BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku. Pasal 49

dokumen-dokumen yang mirip
BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka. Pasal 102

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

Bursa Berjangka didirikan dengan tujuan menyelenggarakan transaksi Kontrak Berjangka yang teratur, wajar, efisien, efektif, dan transparan.

BAB IX PEMBUKUAN DAN PELAPORAN. Pasal 87

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI.

M E M U T U S K A N : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG KETENTUAN TEKNIS PERILAKU PIALANG BERJANGKA.

109 Jasa Kliring dan Penjaminan serta Penyelesaian Transaksi Kontrak Berjangka. 110 Wewenang Lembaga Kliring Dalam Penyelesaian Kontrak Berjangka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 1997 (32/1997) TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 93, Tambahan Lembaran

Mengetahui tujuan dan sumber finansial Anda. Siapa saja yang melakukan perdagangan berjangka dan mengapa?

BAB 5 PENEGAKAN PERATURAN

BAB III PERJANJIAN INVESTASI ANTARA INVESTOR DENGAN PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA. A. Dasar Hukum Untuk Melaksanakan Perjanjian Kerjasama Investasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

M E M U T U S K A N :

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PERJANJIAN MITRA PEMASAR

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DANA KOMPENSASI.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI. Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005. Tentang TUPOKSI DAN STRUKTUR ORGANISASI BAPPEBTI, DEPDAG BAB IX

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 6 PROSEDUR KLIRING

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN)

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. Nomor : 86/MPP/KEP/3/2001. Tentang STRUKTUR ORGANISASI DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 107/BAPPEBTI/PER/11/2013

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 99/BAPPEBTI/PER/11/2012

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 117/BAPPEBTI/PER/03/2015

BAB V PENUTUP. telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I KETENTUAN UMUM

(KOP PERUSAHAAN) DOKUMEN PEMBERITAHUAN ADANYA RISIKO YANG HARUS DISAMPAIKAN OLEH PIALANG BERJANGKA

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI ANTARA INVESTOR DENGAN PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA

402. PERSYARATAN KEANGGOTAAN BURSA BERDASARKAN KATEGORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

BAB 14 SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF

PT. MAHADANA ASTA BERJANGKA

DAFTAR ISI PERATURAN DAN TATA TERTIB PT. BURSA KOMODITI & DERIVATIF INDONESIA INDONESIA COMMODITY & DERIVATIVES EXCHANGE ( ICDX )

BAB V PENYELESAIAN TRANSAKSI. Bagian Kesatu Penyerahan Barang. Pasal 25

M E M U T U S K A N :

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF

PERATURANDANTATATERTI

1. Contract For Difference Indeks Saham. 2. Contract For Difference Mata Uang Asing. 3. Contract For Difference Komoditi

BAB 6 TATA CARA PEDAGANGAN ELEKTRONIS SERTA PERSYARATAN DAN PRAKTEK PERDAGANGAN

BAB III KELEMBAGAAN. Bagian Kesatu Umum. Pasal 19. Bagian Kedua Badan Pengawas. Pasal 20

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA YANG DIBUBARKAN

VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB VI KELEMBAGAAN. Bagian Kesatu Umum. Pasal 34

BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

2017, No Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan T

BAB II PROSES TRANSAKSI PENYIMPANAN DANA PADA PERUSAHAAN PERDAGANGAN DERIVATIF. A. Pihak-Pihak Yang Terlibat dalam Penyimpanan Dana pada Perusahaan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING. 300 Struktur Organisasi. 301 Pengurus. 302 Tugas dan Tanggung Jawab Direksi

(dibuat diatas kertas kop perusahaan) Lampiran : Perihal : Permohonan Persetujuan

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PERILAKU AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA

PROFIL PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA*)

BAB I DEFINISI DAN INTERPRETASI

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 119/BAPPEBTI/PER/03/2015

2017, No undangan mengenai pencegahan dan pemberatasan tindak pidana pencucian uang dan wajib melakukan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam

BAB II PERDAGANGAN BERJANGKA

A S I A KAPITALINDO PERJANJIAN NASABAH

BAB I PENDAHULUAN. secara konvensional di pasar fisik dengan harga pasar yang terdapat saat itu.

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP-28/PM/2000 TENTANG

BAB VIII TATA CARA PELAKSANAAN PEMERIKSAAN. Bagian Kesatu Dasar Pemeriksaan. Pasal 56

BAB 1 DEFINISI 100. DEFINISI

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006

ANGGOTA KLIRING YANG MENDAPATKAN JASA LAYANAN KLIRING DAN PENJAMINAN PENYELESAIAN TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA DAN OPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 KLIRING DAN PENYELESAIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI,

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Pe

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB 2 KEANGGOTAAN PENJAMINAN. (a) Anggota Penjaminan Biasa, yang terdiri dari :

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERJANJIAN PERDAGANGAN KONTRAK BERJANGKA PT. FIRST STATE FUTURES

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL

: KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. NOMOR : 556/MPP/Kep/10/1999

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 104/BAPPEBTI/PER/08/2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pasal 49 1. Setiap Pihak dilarang melakukan kegiatan Perdagangan Berjangka, kecuali kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya. 2. Setiap Pihak dilarang menyalurkan amanat untuk melakukan transaksi Kontrak Berjangka dari pihak ketiga, kecuali transaksi tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan Undangundang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya. Pasal 50 1. Pialang Berjangka wajib mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan pengetahuan mengenai Perdagangan Berjangka dari Nasabahnya. 2. Pialang Berjangka wajib menyampaikan Dokumen Keterangan Perusahaan dan Dokumen Pemberitahuan Adanya Risiko serta membuat perjanjian dengan Nasabah sebelum Pialang Berjangka yang bersangkutan dapat menerima dana milik Nasabah untuk perdagangan Kontrak Berjangka. 3. Pialang Berjangka dilarang menerima amanat Nasabah apabila mengetahui Nasabah yang bersangkutan: a. telah dinyatakan pailit oleh pengadilan; b. telah dinyatakan melanggar ketentuan Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya oleh badan peradilan atau Bappebti; c. pejabat atau pegawai; 1. Bappebti, Bursa Berjangka, Lembaga Kliring Berjangka; atau 2. Bendaharawan lembaga yang melayani kepentingan umum, kecuali yang bersangkutan mendapat kuasa dari lembaga tersebut. 4. Pialang Berjangka dalam memberikan rekomendasi kepada Nasabah untuk membeli atau menjual Kontrak Berjangka wajib terlebih dahulu memberitahukan apabila ada kepentingan Pialang Berjangka yang Pasal 51 1. Pialang Berjangka, sebelum melaksanakan transaksi Kontrak Berjangka untuk Nasabah, Page 1/5

berkewajiban menarik Margin dari Nasabah untuk jaminan transaksi tersebut. 2. Margin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa uang dan/atau surat berharga tertentu. 3. Pialang Berjangka wajib memperlakukan Margin milik Nasabah, termasuk tambahan dana hasil transaksi Nasabah yang bersangkutan, sebagai dana milik Nasabah. 4. Dana milik Nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening Pialang Berjangka pada bank yang disetujui oleh Bappebti. 5. Dana milik Nasabah hanya dapat ditarik dari rekening terpisah, sebagaimana dimaksud pada ayat (4), untuk pembayaran komisi dan biaya lain sehubungan dengan transaksi Kontrak Berjangka dan/atau untuk keperluan lain atas perintah tertulis dari Nasabah yang 6. Apabila Pialang Berjangka dinyatakan pailit, dana milik Nasabah yang berada dalam penguasaan Pialang Berjangka tidak dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban Pialang Berjangka terhadap pihak ketiga atau kreditornya. Pasal 52 1. Pialang Berjangka dilarang melakukan transaksi Kontrak Berjangka untuk rekening Nasabah, kecuali telah menerima perintah tertulis untuk setiap kali transaksi dari Nasabah atau kuasanya yang ditunjuk secara tertulis untuk mewakili kepentingan Nasabah yang 2. Dalam hal tertentu, Bappebti dapat menetapkan bahwa Pialang Berjangka dapat pula melakukan transaksi atas Kontrak Berjangka untuk rekeningnya sendiri. 3. Pialang Berjangka wajib mendahulukan transaksi Kontrak Berjangka atas amanat Nasabahnya. Pasal 53 1. Penasihat Berjangka berkewajiban mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan pengetahuan mengenai Perdagangan Berjangka dari kliennya. 2. Penasihat Berjangka wajib menyampaikan Dokumen Keterangan Perusahaan dan Dokumen Pemberitahuan Adanya Risiko kepada klien sebelum kedua pihak mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pemberian jasa. 3. Penasihat Berjangka dilarang menarik atau menerima uang dan/atau surat berharga tertentu dari kliennya, kecuali untuk pembayaran jasa atas nasihat yang diberikan kepada klien yang 4. Penasihat Berjangka dalam memberikan rekomendasi kepada klien untuk membeli atau menjual Kontrak Berjangka wajib terlebih dahulu memberitahukan apabila ada kepentingan Penasihat Berjangka yang Pasal 54 1. Pengelola Sentra Dana Berjangka berkewajiban mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan pengetahuan mengenai Perdagangan Berjangka dari peserta Sentra Dana Page 2/5

Berjangka. 2. Pengelola Sentra Dana Berjangka wajib menyampaikan Dokumen Keterangan Perusahaan dan Dokumen Pemberitahuan Adanya Risiko kepada calon peserta Sentra Dana Berjangka sebelum kedua pihak mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pengelolaan Sentra Dana Berjangka. 3. Pengelola Sentra Dana Berjangka wajib mengelola setiap Sentra Dana Berjangka dalam suatu lembaga yang terpisah dari Pengelola Sentra Dana Berjangka yang 4. Pengelola Sentra Dana Berjangka wajib menempatkan dana bersama yang dihimpun dari calon peserta Sentra Dana Berjangka dalam rekening yang terpisah dari rekening Pengelola Sentra Dana Berjangka yang bersangkutan pada bank yang disetujui oleh Bappebti. Pasal 55 Pialang Berjangka, Penasihat Berjangka, dan Pengelola Sentra Dana Berjangka wajib menjamin kerahasiaan data dan informasi mengenai Nasabah, klien, atau peserta Sentra Dana Berjangka, dan dilarang mengungkapkan data dan informasi tersebut, kecuali memperoleh persetujuan tertulis dari Nasabah, klien, atau peserta Sentra Dana Berjangka yang bersangkutan atau diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 56 Ketentuan mengenai pedoman perilaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54 dan Pasal 55, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Praktik Perdagangan yang Dilarang Pasal 57 1. Dalam Perdagangan Kontrak Berjangka setiap Pihak dilarang melakukan atau berusaha melakukan manipulasi melalui tindakan: a. baik secara langsung maupun tidak langsung dalam waktu bersamaan menguasai sebagian besar persediaan Komoditi secara fisik dan Kontrak Berjangka dengan posisi beli; b. baik secara langsung maupun tidak langsung membeli atau menjual Kontrak Berjangka yang dapat menyebabkan seolah-olah terjadi perdagangan yang aktif atau yang mengakibatkan terciptanya informasi yang menyesatkan mengenai keadaan pasar atau harga Kontrak Berjangka di Bursa Berjangka; c. membuat, menyebarkan, dan/atau menyuruh orang lain membuat dan/atau menyebarluaskan pernyataan atau informasi yang tidak benar atau menyesatkan Page 3/5

yang berkaitan dengan transaksi Kontrak Berjangka dengan maksud mengambil keuntungan dari timbulnya gejolak harga di Bursa Berjangka akibat tersebarluasnya pernyataan atau informasi tersebut. 2. Setiap Pihak dilarang: a. melakukan transaksi Kontrak Berjangka yang telah diatur sebelumnya secara tidak wajar; b. menyelesaikan dua atau lebih amanat nasabah yang berlawanan untuk Kontrak Berjangka yang sama di luar Bursa Berjangka; c. secara langsung atau tidak langsung menjadi lawan transaksi Nasabahnya, kecuali: 1. amanat Nasabah telah ditawarkan di Bursa Berjangka secara terbuka; dan 2. transaksi yang terjadi dilaporkan, dicatat, dan dikliringkan dengan cara yang sama sebagaimana amanat lain yang ditransaksikan di Bursa Berjangka; atau 3. secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pihak lain untuk melakukan transaksi Kontrak Berjangka dengan cara membujuk atau memberi harapan keuntungan di luar kewajaran. Pasal 58 1. Setiap Pihak dilarang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, posisi terbuka atas Kontrak Berjangka yang melebihi batas maksimum. 2. Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bappebti. Pasal 59 Setiap Pihak wajib melaporkan kepada Bappebti melalui Bursa Berjangka posisi terbuka Kontrak Berjangka yang dimilikinya apabila mencapai batas tertentu yang ditetapkan oleh Bappebti. Pasal 60 Ketentuan mengenai praktik perdagangan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, Pasal 58 dan Pasal 59, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Penyelesaian Perselisihan Perdata Pasal 61 Page 4/5

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Tanpa mengurangi hak para Pihak untuk menyelesaikan perselisihan perdata yang berkaitan dengan Perdagangan Berjangka di pengadilan atau melalui arbitrase, setiap perselisihan wajib diupayakan terlebih dahulu penyelesaiannya melalui: a. musyawarah untuk mencapai mufakat di antara Pihak yang berselisih; atau b. pemanfaatan sarana yang disediakan oleh Bappebti dan/atau Bursa Berjangka apabila musyawarah untuk mencapai mufakat, sebagaimana dimaksud pada huruf a, tidak tercapai. Pasal 62 Ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Page 5/5