Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

dokumen-dokumen yang mirip
Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

III. Pengaturan terhadap Aparatur Penegak Hukum dan Pembatasan Penggunaan Kekerasan

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

STATUTA ROMA MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME. Mukadimah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk CAB/LEG/67/3 rev. 5, 21 I.L.M.58 (Nairobi, Kenya, 1982) Berlaku pada 21 Oktober 1986.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

PENERAPAN YURISDIKSI UNIVERSAL MELALUI MEKANISME EKSTRADISI ATAS KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY)

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengakui, bahwa hak-hak ini berasal dari harkat dan martabat yang melekat pada setiap manusia.

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS

Deklarasi Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama...

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sumber Hk.

Mengakui di satu pihak, bahwa hak-hak dasar manusia berasal dari sifat-sifat umat manusia,

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENGADILI PERKARA KEJAHATAN KEMANUSIAAN. Rubiyanto ABSTRACT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNOFFICIAL TRANSLATION

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999)

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

Bagian 2: Mandat Komisi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Konvensi Internasional menentang Perekrutan, Penggunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran (1989) Pasal 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Transkripsi:

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara Peserta, Mernpertimbangkan deklarasi yang dibuat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa dalam resolusi 96 (I) tertanggal 11 Desember 194-6 bahwa genosida adalah merupakan kejahatan menurut hukum internasional, bertentangan dengan jiwa dan tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan dikutuk oleh dunia yang beradab, Mengaku^ bahwa pada semua periode sejarah, genosida telah mengakibatkan kerugian-kerugian yangbesar pada kemanusiaan, dan Meyakini, bahwa agar dapat membebaskan umat manusia dari bencana yang memuakkan tersebut, maka diperlukan kerja sama internasional, Dengan ini menyetujui seperti yang ditentukan selanjutnya : Pasal 1 Para Negara Peserta menguatkan bahwa genosida, apakah dilakukan pada waktu damai atau pada waktu perang, merupakan kejahatan menurut hukum internasional, di mana mereka berusaha untuk mencegah dan menghukumnya. Pasal 2 Dalam Konvensi ini, genosida berarti setiap dari perbuatan-perbuatan berikut,yangdilakukan dengan tujuan merusak begitu saja, dalam keseluruhan ataupun sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, rasial atau agama sepcrti: (a) Membunuh para anggota kelompok; (b) Menyebabkan luka-luka pada tubuh atau mental para anggota kelompok; (c) Dengan sengaja menimbulkan pada kelompok itu kondisi hidup yang menyebabkan kerusakan fisiknya dalam keseluruhan ataupun sebagian;

(d) Mengenakan upaya-upaya yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok itu; (e) Dengan paksa mengalihkan anak-anak dari kelompok itu ke kelompok yang lain. Pasal 3 Perbuatan-perbuatan berikut ini dapat dihukum: (a) Genosida; (b) Persekongkolan untuk melakukan genosida; (c) Hasutan langsung dan di depan umum, untuk melakukan genosida; (d) Mencoba melakukan genosida; (e) Keterlibatan dalam genosida. Pasal 4 Orang-orang yang melakukan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain yang disebutkan dalam pasal 3 harus dihukum, apakah mereka adalah para penguasa yang bertanggungjawab secara Konstitusional, para pejabat negara, atau individu-individu biasa. Pasal 5 Para Negara Peserta berusaha membuat, sesuai dengan Konstitusi mereka masingmasing, perundang-undangan yang diperlukan untuk meinberlakukan ketentuanketentuan dalam Konvensi ini, dan, terutama, untuk mcnjatuhkan hukuman-hukuman yang efektif bagi orang-orangyangbersalah karena melakukan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain yang disebutkan dalam pasal 3. Pasal 6 Orang-orang yang dituduh melakukan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain yang disebutkan dalam pasal 3, harus diadili oleh suatu tribunal yang berwenang dari

Negara Peserta yang di dalam wilayahnya perbuatan itu dilakukan, atau oleh semacam tribunal pidana internasional seperti yang mungkin mempunyai yurisdiksi yang berkaitan dengan para Negara Peserta yang akan menerima yurisdiksinya. Pasal 7 Genosida dan perbuatan-perbuatan lain yang disebutkan dalam pasal 3 tidak dapat dianggap sebagai kejahatan-kejahatan politik untuk tujuan ekstradisi. Para Negara Peserta bersepakat, dalam kasus-kasus tersebut, untuk memberikan ekstradisi sesuai dengan- undang-undang mereka dan perjanjian-perjanjian internasional yang berlaku. Pasal 8 Setiap Negara Peserta dapat meminta organ-organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berwenang untuk mengambil tindakan menurut Piagain Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti yang mereka anggap tepat untuk pencegahan dan penindasan perbuatan-perbuatan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain apa pun yang disebutkan dalam pasal 3. Pasal 9 Perselisihan antara Para Negara Peserta mengenai penafsiran, penerapan, atau pemenuhan Konvensi ini, termasuk perselisihan yang berkaitan dcngan tanggung jawab suatu Negara Peserta untuk perbuatan genosida atau untuk setiap dari perbuatanperbuatan lain yang disebutkan dalam pasal 3, harus diajukan ke depan Mahkamah Pengadilan Internasional atas permintaan setiap dari Negara Peserta yang berselisih.

Konvensi tentang Tidak Dapat Ditetapkannya Pembatasan Statuta pada Kejahatan Perang dan Kejahatan Kemanusiaan Mukadimah Negara-negara Peserta Konvensi ini, Mengingat resolusi-resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 3 (I), 13 Februari 1946, dan 170 (II), 31 Oktober 1947, tentang ekstradisi dan penghukuman parapenjahat perang, resolusi 95 (I), 11 Desember 1946 yang menguatkan asas-asas hukum internasional yang diakui oleh Piagam Tribunal Militer Internasional, Nuremberg, dan keputusan Tribunal itu, dan resolusi-resolusi 2184 (XXI), 12 Desember 1966 dan 2202 (XXI) 16 Desember 1966 yang secara tegas mengutuk sebagai kejahatan-kejahatan kemanusiaan, pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi dan politik penduduk asli di satu pihak dan kebijakan-kebijakan apartheid pihak lain, Mengingat, resolusi-resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa 1074 D (XXXIX), 28 Juli 1965 dan 1158 (XLI), 5 Agustus 1966, tentang penghukuman para penjahat perang, dan orang-orang yang telah melakukan kejahatan-kejahatan kemanusiaan, Mencatat bahwa. tidak satu pun deklarasi-deklarasi, instrumen-instrumen atau konvensi-konvensi yang berhubungan dengan penuntutan dan penghukuman kejahatankejahatan perang dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan, membuat peraturan untuk suatu masa pembatasan, Mempertimbangkan bahwa kejahatan-kejahatan perang dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan adalah di antara kejahatan-kejahatan yang paling gawat dalam hukum internasional, Meyakini bahwa. penghukuman yang efektif terhadap kejahatan-kejahatan perang dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan merupakan unsur penting dalam pencegahan kejahatankejahatan tersebut, perlindungan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar, mendorong kepercayaan, memajukan kerja sama antara bangsa-bangsa dan meningkatkan perdamaian dan keamanan internasional,

Mencatat bahwa penerapan pada kejahatan-kejahatan perang dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan, peraturan-peraturan hukum nasional yang berhubungan dengan masa pembatasan bagi kejahatan-kejahatan biasa, merupakan masalah keprihatinan yang serius pada pendapat umum dunia, karena hal itu mencegah penuntutan dan penghukuman terhadap orang-orang yang bertanggungjawab atas kejahatan-kejahatan tersebut. Mengakui, bahwa perlu dan pada waktunya untuk menguatkan dalam hukum internasional melalui Konvensi ini, prinsip bahwa tidak ada masa pembatasan bagi kejahatan-kejahatan perang dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan, dan menjamin penerapannya yang universal, Menyetujui sebagai berikut: Pasal 1 Tidak ada pembatasan statuta dapat berlaku pada kejahatan-kejahatan berikut, dengan mengabaikan saat pelaksanaan mereka: (a) (b) Kejahatan-kejahatan perang seperti yang didefinisikan dalam Piagam Tribunal Militer Internasional, Nuremberg, 8 Agustus 1945 dan dikuatkan dengan resolusiresolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 3 (I) 13 Februari 1946 dan 95 (I) 11 Desember 1946, terutama "pelanggaran-pelanggaran berat" yang disebutkan dalam Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 untuk perlindungan para korban perang; Kejahatan-kejahatan kemanusiaan apakah dilakukan dalam waktu perang atau dalam waktu damai seperti yang didefinisikan dalam Piagam Tribunal Militer Internasional, Nuremberg, 8 Agustus 194-5 dan yang dikuatkan dengan resolusiresolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 3 (I) 13 Februari 1946 dan 95 (I) 11 Desember 1946 pengusiran dengan serangan bersenjata, atau pendudukan dan perbuatan-perbuatan tidak manusiawi, yang diakibatkan dari kebijakan apartheid, dan kejahatan genosida, seperti yang didefinisikan dalam Konvensi 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman terhadap Kejahatan Genosida, sekalipun perbuatan-

perbuatan tersebut tidak merupakan pelanggaran terhadap hukum domestik dari Negara tempat kejahatan-kejahatan itu dilakukan. Pasal 2 Jikalau setiap dari kejahatan-kejahatan yang disebutkan dalam pasal 1 dilakukan, maka ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini akan berlaku pada perwakilan-perwakilan dari penguasa Negara Peserta dan individu-individu biasa yang, sebagai pokok atau penyerta, ikut serta atau yang secara langsung menghasut orang-orang lain untuk melakukan setiap dari kejahatan-kejahatan tersebut, atau yang be rsekongko 1 melakukan kejahatankejahatan tersebut, dengan tidak menghiraukan tingkat penyelesaiannya, dan pada perwakilan-perwakilan penguasa Negara Peserta yang bersangkutan yang membiarkan dilakukannya kejahatan-kejahatan tersebut. Pasal 3 Para Negara Peserta Konvensi ini berusaha mengambil semua tindakan domestik yang diperlukan legislatif atau yang lain dengan tujuan mewujudkan pelaksanaan ekstradisi terhadap orang-orang yang ditunjuk dalam pasal 2 Konvensi ini sesuai dengan hukum internasional. Pasal 4 Para Negara Peserta Konvensi ini berusaha mengambil, sesuai dengan proses-proses Konstitusi mereka masing-masing, tindakan-tindakan legislatif apa pun atau lainnya, yang diperlukan untuk menjamin bahwa pembatasan-pembatasan statuta atau yang lainnya tidak dapat berlaku pada penuntutan dan penghukuman kejahatan-kejahatan yang ditunjuk dalam pasal 1 dan 2 Konvensi ini dan bahwa, apabila ada, pembatasanpembatasan tersebut harus dihapuskan.