BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

5/3/2011 DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) OBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS PENGERTIAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM

BUPATI KONAWE UTARA,

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU. kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

MATERI: Pajak Daerah, PBB, BPHTB, PPhTB, & Bea Meterai

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

KABUPATEN KONAWE UTARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR: 4 TAHUN20t2 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB)

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

1. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak. 2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB 1 PERPAJAKAN INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

TENTANG` BUPATI PATI,

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN TEORI. meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya, tiap daerah berhak mengenakan. pungutan kepada masyarakat yang berupa pajak.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang PERUBAHAN UNDANG-UNDANG BPHTB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 02 TAHUN 2011 TLD : 01

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Gaya Pikul Menurut Siti Resmi (2011) yang dimaksud dengan Teori gaya pikul adalah, menyatakan bahwa keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. untuk kepentingan tersebut diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwasanya pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang. Haya pikul seseorang dapat diukur berdasar besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Dalam pajak penghasilan bentuk wajib pajak orang pribadi gaya pikul untuk pengeluaran atau pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Demikian pula pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, gaya pikul untuk pengeluaran atau pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan kemampuan ia membeli, mendapat hibah, tukar menukar, lelang, mendapat surat keputusan pemberian hak,tanah dan/atau bangunan di daerah tersebut. 6

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 7 2.1.2. Pengertian pajak Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Pasal1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Menurut Prof. Dr. H. Rochman Soemitro SH. Dalam buku Manajemen pajak Zain (2003).Pajak merupakan iuran yang dibayarkan kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.kemudian pengertian tersebut direvisi menjadi, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan kelebihannya digunakan sebagai public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public interest. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, ( dikutip oleh Zain, 2007:10), pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brock, (dikutip oleh Zain, 2007:11), Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintah,

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 8 bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Dari kesimpulan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: Pajak dipungut oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang. Adanya alih dana (sumber daya) dari sector swasta (wajib pajak) ke sector Negara. Pajak digunakan untuk membiayai keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Tidak adanya imbalan atau kontraprestasi secara langsung. Bersifat memaksa 2.1.3. Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi sebagai penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah. 2. Fungsi sebagai pengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi dalam suatu Negara.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 9 2.1.4. Jenis Pajak Menurut Tulis S. Meilala, (2008:19), jenis-jenis pajak dikelompokan menjadi : 1. Menurut golonganya Terdapat dua jenis pajak menurut golonganya yaitu: a. Pajak langsung Pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh wajib pajak serta tidak dapat dibebankan kepada orang lain, dan ini dipungut oleh pemerintah. b. Pajak tidak langsung Pajak yang dipungut setiap terjadinya peristiwa atau pembuatan, seperti pergerakan barang tidak bergerak, pembuatan akte, dan lain-lain. Pajak ini tidak langsung dipungut oleh pemerintah kepada wajib pajak, tetapi mengalihkan kepada pihak ketiga. 2. Menurut sifatnya Terdapat dua jenis pajak menurut sifatnya, yaitu: a. Pajak subjektif bersifat perorangan Adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya, misalnya status wajib pajak, ( kawin, tidak kawin, dan banyaknya tanggungan), akan mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus di bayar. b. Pajak objektif bersifat kebendaan Adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan objek baik berupa tenda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 10 kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak ( wajib pajak) maupun tempat tinggal, (setelah ada objeknya, baru dapat ditentukan subjeknya). 3. Menurut lembaga yang memungutnya Terdapat dua jenis pajak menurut lembaga yang memungutnya, yaitu: a. Pajak Negara (pajak pusat) Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Pajak ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Pajak yang dipungut oleh Direktorat Jendral Pajak Pajak yang dipungut oleh Direktoran jendral pajak terdiri dari beberapa macam pajak, diantaranya adalah : a. Pajak Penghasilan b. Pajak Pertambahan Nilai (Lokal) c. Pajak Bumi dan Bangunan (kecuali PBB-P2) d. Bea Materai 2. Pajak yang dipungut oleh Direktorat Bea Cukai Pajak yang dipungut oleh Direktorat bea cukai terdiri dari beberapa macam pajak, diantaranya adalah: a. Bea Masuk b. Pajak Eksport (Bea Keluar) c. Pajak Pertambahan Nilai (Import) b. Pajak daerah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 11 Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat 1 atau provinsi maupun daerah tingkat 2 atau kabupaten/kota.pajak ini juga digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak daerah juga dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Pajak Provinsi Pajak provinsi atau yang biasa disebut dengan Pajak daerah tingkat I terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok 2. Pajak Daerah Pajak daerah atau yang biasa disebut dengan Pajak daerah tingkat II terdiri atas: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 12 j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 2.1.5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Mardiasmo:2008) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada dasarnya dikenakan atas setiap perolehan hak yang diterima oleh orang pribadi atau badfan hukum yang terjadi dalam wilayah Hukum Negara Indonesia. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak terhutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar akta peralihan hak seperti jual beli, hibah, tukar menukart, atau lelang, attau surat keputusan pemberian hak atas tanah dapat dibuat dan ditanda tangani pejabat yang berwenang. Tujuan pembentukan Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perlunya diadakan pemungutan pajak hak atas tanah dan bangunan sebagaimana telah pernah dilaksanakan, sebagai upaya kemandirian bangsa indonesia untuk memenuhi pengeluaran pemerintah berkaitan dengan tugasnya untuk menyelenggarakan pemerintahan Umum dan pembangunan Nasional. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 21/1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.maksudnya adalah pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak dari suatu peralihan hak atas tanah dan bangunan, sehingga orang atau pribadi atau badan hukuim yang memperoleh hak

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 13 atas tanah menjadi wajib pajak BPHTB. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainya. 2.1.5.1. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 20/2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 21/1997 tentang BPHTB menentukan bahwa "yang menjadi objek pajak adalah perolehan atas tanah dan bangunan (BPHTB) haruslah tanah dan atau bangunan". Dengan demikian apabila objek perolehan hak bukan tanah dan bangunan, misalnya jual beli saham suatu perusahaan yang menjadi kantor dan pabrik maka perolehan hak yang terjadi bukan merupakan objek BPHTB (Mardiasmo:2008). Undang-Undang BPHTB mengatur bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak terdiri karena dua hal, yaitu: 1. Pemindahan Hak. Pemindahan Hak yang merupakan Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Meliputi 13 jenis perolehan hak, diantaranya: Jual beli, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan oleh pembeli dari penjual yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 14 Tukar Menukar, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diterima oleh seorang atau suatu badan hukum dari pihak lain dan sebagai gantinya orang atau badan hukum tersebut memberikan Tanah dan Bangunan miliknya kepada pihak lain sebagai pengganti Tanah dan bangunan yang diterimanya. Hibah, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diperoleh seorang penerima hibah yang berasal dari pemberi hibah pada saat pemberi hibah masih hidup. Hibah Wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian Hak atas Tanah dan atau Bangunan kepada orang pribadi atau Badan Hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. Waris, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan oleh ahli waris dari pewaris yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainya, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai hasil pengalihah dari orang pribadi atau badan hukum kepada perseroan atau badan hukum lain. Pemisahan Hak yang mengakibatkan Peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama. Penunjukan Pembeli dalam Lelang, yaitu Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan oleh seorang atau suatu badan hukum yang ditetapkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 15 Pelaksanaan Putusan Hakim yang Mempunyai Kekuatan Hukum, yaitu sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut. Penggabungan Usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung. Peleburan Usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut. Pemekaran Usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama. Hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah. 2. Pemberian Hak Baru. Pemberian Hak baru mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diantaranya: Kelanjutan pelepasan Hak, yaitu yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada orang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 16 pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak. Diluar Pelepasan hak, yaitu Yang dimaksud dengan pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.1.5.2. Bukan Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Menurut Mardiasmo Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar asas timbal balik. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Mentri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya. Objek yang diperoleh orang pribadi atau badan karena Konversi Hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. Objek yang diperoleh orang pribadi atau badan karena WAKAF Objek yang diperoleh orang pribadi atau badan karena kepentingan IBADAH.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 17 2.1.5.3. Dasar Pengenaan Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) (Mardiasmo:2008), yaitu: jual beli adalah harga transaksi. tukar menukar adalah nilai pasar. hibah adalah nilai pasar. hibah wasiat adalah nilai pasar. waris adalah nilai pasar. pemasukan dalam perseroan atau badan adalah nilai pasar. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar. penggabungan usaha adalah nilai pasar. peleburan usaha adalah nilai pasar. pemekaran usaha adalah nilai pasar. hadiah adalah nilai pasar. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 18 Jika didalam NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB. 2.1.5.4. Tarif dan Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Besaran tarif yang berlaku dalam Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah sebesar 5%. Besaran pokok pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang dihitung berdasarkan NJOP, menurut pajak dan dengan dasar pengenaan yang ada secara umum dapat dihitung dengan menggunakan rumusan berikut: BPHTB terutang = 5% x NPOP Kena Pajak NPOP Kena Pajak = NPOP - NPOPTKP. 2.1.6. Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi Pendapatan Daerah Diterbitkannya Undang-undang No. 28/2009, pemerintah daerah mempunyai tambahansumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru yang berasal dari pajak daerah, sehinggajenis pajak kabupaten/kota bertambah dari 7 menjadi 11 jenis pajak. Penambahan pospajak dapat dilihat pada tabel berikut ini:

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 19 Tabel 2.1 Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota pada UU No. 34/2000 dengan Undang-undang No. 28/2009 UU No. 34/2000 UU No. 28/2009 1. Pajak Hotel 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir 7. Pajak Pengambilan Bahan Galian golongan C 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir 7. Pajak Mineral Bukan Logam & Batuan 8. Pajak Air Tanah (pengalihan dari provinsi) 9. Pajak Sarang Burung Walet (baru) 10. PBB Pedesaan & Perkotaan (baru) 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (baru) Sumber : Materi Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah. Dirjen Pajak, 2011

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 20 Tabel 2.2 Perbandingan BPHTB pada Undang-Undang BPHTB dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU BPHTB UU PDRD Subjek Orang Pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Sama (Pasal 86 Ayat 1) (Pasal 4) Objek Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan Sama (Pasal 85 Ayat 1 ) (Pasal 2 Ayat 1) Tarif Sebesar 5% Paling Tinggi 5% (Pasal 5) (Pasal 88 Ayat 1) NPOPTKP Paling banyak Rp.300.000.000 untuk waris dan Hibah Wasiat (Pasal 7 Ayat 1) Paling rendah Rp. 300.000.000 untuk Waris dan Hibah Wasiat

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 21 (Pasal 87 Ayat 5) Paling banyak Rp. 60.000.000 untuk selain Waris dan Hibah Wasiat Paling rendah Rp. 60.000.000 untuk selain Waris dan Hibah Wasiat (Pasal 7 Ayat 1) (Pasal 87 Ayat 4) BPHTB Terhutang 5% x (NPOP - NPOPTKP) 5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP) (Pasal 8) (Pasal 89) Sumber: Materi Presentasi "Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB Sebagai Pajak Daerah." Direktorat Jendral Pajak. Agustus 2011. 2.2. Kerangka Pemikiran Pada awalnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pos pajak yang dipungut oleh pusat, dengan adanya pengesahan Undang-Undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) sebagai pengganti Undang-Undang No. 21/1997 dan Undang-Undang No.20/2000 tentang pemungutan BPHTB menjadi sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian tersebut, penulis menuangkan kerangka pemikiranya dalam bentuk skema sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 22 BPHTB Pajak Pusat Pajak Daerah Analisis Efektivitas Menganalisis efektivitas pemungutan BPHTBselama 5 tahun berturut-turut, dalam penerimaan realisasi BPHTB di kota Bandung Menganalisis pemungutan BPHTBselama 2 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah di implementasikan UU No.28/2009 Uji Tidak Berpasangan Evaluasi dari pengimplementasian UU No.28/2009 Rekomendasi dari hasil penelitian Gambar 1 Kerangka Pemikiran 2.3. Pengembangan Hipotesis Perlu diketahui bahwa sebelum berlakunya Undang-undang PDRD, BPHTB merupakan pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 23 hasilnya diberikan kepada pemerintah daerah melalui pos Dana Bagi Hasil. Skema bagi hasil BPHTB dapat dilihat pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Skema Bagi Hasil BPHTB Sebelum Desentralisasi Pengalihan BPHTB tentunya tidak hanya berdampak pada Pendapatan Asli Daerah tetapi juga akan berdampak pada penerimaan Dana Bagi Hasil. Skema pembagian sumber-sumber keuangan pendapan daerah sebelum desntralisasi dan sesudah desentralisasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 24 Gambar 2.2 Skema Pembagian Sumber-sumber Keuangan Pendapatan Daerah Sebelum Desentralisasi dan Sesudah Desentralisasi Sejak dilaksanakanya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat mengharuskan daerah dapat mengatur sumber dayanya sendiri sehingga tidak hanya bertumpu pada Dana perimbangan.dibeberapa daerah peran DAU sangat signifikan kaarena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah DAU daripada PAD. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea H0 : 1 2 Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD); H1: 1 2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).