BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN KATA PENGANTAR. Pokok-Pokok Pemeriksaan BPK Selama Semester II Tahun

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 INTRODUKSI. perintah Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, khususnya pasal 23E yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilakukan kepada masyarakat luas (Mardiasmo:

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

NTT Raih WTP, Ini Untuk Pertama Kalinya

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan berisikan data yang menggambarkan keadaan. keuangan suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu sehingga pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup masyarakat, hal ini seiring dengan tujuan pembangunan yang tertuang

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN OPINI BPK ATAS LKPD DAERAH ACEH

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB.I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

Contoh prosedur analitis pada BUMN JS

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan Otonomi Daerah sesuai dengan aturan Undangundang. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

BPK Memberikan Opini WDP untuk LKPD TA 2014 Pemprov NTT

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2016 KEMENRISTEKDIKTI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun pada umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta instansi pajak. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. BPKP adalah instansi pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia dalam bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Auditor yang bekerja di BPKP mempunyai tugas pokok melaksanakan audit atas laporan keuangan instansi pemerintahan, proyek-proyek pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), proyek pemerintah, dan perusahaanperusahaan swasta yang pemerintah mempunyai penyertaan modal yang besar didalamnya. BPK adalah lembaga tinggi Negara yang tugasnya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan Presiden RI dan aparat dibawahnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Instansi pajak adalah unit organisasi dibawah Kementrian Keuangan yang tugas pokoknya adalah mengumpulkan beberapa jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah. Tugas pokok auditor yang bekerja di instansi pajak adalah mengaudit pertanggungjawaban keuangan masyarakat wajib pajak kepada pemerintah dengan tujuan untuk memverifikasi apakah kewajiban pajak telah dihitung oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam undang-undang pajak yang berlaku. Selain yang telah disebutkan diatas, masih ada auditor yang bekerja pada pemerintah. Untuk pemerintah daerah misalnya, ada auditor internal yang bekerja yaitu Inspektorat provinsi misalnya (d/h Bawasda) dan Inspektorat Jenderal pada Kementrian Dalam Negeri. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23E, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan (LHP). Selanjutnya, BPK menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) yang merupakan ringkasan dari seluruh LHP yang diterbitkan oleh BPK. IHPS tersebut disusun untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Pasal 18 yang mengharuskan BPK menyampaikan IHPS kepada lembaga perwakilan, presiden dan gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya tiga bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan. IHPS disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya, serta kepada presiden dan gubernur/bupati/walikota agar yang bersangkutan memperoleh informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). IHPS I Tahun 2010 merupakan ikhtisar dari 528 LHP BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Jenis pemeriksaan BPK meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Pemeriksaan dilaksanakan terhadap entitas di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), serta lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara. Pada Semester I Tahun 2010, pemeriksaan BPK diprioritaskan pada pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2009, pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) Tahun 2009 dan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2009. Selain itu, BPK juga melakukan pemeriksaan atas delapan laporan

keuangan badan lainnya (termasuk BUMN). IHPS I Tahun 2010 juga memuat hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dan hasil pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah, termasuk didalamnya pemantauan terhadap hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi kerugian negara/tindak pidana, yang disampaikan kepada instansi yang berwenang (penegak hukum). Objek pemeriksaan BPK dalam Semester I Tahun 2010 terdiri atas entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan BHMN/BLU seluruhnya sejumlah 528 objek pemeriksaan seperti disajikan pada tabel berikut. Tabel 1.1. Tabel Objek Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2010 Entitas Yang Diperiksa Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Kinerja Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Jumlah Pemerintah Pusat 79 4 27 110 Pemerintah Daerah 350 *) - 27 377 BUMN 3 3 22 28 BUMD - - 1 1 BHMN/BLU/ Badan Lainnya 5-7 12 Jumlah 437 7 84 528 *) termasuk satu LKPD Tahun 2007 dan satu LKPD Tahun 2008 Sumber: IHPS Tahun 2010 Dalam semester I Tahun 2010, BPK memeriksa 348 dari 498 LKPD Tahun 2009. Cakupan pemeriksaan atas 348 LKPD Tahun 2009 tersebut meliputi neraca dengan rincian aset senilai Rp1.136,79 triliun, kewajiban senilai Rp6,10 triliun, dan ekuitas senilai Rp1.130,69 triliun. Sedangkan pada LRA dengan rincian pendapatan senilai Rp276,72 triliun, belanja (termasuk transfer) senilai Rp281,22 triliun, dan pembiayaan neto senilai Rp42,02 triliun. BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 14 entitas, opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 259 entitas, opini tidak wajar (TW)

atas 30 entitas, dan opini tidak memberikan pendapat (TMP) atas 45 entitas. Adapun terhadap LKPD TA 2008 dan 2007 yaitu Kabupaten Kepulauan Aru, BPK memberikan opini TMP. Perkembangan opini LKPD Tahun 2007-2009 dapat dilihat dalam Tabel berikut ini. LKPD Tabel 1.2. Perkembangan Opini LKPD Tahun 2007-2009 OPINI WTP % WDP % TW % TMP % JUMLAH Tahun 2007 4 1 283 60 59 13 123 *) 26 469 Tahun 2008 12 3 324 67 31 6 116 *) 24 483 Tahun 2009 14 4 259 74 30 9 45 13 348 **) *) termasuk LKPD Kabupaten Kepulauan Aru yang diperiksa Tahun 2010 **) jumlah opini yang diberikan sampai dengan Semester I Tahun 2010 Sumber: IHPS Tahun 2010 Dari Tabel di atas diketahui bahwa opini LKPD Tahun 2009 menunjukkan adanya kenaikan proporsi opini WTP dan WDP dibandingkan Tahun 2008 dan 2007. Sementara itu, proporsi opini TW Tahun 2009 menunjukkan kenaikan dibandingkan Tahun 2008 akan tetapi dibandingkan Tahun 2007 menunjukkan penurunan. Proporsi opini TMP LKPD Tahun 2009 menunjukkan penurunan dibandingkan Tahun 2008 dan 2007. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan secara wajar. Selain opini, LHP BPK atas LKPD juga mengungkap temuan tentang SPI serta berbagai ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan BPK terhadap 348 LKPD menemukan 3.179 kasus kelemahan SPI dan 4.708 kasus ketidakpatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan senilai Rp3,55 triliun. Selama proses pemeriksaan 348 LKPD tersebut temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara/daerah senilai Rp38,22 miliar. Terhadap 348 LKPD Tahun 2009, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 14 entitas, opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 259 entitas, opini tidak wajar (TW) atas 30 entitas, dan opini tidak memberikan pendapat (TMP) atas 45 entitas. Opini WTP diberikan BPK kepada LKPD Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Kaur, Kabupaten Muko-Muko, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Gorontalo, Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe, Kota Sabang, Kota Sungai Penuh, Kota Yogyakarta, dan Kota Tangerang. Dilihat dari tingkat pemerintahan, LKPD yang diperiksa pada Semester I Tahun 2010 terdiri atas LKPD provinsi, LKPD kabupaten, dan LKPD kota. Opini LKPD Tahun 2009 untuk tiap-tiap tingkat pemerintahan dapat dilihat dalam Tabel berikut ini. Tabel 1.3 Opini LKPD Tahun 2009 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan

Grafik 1.1 Opini LKPD Tahun 2009 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan (dalam %) Dari Tabel di atas terlihat bahwa rata-rata opini yang diperoleh pada pemerintahan tingkat kota lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan provinsi dan kabupaten. Pemerintah kota memperoleh opini WTP dan WDP sekitar 88% dari keseluruhan entitas kota, dibandingkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten memperoleh opini WTP dan WDP sekitar 82% dan 76% dari keseluruhan entitas provinsi dan kabupaten. Dari uraian tersebut di atas maka secara khusus alasan pemilihan judul penelitian ini adalah karena masih sulitnya untuk mendapatkan opini WTP dari BPK. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2010 oleh BPK, khususnya untuk LKPD, hanya 14 entitas yang mendapatkan opini WTP dari 348 LKPD, yakni sekitar 4.02%. Disini penulis menyoroti LKPD untuk tingkat Provinsi dimana, hanya ada 1 entitas yakni Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang mendapatkan opini WTP dari BPK.

Penulis lebih mengarahkan penelitian kepada independensi auditor karena pada hakikatnya, baik entitas yang diperiksa maupun yang memeriksa sebenarnya sudah mengetahui peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar tidak menyalahi peraturan dan ketentuan tersebut. Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik itu dalam negeri maupun luar negeri. Lanvin (1976) meneliti 3 faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu : (1.)Ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, (2.)Pemberian jasa lain selain jasa audit kepada klien, dan (3.)lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien. Shockley (1981) meneliti 4 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu (1.)Persaingan antar akuntan publik, (2.)Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien, (3.)Ukuran KAP, dan (4.)Lamanya hubungan audit. Sedangkan Supriyono (1988) meneliti 6 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu: (1.)Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, (2.)Jasa-jasa lainnya selain jasa audit, (3.)Lamanya hubungan audit antara akuntan publik dengan klien, (4.)Persaingan antar KAP, (5.)Ukuran KAP, dan (6.)Audit fee. Adapun dalam penelitian ini, faktor-faktor yang yang akan dibahas yang mempengaruhi independensi auditor adalah pengalaman audit, tingkat stres kerja, pengetahuan dan Reward and Punishment (imbalan dan sanksi).

1.2. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan diteliti pada judul penelitian ini adalah: Apakah pengalaman audit, tingkat stress kerja, pengetahuan dan Reward and Punishment (imbalan dan sanksi) berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap independensi auditor BPK? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui proses penelitian ini adalah menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap independensi auditor. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan audit keuangan daerah dan sebagai penggunaan praktis yang dapat dimanfaatkan peneliti lain untuk mengembangkan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat. Beberapa manfaat penelitian yang dapat digunakan adalah: 1. Perkembangan ilmu pengetahuan Memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang ada relevansinya dengan bidang ilmu yang sedang dipelajari yaitu untuk memberikan sumbangan pemikiran atau menambah informasi bagi

perkembangan ilmu akuntansi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor. 2. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis Sebagai peneliti dan dalam hal penyusunan skripsi ini sebagai penulis, dengan melaksanakan penyusunan dan penelitian ini pastinya penulis mendapat pengetahuan dan pengalaman yang baru didalam prosesnya yang sangat berguna bagi penulis untuk menambah pengetahuan, wawasan dan kompetensi tentunya. Selain itu manfaat bagi penulis adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana Akuntansi di Fakultas Ekonomi. 3. Penggunaan praktis bagi peneliti lain Bagi kalangan akademis lainnya, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk kepentingan penelitian-penelitian berikutnya. 4. Penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam hal ini sebagai rakyat. 5. Masukan bagi lembaga pemeriksa keuangan yang diteliti Penelitian ini dapat bermanfaat bagi lembaga pemeriksa keuangan yang diteliti sendiri yaitu BPK-RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan untuk memperbaiki sistem maupun proses yang ada didalam lembaga tersebut agar lebih baik lagi dari segi independensi auditor.

6. Sebagai referensi bagi entitas yang diaudit dalam proses pemeriksaan Bagi entitas yang diperiksa yakni dana yang bersumber dari APBD, pada umumnya adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan APBD tersebut nantinya.