BAB I. KETENTUAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 15 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.03/2014 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. KETENTUAN UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

- 4 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Usulan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal/ Ayat BAB I KETENTUAN UMUM. Cukup jelas.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

GUBERNUR BANK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 2 - e. ketentuan mengenai pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus memperoleh pers

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/23/PBI/2009 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

2017, No sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan diperlukan pengaturan kembali transparansi kondisi keuangan Bank Perkre

- 1 - GUBERNUR BANK INDONESIA,

2 Lingkup pengaturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini adalah BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah. Sementar

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

No Syariah harus tetap memperhatikan azas perbankan yang sehat dan prinsip kehati-hatian sehingga dapat tercipta perbankan syariah yang kuat d

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Syariah OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

No. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

No.11/ 9 /DPbS Jakarta, 7 April 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /POJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101)

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG

No. 11/ 24 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

BAB III ATURAN PELAKSANA UNDANG-UNDANG

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

- 1 - Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat.

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/18/PBI/2006 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

TENTANG PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG DIBERIKAN STATUS SEBAGAI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/13/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/3/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/23/PBI/2004 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2017 TENTANG LAPORAN TAHUNAN DAN LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI BANK PERKREDITAN RAKYAT

Syarat Pendirian Bank dengan Besarnya Modal Dasar dan Modal Disetor

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/22/PBI/2010 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - FORMULIR 1 PERMOHONAN PENDAFTARAN PENYELENGGARA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN

Transkripsi:

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Transformasi Lembaga Keuangan Mikro/Lembaga Keuangan Mikro Syariah menjadi Bank Perkreditan Rakyat/ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2 Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Keuangan Mikro. 3 Lembaga Keuangan Mikro Syariah, yang selanjutnya disingkat LKMS, adalah LKM yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. 4 Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perbankan. 5 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS yaitu bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 6 Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 7 Direksi: a. bagi BPR dan BPRS berbadan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas. b. bagi BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah; c. bagi BPR berbadan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian. 8 Dewan Komisaris: a. bagi BPR dan BPRS berbadan hukum Perseroan Terbatas adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Perseroan Terbatas; b. bagi BPR berbadan hukum Perusahaan Umum Daerah adalah dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Pemerintahan Daerah; c. bagi BPR berbadan hukum Perusahaan Perseroan Daerah adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Pemerintahan Daerah; d. bagi BPR berbadan hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian. 9 Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada direksi atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional BPR atau BPRS, antara lain pemimpin kantor cabang, kepala divisi, kepala bagian, manajer dan/atau pejabat lain yang setara. 10 Pemegang Saham Pengendali yang selanjutnya disingkat dengan PSP adalah orang perseorangan, badan hukum, dan/atau kelompok usaha yang: -2-

a. memiliki saham perusahaan, BPR, atau BPRS sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau b. memiliki saham perusahaan, BPR, atau BPRS sebesar kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan, BPR, atau BPRS baik secara langsung maupun tidak langsung. 11 Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan BPRS agar sesuai dengan Prinsip Syariah. 12 Penilaian Kemampuan dan Kepatutan yang selanjutnya disingkat PKK adalah proses untuk menilai pemenuhan persyaratan kemampuan dan kepatutan dalam rangka pemberian persetujuan atau penolakan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap calon Pihak Utama sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masingmasing sektor jasa keuangan. 2 1 LKM/LKMS wajib bertransformasi menjadi BPR/BPRS apabila telah memenuhi ketentuan transformasi sebagaimana tercantum pada Undang-Undang tentang LKM dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perizinan dan Kelembagaan LKM. 2 LKM yang belum diwajibkan menurut Undang-Undang tentang LKM dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perizinan dan Kelembagaan LKM namun telah memenuhi persyaratan modal inti BPR sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dan telah memiliki badan hukum dapat bertransformasi menjadi BPR. 3 LKMS yang belum diwajibkan menurut Undang-Undang tentang LKM dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perizinan -3-

dan Kelembagaan LKM namun telah memenuhi persyaratan modal inti BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) BPRS dan telah memiliki badan hukum dapat bertransformasi menjadi BPRS. 3 1 Transformasi LKM/LKMS menjadi BPR/BPRS sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 hanya dapat dilakukan dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. 2 Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk izin usaha sebagai BPR/BPRS. 4 Selama proses transformasi, LKM/LKMS dilarang melakukan perubahan: a. lokasi kota/kabupaten tempat kedudukan; b. bentuk badan hukum, kecuali LKMS yang akan menjadi BPRS wajib mengubah bentuk badan hukum menjadi PT; c. prinsip kegiatan usaha. BAB II. PERSYARATAN TRANSFORMASI LKM/LKMS MENJADI BPR/BPRS 5 Rencana transformasi LKM/LKMS menjadi BPR/BPRS telah disampaikan kepada OJK harus tercantum dalam rencana kerja LKM/LKMS. 6 LKM/LKMS yang akan melakukan transformasi menjadi BPR/BPRS wajib: a. menyesuaikan anggaran dasar; b. menyesuaikan kepemilikan, bentuk badan hukum, dan PSP; c. memenuhi ketentuan permodalan; d. memenuhi ketentuan Direksi dan Dewan Komisaris; e. memenuhi ketentuan DPS untuk BPRS; f. menyesuaikan infrastruktur dan sumber daya manusia; dan -4- Huruf a Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan prinsip kegiatan usaha adalah kegiatan usaha sebagai LKM konvensional atau LKM syariah.

g. memenuhi persyaratan kinerja keuangan. Bagian Kesatu Penyesuaian Anggaran Dasar 7 Penyesuaian anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dibuat dalam bentuk rancangan anggaran dasar yang mengacu pada Peraturan dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang BPR/BPRS yang paling sedikit memuat: a. nama dan tempat kedudukan; b. kegiatan usaha sebagai BPR/BPRS; c. permodalan; d. kepemilikan; dan e. wewenang, tanggung jawab, masa jabatan serta tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian, pengunduran diri anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS (bagi BPRS) termasuk ketentuan pengangkatan calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS (bagi BPRS) dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. Bagian Kedua Penyesuaian Kepemilikan, Bentuk Badan Hukum, dan PSP 8 Penyesuaian kepemilikan, bentuk badan hukum, dan PSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang BPR/BPRS, antara lain: a. BPR/BPRS hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh: 1. warga negara Indonesia; 2. badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia; dan/atau 3. Pemerintah Daerah. b. Bentuk badan hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan Perusahaan Umum Daerah. c. Bentuk badan hukum BPRS hanya dapat berupa PT. d. BPR/BPRS memiliki paling sedikit 1 (satu) orang PSP dengan -5-

presentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan sesuai dengan kriteria mengenai PSP yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK) Bagi Pihak Utama BPR/BPRS. Bagian Ketiga Pemenuhan Ketentuan Permodalan 9 Modal LKM/LKMS yang akan melakukan transformasi menjadi BPR/BPRS harus: a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b. tidak berasal dari dan untuk pencucian uang. 10 1 LKM yang akan bertransformasi menjadi BPR harus memiliki: a. modal inti minimal sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah); dan b. rasio KPMM paling rendah sebesar 12% (dua belas perseratus) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), terhitung sejak pengajuan permohonan transformasi. 2 LKM yang memiliki modal inti Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) sampai dengan kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dapat melakukan kegiatan operasional dalam cakupan wilayah 1 (satu) kota/kabupaten dan kota/kabupaten yang berbatasan langsung pada provinsi yang sama. 3 LKM yang memiliki modal inti minimal Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dapat melakukan kegiatan operasional dalam cakupan wilayah 1 (satu) provinsi dan kota/kabupaten yang berbatasan langsung pada provinsi lain. 4 Hal lain terkait pemenuhan ketentuan permodalan LKM yang akan bertransformasi menjadi BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c yang tidak diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, mengacu pada Peraturan dan Surat Edaran -6- Perhitungan modal inti dan rasio KPMM mengacu pada ketentuan KPMM BPR.

Otoritas Jasa Keuangan tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor BPR berdasarkan Modal Inti. 11 Dalam hal berdasarkan penelitian Otoritas Jasa Keuangan, LKM belum memenuhi ketentuan modal inti BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melakukan penambahan modal inti melalui setoran tunai yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. 12 1 Pemenuhan ketentuan permodalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf c bagi BPRS mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) BPRS terhitung sejak pengajuan permohonan transformasi. 2 Dalam hal berdasarkan penelitian Otoritas Jasa Keuangan, LKMS belum memenuhi ketentuan modal inti minimum BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) BPRS dapat melakukan penambahan modal melalui setoran tunai yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Bagian Keempat Pemenuhan Ketentuan Direksi dan Dewan Komisaris 13 1 LKM yang akan bertransformasi menjadi BPR, pemenuhan ketentuan Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang BPR, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang PKK Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan. 2 Pemenuhan ketentuan Direksi BPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain harus mengikuti PKK dan memiliki: a. paling sedikit 2 (dua) orang bagi BPR dengan modal inti -7-

kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau paling sedikit 3 (tiga) orang bagi BPR dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau lebih. b. salah satu diantara anggota Direksi menjabat sebagai Direktur Utama; c. pendidikan formal paling rendah setingkat diploma tiga; d. sertifikat kompetensi kerja yang masih berlaku yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi; Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Lembaga Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat LSP adalah lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi kerja yang didirikan oleh asosiasi industri dan/atau asosiasi profesi untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja untuk sektor dan/atau profesi perbankan yang mendapatkan lisensi (license) dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. e. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; f. pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan paling singkat selama 2 (dua) tahun; dan g. kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan BPR yang sehat. 3 Pemenuhan ketentuan Anggota Dewan Komisaris BPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain harus mengikuti Huruf e Huruf f Huruf g -8-

PKK BPR dan memiliki: a. paling sedikit 2 (dua) orang bagi BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau paling sedikit 3 (tiga) orang bagi BPR dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau lebih. b. paling sedikit 1 (satu) orang Komisaris Independen bagi BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan kurang dari Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah). c. paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota Dewan Komisaris merupakan Komisaris Independen bagi BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah). d. Komisaris Utama dari salah satu anggota Dewan Komisaris; e. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; dan/atau f. pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan; dan g. sertifikat kompetensi kerja yang masih berlaku yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. 14 1 LKMS yang akan bertransformasi menjadi BPRS, pemenuhan ketentuan Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam 6 huruf e mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai BPRS, PKK bagi pihak utama lembaga jasa keuangan, dan sertifikasi kompetensi kerja bagi anggota Direksi anggota Dewan Komisaris Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 2 Pemenuhan ketentuan Anggota Direksi BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain harus mengikuti PKK BPRS dan memiliki: a. paling sedikit 2 (dua) orang; -9-

b. salah satu di antara anggota Direksi menjabat Presiden Direktur atau Direktur Utama; c. paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari anggota Direksi termasuk Direktur utama harus berpengalaman operasional paling singkat: 1. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau pembiayaan di perbankan syariah; 2. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau perkreditan di perbankan konvensional dan memiliki pengetahuan di bidang perbankan syariah; atau 3. 3 (tiga) tahun sebagai direksi atau setingkat dengan direksi atau setingkat dengan direksi di LKM/LKMS; d. pendidikan formal paling rendah setingkat Diploma III atau Sarjana Muda; dan e. sertifikat kompetensi kerja dari Lembaga Sertifikasi Profesi paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal pengangkatan efektif. 3 Pemenuhan ketentuan Anggota Dewan Komisaris BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain harus mengikuti PKK BPRS dan memiliki: a. paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi. Dalam hal jumlah anggota Direksi lebih dari 2 (dua) orang, maka jumlah anggota Dewan Komisaris paling banyak 3 (tiga) orang; b. salah satu diantara Dewan Komisaris menjabat Presiden Komisaris atau Komisaris Utama c. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya dan/atau pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non-bank; dan d. sertifikat kompetensi kerja dari Lembaga Sertifikasi Profesi paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal pengangkatan efektif. -10-

Bagian Kelima Pemenuhan Ketentuan DPS bagi BPRS 15 1 LKMS yang akan bertransformasi menjadi BPRS, pemenuhan ketentuan DPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai BPRS. 2 Pemenuhan ketentuan DPS BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. lulus wawancara; b. berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang; c. dipimpin oleh seorang ketua yang berasal dari salah satu anggota DPS; d. mendapatkan rekomendasi Dewan Syariah Nasional (DSN)- MUI; dan e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu amalah dan memiliki pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum. Bagian Keenam Pemenuhan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia 16 Pemenuhan infrastruktur dan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f mengacu pada Peraturan dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang BPR/BPRS memuat antara lain: a. aset tetap dan inventaris, termasuk gedung kantor dan sarana dan pra sarana kantor; b. teknologi informasi yang memadai; c. sumber daya manusia; d. sistem dan prosedur kerja; dan e. contoh formulir atau warkat yang akan digunakan untuk operasional BPR/BPRS. Bagian Ketujuh Pemenuhan Persyaratan Kinerja Keuangan -11-

17 LKM/LKMS yang akan bertransformasi menjadi BPR/BPRS harus memiliki: a. NPL Gross atau NPF Gross maksimum 1% (satu perseratus) bagi BPR/BPRS, selama 6 (enam) bulan terakhir; b. laba positif pada tahun berjalan dan selama 2 (dua) tahun sebelumnya; c. Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) yang telah dibentuk minimal sama dengan PPAP yang wajib dibentuk sesuai ketentuan mengenai Kualitas Aset Produktif (KAP) dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif BPR/BPRS; dan d. Cash Ratio sebesar 4,05% (empat koma nol lima perseratus) yang memenuhi kriteria sehat sesuai ketentuan mengenai Tingkat Kesehatan BPR. e. Cash Ratio sebesar 4,05% (empat koma nol lima perseratus) yang memenuhi kriteria peringkat komponen 2 (dua) sesuai ketentuan mengenai Tingkat Kesehatan BPRS. BAB III TATA CARA TRANSFORMASI LKM/LKMS MENJADI BPR/BPRS Bagian Kesatu Tahapan Perizinan 18 1 Pemberian izin Transformasi dilakukan dalam bentuk izin usaha sebagai BPR/BPRS. 2 Izin usaha sebagai BPR/BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah LKM/LKMS memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal17. -12- Huruf a Huruf b Laba positif untuk posisi pada tahun berjalan telah diperhitungkan dengan PPAP yang wajib dibentuk sesuai dengan ketentuan mengenai KAP dan Pembentukan PPAP BPR atau BPRS. Huruf c Huruf d Huruf e

3 Pemberian izin usaha sebagai BPR/BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersamaan dengan pencabutan izin usaha sebagai LKM/LKMS. 4 Izin usaha sebagai BPR/BPRS dan pencabutan izin usaha sebagai LKM/LKMS berlaku efektif setelah anggaran dasar disahkan oleh instansi yang berwenang. Bagian Kedua Pengajuan Permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan 19 LKM/LKMS mengajukan permohonan izin Transformasi kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan: a. visi dan misi perubahan kegiatan usaha menjadi BPR/BPRS; b. bukti lunas pembayaran biaya perizinan transformasi LKM/LKMS menjadi BPR/BPRS; c. rancangan perubahan anggaran dasar; d. data kepemilikan: 1. daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham, bagi BPR/BPRS yang berbadan hukum Perseroan Terbatas; 2. daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi. e. nama dan identitas dari calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi, serta calon anggota DPS (BPRS) beserta dokumen pendukung sesuai ketentuan PKK BPR/BPRS; f. struktur organisasi; g. laporan keuangan pada tahun berjalan dan laporan keuangan selama 2 (dua) tahun sebelumnya dalam 2 (dua) bentuk laporan, yaitu: Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g -13-

1. laporan keuangan LKM/LKMS sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyelenggaraan Usaha LKM; dan 2. laporan keuangan LKM/LKMS yang telah dikonversikan dalam bentuk Laporan Bulanan BPR/BPRS sesuai ketentuan Laporan Berkala BPR/BPRS; h. laporan modal inti sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 atau Pasal 12 dan laporan kinerja keuangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17; i. daftar aset tetap, bukti penguasaan aset tetap, foto gedung kantor, dan tata letak ruangan; j. dokumen yang menunjukkan kesiapan sistem teknologi informasi; k. rencana Sistem dan Prosedur Kerja, serta contoh Formulir/Warkat yang akan digunakan; l. proyeksi laporan keuangan beserta rasio keuangan tertentu; dan Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Yang dimaksud proyeksi laporan keuangan adalah proyeksi pos-pos tertentu laporan bulanan dengan mengacu ketentuan mengenai laporan bulanan BPR/BPRS. m. laporan keuangan posisi akhir Desember dari lembaga keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP selama 2 (dua) tahun terakhir. Yang dimaksud proyeksi rasio keuangan tertentu adalah proyeksi atas rasio-rasio keuangan dengan mengacu ketentuan mengenai transparansi kondisi keuangan BPR/BPRS. Huruf m -14-

Bagian Ketiga Pemberian Izin Transformasi 20 1 Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin Transformasi paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 2 Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan: a. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi PSP, Direksi, dan Dewan Komisaris dan/atau wawancara bagi DPS; c. Penelitian kinerja BPRS/BPRS dan/atau Lembaga Keuangan dalam kepemilikan PSP yang sama terhadap Laporan Keuangan tahun berjalan dan Laporan Keuangan 2 (dua) tahun terakhir; dan d. Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan (due diligence) 21 1 Dalam hal permohonan izin Transformasi ditolak, LKM/LKMS dapat mengajukan kembali izin Transformasi paling cepat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal surat penolakan. 2 Pengajuan kembali permohonan izin Transformasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti proses dari awal. 22 1 LKM yang telah mendapat izin usaha sebagai BPR dari Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan telah berlaku efektif -15- Huruf a Huruf b Penilaian kemampuan dan kepatutan bagi PSP, Direksi, dan Dewan Komisaris berupa penelitian administratif dan/atau klarifikasi sesuai ketentuan PKK. Wawancara bagi DPS dilakukan khusus bagi BPRS. Huruf c Huruf d

wajib mencantumkan secara jelas: a. bentuk badan hukum dan kata Bank Perkreditan Rakyat atau disingkat BPR, sesuai dengan anggaran dasar BPR; dan b. logo BPR pada formulir, warkat, produk, kantor, dan jaringan kantor BPR. 2 LKMS yang telah mendapat izin usaha sebagai BPRS dari Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan telah berlaku efektif wajib mencantumkan secara jelas: a. frasa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau disingkat BPR Syariah pada penulisan namanya dan logo ib pada kantor BPRS yang bersangkutan; dan b. logo ib pada formulir, warkat, produk, kantor, serta Kantor Pelayanan BPRS. 23 1 LKM/LKMS yang telah mendapat izin usaha sebagai BPR/BPRS namun belum mendapatkan pengesahan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang dalam jangka waktu paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal izin usaha, izin usaha sebagai BPR/BPRS dan pencabutan izin usaha sebagai LKM/LKMS dinyatakan batal dan tidak berlaku. 2 LKM/LKMS yang telah mendapat izin usaha sebagai BPR/BPRS wajib melaksanakan kegiatan operasional BPR/BPRS pada saat izin usaha berlaku efektif. 3 Pelaksanaan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaporkan oleh Direksi BPR/BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan kegiatan operasional. Bagian Keempat Pengumuman Transformasi 24 1 Direksi BPR/BPRS hasil transformasi wajib mengumumkan transformasi kegiatan usaha LKM/LKMS menjadi BPR/BPRS kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal dan/atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR/BPRS. -16-

2 Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah persetujuan Otoritas Jasa Keuangan berlaku efektif. 3 Direksi BPR/BPRS hasil transformasi wajib menyampaikan bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan pengumuman. 25 LKM/LKMS yang telah mendapat izin usaha sebagai BPR/BPRS dan berlaku efektif dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai LKM/LKMS, kecuali dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban dari kegiatan usaha LKM/LKMS. Bagian Kelima Pelanggaran Terhadap Kewajiban Pelaporan 26 1 BPR/BPRS hasil transformasi dinyatakan terlambat menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha dalam Pasal 23 ayat (3) dan bukti pengumuman transformasi dalam Pasal 24 ayat (3) apabila laporan atau bukti pengumuman diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah batas waktu penyampaian laporan atau bukti pengumuman. 2 BPR/BPRS hasil transformasi dinyatakan tidak menyampaikan laporan atau bukti pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (3) apabila laporan atau bukti pengumuman tidak diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 3 BPR/BPRS hasil transformasi yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan atau bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap harus menyampaikan laporan atau bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB IV. SANKSI 27 BPR/BPRS hasil transformasi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam: -17-

a. Pasal 22, dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau penurunan tingkat kesehatan satu peringkat bagi BPR atau satu peringkat komposit bagi BPRS. b. Pasal 23 ayat (2), dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak izin usaha sebagai BPR/BPRS berlaku efektif. 28 1 BPR/BPRS hasil transformasi yang melanggar ketentuan penyampaian laporan atau bukti pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari keterlambatan dengan jumlah paling banyak sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). 2 BPR/BPRS hasil transformasi yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan atau bukti pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 3 Dalam hal BPR/BPRS hasil transformasi dikenakan sanksi kewajiban membayar karena dinyatakan tidak menyampaikan laporan atau bukti pengumuman, sanksi kewajiban membayar karena terlambat menyampaikan laporan atau bukti pengumuman tidak diberlakukan. 29 Direksi LKM/LKMS yang dalam pengajuan permohonan transformasi LKM menjadi BPR/BPRS terbukti menyampaikan laporan dan/atau pernyataan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dikenakan sanksi administratif berupa: a. permohonan izin perubahan kegiatan usaha ditolak; atau b. izin perubahan kegiatan usaha LKM/LKMS menjadi BPR/BPRS dibatalkan, apabila izin telah diberikan. -18-

BAB V. KETENTUAN PENUTUP 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai transformasi LKM/LKMS menjadi BPR/BPRS diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. 31 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. -19-