Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/015/

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

Objek PPh. Penghasilan. Tambahan kemampuan ekonomis, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

A. Pengertian Laporan Keuangan

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

Transkripsi:

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/015/2014-00

Realestat Realestat Property consisting houses and land Realestat pada umumnya terdiri dari: Perumahan, seperti: rumah sederhana, menengah, mewah/town house, rumah susun, apartemen/kondominium, villa dan resort; Bangunan Kantor; Industrial Park; Pusat Perbelanjaan Hotel, Lain-lain, seperti: SPBU, Pelabuhan, Bandara, Jalan Tol.

Proses Bisnis Perencanaan Survei Pendahuluan Perizinan Pemasaran Pengadaan Lahan Pelaksanaan Konstruksi Pemeliharaan

Sistem Administasi Pajak Suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk Mendaftarkan, Menghitung, Memperhitungkan, Menyetor, Melaporkan. Kewajiban Perpajakan

Mekanisme Pengenaan Pajak Orang Pribadi Karyawan Ph dari pekerjaan PPh Pasal 21 Pembayaran Pajak sendiri melalui PPh Pasal 25 Ph dari Usaha Usaha Pemotongan / Pemungutan Ph. Lain Pembayaran Pajak sendiri melalui PPh Pasal 25 PPh Pasal 22 / 23 / 4(2)

GAMBARAN UMUM PAJAK PENGHASILAN (PPh) BADAN

Orang Pribadi (OP) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak SUBJEK PAJAK Badan Bentuk Usaha Tetap (BUT) perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan (Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Pajak Penghasilan (PPh))

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI SUBJEK PAJAK SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI (Pasal 2 ayat (3) UU PPh)

Orang Pribadi OP yang bertempat tinggal di Indonesia, OP yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, OP yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI Badan Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; pembiayaannya bersumber dari APBN dan APBD; penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara (Pasal 2 ayat (3) UU PPh)

OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, OP yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, OP yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia BUT menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan, proyek konstruksi, dll (Pasal 2 ayat (4) dan (5) UU PPh)

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI ORANG PRIBADI: - Dimulai pada saat OP tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan - Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya ORANG PRIBADI DAN BADAN: - Dimulai pada saat OP atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan; - Berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap BADAN: - Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan - Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia WARISAN YANG BELUM TERBAGI: - Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan - Berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi (Pasal 2A UU PPh) ORANG PRIBADI DAN BADAN: - Dimulai pada saat OP atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan; - Berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut Apabila kewajiban pajak subjektif OP yang bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak

Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi : Perseroan Terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Dearah (BUMD), firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial organisasi lainnya, politik, atau lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (BUT). (Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh) 12

Objek Pajak Penghasilan Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

KLASIFIKASI PENGHASILAN OBJEK PAJAK NON OBJEK PAJAK (Pasal 4 ayat (3) UU PPh) OBJEK PAJAK FINAL (Pasal 4 ayat (2) UU PPh) OBJEK PAJAK NON FINAL (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

1 Penghasilan dari pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh 2 Hadiah dari undian pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan 3 Laba usaha 4 5 6 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) 15

7 Dividen 8 9 Royalti Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10 11 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) 16

12 Keuntungan selisih kurs mata uang asing 13 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva 14 15 16 Premi asuransi Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

17 18 19 Penghasilan dari usaha berbasis syariah Imbalan bunga sesuai UU KUP Surplus Bank Indonesia (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

PPh final (dibayar sendiri atau dipotong pihak lain) tidak dapat dikreditkan. Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat dikurangkan dalam memperhitungkan PPh terutang pada akhir tahun (dalam SPT Tahunan PPh). Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak digabung dalam penghitungan pajak akhir tahun, tapi cukup dilaporkan saja.

penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; penghasilan berupa hadiah undian; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan penghasilan tertentu lainnya. (Pasal 4 ayat (2) UU PPh) 20

a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang ditentukan pemerintah; 2. harta hibahan, sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. natura dan/atau kenikmatan dari WP atau Pemerintah; e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada OP yaitu: asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat tertentu; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; (Pasal 4 ayat (3) UU PPh) 21

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura; l. beasiswa; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan dengan syarat tertentu; n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada WP tertentu; (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan termasuk: Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha; Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi; Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan (untuk OP); Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta; Kerugian dari selisih kurs; Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; (Pasal 6 UU PPh) 23

Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan (Pasal 6 UU PPh); Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan memenuhi syarat tertentu (Pasal 6 UU PPh); Zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib (PP Nomor 60 Tahun 2010); Pembentukan dan pemupukan cadangan piutang tak tertagih khusus untuk usaha bank, leasing, cadangan untuk usaha asuransi, Penjamin LPS, cad. Penanaman kembali hutan, cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, dan cad. Biaya penutupan limbah (KMK Nomor : 204/KMK.04/2000); 24

- Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun sebelumnya) (Pasal 6 UU PPh) - Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang terbatas berupa: (PMK Nomor 83/PMK.03/2009) Biaya makan dan minum untuk seluruh pegawai, atau Natura dan kenikmatan di daerah terpencil, atau Natura berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan (baju seragam satpam) 25

- Sumbangan Khusus untuk : (Pasal 6 UU PPh) Bencana Nasional, Penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, Pembangunan infrastruktur sosial, Fasilitas pendidikan, dan Pembinaan olahraga - Untuk biaya kendaraan sedan, sejenis boleh dibebankan 50% (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 220/PJ./2002) - Untuk biaya telepon seluler dapat dibebankan 50% (KEP-220/PJ./2002) 26

Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota Pembentukan dan pemupukan dana cadangan Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh WP OP Penggantian/ imbalan pekerjaan/jasa yg diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa Pasal 9 UU PPh

Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan Pajak penghasilan Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wp atau orang yang menjadi tanggungan Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham Sanksi administrasi serta sanksi pidana di bidang perpajakan Pasal 9 UU PPh

Penyusutan atas pengeluaran: untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. (Pasal 11 ayat (1) UU PPh ) 29

Dilakukan : 1. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut (metode Garis Lurus) ayat (1) 2. dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas (metode Saldo Menurun) ayat (2) (Penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU PPh ) 30

Kelompok Harta Berwujud I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak Permanen (Pasal 9 ayat (6) UU PPh ) Masa Manfaat 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 20 tahun 10 tahun Daftar Kelompok Harta (PMK no. 96/PMK.03.2009) Garis Lurus 25% 12,5% 6,25% 5% 5% 10% Saldo Menurun 50% 25% 12,5% 10% Untuk perusahaan penanam modal mekanisme penyusutan mengacu pada PP 52 Tahun 2011 31

Amortisasi atas pengeluaran : untuk memperoleh harta tak berwujud (hak cipta, hak paten, dan lainnya) dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Pasal 11A UU PPh ) 32

Dilakukan : dalam bagian-bagian yang sama besar (Garis Lurus) dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. (Saldo Menurun) (Pasal 11A ayat (1) UU PPh ) 33

Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25% 12,5% 6,25% 5% 50% 25% 12,5% 10% (Pasal 11A ayat (2) UU PPh ) 34

Omzet di atas 50 M (Pasal 17 ayat (1) huruf b & ayat (2a) UU PPh) Tarif sebelum tahun pajak 2009 Tarif tahun pajak 2009 Tarif PPh Badan Omzet s.d. 50 M (Pasal 31E UU PPh) Tarif tahun pajak 2010 s.d. sekarang Perseroan terbuka (tbk) (Pasal 17 ayat (2b) UU PPh)

Tahun Lapisan Penghasilan Tarif s.d Rp 50.000.000 10% Sebelum Tahun 2009 Di atas Rp50.000.000 s.d. Rp 100.000.000 15% Di atas Rp100.000.000 30% Tahun 2009 28 % Tahun 2010 - sekarang 25 % (Pasal 17 ayat (1) huruf b & ayat (2a) UU PPh)

Omzet sampai dengan 4,8 M pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 Sisa omzet yang telah dikurangi bagian 4,8 M tetap menggunakan tarif pasal 17 Bagian Omzet Tahun 2009 Tahun 2010 Bagian omzet s.d. 4,8 M 14 % 12.5% Bagian omzet 4,8 s.d. 50 M 28 % 25 % (Pasal 31E UU PPh )

PT X tahun 2009 Peredaran Usaha (Omzet) Rp. 30.000.000.000 Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 5.000.000.000 Uraian Omzet PKP Tarif PPh Fasilitas Tarif biasa 4,8 M 30 M 4,8 M X 4,8 M s.d 30 M (sisanya) 5 M Total 30.000.000.000 5.000.000.000 800.000.000 14% 112.000.000 4.200.000.000 28% 1.176.000.000 Jumlah PPh Terutang 1.288.000.000

Untuk Perseroan Terbuka (minimal 40% saham dimiliki publik) mendapatkan pengurangan tarif 5% Tarif pajak 2009 = 23% Tarif Pajak 2010 s.d. sekarang = 20% (Pasal 17 ayat (2b) UU PPh)

KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERUSAHAAN REALESTAT

DAFTAR HITUNG BAYAR LAPOR

DAFTAR

BADAN Syarat Subjektif Syarat Objektif KANTOR PELAYANAN PAJAK Wilayah tempat kedudukan Pasal 2 PP nomor 74 tahun 2011 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-20/PJ/2013 s.t.d.t.d PER-38/PJ/2013

HITUNG

Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 tahun pajak atau untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak DIKENAKAN Subjek Pajak Orang Pribadi Badan Atas PENGHASILAN Yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak berjalan

Penghasilan Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Seluruh Wajib Pajak Badan (tidak memandang omzet) WAJIB PEMBUKUAN 48

WP yang menyelenggarakan pembukuan Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto Biaya 3M Penghasilan Bruto: seluruh penghasilan yang diterima WP sehubungan dengan kegiatan usaha. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M): biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai PPh Final.

BAGAIMANA MENGHITUNG PAJAK? JUMLAH SELURUH PENGHASILAN BRUTO BIAYA JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL KOREKSI FISKAL POSITIF NEGATIF PENGHASILAN NETO FISKAL XXXX XXXX XXXX XXXX (XXX) XXXX (-) (+) KOMPENSASI KERUGIAN PENGHASILAN KENA PAJAK PPh TERUTANG KREDIT PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK KETIGA TELAH DIBAYAR SENDIRI XXXX XXXX XXXX XXXX XXXX XXXX (+) (-) JUMLAH KREDIT PAJAK KURANG/LEBIH BAYAR XXXX XXXX (-)

Biaya-biaya yang boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Biaya 3M antara lain: Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha; Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi; Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan (khusus untuk OP); Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta; Kerugian dari selisih kurs; (Pasal 6 UU PPh) 51

Biaya-biaya yang boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (lanjutan) Sumbangan khusus untuk : - Penanggulangan Bencana Nasional, - Penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, - Pembangunan infrastruktur sosial, - Fasilitas pendidikan, dan - Pembinaan olahraga. (Pasal 6 UU PPh jo. PP 93 Tahun 2010) 52

Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan Bruto Biaya yang tidak termasuk 3M antara lain: Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh WP OP Penggantian/ imbalan pekerjaan/jasa yg diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan Pajak penghasilan Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wp atau orang yang menjadi tanggungan Sanksi administrasi serta sanksi pidana di bidang perpajakan Pasal 9 UU PPh

Pemotongan dan/atau pemungutan PPh: - PPh Pasal 22 (Pemungutan PPh atas impor atau transaksi tertentu lainnya) - PPh Pasal 23 (Pemotongan PPh antara lain atas persewaan harta selain tanah dan/atau bangunan) Pembayaran PPh oleh Wajib Pajak sendiri (angsuran PPh Pasal 25) PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24)

Kredit Pajak PPh Pasal 24 Besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah yang lebih kecil antara: a. PPh yang dipotong/dibayarkan di luar negeri; atau b. Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN). Batas maksimum KPLN = Penghasilan di Luar Negeri Penghasilan Kena Pajak x PPh Terutang Jika Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari pada Penghasilan di Luar Negeri: -- Batas maksimum KPLN adalah sebesar PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak 55

PPh Kurang Bayar: - PPh terutang > kredit pajak - Kekurangan pembayaran (PPh Pasal 29) harus dilunasi sebelum SPT Tahunan disampaikan ke KPP. PPh Lebih Bayar: - PPh terutang < kredit pajak

BAYAR

1. Pembayaran dalam tahun berjalan: a. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 b. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak lain c. Pembayaran PPh yang bersifat final 2. Pembayaran pada akhir tahun pajak (PPh Pasal 29)

Pembayaran Angsuran PPh Pasal 25 Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Pemotongan/Pemungutan oleh Pihak Lain Pemungutan PPh Pasal 22 Cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang. Pemotongan PPh Pasal 23 Cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan oleh pihak lain antara lain dividen, royalti, sewa selain tanah dan/atau bangunan, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jenis jasa lainnya. 60

Pembayaran PPh Yang Bersifat Final Antara lain: Transaksi saham Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan Persewaan tanah dan/atau bangunan Penghasilan atas usaha WP yang memiliki peredaran bruto tertentu (PP No. 46 Tahun 2013). Perusahaan realestat dikenai PPh Final dimaksud apabila peredaran bruto usaha dalam tahun pajak sebelumnya tidak melebihi Rp4.800.000.000,00. 61

LAPOR

Perusahaan Realestat wajib: - mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Masa dan Tahunan, dan - menyampaikannya ke KPP tempat terdaftar.

Media Penyampaian SPT Tahunan Media Penyampaian SPT Tahunan KPP/KP2KP Langsung Tempat lain Kantor Pos Perusahaan ekspedisi/kurir Pojok Pajak Drop Box Mobil Pajak dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat WP terdaftar e-filing

Batas Waktu Pelaporan Kewajiban Tanggal Penyetoran Tanggal Pelaporan PPh Pasal 25 PPh Pasal 4 ayat (2) Setor Sendiri PPh Pasal 29 Badan Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (Terlambat/tidak bayar dikenai sanksi bunga 2%/bulan) Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (Terlambat/tidak bayar dikenai sanksi bunga 2%/bulan) Paling lama dilunasi sebelum SPT Tahunan disampaikan (Terlambat/tidak bayar dikenai sanksi bunga 2%/bulan) Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir *) Terlambat lapor dikenai sanksi denda sebesar Rp.100.00,00 Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir *) Terlambat lapor dikenai sanksi denda sebesar Rp.100.00,00 4 bulan setelah akhir tahun pajak Terlambat lapor SPT Tahunan Badan dikenai sanksi denda sebesar Rp.1.000.00,00 *) SSP atas pembayaran PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dengan peredaran bruto tertentu yang telah mendapat validasi NTPN, tidak perlu melaporkan SPT Masa.

KEWAJIBAN PERPAJAKAN LAINNYA

PPh Pasal 21/26 PPh Pasal 23/26 PPh Pasal 4 ayat (2) Gaji, upah, honorarium, insentif, imbalan lainnya dalam bentuk dan nama apapun Bunga, Dividen, Royalti, Sewa, dan Imbalan Jasa PPh yang bersifat final, misal : bunga tabungan/deposito, hadiah undian, dan lain-lain PPN & PTLL Pengenaan PPN atas Penyerahan BKP/JKP, pengenaan Bea Meterai

PPh PASAL 21/26 WP wajib memotong PPh Pasal 21/26, antara lain atas pembayaran: - Gaji Karyawan - Pesangon - Tenaga Ahli Tata cara penghitungan mengikuti ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER- 31/PJ/2012.

PPh PASAL 23/26 WP wajib memungut PPh Pasal 23, antara lain atas pembayaran: Dividen Bunga/Diskonto Obligasi Royalti Sewa selain tanah dan bangunan Jasa teknik Jasa manajemen Jasa konsultan Jasa lain sebagaimana diatur dalam PMK No. 244/PMK.03/2008.

PPh PASAL 23/26 WP wajib memungut PPh Pasal 23, antara lain atas pembayaran: DIVIDEN (Selain Deviden ke OP/ke PT dengan penyertaan saham diatas 25%) BUNGA (kecuali bank) ROYALTI HADIAH DAN PENGHARGAAN SEHUBUNGAN DGN KEGIATAN SELAIN YG TELAH DIPOTONG PPh Ps. 21 TARIF Punya NPWP 15% Tdk Punya NPWP 30% SEWA (SELAIN SEWA TANAH DAN BANGUNAN) IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN : - JASA TEKNIK - JASA MANAJEMEN - JASA KONSULTAN - JASA LAIN YG DITETAPKAN PERATURAN MENKEU (PMK No. 244/PMK.03/2008) TARIF 2% 4% Tarif bagi tidak punya NPWP lebih besar 100%

Tanggal Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2), 21, 23, dan 26 Tanggal penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (Terlambat/tidak bayar dikenai sanksi bunga 2%/bulan) Tanggal pelaporan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir Terlambat lapor dikenai sanksi denda sebesar Rp.100.00,00

PPh PASAL 4 AYAT (2) Hadiah Undian Dividen yang diperoleh oleh WP OP Dalam Negeri Pembayaran Sewa Tanah dan atau Bangunan

PPh Final atas Tanah dan/atau Bangunan 1-1-09 Ketentuan Sebelum Tahun 2009 Tarif dan Subjek WP Badan, termasuk Koperasi yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah danatau bangunan; WP Badan yang usaha pokoknya bukan mengalihkan hak atas tanah dan bangunan; WP OP, Yayasan atau Organisasi sejenis (baik sebagai usaha pokok/bukan) PPh Ps 25 (SPT Badan) 5% x Jumlah Bruto Tidak FInal 5% x Jumlah Bruto FInal

TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN USAHA JASA KONSTRUKSI IMBALAN JASA KONSTRUKSI FINAL JASA PELAKSANAAN JASA PERENCANAAN DAN PENGAWASAN YANG MEMILIKI KUALIFIKASI USAHA KECIL YANG TIDAK MEMILIKI KUALIFIKASI USAHA YANG MEMILIKI KUALIFIKASI USAHA MENENGAH ATAU KUALIFIKASI BESAR YANG MEMILIKI KUALIFIKASI USAHA YANG TIDAK MEMILIKI KUALIFIKASI USAHA 4% 3% 4% 6%

PPh Final atas Hadiah Undian PPh Final atas Penghasilan dari Hadiah atas Undian diatur dalam PP Nomor 132 Tahun 2000 dan KEP-395/PJ/2001. Pokok-pokok ketentuan sbb: Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima atau diperoleh orang orang pribadi/badan dalam negeri dan orang pribadi atau badan luar negeri dikenakan PPh Final sebesar 25% dari jumlah bruto nilai undian. Penyetoran PPh tersebut oleh penyelenggara undian dengan SSP secara kolektif paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan ke KPP setempat dengan SPT Masa PPh atas hadiah undian paling lama 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir.

PPh Final atas Dividen yang Diterima WP Orang Pribadi Dalam Negeri PPh Final atas Dividen yang Diterima oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2009. Pokok-pokok ketentuan sbb: Berdasarkan Pasal 17 ayat (2c) UU PPh, tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pasal Pasal 17 ayat (2d) UU PPh, pemerintah pada tanggal 9 Februari 2009 telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2009 yang menetapkan tarif PPh final sebesar 10% atas dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

PPh Final atas Sewa Tanah/Bangunan PPh Final atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan diatur dalam PP Nomor 29 Tahun 1996 stdd PP Nomor 5 Tahun 2002, KMK- 394/KMK.04/1996 stdd KMK Nomor 120/KMK.03/2002, dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002. Pokok-pokok ketentuan sbb: Besarnya PPh yang dipotong atau dibayar sendiri atas penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan adalah 10 % dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final, baik penghasilan tersebut diterima oleh Orang Pribadi maupun badan. Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat terpisah maupun yang disatukan.

PPN Objek PPN Penyerahan BKP/JKP di daerah pabean oleh PKP atau yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP Impor BKP Pemanfaatan BKP tidak berwujud/ jasa dari luar daerah pabean Objek PPN Ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud oleh PKP Ekspor JKP tertentu oleh PKP

Tidak dikenai PPN Tidak Dikenai PPN Barang Jasa Hasil Tambang / Pengeboran Kebutuhan Pokok Makanan/Minuman yang disediakan di Hotel/Rest, jasa boga/katering Uang, Emas Batangan, Surat Berharga Pelayanan kesehatan medik Pelayanan sosial Pengiriman surat dengan perangko Perbankan, asuransi, Sewa Guna Usaha dengan hak opsi Keagamaan Penyediaan tempat Pendidikan parkir Kesenian/hiburan Jasa telepon umum koin Penyiaran bukan bersifat iklan Jasa pengiriman uang Angkutan umum, darat, air dengan wesel pos Tenaga kerja Jasa boga/jasa katering Perhotelan Disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pem

PKP PENGUSAHA Meliputi OP/Badan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP &/ JKP Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP Barang tidak berwujud / Jasa dari Luar Daerah Pabean Dagang / Jasa Impor PMK-197/PMK.03/2013 Batasan Omzet 4,8 miliar setahun mulai 1 Januari 2014 Ekspor Dikukuhkan PKP Dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban di bidang PPN, mka selain memiliki NPWP, Wajib Pajak juga dikukuhkan sebagai PKP. Menghasilkan Permohonan PKP diajukan menggunakan formulir dengan dilengkapi persyaratan yang sama dengan pengajuan NPWP

Dasar Pengenaan Pajak Dasar menghitung pajak terutang Nilai LAIN Nilai Impor Nilai Ekspor Penggantian Harga Jual Nilai LAIN Nilai IMPOR Nilai EKSPOR Penggantian Harga Jual Nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk jenis usaha tertentu Nilai berupa uang sbg dsr bea masuk, ditambah Pungutan BC Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta / seharusnya diminta oleh eksportir Nilai berupa uang /biaya yg diminta terkait penyerahan JKP, Ekspor JKP, Ekspor BKP Tidak Berwujud Nilai berupa uang tidak termasuk PPN dan potongan harga atas penyerahan BKP

Tarif PPN Tarif % 10 % X dpp Penyerahan BKP JKP Di DALAM DAERAH PABEAN Ekspor BKP berwujud Ekspor BKP Tidak berwujud 0% X DPP Ekspor JKP Pemanfaatan BKP Tidak berwujud JKP Dari LUAR ke DALAM DAERAH PABEAN

Pengkreditan Pajak Masukan Pasal 9 Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan PM dalam suatu Masa Pajak Dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama Faktur Pajak Masukan memenuhi ketentuan Pasal 13 (5) dan (9) PKP yang belum berproduksi (belum melakukan penyerahan), Pajak Masukan atas perolehan/impor barang modal dapat dikreditkan Pajak Masukan yang belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak Sama DAPAT DIKREDITKAN PADA MASA PAJAK BERIKUTNYA PALING LAMA 3 BULAN

Pengkreditan PM Suatu Masa pajak Apabila tidak diketahui secara pasti PMnya Objek PPN Penyerahan Bukan Objek PPN Dalam artian PM untuk penyerahan yang menjadi objek PPN dan bukan objek PPN tidak dapat diketahui secara pasti dari pembukuannya Jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dihitung dengan menggunakan pedoman tertentu PMK No. 78/PMK.03/2010 s.t.d.t.d. PMK No. 135/PMK.011/2014 Pajak Masukan dketahui secara pasti atas setiap penyerahan dari pembukuannya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan hanya dari penyerahan yang menjadi objek PPN saja

Pengkreditan PM pada saat Perolehan BKP/JKP PKP yang melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya terutang pajak & tidak terutang pajak, sedangkan PM untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah PM yang dapat dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, yaitu: P = PM x Z dengan ketentuan: P jumlah PM yang dapat dikreditkan; PM jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP; Z persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya. Pasal 3 PMK No. 78/PMK.03/2010 s.t.d.t.d. PMK No. 135/PMK.011/2014

Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan Dilakukan setiap tahun (sesuai masa manfaat), diperhitungkan dengan PM yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku, dg rumus: a. P = (PM/T) x Z, untuk BKP & JKP yang masa manfaatnya > 1 tahun. b. P = PM x Z, untuk BKP & JKP yang masa manfaatnya < 1 tahun. dengan ketentuan: P adalah jumlah PM yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku; PM adalah jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP. T adalah masa manfaat BKP dan/atau JKP yang ditentukan sebagai berikut: - untuk BKP berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun; - untuk BKP, selain tanah dan bangunan, dan JKP adalah 4 (empat) tahun; Z' adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku;

CONTOH PENGHITUNGAN Pengusaha Kena Pajak A yang bergerak di bidang usaha real estate yang menghasilkan rumah yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sederhana yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pada bulan Februari 2011 Pengusaha Kena Pajak A membeli barang modal berupa truk dengan nilai perolehan Rp200.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp20.000.000,00

Pada saat perolehan truk tersebut, Pengusaha Kena Pajak A belum dapat menentukan berapa penyerahan rumah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sederhana yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan perkiraan Pengusaha Kena Pajak A, jumlah rumah sederhana yang akan dibangun pada tahun 2011 adalah sebanyak 30% dari total rumah yang dibangun. Berdasarkan data tersebut Pengusaha Kena Pajak A dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan truk dengan perhitungan sebagai berikut: Rp20.000.000,00 x 70% = Rp14.000.000,00

Suatu Masa Pajak Pajak Keluaran Pajak Keluaran Penyetoran PPN Pasal 9 (3) (4) < Pajak Masukan Pajak Masukan Lebih Besar Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak maka dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Pajak Keluaran Lebih Besar < Pajak Masukan

PPN Dibebaskan Fasilitas PPN Dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan atas impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan.

Fasilitas PPN Dibebaskan 1. Bagi Perusahaan Realestat yang melakukan penyerahan atas Rumah Susun Sederhana Milik, yang selanjutnya disebut RUSUNAMI, yang memenuhi ketentuan : luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);

pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan merupakan unit hunian pertama yang memiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 s.t.d.t.d. PP Nomor 131 Tahun 2007

2. Bagi Perusahaan Realestat yang membangun dan melakukan penyerahan atas Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan lainnya dengan ketentuan: luas bangunan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); harga jual tidak melebihi batasan harga jual dengan ketentuan bahwa batasan harga jual didasarkan pada kombinasi zona dan tahun yang berkesesuaian;

merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki; luas tanah tidak kurang dari 60 m2 (enam puluh meter persegi); dan perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 s.t.t.d. PMK Nomor 113/PMK.03/2014

PPn BM Dikenakan satu kali: - impor BKP Mewah - penyerahan BKP Mewah oleh PKP Pabrikan Bila diekspor, PPn BM yang dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi

TARIF PPnBM PENYERAHAN & IMPOR EKSPOR Min. 10% dan Max. 200% Dari DPP 0% Dari DPP

Sampai dengan 10 Juni 2009 Setelah 10 Juni 2009 TERUTANG PPnBM DALAM USAHA REALESTAT Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominiu,m town house, dan sejenisnya; Rumah termasuk rukan atau ruko yang luas bangunannya 400 m 2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp3.000.000 atau lebih per m 2 tidak termasuk nilai tanahnya; Apartemen, kondominium, townhouse, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp4.000.000 atau lebih per m 2 tidak termasuk nilai tanahnya Kelompok hunian mewah seperti: Rumah dan town house dari jenis non strata title dengan luas bangunan 350 m 2 atau lebih; Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya, dengan luas bangunan 150 m 2 atau lebih Tarif 20% PMK Nomor 620/PMK.03/2004 s.t.t.d. PMK Nomor 103/PMK.03/2009

Tanggal Penyetoran dan Pelaporan PPN Tanggal penyetoran paling lama akhir bulan berikutnya. (Terlambat/tidak bayar dikenai sanksi bunga 2%/bulan) Tanggal pelaporan paling lama akhir bulan berikutnya. Terlambat lapor dikenai sanksi denda sebesar Rp.500.00,00