PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH"

Transkripsi

1 RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkesinambungan dan dapat melayani berbagai lapisan masyarakat diperlukan industri perbankan yang kuat dan berdaya saing; I. UMUM Dalam rangka mendukung perkembangan perekonomian nasional, maka diperlukan lembaga perbankan yang mampu memberikan layanan secara luas kepada masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga perbankan syariah dirasa cukup tinggi. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, maka dalam sistem perbankan nasional dimungkinkan adanya pendirian bank syariah yang salah satu jenisnya adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Keberadaan BPRS dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan perbankan secara cepat, mudah dan sederhana kepada masyarakat khususnya pengusaha menengah, kecil dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan yang selama ini belum terjangkau oleh layanan bank umum. BPRS sebagai salah satu lembaga kepercayaan masyarakat yang kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah, dituntut agar selalu dapat mengemban amanah dari para pemilik dana dengan cara menyalurkannya untuk usaha produktif dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BPRS harus selalu memegang teguh prinsip kehati-hatian serta mampu menerapkan Prinsip Syariah secara konsisten,

2 2 sehingga tercipta BPRS yang sehat yang mampu memberikan layanan terbaik kepada masyarakat. b. bahwa dalam rangka memperkuat perbankan dan meningkatkan daya saing khususnya bagi perbankan syariah, perlu berbagai upaya yang harus dilakukan antara lain melalui penguatan permodalan, penataan kepemilikan, peningkatan kualitas pengurus, dan peningkatan layanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b maka diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam suatu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253). MEMUTUSKAN Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 1. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

3 3 2. Bank Umum yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan/atau secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan. 3. Kantor Cabang adalah kantor BPRS yang bertanggungjawab kepada kantor pusat BPRS yang bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang jelas sesuai dengan lokasi Kantor Cabang tersebut melakukan usahanya; 4. Kantor Kas adalah kantor yang kegiatan usahanya melakukan pelayanan kas dalam rangka membantu kantor induknya; 5. Kegiatan Pelayanan Kas adalah kegiatan kas dalam rangka melayani nasabah BPRS meliputi antara lain: a. Kas Keliling yaitu kegiatan pelayanan kas secara berpindah-pindah dengan menggunakan alat transportasi atau pada lokasi tertentu secara tidak permanen, antara lain kas mobil, kas terapung atau counter bank non permanen; b. Payment Point yaitu kegiatan dalam bentuk penerimaan pembayaran melalui kerjasama antara BPRS dengan pihak lain pada suatu lokasi tertentu, seperti untuk penerimaan pembayaran tagihan telepon, tagihan listrik dan/atau penerimaan setoran dari pihak ketiga; dan c. Automated Teller Machine (ATM) yaitu kegiatan kas atau non kas yang dilakukan secara elektronis untuk memudahkan nasabah antara lain dalam rangka menarik atau menyetor secara tunai atau melakukan pembayaran melalui pemindahbukuan, transfer antar bank dan/atau memperoleh informasi mengenai saldo/mutasi rekening nasabah, termasuk ATM yang dilakukan dengan

4 4 pemanfaatan teknologi melalui kerja sama dengan pihak lain; 6. Perangkat Perbankan Elektronis yang selanjutnya disingkat PPE yaitu kegiatan pelayanan kas atau non kas dalam rangka melayani masyarakat yang dilakukan dengan menggunakan sarana mesin elektronis namun tidak termasuk penyediaan instrumen giral, yang berlokasi baik di dalam maupun di luar kantor BPRS, yang dapat melakukan pelayanan penarikan atau penyetoran secara tunai, pembayaran melalui pemindahbukuan, pemindahan dana antar bank, dan/atau informasi saldo atau mutasi rekening nasabah, baik menggunakan jaringan dan/atau mesin milik BPRS sendiri maupun melalui kerja sama BPRS dengan pihak lain, antara lain Automated Teller Machine (ATM) termasuk dalam hal ini adalah Automated Deposit Machine (ADM) dan Electronic Data Capture (EDC); 7. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan syariah berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia; 8. Dewan Komisaris adalah Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 9. Direksi adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 10. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disebut DPS adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan BPRS agar sesuai dengan Prinsip Syariah; 11. Pejabat Eksekutif yaitu pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada direksi atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional BPRS, antara lain pemimpin kantor cabang, kepala divisi, kepala bagian,

5 5 manajer dan/atau pejabat lainnya yang setara. 12. Pemegang Saham Pengendali yang selanjutnya disebut PSP adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok usaha yang: a. memiliki saham BPRS sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan memperoleh hak suara; atau b. memiliki saham BPRS kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, tetapi yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian BPRS baik secara langsung maupun tidak langsung; 13. Lembaga Sertifikasi Profesi yaitu lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi profesi yang memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau instansi lain yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 2 Pasal 2 Bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas.. Pasal 3 Pasal 3 BPRS harus memiliki anggaran dasar yang selain memenuhi persyaratan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan juga harus memuat ketentuan bahwa: a. calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan calon anggota DPS diangkat oleh rapat umum pemegang saham; b. pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS berlaku efektif setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; c. tugas, wewenang, tanggung jawab dan hal-hal lain yang terkait dengan persyaratan Dewan Komisaris, Direksi dan DPS harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang Huruf a Huruf b Huruf c Pokok-pokok pengaturan tugas Direksi BPRS dalam anggaran dasar antara lain: a. tugas dan tanggung jawab; b. pelaporan; c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas. Huruf d

6 6 berlaku; d. rapat umum pemegang saham BPRS harus menetapkan remunerasi anggota Dewan Komisaris dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan biaya jasa akuntan publik, dan hal-hal lainnya yang ditetapkan dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan; dan e. rapat umum pemegang saham harus dipimpin oleh Komisaris Utama. BAB II PENDIRIAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Pasal 4 Pasal 4 BPRS hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin Otoritas Jasa Keuangan. Huruf e Dalam hal Komisaris Utama berhalangan, maka Rapat Umum Pemegang Saham dapat dipimpin oleh anggota Dewan Komisaris lainnya. Pasal 5 Pasal 5 (1) BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia; b. pemerintah daerah; atau dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b. (2) Dalam hal badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan sebagai calon PSP BPRS, badan hukum dimaksud harus telah beroperasi paling sedikit selama 2 (dua) tahun pada saat pengajuan permohonan persetujuan prinsip. Pasal 6 Pasal 6 (1) Modal disetor BPRS paling kurang sebesar: a. Rp ,00 (empat belas miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di zona 1; b. Rp ,00 (tujuh miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di zona 2; c. Rp ,00 (lima miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di zona 3; dan Yang dimaksud dengan telah beroperasi adalah badan hukum dimaksud telah melakukan kegiatan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembagian zona sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan potensi ekonomi wilayah dan tingkat persaingan lembaga keuangan di wilayah kabupaten atau kota yang bersangkutan

7 7 d. Rp ,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah), bagi BPRS yang didirikan di zona 4. (2) Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan jumlah modal disetor di atas jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 7 Pasal 7 (1) Modal di setor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) harus ditempatkan dalam bentuk deposito di Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia atas nama Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama calon PSP BPRS) dengan keterangan untuk pendirian BPRS yang bersangkutan dan pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. (2) Penempatan modal disetor dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap: a. paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS; dan b. Kekurangan dari modal disetor, disetorkan sebelum pengajuan permohonan izin usaha pendirian BPRS. BAB III PERIZINAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Pasal 8 Pasal 8 Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dalam 2 (dua) tahap: a. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPRS; dan Penetapan jumlah modal disetor yang lebih tinggi didasarkan pada pertimbangan antara lain kondisi dan perkembangan perekonomian daerah yang berbeda-beda serta kelangsungan pengembangan kegiatan usaha BPRS ke depan sehingga dapat beroperasi secara berkesinambungan. Contoh penulisan keterangan atas setoran modal pada bilyet deposito adalah Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. Sdr. A dengan keterangan untuk pendirian PT BPRS XZY dan pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan. Huruf a Pemberian persetujuan prinsip pendirian BPRS diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pada antara lain:

8 8 b. izin usaha, yaitu izin untuk melakukan kegiatan usaha BPRS setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan. a. penilaian terhadap komitmen calon pemilik BPRS dalam pendirian BPRS; b. analis terhadap studi kelayakan pendirian BPRS; c. analisis yang mencakup antara lain tingkat kejenuhan jumlah BPRS serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional; dan d. uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon PSP, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, dan wawancara terhadap calon anggota DPS. Bagian Pertama Persetujuan Prinsip Pasal 9 Pasal 9 (1) Permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a diajukan paling kurang oleh salah satu calon pemilik BPRS kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan antara lain: a. akta pendirian atau rancangan akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), termasuk anggaran dasar atau rancangan anggaran dasar; b. daftar pemegang saham berikut rincian Huruf b Pemberian izin usaha pendirian BPRS diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pada antara lain: a. analis terhadap kesiapan operasional pendirian BPRS; dan b. uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon PSP, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, dan wawancara terhadap calon anggota DPS, apabila terdapat penggantian. Huruf a. Huruf b Huruf c Huruf d Struktur organisasi dan jumlah

9 9 besarnya masing-masing kepemilikan saham; c. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS disertai dengan dokumen yang akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan; d. rencana struktur organisasi dan jumlah personalia; e. studi kelayakan mengenai potensi ekonomi dan peluang pasar; f. rencana sistem dan prosedur kerja; g. rencana bisnis (business plan); dan h. bukti setoran modal paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. i. bukti lunas pembayaran biaya perizinan dalam rangka pendirian BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan. personalia antara lain meliputi bagan organisasi, garis tanggung jawab horizontal dan vertikal, serta tingkatan jabatan paling rendah sampai dengan Pejabat Eksekutif Huruf e Huruf f Huruf g Yang dimaksud dengan rencana bisnis adalah rencana kegiatan usaha BPRS yang paling kurang memuat: 1. rencana penghimpunan dan penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan 2. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak BPRS melakukan kegiatan operasional; Huruf h cukup jelas (2) Calon pemilik BPRS harus memberikan penjelasan mengenai sumber dana, rencana dan tujuan pendirian serta kemampuan keuangan dalam rangka memelihara solvabilitas dan pertumbuhan BPRS. Huruf i cukup jelas Hal-hal yang harus dijelaskan melalui presentasi di Otoritas Jasa Keuangan antara lain: a. tujuan dan alasan pendirian BPRS; b. target pasar penghimpunan dan penyaluran dana; c. rencana bisnis jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang; d. sistem teknologi informasi (IT); dan

10 10 e. struktur organisasi dan personalia. Pasal 10 Pasal 10 (1) Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. (2) Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. penilaian terhadap studi kelayakan mengenai potensi ekonomi dan peluang pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e; c. uji kemampuan dan kepatutan melalui penelitian administratif dan wawancara terhadap calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi, dan calon DPS sesuai dengan ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPRS; d. pemeriksaan setoran modal; dan e. penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. (3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak-pihak yang mengajukan permohonan pendirian BPRS harus melakukan presentasi dan memberikan penjelasan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai analisis potensi dan kelayakan pendirian BPRS, sumber dana, rencana dan tujuan pendirian serta kemampuan keuangan dalam rangka memelihara solvabilitas dan pertumbuhan BPRS. Ayat (3) Hal-hal yang harus dijelaskan dalam presentasi oleh pihak-pihak yang mengajukan permohonan pendirian BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan antara lain: a. tujuan dan alasan pendirian BPRS; b. target pasar penghimpunan dan penyaluran dana; c. sistem teknologi dan informasi; dan d. struktur organisasi dan personalia.

11 11 Pasal 11 Pasal 11. (1) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip diberikan dan tidak dapat diperpanjang. (2) Pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan kegiatan usaha sebelum mendapat izin usaha. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) calon pemilik BPRS belum mengajukan permohonan izin usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan, maka persetujuan prinsip yang telah diberikan menjadi tidak berlaku. Bagian Kedua Izin Usaha Pasal 12 Pasal 12 Pihak yang telah mendapatkan persetujuan prinsip mengajukan izin usaha BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan melampirkan, antara lain: a. akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; b. daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, dalam hal terjadi perubahan pemegang saham; c. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, dalam hal terjadi perubahan calon anggota Dewan Komisaris, Direksi dan/atau DPS; dan d. bukti pemenuhan modal disetor minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 13 Pasal 13 (1) Otoritas Jasa Keuangan memberikan

12 12 persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. (2) Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan wawancara terhadap calon anggota DPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dan huruf c dalam hal terdapat penggantian atas calon yang diajukan sebelumnya; c. pemeriksaan setoran modal; dan d. penelitian terhadap kinerja keuangan BPRS dan/atau lembaga keuangan lain yang berada dalam kepemilikan PSP yang sama. Huruf a Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen yang pemohon dan informasi terkini antara lain dari Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet mengenai Pemegang Saham Pengendali, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris serta anggota DPS. Huruf b. Huruf c. Huruf d. Pasal 14 Pasal 14 (1) BPRS yang telah mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan wajib melaksanakan kegiatan usaha paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal izin usaha diberikan. (2) Pelaksanaan kegiatan usaha BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pelaksanaan kegiatan usaha. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BPRS belum melakukan kegiatan usaha, maka izin usaha BPRS yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 15 Pasal 15 BPRS yang telah mendapat izin usaha dari Contoh : PT Bank Pembiayaan

13 13 Otoritas Jasa Keuangan wajib mencantumkan secara jelas frase Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPR Syariah atau BPRS pada penulisan namanya dan logo ib pada kantor BPRS yang bersangkutan. BAB IV KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL Bagian Pertama Kepemilikan Pasal 16 Pasal 16 (1) Kepemilikan BPRS oleh badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) paling tinggi sebesar modal bersih badan hukum yang bersangkutan. (2) Dalam hal badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki saham BPRS paling rendah 25% (dua puluh lima perseratus), BPRS wajib menyampaikan Rakyat Syariah ABC ; atau PT BPR Syariah ABC ; atau PT BPRS ABC ; atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ABC ; atau BPR Syariah ABC ; atau BPRS ABC. Yang dimaksud dengan modal bersih adalah: a. penjumlahan dari modal disetor, cadangan umum, cadangan tujuan, laba tahun lalu dan laba tahun berjalan dikurangi penyertaan dan kerugian, untuk badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah; b. penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, untuk badan hukum Koperasi; atau c. perhitungan modal bersih atau yang dapat dipersamakan dengan itu sesuai jenis badan hukum yang bersangkutan, untuk badan hukum lainnya.

14 14 laporan keuangan tahunan yang disusun oleh badan hukum tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat akhir bulan Juni setelah tahun posisi laporan. Pasal 17 Pasal 17 Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan BPRS dilarang: Huruf a Tidak termasuk dalam pengertian a. berasal dari pinjaman dan/atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari pihak lain adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau lembaga bank dan/atau pihak lain; dan/atau yang bertugas untuk melakukan penyelamatan BPRS sesuai peraturan b. berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering). perundang-undangan yang berlaku. Huruf b. Pasal 18 Pasal 18 (1) Pemegang saham BPRS dilarang menarik kembali modal yang telah disetor. (2) Dalam hal pemegang saham bermaksud mengundurkan diri sebagai pemegang saham BPRS, pemegang saham dimaksud wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada pihak lain sepanjang memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 19 Pasal 19 (1) Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik BPRS harus memenuhi persyaratan integritas, yang paling kurang mencakup: a. memiliki akhlak dan moral yang baik; b. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan c. memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan BPRS yang sehat dan tangguh (sustainable). (2) BPRS wajib memiliki PSP. Yang dimaksud dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan antara lain ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPRS, dan ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi Huruf a. Huruf b. Huruf c Yang dimaksud dengan memiliki komitmen yang tinggi antara lain kesediaan untuk membantu mengembangkan BPRS agar menjadi sehat, tangguh dan berkembang (sustainable).

15 15 (3) Pemegang saham yang ditunjuk sebagai PSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selain memenuhi persyaratan integritas sebagaimana pada ayat (1) juga harus memenuhi persyaratan kelayakan keuangan. Pasal 20 Pasal 20 Setiap BPRS wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima perseratus) sesuai dengan kriteria mengenai PSP yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPRS Bagian Kedua Perubahan Kepemilikan PSP berfungsi sebagai koordinator pemegang saham untuk mengefektifkan komunikasi antara pemilik bank dengan stakeholder. Dalam hal BPRS tidak memiliki PSP, maka salah satu pemegang saham akan ditunjuk sebagai PSP oleh Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (3) Persyaratan dan tata cara penilaian pemenuhan persyaratan PSP mengikuti ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test). Pasal 21 Pasal 21 (1) Perubahan kepemilikan BPRS yang mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru, tunduk kepada tatacara perubahan pemilik BPRS yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilalihan (akuisisi). (2) Perubahan kepemilikan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat adanya pewarisan tidak diperlakukan sebagai akuisisi namun tetap wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Perubahan kepemilikan BPRS mencakup: a. penggantian pemegang saham; b. penambahan pemegang saham baru; dan/atau c. perubahan komposisi jumlah kepemilikan saham diantara para pemegang saham lama tanpa penggantian maupun penambahan pemegang saham baru; dengan atau tanpa disertai dengan penambahan modal disetor. Yang dimaksud dengan tidak diperlakukan sebagai pengambilalihan (akuisisi) adalah penggantian PSP yang tidak melalui persyaratan dan tatacara pengambilalihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.

16 16 (3) Perubahan kepemilikan BPRS yang tidak mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah perubahan. Bagian Ketiga Perubahan Modal Dasar Pasal 22 Pasal 22 Perubahan modal dasar wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi berwenang. Pasal 23 Pasal 23 Pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh BPRS wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ayat (3) Perubahan kepemilikan BPRS mencakup: a. penggantian pemegang saham; b. penambahan pemegang saham baru; dan/atau c. perubahan komposisi jumlah kepemilikan saham diantara para pemegang saham lama tanpa penggantian maupun penambahan pemegang saham baru; dengan atau tanpa disertai dengan penambahan modal disetor. Pasal 24 Pasal 24 BPRS wajib mengadministrasikan dengan tertib daftar pemegang saham dan perubahannya. BAB V DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DEWAN PENGAWAS SYARIAH DAN PEJABAT EKSEKUTIF Bagian Kesatu Dewan Komisaris dan Direksi Pasal 25 Pasal 25 Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Persyaratan dan tata cara penilaian wajib memenuhi dan memelihara integritas, kompetensi dan reputasi keuangan. pemenuhan persyaratan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test). Pasal 26 Pasal 26

17 17 (1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi. (2) Pengawasan dan nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga Direksi dapat mengembangkan dan memitigasi risiko atas kegiatan bisnisnya. (3) Dewan Komisaris wajib mendorong Direksi BPRS untuk memenuhi prinsip kehatihatian dan Prinsip Syariah. Pasal 27 Pasal 27 (1) Jumlah anggota Dewan Komisaris paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi, dengan jumlah Anggota Dewan Komisaris paling banyak 3 (tiga) orang. (2) Anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 1 (satu) orang wajib berdomisili di dekat tempat kedudukan BPRS.. Kedekatan domisili Dewan Komisaris dengan tempat kedudukan BPRS pada prinsipnya dimaksudkan agar Dewan Komisaris dapat melaksanakan tugas secara efektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Dewan Komisaris dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. (4) Anggota Dewan Komisaris harus memiliki: a. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya;dan/atau b. pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan Yang dimaksud dengan berdomisili di dekat adalah jarak tempuh dapat dicapai melalui perjalanan darat dan/atau air paling lama dalam waktu 2 (dua) jam, pada kondisi normal. Ayat (3). Ayat (4) Yang dimaksud dengan pengetahuan di bidang perbankan antara lain meliputi pengetahuan tentang peraturan dan operasional BPRS. Yang dimaksud dengan pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan antara lain pemasaran,

18 18 (5) Anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi Profesi paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal pengangkatan efektif dan masih berlaku selama masa jabatan. (6) Dewan Komisaris wajib melakukan rapat secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. (7) Dewan Komisaris wajib mempresentasikan hasil pengawasan terhadap BPRS apabila diminta Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 28 Pasal 28 Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai: a. anggota Dewan Komisaris paling banyak pada 2 (dua) BPRS atau Bank Perkreditan Rakyat lain; atau b. anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada 2 (dua) lembaga/perusahaan lain bukan bank. Pasal 29 Pasal 29 (1) Mayoritas anggota Dewan Komisaris dilarang memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan anggota Direksi. akuntansi, audit, pendanaan, perkreditan, hukum, atau pengalaman di bidang pengawasan operasional perbankan. Ayat (5) Yang dimaksud dengan sertifikat kelulusan adalah sertifikat profesi terkait dengan unit kompetensi bagi Dewan Komisaris atau Direksi. Ayat (6) Rapat Dewan Komisaris ditunjukkan dengan risalah rapat dan dimaksudkan sebagai pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi Ayat (7). Anggota Dewan Komisaris tidak dapat merangkap jabatan sebagai anggota Direksi pada BPRS lain, Bank Perkreditan Rakyat dan/atau Bank Umum. Yang dimaksud dengan mayoritas adalah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah anggota Direksi. Yang dimaksud dengan hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua adalah hubungan baik vertikal maupun horizontal termasuk mertua, menantu, dan ipar, meliputi: a. orang tua kandung/tiri/angkat; b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya; c. anak kandung/tiri/angkat;

19 19 (2) Anggota Dewan Komisaris dilarang memberikan kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat; e. cucu kandung/tiri/angkat; f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau istrinya; g. suami/istri; h. mertua; i. besan; j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat; k. kakek/nenek dari suami/istri; l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat; m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri beserta suami atau istrinya. Pasal 30 Pasal 30 Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif dilarang mengambil keputusan Yang dimaksud dengan benturan kepentingan adalah terjadinya benturan kepentingan ekonomis BPRS dengan kepentingan ekonomis pribadi pemilik, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif, dan/atau pihak terkait lainnya Pasal 31 Pasal 31 (1) Direksi mengelola BPRS sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perbankan syariah. (2) Direksi bertanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan BPRS sebagai lembaga intermediasi dengan memenuhi prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah. Pasal 32 Pasal 32 (1) Jumlah anggota Direksi BPRS paling

20 20 sedikit 2 (dua) orang. (2) Direksi dipimpin oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama. (3) Paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari anggota Direksi termasuk Direktur Utama harus berpengalaman operasional paling kurang: a. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau pembiayaan di perbankan syariah; b. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau perkreditan di perbankan konvensional dan memiliki pengetahuan di bidang perbankan syariah; atau c. 3 (tiga) tahun sebagai direksi atau setingkat dengan direksi di lembaga keuangan mikro syariah. (4) Anggota Direksi berpendidikan formal paling kurang setingkat Diploma III atau Sarjana Muda. Ayat (3) Huruf a. Huruf b. Huruf c Yang dimaksud dengan lembaga keuangan mikro syariah adalah antara lain koperasi simpan pinjam syariah, dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Ayat (4) Pendidikan setingkat Diploma III atau Sarjana Muda harus dibuktikan dengan ijazah yang diterbitkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (5) Anggota Direksi wajib memiliki sertifikasi kelulusan dari Lembaga Sertifikasi Profesi paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal pengangkatan efektif. (6) Direktur Utama dan anggota Direksi lainnya wajib bersikap independen dalam menjalankan tugasnya. (7) Anggota Direksi wajib berasal dari pihak independen terhadap PSP. Pasal 33 Pasal 33 (1) Seluruh anggota Direksi wajib berdomisili di sekitar tempat kedudukan kantor pusat BPRS. Ayat (5). Ayat (6) Yang dimaksud dengan bersikap independen adalah pengambilan keputusan dilakukan secara profesional dan obyektif. Ayat (7) Penilaian independen didasarkan pada keterkaitan yang bersangkutan pada kepengurusan, kepemilikan dan/atau hubungan keuangan dengan seluruh kelompok usaha Pemegang Saham Pengendali. Yang dimaksud dengan berdomisili di dekat adalah jarak tempuh dapat

21 21 (2) Mayoritas Anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan: a. anggota Direksi lainnya; dan/atau b. anggota Dewan Komisaris. (3) Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS atau Pejabat Eksekutif pada lembaga keuangan, badan usaha atau lembaga lain kecuali sebagai pengurus asosiasi industri BPRSdan/atau lembaga pendidikan dalam dicapai melalui perjalanan darat dan/atau air paling lama dalam waktu 2 (dua) jam, pada kondisi normal. Yang dimaksud dengan mayoritas adalah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah anggota Dewan Komisaris. Yang dimaksud dengan hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua adalah hubungan baik vertikal maupun horizontal termasuk mertua, menantu, dan ipar, meliputi: a. orang tua kandung/tiri/angkat; b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya; c. anak kandung/tiri/angkat; d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat; e. cucu kandung/tiri/angkat; f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau istrinya; g. suami/istri; h. mertua; i. besan; j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat; k. kakek/nenek dari suami/istri; l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat; m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri beserta suami atau istrinya Ayat (3) Anggota Direksi BPRS yang merangkap jabatan sebagai pengurus organisasi/lembaga non profit harus melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

22 22 rangka peningkatan kompetensi SDM BPRS sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas sebagai Direksi BPRS. (4) Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan tugas, wewenang dan tanggung jawab kepada pihak lain. Ayat (4) Pasal 34 Pasal 34 (1) Penunjukkan anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi BPRS harus mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham. Dalam kondisi tertentu terhadap calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi BPRS dapat dilakukan proses uji kemampuan dan kepatutan (fit & proper test) sebelum rapat umum pemegang saham. (2) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi berlaku efektif setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. (3) Pemegang saham dapat mengajukan calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi BPRS sebelum rapat umum pemegang saham. Ketentuan ini berlaku juga terhadap peralihan jabatan dari anggota Direksi menjadi anggota Dewan Komisaris atau sebaliknya. Pemberian persetujuan terhadap calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pada antara lain: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan b. uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi. Ayat (3) Pengajuan calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi BPRS sebelum rapat umum pemegang saham hanya dapat dilakukan setelah BPRS memberikan penjelasan disertai dengan alasan yang cukup kuat kepada Otoritas Jasa Keuangan

23 23 (4) Calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diangkat dalam rapat umum pemegang saham paling lambat 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan diberikan. (5) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal rapat umum pemegang saham. Pasal 35 Pasal 35 (1) Rencana pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. (2) Pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku efektif setelah mendapat penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. (3) BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak pemberhentian dan/atau pengunduran diri mendapat penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan, disertai dengan alasan pemberhentian dan/atau pengunduran diri. (4) Dalam hal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi meninggal dunia, BPRS wajib melaporkan kepada Otoritas Ayat (4) Calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi yang tidak diangkat oleh rapat umum pemegang saham dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari, maka persetujuan yang telah diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku. Ayat (5) Yang dimaksud dengan pemberhentian efektif adalah tanggal setelah pemberhentian yang bersangkutan mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang saham, serah terima jabatan, atau mekanisme lainnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar. Ayat (3). Ayat (4)

24 24 Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi meninggal dunia disertai dengan surat keterangan kematian dari instansi yang berwenang (5) Dalam hal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi memenuhi ketentuan larangan terhadap anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi, larangan tersebut berlaku efektif sejak tanggal surat pemberitahuan atau keputusan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 36 Pasal 36 (1) Dalam hal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi diberhentikan oleh RUPS sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan/atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), BPRS wajib melakukan penggantian anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS (2) Dalam hal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi mengundurkan diri sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud Ayat (5) Larangan menjadi anggota anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi antara lain disebabkan oleh: a. pelanggaran ketentuan tentang anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi antara lain atas rangkap jabatan, hubungan keluarga atau semenda, persyaratan kepemilikan sertifikasi profesi; atau b. penetapan tidak lulus berdasarkan hasil uji kemampuan dan kepatutan sesuai ketentuan yang berlaku.

25 25 dalam Pasal 27 ayat (1) dan/atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), BPRS wajib melakukan penggantian anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak pengunduran diri anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi dinyatakan efektif. (3) Dalam hal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi meninggal dunia sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan/atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), BPRS wajib melakukan penggantian anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak dinyatakan meninggal sesuai dengan surat keterangan kematian dari instansi yang berwenang. (4) Dalam hal anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi dilarang menjadi anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi oleh Otoritas Jasa Keuangan sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan/atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), BPRS wajib melakukan penggantian anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan atau keputusan Otoritas Jasa Keuangan. (5) BPRS wajib menyelenggarakan RUPS untuk melakukan penggantian anggota

26 26 Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi karena masa jabatannya berakhir pada tanggal berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi tersebut.

27 27 Bagian Kedua Dewan Pengawas Syariah Pasal 37 Pasal 37 (1) BPRS wajib membentuk DPS yang berkedudukan di kantor pusat BPRS. (2) Anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Integritas, yang paling kurang mencakup: 1. memiliki akhlak dan moral yang baik; 2. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundangundangan yang berlaku; 3. memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional BPRS yang sehat; 4. tidak termasuk dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan (Daftar Tidak Lulus) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. b. Kompetensi, yang paling kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu amalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum; dan c. Reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup: 1. tidak termasuk dalam daftar kredit macet; 2. tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan. Pasal 38 Pasal 38 (1) DPS bertugas dan bertanggungjawab Huruf a Angka 1 Angka 2 Angka 3 Yang dimaksud dengan memiliki komitmen antara lain kesediaan untuk menyediakan waktu yang cukup kepada BPRS dalam rangka melaksanakan tugasnya secara efektif. Angka 4 Huruf b Yang dimaksud dengan syariah mu amalah adalah hubungan sosial, termasuk kegiatan bisnis, yang sejalan atau didasarkan pada prinsip Syariah Huruf c Angka 1 Yang dimaksud dengan daftar kredit macet adalah daftar kredit macet sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai Sistem Informasi Debitur. Angka 2.

28 28 memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi penerapan Prinsip Syariah dalam penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya. (2) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi antara lain: a. mengawasi proses pengembangan produk baru BPRS; b. meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru BPRS yang belum ada fatwanya. c. melakukan review secara berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa BPRS; dan d. meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja BPRS dalam rangka pelaksanan tugasnya. (3) Pedoman pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 39 Pasal 39 (1) Jumlah anggota DPS paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang. (2) DPS dipimpin oleh seorang ketua yang berasal dari salah satu anggota DPS. (3) Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS paling banyak pada 4 (empat) lembaga keuangan syariah lain. Pasal 40 Pasal 40 (1) Penunjukkan anggota DPS harus mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham. (2) Penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat rekomendasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

29 29 (3) Pengangkatan anggota DPS berlaku efektif setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 41 Pasal 41 (1) Rencana pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota DPS wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. (2) Pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku efektif setelah mendapat penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. Bagian Ketiga Pejabat Eksekutif Ayat (3) Persetujuan terhadap calon anggota DPS diberikan berdasarkan pada antara lain: a. penilaian terhadap komitmen calon anggota DPS dalam pengawasan BPRS dan ketersediaan waktu; dan b. wawancara terhadap calon anggota DPS. Pasal 42 Pasal 42 (1) Pengangkatan, penggantian atau pemberhentian Pejabat Eksekutif BPRS wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengangkatan, penggantian atau pemberhentian efektif. (2) Apabila menurut penilaian dan penelitian Otoritas Jasa Keuangan, Pejabat Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan (Daftar Tidak Lulus), Daftar Kredit Macet atau terdapat informasi lain yang menunjukkan tidak terpenuhinya aspek integritas dan kompetensi, maka pengangkatan Pejabat Eksekutif tersebut wajib dibatalkan paling lambat 20 (dua Yang dimaksud dengan pemberhentian efektif adalah tanggal setelah pemberhentian yang bersangkutan mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang saham, serah terima jabatan, dan/atau mekanisme lainnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar. Yang dimaksud dengan informasi lain yang menunjukkan tidak terpenuhinya aspek integritas antara lain dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan pengujian (interview, observation and test) pada saat pelaksanaan pemeriksaan BPRS, informasi track record yang berasal

30 30 puluh) hari kerja sejak tanggal surat penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. BAB VI KEGIATAN USAHA Pasal 43 Pasal 43 BPRS wajib melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan Syariah dengan menerapkan Prinsip Syariah dan prinsip kehati-hatian. BAB VII PEMBUKAAN KANTOR BPRS Bagian Pertama Kantor Cabang dari hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan atau sumber-sumber lainnya Pasal 44 Pasal 44 (1) Pembukaan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. (2) Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten atau Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten atau Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten atau Kota Bekasi diperlakukan sebagai satu wilayah provinsi untuk keperluan perizinan pembukaan Kantor Cabang. (3) Pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling kurang: a. berlokasi dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya; b. telah tercantum dalam rencana kerja tahunan BPRS; c. didukung dengan teknologi sistem informasi yang memadai; dan d. memiliki rasio Non Performing Financing (NPF) gross paling tinggi 5% (lima sepuluh perseratus) selama 6 (enam) bulan terakhir e. tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun terakhir f. memiliki peringkat komposit minimal 3 (tiga) selama 2 (dua) periode penilaian terakhir. Ayat (3) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Yang dimaksud dengan

31 31 g. Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan pelanggaran ketentuan terkait Modal Minimum (KPMM) paling dengan BPRS antara lain sedikit 12% (dua belas perseratus) pelanggaran atas: selama 6 (enam) bulan terakhir; 1. larangan rangkap jabatan h. Tidak terdapat pelampauan dan/atau dan hubungan keluarga atau i. pelanggaran Batas Maksimum semenda serta kewajiban Penyaluran Dana (BMPD); minimum jumlah anggota Tidak terdapat pelanggaran ketentuan Direksi dan anggota Dewan terkait dengan BPRS. Komisaris; 2. kewajiban BPRS memiliki paling kurang 1 (satu) pemegang saham dengan persentase kepemilikan saham tertentu; dan/atau 3. kewajiban pemenuhan modal inti minimum. Berlaku setelah adanya ketentuan mengenai kewajiban pemenuhan modal inti minimum BPRS. Pasal 45 Pasal 45 (1) Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan pembukaan Kantor Cabang paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. (2) Dalam rangka pemberian persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan antara lain: a. penelitian atas pemenuhan persyaratan serta kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. penilaian terhadap kesiapan operasional Kantor Cabang; c. analisis atas hasil studi kelayakan yang disampaikan oleh BPRS; dan d. analisis atas kinerja keuangan BPRS. Pasal 46 Pasal 46

32 32 (1) Pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang wajib dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal izin diterbitkan. (2) Pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) BPRS tidak melaksanakan pembukaan Kantor Cabang, maka izin pembukaan Kantor Cabang yang telah diberikan menjadi tidak berlaku. Bagian Kedua Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan Kas Pasal 47 Pasal 47 Rencana pembukaan Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan Kas harus dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPRS. Pasal 48 Pasal 48 Pembukaan Kantor Kas hanya dapat dilakukan di wilayah sekitar kantor BPRS yang menjadi induknya. Pasal 49 Pasal 49 Pelaksanaan pembukaan Kantor Kas wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pembukaan. Pasal 50 pasal 50 cukup jelas (1) Pembukaan Kas Keliling dan Payment Point wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara semesteran untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember. (2) Laporan pembukaan Kas Keliling dan Payment Point sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan laporan. Yang dimaksud dengan wilayah sekitar adalah antara lain dalam wilayah Kabupaten/Kota yang sama dengan tempat kedudukan kantor BPRS yang menjadi induknya.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH I. UMUM Dalam rangka mendukung perkembangan perekonomian nasional, maka diperlukan lembaga

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara No.351, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Bank Perkreditan Rakyat. Modal. Kepemilikan. Pengurus. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5629) PERATURAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.03/2014 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.03/2014 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.03/2014 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2 Lingkup pengaturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini adalah BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah. Sementar

2 Lingkup pengaturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini adalah BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah. Sementar TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. OJK. Bank Perkreditan Rakyat. Modal. Kepemilikan. Pengurus. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 351) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101) TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11 /23/PBI/2009 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/23/PBI/2009 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/23/PBI/2009 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/23/PBI/2009 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional perlu memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung perkembangan usaha

Lebih terperinci

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. 2 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA No. 11/ 34 /DPbS Jakarta, 23 Desember 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang mengalami perubahan yang cepat

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/ 1/PBI/2002 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN PEMBUKAAN KANTOR BANK BERDASARKAN PRINSIP

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa perbankan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 3 /PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 3 /PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 3 /PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Transformasi Lembaga Keuangan Mikro/Lembaga Keuangan Mikro Syariah menjadi Bank Perkreditan Rakyat/ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Pasal Ayat

Lebih terperinci

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/3/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN PEMBUKAAN KANTOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/13/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/3/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/13/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/3/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/13/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/3/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 62 /POJK.03/2016 TENTANG TRANSFORMASI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO KONVENSIONAL MENJADI BANK PERKREDITAN RAKYAT

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 62 /POJK.03/2016 TENTANG TRANSFORMASI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO KONVENSIONAL MENJADI BANK PERKREDITAN RAKYAT

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 27 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/1/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 27 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/1/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 27 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/1/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 1 /PBI/2009 TENTANG BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 1 /PBI/2009 TENTANG BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 1 /PBI/2009 TENTANG BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perbankan nasional yang sehat dan kuat mempunyai

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/25/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/17/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016 Yth. Direksi Bank di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola perbankan syariah melalui pe

2 Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola perbankan syariah melalui pe TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 136) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 6 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2014 OJK. Perusahaan Pembiyaan. Kelembagaan. Perizinan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5637) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

No.11/ 9 /DPbS Jakarta, 7 April 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

No.11/ 9 /DPbS Jakarta, 7 April 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA No.11/ 9 /DPbS Jakarta, 7 April 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Bank Umum Syariah Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tanggal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/7/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/3/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 15 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 15 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 15 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/14/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/14/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/14/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

No. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

No. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA No. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL

Lebih terperinci

Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat.

Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /SEOJK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT MENJADI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /POJK.04/2016 TENTANG PERIZINAN PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/24/PBI/2004 TENTANG BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/24/PBI/2004 TENTANG BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/24/PBI/2004 TENTANG BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.05/2016 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN

Lebih terperinci

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Syariah. Konvensional. Kegiatan Usaha. Perubahan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5985)

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.34, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Modal. BPR. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5849) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

- 2 - e. ketentuan mengenai pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus memperoleh pers

- 2 - e. ketentuan mengenai pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus memperoleh pers Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /SEOJK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM SYARIAH Sehubungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 17 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) KABUPATEN GARUT HASIL KONSOLIDASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 20 TAHUN 2011 TENTANG PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH BHAKTI SUMEKAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 9 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 9 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 9 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Syariah OTORITAS JASA KEUANGAN

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Syariah OTORITAS JASA KEUANGAN iaccountax Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Syariah OTORITAS JASA KEUANGAN Kamis, 12 Mei 2016 AGENDA I. Pendirian Perusahaan Pembiayaan Syariah II. A. Pendirian Kelembagaan Pendirian

Lebih terperinci

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Yth. Direksi Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /SEOJK.04/2017 TENTANG

Lebih terperinci

No. 11/ 24 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 11/ 24 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 11/ 24 /DPbS Jakarta, 29 September 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah Sehubungan dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 1 - Lampiran II.1 (Kota), (tanggal, bulan, tahun) No. : Lamp : Kepada Dewan Komisioner Otoritas

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.342, 2014 KEUANGAN. OJK. Perizinan. Usaha. Kelembagaan. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5621) OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

- 1 - Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat.

- 1 - Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. - 1 - Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS BATANG TUBUH PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.03/... TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS I. LATAR BELAKANG Dewan Komisaris diangkat oleh Pemegang Saham untuk melakukan pengawasan serta

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN IZIN USAHA BANK UMUM MENJADI IZIN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM RANGKA KONSOLIDASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/23/PBI/2004 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/23/PBI/2004 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/23/PBI/2004 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mendorong terciptanya

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA No. 6/35/DPBPR Jakarta, 16 Agustus 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat.

Lebih terperinci

No.11/ 28 /DPbS Jakarta, 5 Oktober 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No.11/ 28 /DPbS Jakarta, 5 Oktober 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No.11/ 28 /DPbS Jakarta, 5 Oktober 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Unit Usaha Syariah Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tanggal

Lebih terperinci

Syarat Pendirian Bank dengan Besarnya Modal Dasar dan Modal Disetor

Syarat Pendirian Bank dengan Besarnya Modal Dasar dan Modal Disetor Syarat Pendirian Bank dengan Besarnya Modal Dasar dan Modal Disetor Persyaratan dan Proses pendirian Bank Umum Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M No.73, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Modal Minimum. Modal Inti Minimum. Bank. Perkreditan Rakyat. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5686) PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT 1 of 50 8/23/2014 7:22 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS BAB I KETENTUAN UMUM 1 1 Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK PASAR KULON PROGO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /SEOJK.05/2016

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /SEOJK.05/2016 Yth. 1. Direksi Perusahaan Perasuransian; 2. Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun; 3. Direksi Perusahaan Pembiayaan; 4. Direksi Lembaga Penjamin; 5. Direksi Perusahaan Modal Ventura; dan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.05/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA PADA PERUSAHAAN PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.412, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan Mikro. Perizinan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5830). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM I. UMUM Perkembangan industri perbankan yang sangat pesat umumnya disertai dengan semakin

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/14/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/4/PBI/2006 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 66 /POJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /POJK.03/2016 TENTANG PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG ORGAN PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SURYA GALUH KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 60 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 60 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 60 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II GOVERNANCE STRUCTURE

BAB II GOVERNANCE STRUCTURE BAB II GOVERNANCE STRUCTURE Organ organisasi yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAERAH

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAERAH BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendorong terciptanya sistem perbankan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI I. LATAR BELAKANG Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, berpedoman kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/Pojk.03/2015 Tentang Penerapan Tata Kelola

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI mencakup: A. Komposisi, Kriteria, dan Independensi Direksi B. Masa Jabatan Direksi C. Rangkap Jabatan Direksi D. Kewajiban, Tugas, Tanggung Jawab

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 3 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 3 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH BAKTI ARTHA SEJAHTERA SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci