STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA

dokumen-dokumen yang mirip
PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Air diperlukan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengelolaan Airtanah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

SUMBERDAYA HIDROGEOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang yang berlaku untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun mahluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air.

OP-027 INDIKASI INTRUSI AIR LAUT DARI KONDUKTIVITAS AIR TANAH DANGKAL DI KECAMATAN PADANG UTARA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

ZONASI POTENSI AIRTANAH KOTA SURAKARTA, JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI NABIRE PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA Tri Winarno1), Mas Agus Mardyanto2) Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya E-mail: trialfaza_lingk@yahoo.com1), mardyanto@enviro.its.ac.id2) ABSTRAK 40% kebutuhan domestik dan 30% non domestik air bersih kota Jayapura dipenuhi dari air tanah. Peningkatan jumlah penduduk cukup besar yaitu 2,44% per tahun akan meningkatkan pemakaian air tanah. Sementara itu banyak disinyalir pengambilan air tanah tanpa ijin serta sumur tanpa meter air menimbulkan indikasi kerusakan lingkungan/penurunan muka air tanah. Hasil observasi dan tanya jawab dengan warga bahwa saat ini muka air tanah lebih dalam dibandingkan keadaan 10 tahun yang lalu. Untuk mengantisipasi keadaan tidak semakin memburuk, dalam paper ini akan disajikan strategi pengelolaan air tanah. Data penelitian ini diambil dari Dinas Pertambangan dan Energi, data pendapat masyarakat serta wawancara dari pejabat instansi yang berwenang. Analisis untuk penentuan prioritas dilakukan dengan analisis teknis, lingkungan dan kelembagaan menggunakan Analitycal Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis menunjukkan bahwa staf dinas terkait kurang paham pentingnya metode pelaksanaan konservasi air, sehingga prioritas pertama adalah pelatihan dan pembinaan tentang konservasi air (nilai:0,233), prioritas kedua adalah peningkatan perlindungan dan pelestarian hutan (nilai:0,211), serta pemberian ijin dan pengawasan terhadap penggunaan air tanah (nilai:0,194). Dalam pengelolaan air tanah pemerintah harus melibatkan masyarakat. Kata kunci: pengelolaan, air tanah kota Jayapura, AHP PENDAHULUAN Dalam kaitan dengan pemanfaatan air tanah di Kota Jayapura yang memiliki wilayah seluas 940 km², dengan jumlah penduduk 233.456 jiwa (BPS, 2009) menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan penduduk, perluasan kawasan permukiman dan industri, serta laju perkembangan wilayah perkotaan. Permasalahan akibat pemakaian air tanah saat ini di Kota Jayapura, dari hasil pengamatan, menunjukkan terjadinya pemanfaatan air tanah dari tahun ketahun yang semakin meningkat, pengambilan air tanah tanpa ijin, dan pengeboran air tanah dengan sumur bor tanpa meter air (data wawancara Dinas Pertambangan, 2010), serta dugaan terjadinya kerusakan lingkungan. Adapun dalam pengelolaan air tanah di wilayah perkotaan dihadapkan pada konsekuensi ciri-ciri khusus keairtanahan wilayah perkotaan yaitu kebutuhan pasokan air yang tinggi, perubahan imbuhan, ancaman pencemaran, serta kecenderungan pemanfaatan air tanah berlebihan yang akan mempengaruhi keberhasilan pengelolaan (Sutrisno, 2002) Dalam pemanfaatan air tanah perlu diperhatikan bahwa volume air tanah di suatu daerah mempunyai kapasitas terbatas, sehingga pengelolaan air tanah harus memperhatikan prinsip keseimbangan air tanah yang ada (Kodoatie dan Syarief, 2005)

Tujuan penelitian ini adalah menentukan prioritas strategi pengelolaan air tanah ditinjau dari aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek kelembagaan agar tercapai keberlanjutan pemanfaatan air tanah. METODA Lokasi penelitian dilakukan di Kota Jayapura. Pada penelitian ini akan digunakan metode analisa deskriptif berdasarkan penilaian aspek teknis, aspek lingkungan, serta aspek kelembagaan dengan Analytical Hierarchy Process menggunakan alat bantu software Super Decisions. A. Aspek Teknis Pembahasan yang dilakukan meliputi potensi air tanah dalam cekungan, sistem akuifer dan potensi air tanah, pemanfaatan air tanah, teknik pengambilan air tanah, water balance serta penentuan safe yield. B. Aspek Lingkungan Pembahasan yang dilakukan meliputi penurunan muka air tanah, kualitas air tanah, intrusi air laut serta penurunan permukaan air tanah. C. Aspek Kelembagaan Analisis aspek kelembagaan merupakan analisis untuk mengetahui peran institusi pengelola air tanah dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air tanah di Kota Jayapura. HASIL DAN DISKUSI Aspek Teknis a.potensi Air tanah dalam Cekungan Cekungan air tanah (CAT) Kota Jayapura meliputi areal yang luasnya sekitar 1.685 km2 lebih besar dari pada wilayah administrasi Kota Jayapura yang luasnya 940 km2. Potensi CAT di Kota Jayapura adalah 1158,4 juta m 3/th air tanah bebas dan 66,2 juta m3/th air tanah tertekan (Dinas Pertambangan, 2006). b.sistem Akuifer Setiap kelompok akuifer tersebut mempunyai kedudukan atau kedalaman yang beragam di setiap daerah, sehingga penyebaran air tanah di lapisan akuifer dalam CAT Kota Jayapura adalah sebagai berikut : 1. Kelompok akuifer dangkal atau Akuifer I yang merupakan Akuifer Bebas dengan kedalaman antara 0-30 meter. Akuifer bebas ini terdapat di seluruh daerah lepasan air tanah. 2. Kelompok akuifer dalam bagian atas atau Akuifer II yang merupakan Akuifer Tertekan dengan kedalaman antara 30-60 meter. Akuifer ini terdapat di daerah Abepura, Heram dan Muara Tami. 3. Kelompok akuifer dalam bagian tengah atau Akuifer III yang merupakan Akuifer Tertekan dengan kedalaman antara 60-100 meter. Akuifer ini terdapat di daerah Hamadi Gunung, Entrop, dan Nafri. 4. Kelompok akuifer dalam bagian bawah atau Akuifer IV yang merupakan Akuifer tertekan dengan kedalaman lebih dari 100 meter. Akuifer ini terdapat di tengahtengah CAT Kota Jayapura, yaitu didaerah Ardipura, Argapura, dan Numbay. D-5-2

c. Potensi Air tanah Berdasarkan analisa kondisi air tanah bebas maupun air tanah tertekan dan debit mata air, potensi air tanah di CAT Kota Jayapura dikelompokkan menjadi tiga wilayah potensi air tanah, yaitu : 1. Wilayah potensi air tanah tinggi Di Wilayah ini, kedalaman sistem akuifer antara 125-250 meter bawah muka tanah (mbmt), nilai permeabilitas sistem akuifer (Ksistem) rata-rata 6,5x10-cm/dtk, transmissivitas sistem (Tsistem) berkisar antara 33,28-41,17 m2/hari, dengan kedalaman muka air tanah (MAT) antara 1,5-12 mbmt. Hasil penghitungan debit jenis (Qs) menunjukkan kisaran antara 0,32-0,39 l/dtk/m, sedangkan debit optimum sumur (Qopt) berkisar antara 11,2-17,1 l/dtk. 2. Wilayah potensi air tanah sedang Wilayah potensi air tanah ini dicirikan oleh kedalaman sistem akuifer antara 75-125 mbmt, nilai Ksistem rata-rata 6,5 x 10-4 cm/dtk, Tsistem antara 17,48-28,48 m2/hari, dan MAT berkisar antara 12-24 mbmt. Terhitung, Qs antara 0,13-0,27 l/dtk/m, sedangkan debit optimum sumur (Qopt) antara 3,09-8,19 l/dtk. 3. Wilayah potensi air tanah rendah Wilayah potensi air tanah ini, mempunyai kedalaman sistem akuifer antara 20-70 mbmt, dengan nilai Ksistem rata-rata 6,5 x 10-4 cmldtk, dan Tsistem antara 4,80 12,69 m2/hari, serta MAT antara 24-32 mbmt. Terhitung Qs antara 0,05-0,12 l/dtk/m, dan debit optimum sumur (Qopt) 0,14-1,63 l/dtk. d. Pemanfaatan Air tanah Potensi air tanah yang terdapat di CAT Kota Jayapura selama ini sudah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Pemanfaatan air tanah dangkal dari akuifer bebas umumnya untuk keperluan penduduk/masyarakat. Sedangkan pemanfaatan air tanah dalam dari akuifer tertekan umumnya untuk keperluan non domestik/industri. e. Teknik Pengambilan Air Tanah Alternatif teknik pengambilan air tanah yang dapat dilakukan di Kota Jayapura adalah dengan cara : 1. Menggali tanah atau mengebor tanah dengan tenaga manusia pada kedalaman tertentu sampai mendapatkan air tanah yang disebut sebagai sumur gali atau sumur pasak/patek, dan air tanah yang diambil/disadap adalah air tanah dangkal pada lapisan akuifer bebas (akuifer 1). 2. Mengebor tanah dengan alat pemboran tenaga mesin pada kedalaman tertentu sampai memperoleh air tanah yang disebut sebagai sumur bor atau sumur produksi, umumnya air tanah yang diambil adalah air tanah dalam pada lapisan akuifer tertekan (akuifer II, III, dan IV). Pengeboran ini dapat dilaksanakan di daerah Hamadi Gunung, Argapura dan Numbay. 3. Menurap mata air dengan cara alamiah maupun buatan dengan tidak mengganggu keseimbangan hidrologi air tanahnya, karena apabila tekanan hidrolika pada saat penurapan lebih besar dari pada mata air sebelumnya, maka akan menyebabkan mata air tersebut pindah ke area yang tekanannya lebih rendah. e. Water Balance dan Safe Yield Faktor-faktor yang digunakan dalam perhitungan dan analisis neraca air adalah ketersediaan air dari aliran air tanah yang dikaji (yang merupakan ketersediaan air tanah) dan kebutuhan air dari tiap daerah layanan yang dikaji (kebutuhan air domestik, perkotaan, industri, dan lain-lain). D-5-3

Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung neraca air dapat dinyatakan sebagai berikut: Neraca = Qketersediaan Q kebutuhan Keterangan: Qketersediaan = debit ketersediaan air tanah Qkebutuhan = debit kebutuhan air Jika diketahui debit ketersediaan air tanah kota Jayapura adalah 1.158.400.000 m 3 /tahun dan volume infiltrasi (R) adalah 355.696 m 3 /tahun, maka total ketersediaan air tanah di kota Jayapura adalah: Total Q air tanah = R+ Q air tanah = 355.696 +1.158.400.000 = 1.158.755.696 m 3 /tahun. Jika diketahui total kebutuhan air penduduk kota Jayapura adalah 70.106.828 m 3 /tahun, maka ketersediaan cadangan air tanah adalah 1.088.648.869 m 3 /tahun. Dari hasil perhitungan ketersedian air tanah masih melebihi/mencukupi guna memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Jayapura. Aspek Lingkungan a. Penurunan muka air tanah Hasil pengamatan dilapangan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terdapat kecenderungan pada kegiatan penggalian sumur dan pengeboran air tanah menunjukkan semakin sulit mendapatkan air. Penggalian sumur dangkal dan pengeboran air tanah pada permukiman pada tahun 2000-an dapat dilakukan dengan kedalaman 5 10 meter untuk sumur dangkal, sedangkan pada sumur bor dengan kedalaman 10 20 meter, namun pada saat ini untuk mendapatkan air tanah diperlukan pengeboran diatas kedalaman tersebut. b. Penurunan Permukaan Tanah (Land Subsidence) Berdasarkan kondisis tata ruang, stratifigrati, dan perubahan muka air tanah di CAT Kota Jayapura, di daerah penelitian sampai saat ini belum mengalami adanya penurunan permukaan tanah akibat pengambilan/pemanfaatan air tanah. Namun diperkirakan beberapa tahun yang akan datang penurunan permukaan tanah akan terjadi, apabila debit pengambilan air tanah dalam suatu kawasan tidak terkontrol dan melebihi daya dukung kapasitas potensinya serta pada daerah imbuhan yang berfungsi sebagai sumber utama air tanah tidak dipelihara kelestarian lingkungannya. c. Kualitas Air tanah Kualitas air tanah di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu jenis batuan yang dilewati air tanah mulai dari daerah imbuhan sampai daerah pengambilan air tanah berlangsung dan kondisi lingkungan sekitarnya. Hasil analisa laboratoriu menunjukkan bahwa kualitas air tanah dalam dari lapisan akuifer tertekan pada daerah-daerah yang padat pengambilan air tanahnya sampai saat ini belum menunjukkan degradasi kualitas air tanah atau masih memenuhi batas syarat air bersih yang diijinkan dan layak digunakan sebagai bahan baku untuk air minum.kualitas air tanah dangkal (air tanah bebas) yang diambil dan sumur gali penduduk berdasarkan analisa laboratorium dan hasil pengamatan serta pengukuran langsung dilapangan menunjukkan bahwa kualitas air masih memenuhi syarat air bersih, kecuali di Distrik Jayapura Utara mempunyai kualitas air tanah yang cenderung bersifat sadah karena berada pada daerah dengan struktur tanah berkapur. D-5-4

d. Intrusi Air Laut Pengambilan dan pemanfaatan air tanah tertekan melalui sumur bor di daerah pantai bagian selatan Kota Jayapura sangat kecil, tetapi beberapa sumur gali yang dimiliki penduduk kualitas air tanahnya terasa payau atau asin dengan nilai Daya Hantar Listrik (DHL) lebih dari 1500 mikromttos/cm, seperti di Abepantai distrik Abepura (DHL = 1680 mikromhos), Hamadi distrik Jayapura Selatan (DHL= 1820 mikromhos), dan Entrop distrik Jayapura Selatan (DHL = 2180 mikromhos). Hal diatas terjadi bukan akibat intrusi air laut, namun oleh terjebaknya air tanah pada saat pengendapan terjadinya pembentukan pantai. Secara geologi terbentuknya pantai tersebut merupakan hasil pelebaran pantai akibat akumulasi endapan sungai, endapan pantai maupun delta. ASPEK KELEMBAGAAN a. Instansi Pengelola Air Tanah Instansi Pengelola air tanah di Kota Jayapura adalah Dinas Pertambangan dan Energi di bawah bidang Pengelolaan air tanah mempunyai tugas pokok merumuskan dan melaksanakan pembinaan perijinan, konservasi dan pemboran air tanah, serta pengawasan pengelolaan air tanah. Bidang tersebut mempunyai 3 seksi yaitu seksi perijinan air tanah, seksi konservasi dan Pemboran Air tanah serta seksi pengawasan pengelolaan air tanah. Instansi pengelola air tanah memiliki perangkat peraturan namun aplikasi dilapangan belum menunjukkan adanya upaya pengelolaan air tanah. b. Partisipasi Masyarakat Dari hasil survei pada masyarakat yang berkaitan dengan upaya pengelolaan air tanah di Kota Jayapura menunjukkan bahwa: 1. 89% responden masyarakat bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan pelestarian air tanah, masyarakat perlu dilibatkan. 2. 76% responden masyarakat menyatakan bahwa pemanfaatan air tanah perlu pemeriksaan kualitas air tanah secara berkala. 3. 55% responden masyarakat bahwa pemanfaatan air tanah perlu menyiapkan sumur resapan. 4. 33% responden masyarakat bahwa penggunaan air tanah perlu dilakukan pengaturan oleh instansi. 5. 26 responden masyarakat bahwa penggunaan air tanah perlu pembatasan dalam pemakaiannya. 6. 23% responden masyarakat bahwa dalam pemanfaatan air tanah perlu diterapkan proses perijinan. 7. 15% responden masyarakat bahwa pengambilan air tanah dengan sumur bor perlu dilengkapi dengan water meter. 8. 12% responden masyarakat bahwa pada pemakaian air tanah perlu dikenakan biaya. Dari prosentase diatas menunjukkan keterlibatan masyarakat dalam hal pengelolaan air tanah khususnya dalam hal pelestarian air tanah mempunyai konsekuensi yang besar, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kemauan tinggi dalam keterlibatan untuk pengelolaan air tanah, namun dalam pelaksanaan pengelolaan air tanah selama ini belum terdapat keterlibatan masyarakat. D-5-5

ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI TANAH PENGELOLAAN AIR Penentuan alternatif prioritas strategi pengelolaan air tanah didasarkan pada kebutuhan ideal akan pengelolaan air tanah sesuai kondisi eksisting daerah penelitian, untuk mendapatkan konsep altematif strategi pengelolaan yang sesuai. Adapun alternatif strategi yang dibuat adalah: a. Penyusunan pedoman pengambilan air tanah b. Peningkatan daerah resapan dan zona konservasi cekungan c. Pelatihan dan pembinaan konservasi air tanah d. Peningkatan perlindungan dan pelestarian hutan e. Pengaturan perijinan penggunaan air tanah Dari uraian diatas, dibuat model hierarki AHP dengan program super decision. Model tersebut digunakan untuk menentukan alternatif terpilih sebagai tujuan prioritas strategi pengelolaan air tanah. Model keputusan ditunjukkan pada Gambar 1 Gambar 1 Model AHP pada software super decision Penentuan Nilai Prioritas Strategi Alternatif Penentuan prioritas strategi pengelolaan air tanah dapat diketahui berdasarkan nilai bobot tertinggi pada sideways hierarchy, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 sebagai berikut. D-5-6

Gambar 2 Sideways Hierarchy Strategi Pengelolaan Air Tanah KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1. Aspek teknik yang berpengaruh terhadap pengelolaan air tanah adalah pengambilan air tanah tanpa memperhatikan akuifer tanah dan uji pemompaan serta tidak berfungsinya sumur pantau 2. Pada aspek lingkungan, terdapat penurunan muka air tanah diakibatkan oleh faktor perubahan lingkungan disekitar daerah pengambilan air tanah dengan indikasi D-5-7

terjadinya hilangnya sumber air dan pengeboran semakin dalam pada air tanah bebas. 3. Pada aspek kelembagaan, pemahanan staf instansi berwenang dalam bidang pengelolaan air tanah masih kurang dan keterlibatan masyarakat belum ada dalam hal pengelolaan air tanah. 4. Hasil penentuan pengambilan keputusan menggunakan model Analytical Hierarchy Process (AHP) berdasarkan hasil survei kepada responden expert (instansi yang terkait) untuk pemilihan alternativif prioritas strategi pengelolaan air tanah di Kota Jayapura secara berurutan adalah sebagai berikut: a) pelatihan dan pembinaan konservasi air tanah dengan bobot 0,233 b) peningkatan perlindungan dan pelestarian hutan dengan bobot 0,211 c) pengaturan perijinan penggunaan air tanah dengan bobot 0,194 d) peningkatan daerah resapan dan zona konservasi cekungan dengan bobot 0,185 e) penyusunan pedoman pengambilan air tanah dengan bobot 0,178 DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2006). Laporan Penyelidikan Tanah dan Batuan Provinsi Papua, Lembaga Penelitian Tanah, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Badan Pusat Statistik Kota Jayapura, (2009). Kota Jayapura dalam Angka, BPS Kota Jayapura. Kodoatie, Robert J. dan Roestam S., (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit Andi,Yogyakarta Saaty, T.L. (1983). Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy Process For Decision in Complex World. RWS Publication, Pittsburgh Sutrisno, S, (2002). Strategi Manajemen Air Tanah Wilayah Perkotaan. Makalah pada Diskusi Panel Pelatihan Manajemen Air Bawah Tanah di Wilayah Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan, Jurusan Geologi, Fakultas Teknik UGM Bappeda Provinsi Bali, Yogyakarta 15 27 September 2002. D-5-8