The effectiveness of sterile seawater for nose rinsing solution on chronic Rhinosinusitis patient based on nasal patency and quality of life

dokumen-dokumen yang mirip
Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

Perbedaan transpor mukosiliar pada pemberian larutan garam hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

Validitas metode rinohigrometri sebagai indikator sumbatan hidung

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

Validitas metode rinohigrometri sebagai indikator sumbatan hidung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 3 METODE PENELITIAN

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

Validitas dan reliabilitas kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation (NOSE) dalam Bahasa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

Hasma Idris Nohong, Abdul Kadir, Muh. Fadjar Perkasa

DAFTAR PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

Buku Saku European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007

Hubungan derajat obstruksi hidung pada pasien deviasi septum dengan disfungsi tuba Eustachius

RINOSINUSITIS KRONIS

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

Efektivitas Pelargonium sidoides terhadap penurunan gejala rinosinusitis kronik alergi tanpa polip disertai gangguan tidur

Adaptasi Budaya, Alih Bahasa Indonesia, dan Validasi Sino-Nasal Outcome Test (SNOT)-22

KARAKTERISTIK PASIEN POLIP HIDUNG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN Oleh: FETRA OLIVIA SIMBOLON

Efektivitas imunoterapi terhadap gejala, temuan nasoendoskopik dan kualitas hidup pasien rinosinusitis alergi

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

KARAKTERISTIK PENDERITA YANG MENJALANI BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL (BSEF) DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI PERIODE

Hubungan tipe deviasi septum nasi klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

HUBUNGAN TIPE DEVIASI SEPTUM NASI MENURUT KLASIFIKASI MLADINA DENGAN KEJADIAN RINOSINUSITIS DAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS

BAB 4 METODE PENELITIAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

Korelasi otitis media dengan temuan nasoendoskopi pada penderita rinosinusitis akut

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN RINOSINUSITIS KRONIS TIPE DENTOGEN DAN TIPE RINOGEN DI RUMAH SAKIT SE-EKS KARESIDENAN SURAKARTA SKRIPSI

BAB IV METODE PENELITIAN

Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca-bedah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Yang Diindikasikan Tonsilektomi Di RSUD Raden Mattaher Jambi

SURVEI KESEHATAN HIDUNG MASYARAKAT DI DESA TINOOR 2

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

SKRIPSI EFEKTIFITAS TERAPI SALINE NASAL SPRAY TERHADAP PERUBAHAN WAKTU TRANSPORT MUKOSILIAR HIDUNG PENDERITA RINITIS ALERGI

BAB IV METODE PENELITIAN

GAMBARAN TRANSILUMINASI TERHADAP PENDERITA SINUSITIS MAKSILARIS DAN SINUSITIS FRONTALIS DI POLI THT RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN

Penatalaksanan deviasi septum dengan septoplasti endoskopik metode open book

DAFTAR PUSTAKA. Ahmed M, Bossiouny A, 2003, Ultrsstructural Ciliary Change of Maxillary Sinus

PROFIL PASIEN RINOSINUSITIS KRONIS DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013

IZRY NAOMI A. L. TOBING NIM

Risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja yang terpajan debu terigu

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

Latar belakang. Keunggulan semprot hidung salin isotonik air laut pada anak balita dengan

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN HASIL PENGUKURAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROBLEM BASED LEARNING SISTEM INDRA KHUSUS

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Gambaran Rinosinusitis Kronis Di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year 2011.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. - Tempat : RW X Kelurahan Padangsari, Banyumanik, Semarang, Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

DAFTAR PUSTAKA. Anselmo & Sakano, 2015, rhinosinusitis: evidence and experience, brazilian of Otorhinolaryngology, page : S9 S29.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

Transkripsi:

JURNAL KEDOKTERAN YARSI 17 (3) : 204-211 (2009) Efektifitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita Rinosinusitis Kronis berdasarkan patensi hidung dan kualitas hidup The effectiveness of sterile seawater for nose rinsing solution on chronic Rhinosinusitis patient based on nasal patency and quality of life Abdul Qadar Punagi, Ade Rahmy Sujuthi Department of Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine Hasanuddin University, Makassar KATA KUNCI KEYWORDS ABSTRAK ABSTRACT larutan cuci hidung; rinosinusitis kronis; patensi hidung; NIPF; SNOT-20 nasal rinse; chronic rhinosinusitis; nasal patency; NIPF; SNOT-20 Penatalaksanaan standar rinosinutis kronis pada orang dewasa saat ini yang direkomendasikan oleh kelompok Studi Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian antibiotika, dekongestan oral, kortikosteroid dan mukolitik disertai terapi tambahan irigasi hidung. Penilaian patensi hidung dan kualitas hidup penderita dapat dijadikan acuan penilaian efektifitas terapi rinosinusitis. Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang konsisten tentang prioritas pilihan cairan cuci hidung yang digunakan. Penelitian yang berkaitan dengan efektifitas hasil terapi cuci hidung larutan air laut steril sebagai terapi tambahan pada terapi standar rinusinusitis kronis perlu dilakukan. Telah dilakukan penelitian uji klinis terbuka (open trial) menggunakan terapi standard atau terapi standard disertai larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis yang berobat di poliklinik THT RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai NIPF sebelum dan setelah intervensi antara kelompok air laut steril (P<0,05) dengan kelompok terapi standar (P>0,05) juga terdapat perbaikan nilai SNOT-20 secara bermakna (P<0,05) pada kelompok air laut steril setelah intervensi. Kemaknaan klinik pada penelitian ini adalah pemberian larutan cuci hidung air laut steril sebagai terapi tambahan akan memperbaiki patensi hidung dan kualitas hidup penderita rinitis kronis dibandingkan dengan hanya terapi standar saja. The current standard management for chronic rhinosinusitis recommended by study group for rhinology, Indonesian ENT Association, includes antibiotics, oral decongestans, corticosteroids and mucolitics with adjunctive nasal irrigation. The nasal patency evaluation and quality of life maybe used as a tool to evaluate the effectiveness of rhinosinusitis therapy. To date, there were no consistent study reports regarding the priority choice of nasal rinse solution to use. Therefore, study to evaluate the effectiveness of sterile Seawater for nasal rinse as an adjuvant therapy for chronic rhinosinusitis is needed. An open labeled clinical trial with either standard therapy alone

205 ABDUL QADAR PUNAGI, ADE RAHMY SUJUTHI or standard therapy plus sterile sea water, was performed in chronic rhinosinusitis patients who came to ENT outpatients Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar. The results revealed a significant difference in Nasal Inspiratory Peak Flow Meter values following intervention with sterile seawater (P<0,05) and the standard therapy according Indonesian Rhinology Study Group (P>0,05). Iimprovement of SNOT-20 value was also observed in subjects given sterile seawater (P<0.05). The findings provided the first evidence that the use of sterile seawater for nasal rinse or adjunct therapy could improve the nasal patency and quality of life in chronic rhinosinusitis patients. Rinosinusitis kronis (termasuk polip nasi) menurut Konsensus internasional European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) adalah: inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya 2 atau lebih gejala dengan salah satu gejala harus mencakup hidung tersumbat / obstruksi / kongesti atau adanya sekret hidung (anterior/posterior nasal drip), ± nyeri wajah/tekanan daerah sinus, ± penurunan atau hilangnya daya penghidu. Dan salah satu temuan endoskopi: 1) polip dan atau 2) sekret mukopurulen terutama berasal dari meatus medius dan atau edema/ obstruksi mukosa terutama pada meatus medius, dan atau: pada gambaran tomografi komputer terdapat perubahan mukosa pada daerah kompleks osteomeatal dan atau sinus, dengan perlangsungan > 12 minggu (Fokkens et al., 2007). Penatalaksanaan standar rinosinutis kronis pada orang dewasa saat ini yang direkomendasikan oleh kelompok Studi Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian antibiotika seperti Amoksisillin + Asam Klavulanat, golongan Cephalosporin, dan antibiotik golongan Makrolid. Antibiotika tersebut dapat dikombinasikan dengan pemberian terapi tambahan berupa dekongestan oral, kortikosteroid oral atau topikal, selain itu dapat juga diberikan mukolitik, dan irigasi hidung (Soetjipto, 2000). Penggunaan air laut steril sebagai semprot hidung telah diteliti oleh Taccariello dkk, 1999. Ia membandingkan efek iritasi hidung dengan cairan basa tradisional dan air laut steril pada pasien rinosinusitis kronis sebagai tambahan terapi standar. Pemberian cuci hidung memperbaiki gambaran endoskopi dan skoring kualitas hidup. Pada kelompok kontrol yang hanya mendapat terapi standar cuci hidung, tidak didapatkan perbaikan tersebut. Perbedaan bermakna antara kedua cairan adalah dimana cuci hidung basa hanya memperbaiki gambaran endoskopik, sedangkan air laut steril semprot hidung memperbaiki gambaran endoskopik dan skoring kualitas hidup (Taccarielo dkk 1999). Penilaian efektifitas terapi rinosinusitis dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain nasal peak flow measurement, rhinomanometry, acustic rhinometry, mucocilliary clearance, nasal sitogram dan kualitas hidup penderita. Kuesioner QoL memberikan penilaian kesehatan secara umum maupun secara spesifik. Salah satu instrument yang dapat digunakan untuk menilai QoL adalah Sinonasal Outcome Test 20 (SNOT 20) (Enhage, 2008). Correspondence: Abdul Qadar Punagi, Department of Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine Hasanuddin University, Makassar, Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 11 Tamalanrea, Makassar 90245, Telephone/Facsimile: 0411-590737

EFEKTIFITAS LARUTAN CUCI HIDUNG AIR LAUT STERIL PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS BERDASARKAN PATENSI HIDUNG DAN KUALITAS HIDUP 206 Penelitian multisenter oleh KODI Rinologi (2008) mengenai efektivitas pemberian larutan cuci hidung air laut steril pada Rinosinusitis bakterial akut yang menilai perubahan waktu transport mukosilier, perubahan patensi hidung dengan menggunakan alat ukur Nasal Inspiratory Peak Flow Meter (NIPF) dan juga menilai perbaikan kualitas hidup berdasarkan SNOT-20 setelah 2 minggu menemukan bahwa penggunaan larutan cuci hidung air laut steril ternyata lebih baik dibandingkan dengan hanya terapi standar saja. Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang konsisten menunjukkan prioritas pilihan cairan cuci hidung yang digunakan, pada kasus rinosinusitis dan oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menilai efektifitas larutan cuci hidung air laut steril pada penatalaksanaan rinosinusitis kronis berdasarkan patensi hidung dan kualitas hidup (SNOT-20). BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis. Subyek penelitian merupakan penderita rinosinusitis kronik usia 18-45 tahun yang berobat di poliklinik THT RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, serta setuju untuk mengikuti penelitian dan menyelesaikan penelitian sampai akhir dengan menandatangani persetujuan sesudah penjelasan (informed consent). Penentuan diagnosis rinosinusitis didasarkan pada kriteria European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini dengan cara berurutan sampai tercapai jumlah sampel yang telah ditentukan. Pasien dimasukkan ke kelompok air laut steril atau kelompok terapi standar. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari komisi etik Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin. Penderita yang bekerja di pabrik dengan pejanan alergen yang tinggi, seperti pabrik kayu, kapas, dan industri kimia, penderita yang perokok berat, dalam pemakaian obat tetes hidung jangka panjang, ada massa atau tumor hidung/sinus paranasal, memiliki riwayat operasi hidung/ sinus sebelumnya, ada septum deviasi berat, penderita rinosinusitis atrofi, terdapat sinekia. Cara penelitian Subyek yang terpilih dan setuju ikut serta akan dianamnesis, pemeriksaan fisis THT, pemeriksaan nasoendoskopi, pengukuran Nasal Inspiratory Peak Flow, pengisian kuisioner (SNOT 20). HASIL Karakteristik subyek penelitian 1. Umur subyek penelitian Dari 32 subyek yang diikut sertakan dalam peneltian ini, 22 subyek mendapatkan cairan air laut dan 10 subyek kontrol (Tabel 1). Kelompok umur terbanyak adalah 24 29 tahun yaitu 18,8% pada kelompok air laut steril dan kelompok umur 42 47 tahun (12,5%) pada kelompok terapi standar. 2. Jenis kelamin Pada tabel 1 terlihat frekuensi dan persentase sampel berdasarkan jenis kelamin pada keseluruhan sampel. Hasilnya menunjukkan 12 sampel berjenis kelamin pria atau sebanyak 37,5% dari jumlah total sampel dan 20 sampel berjenis kelamin wanita atau sebanyak 62,5% dari jumlah total sampel. 3. Pendidikan subyek penelitian Pendidikan subyek penelitian dibagi menjadi 4 kategori yaitu: SMA, Diploma, Sarjana S1 dan Sarjana S2. Frekuensi terbanyak subyek penelitian memiliki pendidikan Sarjana S1 yaitu 12 kasus atau 37,5%

207 ABDUL QADAR PUNAGI, ADE RAHMY SUJUTHI dari jumlah total sampel menyusul masingmasing subyek penelitian yang memiliki pendidikan SMA yaitu sebanyak 8 sampel (25%) kemudian Diploma dan sarjana S2 yaitu 6 sampel (18,7%). Hasil perlakuan 1. Nilai Nasal Inspiratory Peak Flow Meter (NIPF) Rerata nilai hasil pengukuran Nasal Inspiratory Peak Flow Meter (NIPF) antara sebelum dilakukan semprot hidung, minggu 1 dan minggu ke 2 sesudah dilakukan semprot hidung pada kelompok air laut steril dan kelompok terapi standar dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata nilai NIPF pada kelompok terapi standar sebelum perlakuan yaitu 74,5 liter/menit dengan nilai terendah 70 liter/menit dan nilai tertinggi 80 liter/menit. Setelah minggu 1 perlakuan di dapatkan perbaikan rata-rata sebesar 2 liter/menit (dari rata-rata nilai NIPF 74,50 liter/menit menjadi 76,50 liter/menit), namun setelah minggu ke2 perlakuan tidak didapatkan Tabel 1. Data karakteristik umum subyek penelitian Karakteristik Kelompok Air Laut Steril Kelompok Standar Total n (%) n (%) n (%) Subyek penelitian 22(68,75) 10(31,25) 32(100) Umur 18-23 tahun 24 29 tahun 30 35 tahun 36 41 tahun 42 47 tahun 5(15,6) 6(18,8) 3(9,4) 1(3,1) 1(3,1) 2(6,3) 2(6,3) 7(21,9) 7(21,9) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 8(25) 14(43,8) 12(37,5) 20(62,5) Pendidikan SMA Diploma S1 S2 5(15,6) 5(15,6) 8(25) 3(9,4) 1(3,1) 2(6,3) 8(25) 12(37,5) Tabel. 2. Rata-rata nilai NIPF Nilai NIPF Kelompok Air Laut Steril (liter/menit ) Kelompok Terapi Standar (liter/menit) Sebelum perlakuan 73,40 74,50 Mgg 1 sesudah perlakuan 80,45 76,50 Mgg 2 sesudah perlakuan 96,59 76,50

EFEKTIFITAS LARUTAN CUCI HIDUNG AIR LAUT STERIL PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS BERDASARKAN PATENSI HIDUNG DAN KUALITAS HIDUP 208 perbaikan rata-rata nilai NIPF dari minggu 1 setelah perlakuan. Dengan demikian pada kelompok standar ini perbaikan rata-rata nilai NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke 2 setelah perlakuan hanya sebesar 2 liter /menit. Pada kelompok air laut steril perbaikan rata-rata nilai NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu 1 sesudah perlakuan adalah sebesar 7,05 liter/menit (dari rata-rata nilai PNIF 73,40 liter/menit menjadi 80,45 liter/menit), kemudian dari minggu 1 sesudah perlakuan sampai minggu ke 2 perlakuan didapatkan perbaikan nilai rata-rata NIPF sebesar 16,14 liter/menit (dari 80,45 liter/menit menjadi 96,59 liter/menit). Dengan demikian pada kelompok air laut steril ini didapatkan perbaikan rata-rata nilai PNIF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke 2 sesudah perlakuan sebesar 23,19 liter/ menit (dari 73,40 liter/menit menjadi 96,59 liter/menit). Perbandingan nilai NIPF sebelum dan sesudah pemberian larutan cuci hidung air laut steril berdasarkan uji statistik Wilcoxon sign range test dapat dilihat pada tabel 3, didapatkan perubahan nilai yang bermakna antara sebelum perlakuan dengan minggu 1 dan minggu 2 sesudah pemberian larutan air laut steril (P<0,05), sedangkan pada kelompok terapi standar tidak menunjukkan perubahan yang bermakna (P>0,05). Pada tabel 3 dapat dilihat rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF dari sebelum sampai sesudah minggu ke 1 perlakuan dan dari sebelum sampai sesudah minggu ke 2 perlakuan dimana didapatkan rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF pada kelompok terapi standar dari sebelum perlakuan sampai minggu 1 sesudah perlakuan adalah sebesar 3,17% dan nilai ini tidak mengalami perbaikan dari sebelum perlakuan sampai minggu ke 2 sesudah pelakuan. Pada kelompok air laut steril, perbaikan nilai ratarata persentase NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu 1 sesudah perlakuan adalah sebesar 8,62%, kemudian mengalami perbaikan lagi dari sebelum perlakuan sampai minggu ke 2 sesudah pelakuan sebesar 23,07%. 2. Nilai SNOT-20 Pada grafik 1 dapat dilihat nilai tengah skor SNOT 20 sebelum perlakuan dan minggu 2 sesudah perlakuan pada kelompok terapi standar dan kelompok air laut steril. Terdapat perbaikan selisih nilai tengah skor SNOT 20 dari sebelum perlakuan sampai minggu ke 2 sesudah perlakuan pada kelompok air laut steril yaitu sebesar 10 (dari 43,5 menjadi 33,5) sedangkan pada kelompok terapi standar tidak ditemukan adanya perbaikan skor SNOT 20. Dengan kata lain, skor SNOT 20 kelompok air laut steril jauh lebih baik dibandingkan dengan kelompok terapi standar. Hal tersebut juga dapat dilihat pada perbandingan nilai SNOT-20 sebelum dan sesudah minggu ke 2 perlakuan pada kedua Tabel 3. Rata-rata persentase perbaikan Nilai NIPF Nilai NIPF Sebelum perlakuan Mgg I sesudah perlakuan Sebelum perlakuan Mgg II sesudah perlakuan Kelompok Air laut Steril (%) Kelompok Terapi Standar (%) 8,62 3,17 23,07 3,17

209 ABDUL QADAR PUNAGI, ADE RAHMY SUJUTHI kelompok berdasarkan uji statistik Wilcoxon Sign Range Test, didapatkan perbaikan yang bermakna nilai skor SNOT-20 (P<0,05) pada kelompok air laut steril sesudah minggu ke 2 perlakuan (Grafik 1. Perbedaan kedua kelompok perlakuan dalam memperbaiki kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis dapat dibuktikan dengan uji statistik Mann Whitney U yang menunjukkan bahwa sebelum perlakuan, nilai skor SNOT20 antara kedua kelompok penelitian tidak terdapat perbedaan yang bermakna, namun sesudah minggu 2 terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok perlakuan (P<0,05). Grafik 1. Perbandingan rata-rata nilai SNOT pada kelompok terapi standar dan kelompok air laut steril PEMBAHASAN Pada penelitian ini perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 1 : 1,67. Tidak ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan umur atau tinggi badan, akan tetapi didapatkan berbagai variasi nilai NIPF pada setiap individu yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan setiap variabel, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ottaviano dkk 2006. Penelitian ini menemukan bahwa faktor pendidikan berperan positif. Hal ini mungkin berkaitan dengan kenyataan bahwa seorang yang mempunyai pendidikan tinggi biasanya lebih banyak memperhatikan tentang kesehatan, sehingga begitu mengalami gangguan/keluhan segera memeriksakan diri, apalagi jika sampai mengganggu kehidupan sehari-harinya. Dari perbandingan rata-rata nilai NIPF antara kedua kelompok perlakuan didapatkan bahwa pada minggu 1 setelah perlakuan, terdapat perbaikan nilai NIPF pada kedua kelompok perlakuan namun pada minggu ke 2 sesudah perlakuan didapatkan perbaikan nilai yang lebih baik pada kelompok air laut steril dibandingkan dengan kelompok terapi standar. Perbaikan nilai persentase peningkatan aliran udara dalam rongga hidung yang didapatkan pada minggu ke 2 sesudah pemberian larutan cuci hidung air laut steril adalah lebih dari 20%, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anggraeni (2008) yang menggunakan kriteria RAK dengan penurunan NIPF sebesar 20% dari nilai baseline. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa irigasi dengan semprot hidung air laut steril dapat memperbaiki keadaan klinik hidung. Perbaikan yang tampak sesudah penyemprotan selama dua minggu yaitu keadaan rongga hidung bersih, keluhan

EFEKTIFITAS LARUTAN CUCI HIDUNG AIR LAUT STERIL PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS BERDASARKAN PATENSI HIDUNG DAN KUALITAS HIDUP 210 obstruksi hidung berkurang bahkan ada yang tidak mengeluhkan lagi, lendir berkurang, tidak ada krusta serta edema berkurang. Adanya perbaikan nilai NIPF sesudah minggu 1 dan minggu 2 terapi menunjukkan bahwa larutan cuci hidung larutan air laut steril efektif digunakan sebagai terapi tambahan pada terapi standar rinosinusitis kronis. Penelitian mengenai irigasi hidung dengan air laut steril masih belum terlalu banyak, sehingga kami tidak bisa lebih banyak membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sesudah dilakukan semprot hidung larutan cuci hidung air laut steril, dapat mengurangi keluhan penderita rinosinusitis kronis sehingga kualitas hidup penderita menjadi lebih baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian larutan cuci hidung air laut steril sebagai terapi tambahan lebih efektif dibanding dengan terapi standar saja dalam memperbaiki patensi hidung dan kualitas hidup pada penderita rinosinusitis kronis. Saran Larutan cuci hidung air laut steril dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada penatalaksanaan rinosinusitis kronis. Dan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas larutan cuci hidung air laut steril dengan jumlah sampel yang lebih besar Ucapan terima kasih Kepada Kodi Rinologi Indonesia Jakarta atas bantuan alat dan kerjasamanya pada sentra THT-KL Subdivisi Rinologi FK.Unhas Makassar dalam pelaksanaan penelitian ini. KEPUSTAKAAN Adam P, Stiffman M, and Blake R 1998. A clinical trial of hypertonic saline nasal spray in subject with common cold rhinosinusitis. Arch Fam Med 7:39-43 Anggraeni D 2008. Prevalensi Rinitis Akibat Kerja Dan Faktor Risiko Yang Berhubungan. Studi Pada Pekerja Yang Terpajan Bahan Kimia Surfaktan Di Pt X. FKUI. Jakarta. Anthoni JF 2006. The chemical composition of seawater available at. www.seafriends.org.nz/oceano/seawater.htm Arfandy RB 2003. Patogenesis dan etiologi Rhinosinusitis. Dalam: Kursus Diseksi dan demo Bedah Sinus Endoskopik Fungsional II. Makassar. Baumann I 2008. Development of a grading scale for the Sino-Nasal Outcome Test-20 German Adapted Version (SNOT-20 GAV). Augst. Clement Clark International 2007. Introduction to In- Check Nasal. (cited 2007 November 15). Available from URL http://www.clementclarke.com/product/peak_flo w/index.html Enhage A 2008. Nasal Bronchial Testing as well as Treatment of patients with airway hiperresponsiveness and Inflamation focusing on the United airway Concept. Dept. Clinical Science, Intervention and Technology. Div. of Otorhynolaryngology. Karolinka Institute. Sweden. Stockholm. Fokkens W, Lund V, and Mullol J 2007. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007. Rhinology; suppl 20:5-111 Jay F, and Piccirillo MD 1996. Sino Nasal Outcome Test 20 (SNOT-20). Washington University School of Medicine, St. Louis, Missouri. Mangunkusumo E, dan Soetjipto D 2007. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Edisi ke 6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 150-54. Ottaviano GK, Scadding S, and Coles VJ 2006. Peak Nasal Inspiratory Flow, Normal Range in Adult Population. Vol.44. Number 1. March. Available at : http://www.emedicine.com Pidwirny M 2006. "Physical and Chemical Characteristics of Seawater". Fundamentals of Physical Geography, 2nd Edition, available at. http://www.physicalgeography.net/fundamentals /8p.html Punagi Q 2008. Pola Penyakit Sub Bagian Rinologi di RS Pendidikan Makassar periode 2003-2007. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. FK UNHAS.

211 ABDUL QADAR PUNAGI, ADE RAHMY SUJUTHI Soetjipto D 2000. Penatalaksanaan Baku Sinusitis. Dalam: Kumpulan Naskah Lengkap Kursus Pelatihan dan demo BSEF. Makassar. Soetjipto D, dan Wardhani RS 2007. Penatalaksanaan Sinusitis. Dalam: Guideline Penyakit THT-KL. PERHATI-KL Indonesia. Taccarielo M dkk 1999. Nasal douching as a valuable adjunct in the management of chronic rhinosinusitis. Rhinology 37(1):29-32 Talbot AR, Herr TM, and Parsons D 1997. Muccociliary clearance and buffered hypertonic saline. Laryngoscope;107:500-3 Walsh WE, and Kern RC 2006. Sinonasal anatomy, function and evaluation. Dalam: bailey BJ, Johnson JT, editors. Head and Neck Surgery-otolaryngology. 4th ed. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins, p.307-18