah kawasan industri dengan keadaan perumahan masyarakat yang berada di pinggir jalan besar yang bisa menjadi salah satu faktor resiko tinggi terjadinya kecelakaan dan intensitas paparan debu yang tinggi. Selain itu apabila diperhatikan dari bentuk bangunan rumah masyarakat di kawasan Puskesmas Medan Deli, dapat dikategorikan bahwa masyarakat Puskesmas Medan Deli merupakan masyarakat dengan sosial ekonomi menengah kebawah. Dengan keadaan lingkungan dan sosial ekonomi tersebut sangat mendukung masyarakat sekitar Puskesmas Medan Deli untuk memanfaatkan fasilitas puskesmas. Berikutnya dengan peringkat kedua yang tingkat kunjungan rawat inap tertinggi pada tahun 2012 dibandingkan puskesmas lainnya adalah Puskesmas Bromo. Puskesmas Bromo merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Denai dan berada di kawasan permukiman. Dilihat dari stuktur bangunan rumah masyarakat sekitar puskesmas, sosial ekonomi masyarakat yang menjadi tanggungan Puskesmas Bromo cukup beragam dimulai dari sosial menengah ke atas hingga sosial ekonomi ke bawah. Sedangkan puskesmas dengan jumlah kunjungan rawat inap paling rendah yaitu Puskesmas Padang Bulan, Puskesmas Kedai Durian dan Puskesmas Sentosa Baru dengan jumlah kunjungan rawat inap sama sekali tidak ada pada tahun 2012.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti Analisa Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan Rawat Inap di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian Tahun 2013. Dengan faktor-faktor yang memengaruhi ialah faktor individual (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, pengetahuan, kebutuhan) faktor lingkungan (jarak, sumber informasi, kelompok referensi) dan faktor sistem pelayanan kesehatan (persepsi masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di puskesmas). 1.2 Rumusan Masalah Apa saja yang menjadi faktor yang memengaruhi demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak antara lain: 1. Bagi penulis sendiri dapat bermanfaat dalam upaya mengoptimalisasikan berbagai teori yang telah diperoleh selama masa perkuliahan di FKM. 2. Sebagai bahan masukan dan bagi Puskesmas Rawat Inap khususnya dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 3. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam menentukan kebijakan dalam upaya memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan kesehatan. 4. Sebagai sumbangan referensi bagi para peneliti sejenis yang akan dilaksanakan di masa mendatang.