BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

BAB III METODE PENELITIAN. Citra Quickbird untuk menperoleh data variabel penelitian. Digunakan teknik

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN WILAYAH

Interpretasi Citra dan Foto Udara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan

BAB III TINJAUAN KAWASAN/WILAYAH YOGYAKARTA

PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013 ISBN:

oleh : Eka Rianta S. Database and Mapping Officer ACF

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

PENGARUH KEBERADAAN FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP POLA KERUANGAN LAHAN TERBANGUN (Kasus: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman)

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALYSIS OF ROAD GREEN BELT ADQUACY LEVEL IN DEPOK DISTRICT, SLEMAN REGENCY USING REMOTE SENSING TECHNIQUE AND GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB III Tinjauan Lokasi dan Rumah Sakit Hewan di Yogyakarta 3.1 Tinjauan Kondisi Umum Kabupaten Sleman

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

ANALISIS KONDISI KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

Perencanaan dan Perancangan Maguwoharjo Sport Center BAB III TINJAUAN WILAYAH / KAWASAN BAB III TINJAUAN WILAYAH / KAWASAN

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB III TINJAUAN WILAYAH

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan aspek fisik maupun aspek sosial dan budaya. Pembangunan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI KECAMATAN DEPOK DAN KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN

Keyword: Quickbird image data, the residential area, evaluation

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

STUDI LITERATUR UKDW DATA. Profil Kota Yogyakarta (DIY) Potensi Kota Yogyakarta Potensi Kota Yogyakarta dalam bidang olahraga Data - data sekunder

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH KELURAHAN GANDUS 1

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

IV. GAMBARAN UMUM. Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

BAB IV METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis Kecamatan Depok terletak pada 7 0 43 50-7 0 48 16 LS dan Antara 110 0 22 10-110 0 26 53 BT dengan ketinggian tempat pada kisaran 90-200 mdpal. Letak Kecamatan Depok berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta yang berjarak 5,5 Km dari Ibu Kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berjarak 10 Km dari Ibu Kota Kabupaten Sleman. Kecamatan Depok mempunyai luas 3555 Ha yang terdiri dari Desa Caturtunggal memiliki luas wilayah 1104 ha, Desa Condongcatur 950 ha, dan Desa Maguwoharjo memiliki luas wilayah sebesar 1501 ha. Kecamatan Depok terdiri dari 58 Dusun yaitu 20 dusun terletak di Desa Caturtunggal, 18 dusun terletak di Desa Condongcatur, dan 20 dusun terletak di Desa Maguwoharjo. Secara administratif Kecamatan Depok dibatasi oleh : a. Sebelah Utara : Desa Wedomartani Kecamatan Ngemplak dan Desa Minomartani Kecamatan Ngaglik b. Sebelah Selatan: Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta dan Kecamatan Banguntapan 47

48 c. Sebelah Barat: Desa Sinduadi Kecamatan Mlati d. Sebelah Timur: Desa Purwomartani Kecamatan Kalasan Kecamatan Depok sebagai salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta memiliki posisi strategis, sehingga fungsi-fungsi kekotaan di Kecamatan Depok ikut tumbuh dan berkembang. Kecamatan Depok Merupakan kawasan strategis yang tumbuh sangat cepat. Kebijakan yang dikembangkan adalah pengendalian kepadatan bangunan serta sarana prasarana infrastruktur wilayah. Peta administrasi dan peta citra Kecamatan Depok dapat dilihat pada peta berikut ini :

Gambar 3. Peta Administrasi Kecamatan Depok 49

Gambar 4. Peta Citra Quickbird Kecamatan Depok 50

51 2. Hidrologi Berdasarkan kondisi akifernya Kecamatan Depok memiliki kondisi air tanah yang baik. Akifer di Kecamatan Depok juga mempunyai permeabilitas yang tinggi dengan kedalam sumur yang bervariasi antara 7 m sampai 15 m. Daerah penelitian ini juga dilalui beberapa jaringan sungai. Di Desa Caturtunggal dan Condongcatur di lewati oleh dua buah sungai di sebelah barat di lewati oleh sungai Gajah Wong dan di sebelah timur dilewati oleh sungai Tambakbayan, sementara itu untuk selokan di wilayah ini juga dilalui oleh saluran irigasi selokan Mataram. Air dari selokan Mataram dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan pertanian, akan tetapi pertanian di Desa Caturtunggal hanya sebagian kecil saja. Kondisi air tanah di daerah penelitian cukup baik, hal ini dibuktikan dengan sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sumur sebagai sumber air minum dan sumur tersebut pada musim kemarau tidak kering. Di wilayah Desa Maguwoharjo di sebelah barat dilewati oleh sungai Sembung dan sungai Tambakbayan dan di sebelah timur dilewati oleh sungai Keming, selain itu Desa Maguwoharjo juga dilewati oleh selokan Mataram. Air dari sungai maupun dari selokan tersebut oleh penduduk dimanfaatkan untuk keperluan pertanian. Kondisi air tanah di Desa Maguwoharjo ini cukup baik yang dibuktikan dengan sebagian besar

52 masyarakat yang memanfaatkan sumur sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Berikut disajikan dalam tabel berikut : Tabel 16. Nama Sungai Yang Melintasi Kecamatan Depok Desa Sungai Caturtunggal Gajahwong, Tambakbayan, Pelang, Code Maguwoharjo Tambakbayan. Buntung, Pelang Condongcatur Pelang, Buntung, Gajahwong, Tambakbayan Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut data kecamatan dalam angka yang disajikan pada Tabel 13 penduduk Kecamatan Depok pada tahun 2011 sebanyak 126.553 jiwa dengan total luas wilayah 35,55 Km 2, sehingga kepadatan penduduk di Kecamatan Depok sebesar 3.560 Jiwa/Km 2 dengan kepadatan penduduk tertinggi di Desa Caturtunggal yaitu 5.594 Jiwa/Km 2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di Desa Maguwoharjo dengan jumlah 1.899 jiwa/km 2. Tabel 17. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Depok Tahun 2011 Luas Jumlah Jumlah Total Jumlah Kepadatan Desa (Km2) Penduduk Penduduk Penduduk/Jiwa Jiwa/Km2 Laki-Laki Perempuan Caturtunggal 11,04 32.599 29.165 61.764 5.594 Maguwoharjo 15,01 14.611 13.898 28.509 1.899 Condongcatur 9,50 18.355 17.925 36.280 3.819 Jumlah 35,55 65.565 60.988 126.553 3.560 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi pada suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan lahan untuk permukiman dan sarana prasana. Dengan adanya kepadatan penduduk yang tinggi

53 memerlukan penambahan sarana sosial ekonomi seperti : peningkatan kebutuhan permukiman, penambahan fasilitas lapangan kerja, sarana pendidikan dan peningkatan sarana serta pelayanan kesehatan. Desa Caturtunggal merupakan wilayah yang mempunyai jumlah penduduk paling besar dibandingkan dengan desa-desa yang lainnya yaitu sebesar 61.764 jiwa. Adanya jumlah penduduk yang tinggi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan permukiman sementara lahan yang tersedia sempit sehingga mengakibatkan semakin padatnya permukiman. 4. Fasilitas Ekonomi Perkembangan fisik Kota Yogyakarta yang meningkat setiap tahunnya memberikan dampak terhadap perkembangan dari berbagai fasilitas yang ada di Kecamatan Depok. Konsentrasi jumlah fasilitas yang terdapat di Kecamatan Depok pada tahun 2011 yang tertinggi terdapat di Desa Caturtunggal sebanyak 1.982 fasilitas. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah penduduk yang tinggi terdapat di Desa Caturtunggal sehingga pertumbuhan fasilitas ekonomi juga meningkat sedangkan di Desa Condongcatur jumlah fasilitas ekonomi sebanyak 1.901 di dominasi oleh fasilitas ekonomi warung kios sebanyak 1.004 dan terendah di Desa Maguwoharjo yaitu sebanyak 1.639 dan didominasi oleh warung kios sebanyak 972 (lihat tabel 18 ).

54 Tabel 18. Jumlah Fasilitas Ekonomi Menurut Desa di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Pasar Pertoko Warung Restoran Bank Jumlah umum an kios /KUD fasilitas Caturtunggal 2 642 1.211 118 9 1.982 Maguwoharjo 2 591 972 72 2 1.639 Condongcatur 1 809 1.004 83 4 1.901 Jumlah total 5 2.042 3.187 273 15 5522 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Berdasarkan dari Tabel jenis warung kios sangat mendominasi di Kecamatan Depok yaitu sejumlah 3.187. Dengan adanya fasilitas ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena membuka peluang kerja bagi masyarakat. Fasilitas ekonomi yang terdapat di Desa Caturtunggal lebih banyak dibandingkan dengan Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur. Hal ini dikarenakan letak Desa Caturtunggal yang dekat dengan Kota Yogyakarta. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Desa Caturtunggal mempunyai peluang besar dalam bidang ekonomi dibandingkan dengan Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur. 5. Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan yang terdapat di Kecamatan Depok dikategorikan sangat maju dengan adanya berbagai sekolah maupun perguruan tinggi. Fasilitas pendidikan di Kecamatan Depok telah tersedia dengan lengkap mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Tersedianya fasilitas pendidikan telah menjadikan Kecamatan Depok berkembang pesat dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal ini terlihat dengan meningkatnya bangunan fisik berupa permukiman yang dimanfaatkan untuk rumah huni,

55 kos/kontrakan, rumah makan, warung/ pertokoan dan lain sebagainya. Perkembangan ini tidak hanya dari fasilitas fisik saja tetapi juga pertambahan jumlah masyarakat tiap tahunnya, sebab meningkatnya warga pendatang terutama siswa/ mahasiswa baru tiap tahunnya. Tabel 19. Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 SD SMP SMA Desa SLB TK N S N S N S PT Jumlah Fasilitas Caturtunggal 1 26 14 7 2 5 2 5 19 78 Maguwoharjo 1 16 12 2 2 2 2 4 6 47 Condongcatur 2 15 11 6 2 1-3 7 47 Jumlah Total 4 57 37 15 6 8 4 12 32 172 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Berdasarkan Tabel jenis sarana pendidikan di Desa Caturtunggal secara keseluruhan berjumlah 78 unit yang terdiri dari TK sebanyak 26 unit, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 21 unit, SLTP sebanyak 7 unit, SLTA 7 unit, dan Peguruan Tinggi sebanyak 19 unit. Adanya salah satu perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal yaitu Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta menjadikan daya tarik dari wilayah ini sehingga menyebabkan orang dari luar Yogyakarta tertarik untuk datang untuk tinggal menetap maupuan tinggal sementara di Kecamatan Depok. Dengan banyaknya para pendatang maka menjadikan Kecamatan Depok semakin padat yang berdampak pada peningkatan akan kebutuhan permukiman. Secara keseluruhan jumlah fasilitas pendidikan di Desa Maguwoharjo dengan Desa Condongcatur cukup berimbang jumlahnya. Adanya fasilitas

56 pendidikan yang lengkap akan membawa kemajuan daerah ini karena penduduk akan lebih mudah untuk memperoleh pendidikan dan tidak perlu bepergian jauh untuk mendapatkan pendidikan. Dengan pendidikan penduduk yang tinggi maka diharapkan akan dapat memajukan daerah ini, upaya tersebut dapat dicapai dengan menyediakan sarana pendidikan yang memadai. 6. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan salah satu fasilitas yang sangat penting, hal ini berkaitan dengan kesejahteraan penduduk yaitu kesehatan penduduk karena kualitas dari sumberdaya manusia dapat dilihat dari aspek kesehatan masyarakat. Kecamatan Depok telah memiliki pusat kesehatan dengan persebaran yang merata di tiap desanya seperti, puskesmas sebanyak 3 buah, puskesmas pembantu sebanyak 2 buah, poliklinik umum sebanyak 11 buah serta RS bersalin sebanyak 5 buah dan yang paling banyak adalah tempat praktek dokter sebanyak 420 buah. Berikut disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 20. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Puskesmas Puskesmas Praktek Poliklinik RS Pembantu Dokter Bersalin Caturtunggal 1 0 201 5 2 Maguwoharjo 1 1 107 3 1 Condongcatur 1 1 112 3 2 Jumlah 3 2 420 11 5 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011

57 Menurut Tabel fasilitas kesehatan yang paling banyak adalah tempat praktek dokter sekitar 420 buah. Desa Caturtunggal merupakan desa yang mempunyai tempat praktek dokter paling tinggi yaitu 201 buah, hal ini disebabkan banyaknya penduduk di Desa Caturtungal sehingga diperlukan fasilitas kesehatan yang banyak pula. Desa Condongcatur sebanyak 112 buah dan Desa Maguwoharjo sebanyak 107 buah. Adanya fasilitas kesehatan yang lengkap merupakan salah satu alasan perkembangan permukiman. Semakin bertambahnya jumlah masyarakat maka membutuhkan fasilitas kesehatan yang beragam dan sesuai dengan kebutuhannya. 7. Sarana Transportasi Sarana Transportasi merupakan sarana penting dalam menunjang pembangunan wilayah. Hal ini dikarenakan sarana transportasi mendukung kebutuhan penduduk dalam mobilitas serta pergerakan arus barang dan jasa yang memberikan kebutuhan penduduk dalam suatu wilayah. Sarana trasportasi juga merupakan faktor penting dalam menunjang pembangunan antar wilayah dengan terciptanya hubungan antar satu wilayah dengan wilayah lain sehingga mempercepat proses pembangunan. Sarana transportasi yang paling penting adalah jalan, karena sebagai penghubung moda transportasi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 21 dibawah ini :

58 Tabel 21. Panjang Jalan Menurut Jenis Jalan Per Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 (Km) Desa Jalan Aspal Jalan Diperkeras Jalan Tanah Jumlah Caturtunggal 6,693 6,994 1,624 15,311 Maguwoharjo 3,346 6,428 2,103 11,877 Condongcatur 4,162 7,010 1,024 12,196 Jumlah 14,201 20,432 4,751 39,384 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Tabel 22. Panjang Jalan Menurut Status Jalan Di Kecamatan Depok Tahun 2011 (Km) Jenis Jalan Panjang (Km) Jalan Negara 14 Jalan Propinsi 14 Jalan Kabupaten 38 Jalan Desa 267 Sumber : Monografi Kecamatan Depok Tahun 2011 Sarana transportasi di Kecamatan Depok sudah memiliki kualitas yang sangat baik hal ini terlihat dengan adanya jalan aspal dengan panjang 14,201 km, jalan diperkeras dengan panjang 20,432 km, dan Jalan tanah dengan panjang 4,751 km. Hal ini dikarenakan Kecamatan Depok merupakan daerah aglomerasi perkotaan, pusat pendidikan dan perekonomian sehingga keadaan jalan di wilayah ini sangat baik. Beberapa jalan yang memiliki status seperti Jalan Negara dengan panjang 14 Km kemudian Jalan Propinsi 14 Km, Jalan Kabupaten 38 Km dan Jalan Desa 267 Km. Dengan aksesibilitas yang cukup tinggi menjadikan Kecamatan Depok semakin maju dan juga memberikan daya tarik kepada masyarakat untuk membuat permukiman.

59 B. Interpretasi Penggunaan Lahan Permukiman dan Non Permukiman 1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di suatu wilayah merupakan suatu pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Penggunaan lahan menunjukkan adanya dinamika dari eksploitasi oleh manusia terhadap sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, penggunaan lahan dapat dipandang sebagai hasil akhir dari pengaruh timbal balik yang terjadi dalam tempat lingkungan hidup manusia. Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Depok pada tahun 2011 sebagian besar didominasi oleh bangunan dengan jumlah total 1892,32 ha. Hal ini karena Kecamatan Depok merupakan wilayah aglomerasi perkotaaan yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dimana wilayah ini dipusatkan sebagai pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Sedangkan penggunaan lahan sawah sebesar 506,00 ha dan tanah kering berjumlah 217,68 ha. Berikut disajikan dalam tabel berikut : Tabel 23. Penggunaan Lahan di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Sawah (Ha) Tanah Kering (Ha) Bangunan (Ha) Lainlain (Ha) Jumlah (Ha) Caturtunggal 44,80 52,02 798,92 208,26 1104 Maguwoharjo 343,00 113,39 536,60 508,01 1501 Condongcatur 118,20 49,27 556,80 225,73 950 Jumlah 506,00 217,68 1892,32 942,00 3555 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011

60 Wilayah yang paling padat oleh bangunan yaitu Desa Caturtunggal seluas 798,92 ha. Luas lahan pertanian di Desa Caturtunggal sangat sempit sementara itu peruntukan lahan untuk bangunan sangat besar dari waktu ke waktu. Penyempitan lahan pertanian yang terjadi di Desa Caturtunggal dikarenakan wilayah tersebut merupakan daerah pinggiran kota yang terkena dampak perkembangan kota paling besar sehingga pembangunan pada wilayah ini juga semakin cepat. Pembangunan tersebut dapat berupa pembangunan rumah, sekolah, pertokoan, jalan dan fasilitas-fasilitas lainnya. Dari pembangunan tersebut yang paling besar adalah pembangunan rumah/ permukiman. Rumah mukim yang dibangun dimanfaatkan sebagai tempat usaha ataupun sebagai tempat tinggal yang menyebabkan lahan menjadi semakin sempit dan harganya menjadi semakin mahal. Akibat semakin banyaknya pembangunan rumah maka menyebabkan semakin padatnya permukiman. Di Desa Maguwoharjo lahan pertanian masih cukup luas yaitu seluas 343 ha. Hal tersebut dikarenakan wilayah yang berkembang hanya yang dekat dengan jalan utama saja. Lahan kosong yang tersedia di Desa Maguwoharjo juga masih cukup luas dibandingkan dengan Desa Caturtunggal maupun Desa Condongcatur sehingga masih memungkinkan untuk dibangun permukiman baru. Objek penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian berupa blok permukiman, sehingga data yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu :

61 a) Penggunaan Lahan Untuk Blok Permukiman Unsur-unsur intrepretasi citra untuk mengenali pemukiman ini diantaranya : 1) Warna : coklat atau orange ( dilihat dari kenampakan atap bangunan biasanya terbuat dari genteng) 2) Bentuk : persegi panjang 3) Ukuran : umumnya berukuran hampir sama atau seragam. 4) Asosiasi : permukiman di didirikan dekat jalan untuk memudahkan aksesibilitas. 5) Pola : mengikuti arah jalan (pola rumah mukim biasanya menghadap ke arah jalan) Tabel 24. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Kenampakan di citra Pola teratur Pola semi teratur Pola tidak teratur Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 b) Penggunaan Lahan Untuk Bangunan Non Permukiman Penggunaan lahan bangunan non permukiman merupakan bangunan yang didirikan yang mempunyai fungsi selain rumah tinggal antara lain : gedung kantor, pom bensin. Pasar, bangunan sekolah/

62 kampus dan sebagainya. Unsur-unsur interpretasi untuk mengenali non pemukiman ini diantaranya : 1) Gedung sekolah/kampus/perkantoran, pada citra dikenali dengan ukuran bangunan yang besar. Bentuk bangunan berupa huruf U, L, I atau bentuk persegi panjang. Untuk gedung sekolah terdapat lapangan dan tiang bendera. 2) Pom bensin, melalui citra tampak bentuk dan ukuran yang seragam, dimana letaknya berada di tempat yang strategis, mempunyai ruang yang luas sebagai tempat antrean. 3) Pasar dan pertokoan melalui citra tampak bentuk dan ukuran atap yang seragam yaitu mempunyai jarak antar atap yang relatif rapat dan teratur, kondisi ramai dan dekat dengan jalan utama. Tabel 25. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Non Permukiman Kenampakan di citra Pom Bensin Pasar Sekolah Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 c) Penggunaan Lahan Non Permukiman Objek penggunaan lahan selain bangunan permukiman dan bangunan non permukiman masuk dalam penggunaan lahan non bangunan, karena pada umumnya objek tersebut berupa lahan yang

63 pemanfaatannya bukan untuk mendirirkan bangunan. penggunaan lahan non bangunan diantaranya yaitu : 1) Sawah, pada citra tampak bertekstur halus dan teratur, bentuknya berupa empat persegi panjang atau berupa petak-petak, berwarna hijau dan terdapat pematang. 2) Bandara, pada citra tampak jalur penerbangan dan ada pesawat yang sedang parkir, dan berupa lahan kosong yang sangat luas. 3) Lapangan sepak bola, melalui citra tampak berwarna hijau (rumput) atau berona cerah ( tanah) mempunyai tektur halus dan seragam Tabel 26. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Kenampakan di citra Sawah Bandara Stadion sepak bola Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 C. Uji Akurasi Interpretasi Citra Quickbird Hasil interpretasi citra perlu dilakukan uji akurasi guna mengetahui tingkat persentase akurasi data yang dihasilkan dari interpretasi citra on screen pada Citra Quickbird. Variabel penelitian yang perlu untuk dilakukan uji akurasi antara lain : kepadatan permukiman, pola

64 Kategori Lapangan permukiman, jenis atap permukiman, lebar jalan masuk, dan kualitas permukaan jalan. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 27 berikut : Kepadatan permukiman Tabel 27. Uji Akurasi Hasil Interpretasi Citra Kategori Hasil Interpretasi Pola permukiman Jenis atap permukiman Lebar jalan masuk Kualitas permukaan jalan Jumlah Ketelitian Interpretasi (%) Kepadatan permukiman 15 1 16 90 Pola permukiman 10 10 95 Jenis atap permukiman 1 9 10 90 Lebar jalan masuk 10 10 100 Kualitas permukaan jalan 2 6 80 Jumlah 16 12 9 12 6 54 92 Ketelitian dari citra = 15+10+9+10+6 54 x 100 = 92 % Hasil uji akurasi hasil interpretasi citra yaitu sebesar 92 %. Kategori pada tabel yang berupa variabel penelitian selanjutnya akan diuji akurasi amasing-masing, sehingga akan diperoleh hasil uji akurasi pada tiap-tiap kategori. 1. Uji Akurasi Kepadatan Permukiman Kepadatan permukiman diidentifikasi dari jumlah rumah pada tiap satuan blok permukiman pada citra Quickbird. Hasil interpretasi kepadatan permukiman selanjutnya di cek lapangan dan di buat uji ketelitian guna mengetahui tingkat akurasi dan ketelitian hasil

65 interpretasi citra. Pada variabel kepadatan permukiman tingkat ketelitian interpretasi untuk kategori kepadatan rendah adalah 75 %, kepadatan sedang adalah 69 %, dan kepadatan tinggi adalah 85 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 28 sebagai berikut : Tabel 28. Uji Akurasi Kepadatan Permukiman Kategori Lapangan Kategori Hasil Interpretasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Rendah 3 1 0 4 25 0 75 Sedang 0 9 0 9 0 50 69 Tinggi 0 1 6 7 14 0 85 Jumlah 3 11 6 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = 3+9+6 20 x 100 = 90 % Hasil uji ketelitian interpretasi untuk kepadatan permukiman yaitu sebesar 90 %. Kesalahan saat interpretasi yang terjadi disebabkan oleh perkiraan jumlah rumah dalam satuan blok permukiman. Hal ini dikarenakan batas antara permukiman tidak jelas dan ukuran permukiman bervariasi terutama di daerah kepadatan tinggi dan kepadatan sedang. 2. Uji Akurasi Pola Permukiman Pola permukiman diidentifikasi dari keteraturan tata letak permukiman terhadap jalan dalam satuan blok permukiman. Uji ketelitian pola permukiman teratur adalah 100 %, pola permukiman semi teratur adalah 88 % dan pola permukiman tidak teratur adalah 80 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 29 sebagai berikut :

66 Tabel 29. Uji Akurasi Pola Permukiman Kategori Lapangan Kategori Hasil Interpretasi Semi Tidak Teratur teratur teratur Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Teratur 7 0 0 7 0 0 100 Semi 0 8 0 8 0 12,5 88 teratur Tidak 0 1 4 5 20 0 80 teratur Jumlah 7 9 4 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = 7+8+4 20 x 100 = 95 % Hasil uji ketelitian interpretasi untuk pola permukiman sebesar 95 %. Membuktikan bahwa data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Quickbird termasuk ke dalam tingkat akurasi dan kepercayaan tinggi, sehingga dapat di analisis. Tingkat ketelitian yang tinggi di karenakan mudahnya interpretasi pola permukiman menggunakan citra Quickbird. Hal ini dikarenakan pola permukiman dapat di asosiasikan dengan jalan dan penampakan permukiman yang berjejer rapi sangat jelas terlihat dari citra. Kesalahan dalam identifikasi pola permukiman terjadi disebabkan oleh permukiman dengan ukuran yang bervariasi dalam satuan blok permukiman, terutama daerah permukiman padat.

67 Kategori Lapangan 3. Uji Akurasi Jenis Atap Permukiman Interpretasi jenis atap berdasarkan rona dan warna atap yang menandakan tingkat gelap/ cerah dan warna abu-abu/ coklat sehingga dapat diidentifkasi jenis atap dari seng dengan rona cerah berwarna abu-abu dan genteng dengan rona gelap berwarna coklat. Berdasarkan hasil uji ketelitian jenis atap diperoleh tingkat ketelitian sebagai berikut Tabel 30. Uji Akurasi Jenis Atap Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Baik Sedang Buruk Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Baik 10 0 0 10 0 0 100 Sedang 0 5 2 7 28 0 71 Buruk 0 0 3 3 0 66 60 Jumlah 10 5 5 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = 10+5+3 20 x 100 = 90 % Dalam tabel dapat diketahui bahwa presentase jenis atap baik adalah 100%, jenis atap sedang adalah 71 % dan jenis atap buruk adalah 60%. Ketelitian hasil interpretasi secara menyeluruh adalah 90%. 4. Uji Akurasi Lebar Jalan Masuk Permukiman Lebar jalan masuk permukiman diidentifikasi dari keberadaan jalan yang menghubungkan antara permukiman dalam satu blok permukiman dengan jalan utama. Hasil uji ketelitian diperoleh bahwa kategori jalan dengan lebar 3-6 m mempunyai presentase ketelitian 100

68 % dan kategori jalan dengan lebar < 3 m mempunyai presentase ketelitian 100 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 31 sebagai berikut : Tabel 31. Uji Akurasi Lebar Jalan Masuk Permukiman Kategori Lapangan Kategori Hasil Interpretasi Lebar 3-6 Lebar < 3 meter meter Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Lebar 3-6 meter 10 0 10 0 0 100 Lebar < 3 0 10 10 0 0 100 meter Jumlah 10 10 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = 10+10 20 x 100 = 100 % Hasil uji ketelitian lebar jalan masuk permukiman adalah 100 %. Hal ini dikarenakan mudahnya dalam identifikasi jalan pada saat interpretasi citra. Sangat jelas terlihat perbedaan antara jalan dengan lebar 3-6 m dibandingkan dengan jalan dengan lebar < 3 m. jalan dengan lebar 3-6 m umumnya dekat dengan jalan utama, sedangkan jalan dengan lebar < 3 m jauh dari jalan utama. 5. Uji Akurasi Kualitas/ Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kualitas permukaan jalan berkaitan dengan kondisi fisik jalan. Berdasarkan uji ketelitian diketahui bahwa kualitas permukaan jalan kategori baik adalah 88 %, kategori sedang 62 %, dan kategori buruk 50 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 32 sebagai berikut :

69 Tabel 32. Uji Akurasi Kualitas/ Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Omisi Komisi Ketelitian Baik Sedang Buruk Jumlah Kategori Interpretasi Lapangan (%) Baik 8 1 0 9 11 0 88 Sedang 0 5 1 6 16 50 62 Buruk 0 2 3 5 40 20 50 Jumlah 8 8 4 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = 8+5+3 20 x 100 = 80 % Hasil uji ketelitian kualitas permukaan jalan adalah 80 %. Kesalahan yang banyak terjadi karena identifikasi kondisi permukaan jalan di wilayah permukiman agak sulit karena banyaknya penghalang berupa pohon dan bangunan. Perbedaan waktu perekaman citra juga sangat mempengaruhi kondisi di lapangan. Data yang digunakan berupa citra quickbird perekaman yahun 2010, sedangkan cek lapangan dilakukan tahun 2014, hal ini membuat banyak perbedaan saat cek lapangan. 6. Uji Akurasi Tingkat Kerentanan Kebakaran Permukiman Hasil kerentanan kebakaran permukiman juga perlu untuk dilakukan uji akurasi guna mengetahui tingkat akurasi data. Sampel yang digunakan Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Systematic Random Sampling. Dengan jumlah titik sampel yang akan di cek dilapangan 54 titik. Kemudian 54 titik sampel

70 dibagi menjadi 3 kategori klas, yaitu tidak rentan dengan jumlah 1 sampel, agak rentan dengan 20 sampel, dan rentan dengan 33 sampel. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel 33 sebagai berikut : Tabel 33. Matrik Konfusi Uji Akurasi Tingkat Kerentanan Kebakaran Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Kategori Lapangan Omisi Komi Tidak Agak Jumlah si rentan rentan Rentan Tidak 0 0 rentan 1 0 0 1 100 % Agak 10 % 20 % rentan 0 18 2 20 75 % Rentan 0 4 28 32 12,5 % 6 % 82 % Jumlah 1 20 33 54 87 % Sumber: Pengolahan Citra Quickbird dan Survey Lapangan 2014 Tabel 34. Perhitungan Omisi Komisi Akurasi Interpretasi Klasifikasi Omisi Komisi Akurasi Interpretasi Tidak rentan 0 x100 = 0% 0 x100 = 0% 1 x100 = 100 % 1 1 1+0+0 Agak rentan 2 x100 = 10% 4 x100 = 20% 18 x100 = 75% 20 20 18+2+4 Rentan 4 x100 = 12,5% 2 x100 = 6% 28 x100 = 82% 32 32 28+4+2 Sumber : Pengolahan Citra Quickbird dan Survey Lapangan 2014 Ketelitian (%) Dari tabel diatas terlihat bahwa untuk ketelitian tingkat kerentanan kebakaran permukiman akurasi interpretasi berkisar antara 75% sampai dengan 100% dan akurasi keseluruhan adalah 87% dengan kesalahan omisi/komisi maksimal sebesar 20%. Hal ini menunjukkan untuk tingkat kerentanan kebakaran permukiman metode indentifikasi

71 secara keseluruhan dapat diterima menurut kriteria Short dengan tingkat akurasi interpretasi keseluruhan >85% dan omisi/komisi <20%. Uji ketelitian terhadap tingkat kerentanan kebakaran permukiman didapatkan Nilai ketelitian tidak rentan 100%, agak rentan 75% dan rentan 82%, sehingga dapat diketahui tingkat ketelitian seluruh hasil peta tingkat kualitas lingkungan permukiman sebesar 87% Matriks kesalahan pada tabel 33 dihitung akurasinya sebagai berikut: Producer Accuracy User Accuracy A = 1/1 = 100% A = 1/1 = 100% B = 18/20 = 90% B = 18/20 = 90% C = 28/33 = 85% C = 28/32 = 87% Overall Accuracy = 1+18+28 54 100% = 87% Nilai user accuracy pada kelas tidak rentan adalah sebesar 100% yang berarti 100% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang tidak rentan kebakaran adalah benar-benar daerah tidak rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas tidak rentan adalah 100% yang berarti ada 100% daerah tidak rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Nilai user accuracy pada kelas agak rentan adalah sebesar 90% yang berarti 90% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang agak rentan kebakaran adalah benar-benar daerah agak rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas tidak

72 rentan adalah 90% yang berarti ada 90% daerah agak rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Nilai user accuracy pada kelas rentan adalah sebesar 87% yang berarti 87% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang rentan kebakaran adalah benar-benar daerah rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas rentan kebakaran adalah 85% yang berarti ada 85% daerah rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Tingkat overall accuracy sebesar 87 % yang berarti keseluruhan data yang digunakan dapat dipercaya dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Perhitungan akurasi dengan Indeks Kappa (IK) adalah sebagai berikut: IK = (54 x 47) (1 x1) + (20 x 20) + (33 x 32) x 100 = 90 % 54² - (1 x1) + (20 x 20) + (33 x 32) Hasil perhitungan Indeks Kappa adalah 90 % yang berarti hasil klasifikasi tersebut mampu menghindari 90% kesalahan yang muncul. Indeks Kappa merupakan multivariansi diskrit yang digunakan untuk menentukan akurasi. Nilai indeks kappa menunjukkan konsistensi akurasi hasil klasifikasi. (Lillesand & Kiefer,2008:590)

73 D. Hasil dan Pembahasan 1. Pemetaan Potensi Kebakaran Permukiman a. Variabel Kepadatan Permukiman Variabel kepadatan permukiman dibagi menjadi 3 kelas yaitu kepadatan tinggi, kepadatan sedang, dan kepadatan rendah. Permukiman dengan kepadatan tinggi mudah diidentifikasi melalui citra karena kondisi objek permukiman yang saling berdekatan atau berdempetan antar bangunan rumah mukim. Kepadatan sedang diidentifikasi dari jarak antar rumah yang jarang, diantara bangunan rumah yang satu dengan yang lainnya masih terdapat pohon yang merupakan halaman samping. Kepadatan jarang diidentifikasi dengan letak permukiman yang saling berjauhan karena adanya pemisah seperti halaman yang luas. Lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan kenampakan pada citra dengan kenampakan di lapangan pada tabel dibawah ini:

74 Tabel 35. Hasil Interpretasi Variabel Kepadatan Permukiman No 1 Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas Kepadatan tinggi 2 Kepadatan sedang 3 Kepadatan rendah Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Pemberian nilai/harkat pada kepadatan permukiman dengan cara membatasi blok permukiman dan menafsir jumlah atap pada tiap rumah mukim kemudian membandingkan dengan luas blok permukiman. Tiap blok permukiman dibatasi oleh satuan jalan, sehingga memudahkan untuk memberikan batas dan memberi penilaian kepadatan permukiman. Persebaran blok permukiman berdasarkan kepadatan permukiman di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta Kepadatan Permukiman berikut ini :

Gambar 5. Peta Kepadatan Permukiman Kecamatan Depok 75

76 Berdasarkan gambar Peta Kepadatan Permukiman dapat diketahui tingkat atau persentase kepadatan permukiman di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel : Tabel 36. Luas dan Persentase Variabel Kepadatan Permukiman Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Kepadatan tinggi 749,333 25,47 2 Kepadatan sedang 384,915 13,08 3 Kepadatan rendah 461,062 15,67 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941,532 100 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 37. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kepadatan Permukiman No Kriteria Desa Caturtunggal Jml Luas (Ha) Jml Desa Condongcatur Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Luas (Ha) Blok Blok Blok 1 Kepadatan tinggi 2 Kepadatan sedang 3 Kepadatan rendah 304 361,493 388 304,89 98 82,95 79 124,009 75 94,976 90 165,93 65 65,826 104 122,821 130 272,415 Total 448 551,328 567 522,687 318 521,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014

77 Berdasarkan hasil analisis perhitungan pada tabel dapat disimpulkan bahwa blok permukiman di Kecamatan Depok didominasi oleh kepadatan bangunan tinggi dengan luas 749,333 Ha atau 25,47% dari luas Kecamatan Depok. Desa Caturtunggal mempunyai permukiman dengan kepadatan tinggi seluas 361,493 Ha. Kepadatan permukiman tinggi diakibatkan oleh banyaknya fasilitas pendidikan yang ada. Terdapat bangunan kampus besar seperti Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada merupakan alasan semakin banyaknya bangunan terbangun, umumnya digunakan rumah mukim seperti kos maupun digunakan untuk usaha seperti warung makan, toko, dan sebagainya. Permukiman dengan kepadatan sedang seluas 124,009 Ha dan Permukiman dengan kepadatan rendah seluas 65,826 Ha. Desa Condongcatur dengan permukiman paling padat seluas 304,89 Ha. Adanya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit Internasional Jogja, fasilitas pendidikan seperti kampus UPN, UII, AMIKOM juga memberikan pengaruh untuk mendirikan bangunan di sekitarnya. Selain banyaknya bangunan kampus dan fasilitas ekonomi, adanya jalan ringroad membuat aksesbilitas menjadi mudah dan cepat sehingga masyarakat mendirikan bangunan/ permukiman di sepanjang jalan. Permukiman dengan kepadatan sedang seluas 94,976 Ha dan Permukiman dengan kepadatan rendah seluas 122,821 Ha.

78 Desa Maguwoharjo mempunyai kepadatan permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi hanya seluas 82,95 Ha, kepadatan sedang 165,93 Ha, dan kepadatan rendah seluas 272,415 Ha. Daerah Maguwoharjo merupakan daerah yang didominasi oleh penggunaan lahan sawah sehingga daerah permukiman mempunyai kepadatan rendah. Daerah permukiman dengan kepadatan tinggi hanya berada di sekitar jalan utama atau jalan ringroad. b. Variabel Pola Permukiman Pola permukiman adalah keteraturan bangunan rumah mukim dalam satu blok permukiman. Pola ini dibedakan menjadi 3 yaitu pola teratur, pola agak teratur dan pola tidak teratur. permukiman yang mempunyai pola tidak teratur umumnya kondisi bangunan satu sama lain tidak beraturan, dapat dilihat dari ukuran, bentuk atap bangunan dan luas bangunan tidak sama. Pola permukiman agak teratur dengan bangunan rumah mukim mempunyai kondisi bangunan dengan bentuk dan luas bangunan yang sama satu sama lain, terutama pada arah bangunan yang menghadap ke jalan. Lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan kenampakan pada citra dengan kenampakan di lapangan pada tabel dibawah ini:

79 Tabel 38. Hasil Interpretasi Variabel Pola Permukiman No 1 Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas Pola tidak teratur 2 Pola semi teratur 3 Pola teratur Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Penilaian variabel tata letak bangunan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bangunan rumah mukim yang tertata kemudian dibandingkan dengan jumlah bangunan rumah mukim yang ada dalam satu blok permukiman. Setelah dilakukan identifikasi blok permukiman berdasarkan tata letak bangunan, maka persebaran di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta Pola Permukiman berikut ini

Gambar 6. Peta Pola Permukiman Kecamatan Depok 80

81 Berdasarkan gambar Peta Pola Permukiman dapat diketahui tingkat atau persentase pola permukiman di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel Tabel 39. Luas dan Persentase Variabel Pola Permukiman Kecamatan Depok No Kriteria Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pola teratur 266,480 9,05 2 Pola semi teratur 471,340 16,02 3 Pola tidak teratur 857,490 29,15 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941,532 100,00 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 40. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Pola Permukiman No Kriteria Desa Caturtunggal Jml Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Luas (Ha) Blok Blok Blok 1 Teratur 69 73,497 213 147,815 45 45,168 2 Semi teratur 143 165,074 198 215,499 61 90,767 3 Tidak teratur 236 312,757 156 159,373 212 385,36 Total 448 551,328 567 522,687 318 521,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Pada tabel dapat dilihat bahwa blok permukiman di daerah penelitian mempunyai pola atau tata letak bangunan yang bervariasi. Blok permukiman di Kecamatan Depok dengan pola teratur

82 mempunyai luas 266,48 Ha atau sebesar 9,05% dari luas Kecamatan Depok. Blok ini banyak dijumpai sebagai blok perumahan yang mempunyai struktur bangunan yang teratur baik dari ukuran maupun posisi penempatannya satu dengan yang lain. Pola permukiman di Desa Caturtunggal, dilihat dari hasil analisis pada tabel didominasi dengan pola tidak teratur yaitu 312,757 Ha. Persebaran yang paling banyak dan mengelompok berada di sekitar kampus UGM dan UNY. Faktor tingginya kebutuhan akan bangunan rumah mukim dan sempitnya lahan yang digunakan untuk dibangunnya permukiman baru menyebabkan tata letak bangunan menjadi tidak teratur. Desa Condongcatur merupakan daerah yang sangat dominan dengan pola semi teratur yaitu luasannya 215,499 Ha, dimana persebarannya sangat merata. Adanya jalan utama yaitu jalan ringroad memudahkan aksesibilitas dan mempengaruhi pola permukiman yang sebagian besar semi teratur menghadap jalan. Pola permukiman teratur seluas 147,815 Ha didominasi oleh perumahan kelas menengah ke atas. Pola permukiman di Desa Maguwoharjo umumnya pola tidak teratur dengan luas 385,36 Ha. Kondisi wilayah yang umumnya persawahan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pola permukiman menjadi tidak teratur. Masyarakat membangun rumah

83 saling berkelompok sesuai dengan jarak sawah yang dimiliki untuk memudahkan akses. c. Variabel Jenis Atap Permukiman Kualitas atap bangunan dilihat dari jenis bahan yang digunakan untuk atap bangunan dan daya tahan terhadap ancaman bahaya seperti kebakaran. Jenis bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan atap antara lain seng, genteng, asbes, dan rumbia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap penjalaran api saat terjadi kebakaran. Atap bangunan dikatakan baik jika atap bangunan tersebut terhindar dari bahaya seperti kebakaran. Permukiman dengan jenis atap genteng dan asbes mempunyai daya tahan tinggi terhadap kebakaran dibandingkan jenis atap seng dan rumbia. Hasil interpretasi variabel kualitas atap dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 41. Hasil Interpretasi Variabel Jenis Atap Permukiman Kecamatan Depok No Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas 1 Jenis atap genteng 2 Jenis atap asbes/seng Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010

84 Penilaian jenis atap permukiman dilakukan dengan menjumlah rumah mukim yang menggunakan atap permanen di dalam blok permukiman kemudian dibandingkan dengan seluruh jumlah atap banguan di blok permukiman tersebut. Dari hasil interpretasi di Kecamatan Depok jenis atap yang gunakan ada dua yaitu terbuat dari genteng dan asbes. Sebagian besar rumah mukim menggunakan atap permanen terbuat dari genteng dan hanya sebagian kecil terbuat dari asbes dan umumnya bangunan industri. Untuk persebaran blok permukiman berdasarkan kualitas atap bangunan di Kecamatan Depok dapat dilihat pada peta kondisi atap permukiman Kecamatan Depok berikut ini :

Gambar 7. Peta Kondisi Atap Permukiman Kecamatan Depok 85

86 Berdasarkan Gambar di atas, jenis atap bangunan di Kecamatan Depok hanya ada 2 klas yaitu kelas baik dengan atap berupa genteng dan kelas sedang dengan atap berupa asbes dan seng. Diantara 2 klas tersebut, klas baik dengan atap permanen berupa genteng sangat mendominasi jumlah dan luasannya yaitu 1425,087 Ha atau 48,45 % dari luas Kecamatan Depok. Untuk mengetahui perbandingan luas masing-masing tiap desa dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 42. Luas dan Persentase Kondisi Atap Permukiman Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Baik 1425,087 48,45 2 Sedang 170,223 5,79 3 Buruk 0 0,00 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941,532 100 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 43. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kondisi Atap Permukiman Desa Caturtunggal Desa Condongcatur Desa Maguwoharjo No Kelas Jml Luas (Ha) Jml Luas (Ha) Jml Luas (Ha) Blok Blok Blok 1 Baik 395 480,572 426 447,835 294 481,359 2 Sedang 53 70,756 141 74,852 24 39,936 3 Buruk 0 0 0 0 0 0 Total 448 551,328 567 522,687 318 521,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014

87 Dilihat dari hasil analisis pada tabel diatas, umumnya yang digunakan berupa genteng, sedangkan atap dari rumbia sudah tidak ditemukan lagi. Sehingga untuk kelas kondisi atap buruk tidak ada. Dari tabel dan peta menunjukkan persebaran yang merata di tiap-tiap desa. Desa Caturtunggal mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 395 blok dengan luas 480,572 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 53 blok dengan luas 70,756 Ha. Desa Condongcatur mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 426 blok dengan luas 447,835 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 141 blok dengan luas 74,852 Ha. Sedangkan Desa Maguwoharjo mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 294 blok dengan luas 481,359 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 24 blok dengan luas 39,936 Ha. d. Variabel Kualitas Bahan Bangunan Rumah Mukim Kualitas bahan bangunan didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dalam kontruksi bangunan dan daya tahan jenis bahan bangunan terhadap kebakaran. Bahan bangunan di utamakan yang mampu menahan penjalaran api saat terjadi kebakaran. Jenis bahan bangunan yang dianggap paling baik kualitasnya antara lain beton,

88 bata, dan batako karena tidak mudah menjalarkan api. Sedangkan bahan bangunan seperti kayu dan bambu mudah menjalarkan api saat terjadi kebakaran. Penilaian variabel kualitas bahan bangunan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bangunan rumah mukim sesuai dengan jenis bahan bangunan kemudian dibandingkan dengan jumlah bangunan rumah mukim yang ada dalam satu blok permukiman. Setelah dilakukan identifikasi blok permukiman berdasarkan kualitas bahan bangunan, maka persebaran di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta kualitas bahan bangunan berikut ini :

Gambar 8. Peta Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok 89

90 Berdasarkan peta dapat diketahui bahwa kualitas bahan bangunan di Kecamatan Depok hanya ada 2 klas yaitu kelas tidak mudah terbakar dan kelas agak mudah terbakar. Permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar dapat berupa bahan bangunan dari beton, bata dan batako. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar berupa perpaduan antara bahan bangunan beton, bata dan batako dengan bahan bangunan dari kayu, bambu atau rumbia. Untuk lebih jelasnya disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 44. Luas dan Persentase Kondisi Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Tidak mudah terbakar 1415,087 48,10 2 Agak mudah terbakar 180,223 6,13 3 Mudah terbakar 0 0,00 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941,532 100 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 45. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok No Kelas Desa Caturtunggal Jml Blok Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Blok Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Blok Luas (Ha) 1 Tidak mudah terbakar 392 480,326 426 447,835 288 478,733 2 Agak mudah 55 71,002 141 74,852 30 42,562

91 terbakar 3 Mudah terbakar 0 0 0 0 0 0 Total 448 551,328 567 522,687 318 521,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Menurut tabel di Desa Caturtunggal mempunyai permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 392 blok dengan luas 480,326 Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 55 blok dengan luas 71,002 Ha. Desa Condongcatur mempunyai permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 426 blok dengan luas 447,835 Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 141 blok dengan luas 74,852Ha. Desa Maguwoharjo mempunyai permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 288 blok dengan luas 478,733Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 30 blok dengan luas 42,562 Ha. e. Variabel Lebar Jalan Masuk Lebar jalan masuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lebar jalan yang menghubungkan jalan lingkungan permukiman dengan jalan utama pada masing-masing blok permukiman. Lebar jalan masuk dipilih sebagai salah satu penentu kualitas lingkungan karena dari lebar jalan dapat dilihat apakah akses jalan menuju rumah mukim baik atau buruk dengan asumsi kemudahan transportasi dari dan ke permukiman.

92 Tabel 46. Hasil Interpretasi Variabel Lebar Jalan Masuk No 1 Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas Agak lebar (Lebar jalan 3 6 m ) 2 Sempit (Lebar jalan < 3 m) Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Penentuan variabel lebar jalan masuk dilakukan dengan cara mengidentifikasi kenampakan obyek pada citra kemudian diberi atribut klas lebar > 6 meter m dengan asumsi bahwa dapat dengan mudah dilalui oleh dua/tiga mobil secara bebas, masuk dalam kriteria baik dan diharkat dengan 3. Lebar jalan masuk 3-6 meter masuk dalam kelas jalan masuk agak lebar dan diberi harkat 2. Untuk klas blok permukiman dengan lebar jalan masuk < 3 meter dengan asumsi hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki maupun berkendaraan bermotor, diklasifikasikan dalam kelas jalan masuk sempit, kemudian diharkat dengan 1. Dari hasil identifikasi tersebut, kemudian dapat dilihat persebaran blok permukiman berdasarkan lebar jalan masuk permukiman pada Peta Lebar Jalan Masuk Kecamatan Depok berikut ini

Gambar 9. Peta Lebar Jalan Kecamatan Depok 93

94 Berdasarkan gambar Peta Lebar Jalan Masuk Kecamatan Depok dapat diketahui tingkat atau persentase jalan masuk di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel 47 dan tabel 48 sebagai berikut : Tabel 47. Luas dan Persentase Variabel Lebar Jalan Masuk Permukiman Kecamatan Depok No Kriteria Luas (Ha) Persentase(%) 1 Lebar jalan > 6 m 0 0 2 Lebar jalan 3-6 m 703,86 23,93 3 Lebar jalan < 3 m 891,45 30,31 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941,532 100 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 48. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Lebar Jalan Masuk Permukiman No Kriteria Desa Caturtunggal Jml Blok Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Blok Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Blok Luas (Ha) 1 Lebar jalan > 6 m 2 Lebar jalan 3-6 m 3 Lebar jalan < 3 m 0 0 0 0 0 0 174 223,82 240 248,947 90 111,463 274 327,508 327 273,74 228 409,832 Total 448 551,328 567 522,687 318 521,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Dilihat dari hasil analisis pada tabel, lebar jalan masuk permukiman di Kecamatan Depok untuk kelas lebar > 6 m tidak ada.

95 Hal ini dikarenakan di Kecamatan Depok dilewati jalan arteri yaitu ring road utara dan jalan Solo, sehingga aksebilitas dari permukiman ke jalan utama tidak begitu jauh dan tidak lebar. Desa Caturtunggal, lebar jalan < 3 meter merupakan yang paling besar luasannya bila dibandingkan dengan lebar jalan 3-6 meter, yaitu 327,328 Ha. Padatnya permukiman di Desa Caturtunggal sangat mempengaruhi lebar jalan masuk permukiman. Dilewatinya jalan kolektor seperti jalan Gejayan dan jalan Solo, membuat lebar jalan masuk permukiman tidak begitu lebar. Lebar jalan masuk permukiman di Desa Condongcatur juga didominasi oleh lebar jalan < 3 meter. Hal ini karena banyaknya rumah kos yang saling berhimpitan, adanya jalan Kaliurang dan ring road utara membuat aksebilitas dari permukiman ke jalan utama tidak lebar dan tidak begitu jauh. Desa Maguwoharjo merupakan daerah dengan luasan paling besar untuk lebar jalan < 3 meter di Kecamatan Depok yaitu 409,832 Ha. Hal ini disebabkan banyak penduduk membuat jalan sendiri menuju jalan utama, persebarannya di sekitar jalan ring road utara dan menuju stadion Maguwoharjo. Jauhnya permukiman dengan fasilitas ekonomi dan perdagangan juga mempengaruhi kondisi lebar jalan. f. Variabel Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kondisi jalan berkaitan dengan kondisi fisik jalan. Penilaian kondisi permukaan jalan ditentukan menurut persentase jalan yang

96 telah diperkeras baik menggunakan aspal maupun cor semen. Untuk lebih jelasnya disajikan tabel dan gambar peta kualitas jalan sebagai berikut Tabel 49. Hasil Interpretasi Kualitas / Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman No Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas 1 Jalan tanah 2 Jalan diperkeras dengan semen/ cone blok 3 Jalan diperkeras dengan aspal Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010

Gambar 10. Peta Kualitas Jalan Kecamatan Depok 97

98 Berdasarkan persebaran kondisi permukaan jalan masuk permukiman di Kecamatan Depok pada gambar di atas, kondisi jalan diperkeras kategori klas sedang merupakan yang paling banyak persebaran dan luasannya. Hal ini dapat dilihat juga pada tabel berikut: Tabel 50. Luas dan Persentase Variabel Kondisi Jalan Masuk Permukiman Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Baik (Jalan > 75 % diperkeras) 635,279 21,60 2 Sedang (Jalan 40% - 75 % diperkeras) 796,05 27,06 3 Buruk (Jalan < 40 % tidak diperkeras) 163,981 5,57 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941,532 100 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 51. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kondisi Jalan Masuk Permukiman No Kelas Desa Caturtunggal Jml Blok Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Blok Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Blok Luas (Ha) 1 Baik (Jalan > 75 % diperkeras) 2 Sedang (Jalan 40% - 75 % diperkeras) 3 Buruk (Jalan < 40 % tidak diperkeras) 169 173,843 441 357,57 82 96,327 253 337,44 89 111,602 191 354,547 26 40,045 37 53,515 45 70,421 Total 448 551,328 567 522,687 318 521,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014

99 Kondisi permukaan jalan yang belum diperkeras yaitu berupa jalan tanah, dimana pada citra dapat dikenali dengan warna coklat dengan jumlah blok permukiman yang jarang. Sedangkan untuk kondisi jalan yang telah diperkeras aspal, pada citra akan tampak berwarna abu-abu gelap dan jalan yang menggunakan cor semen/ coneblok akan tampak berwarna putih cerah. Untuk klas kriteria baik di Kecamatan Depok mencapai 635,279 Ha atau 21,6% dari total luasan di Kecamatan Depok. Desa Caturtunggal, paling banyak kondisi jalannya adalah jalan Sedang (Jalan 40%-75 % diperkeras) seluas 337,44 Ha. Persebarannya berada di sekitar kampus UGM, UNY dan Jalan Gejayan. Walaupun berdekatan dengan Kota Yogyakarta dan banyaknya fasilitas-fasilitas ekonomi dan pendidikan, tetapi kondisi jalannya termasuk dalam kelas sedang. Hal ini karena daerah tersebut banyak dibangun permukiman padat yang membutuhkan akses jalan, sehingga tiap blok permukiman membuat jalan dengan cor semen/coneblok. Desa Condongcatur merupakan daerah yang paling besar dalam kelas kondisi jalan yang baik yaitu 441 blok dengan luas 357,57 Ha. Persebarannya banyak dijumpai di sekitar jalan ring road utara dan jalan kaliurang. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut merupakan daerah dengan permukiman yang teratur dan juga banyak fasilitas perdagangan seperti toko dan swalayan sehingga kondisi jalan yang