BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Bab ini memuat uraian teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori-teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Astika, 2011:76). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori ini sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara agen (manajemen) dengan pemilik (principal). Agen diberi wewenang oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (principal) meminta pihak lainnya (agent) untuk melaksanakan sejumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II OPINI AUDIT GOING CONCERN DAN MODEL-MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Masing-masing akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang berbeda kepentingan. Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori agensi menjelaskan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. antara agen (pihak manajemen suatu perusahaan) dengan principal (pemilik).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberi mandat kepada pihak lain, yaitu agen. Agen disini melakukan semua

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk dapat survive melainkan harus mampu memiliki keunggulan bersaing

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan hidup (going concern) usahanya melalui asumsi going. concern. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. atau lebih dan masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak mencoba

II. LANDASAN TEORI. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, serta

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan memperoleh laba (profit oriented). Menurut Anthony dan

BAB I PENDAHULUAN. karena telah menggunakan sumberdaya pemilik untuk menjalankan kegiatan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. No Peneliti Tema Hasil 1 Rasmini & Juliantari (2013) Auditor Switching dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2002:11) auditing adalah :

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan menurut PSAK no.1 revisi 2009 (IAI, 2012) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan dunia bisnis di Negara tersebut. Dunia bisnis dapat dijadikan

BAB 2 LANDASAN TEORI & PENGEMBANGAN HIPOTESIS

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian suatu negara dapat ditandai dengan pergerakan dunia

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pelayanan akuntansi kepada masyarakat. UU no 5 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. wewenang untuk mengambil keputusan, sedangkan principal adalah pihak yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang terdapat di dalam penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI. (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan mempertahankan kelangsungan usaha (going concern). Salah satu cara

BAB II LANDASAN TEORI. principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Jensen dan Meckling (1976) mengatakan hubungan agensi adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Agency Theory). Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba atau profit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan. dan dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori harapan, auditing dan auditor switching. Selain itu, disajikan juga konsepkonsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. antara manajemen (agent) dengan pemilik (principical). Agen diberi wewenang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam landasan teori ini dijelaskan mengenai teori yang mendasari atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha) dan principal (pemilik usaha). Didalam hubungan keagenan (agency

BAB I pengecualian (Unqualified Opinion), namun pada tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. suatu daya tarik bagi para investor. Investor biasanya menginvestasikan dananya pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan yang pertama kali dikembangkan oleh Jensen dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) meminta

BAB I PENDAHULUAN. terus beroperasi secara berkesinambungan untuk suatu masa yang tidak tertentu

BAB I PENDAHULUAN. (going concern) usahanya melalui asumsi going concern. Tujuan dari keberadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan suatu entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 4, NO 2, Edisi Juni 2012 (ISSN : 2252_7826) JENIS-JENIS PENDAPAT AUDITOR (OPINI AUDITOR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buku atau akhir tahun fiskal hingga tanggal diterbitkannya laporan

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Tipe Opini Auditor. 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) usahanya. Kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari laporan keuangan telah dijelaskan dalam Statement of

BAB II. Tinjauan Pustaka. Mulyadi (2002:11) mendefinisikan auditing : Berdasarkan definisi auditing tersebut terdapat unsur-unsur yang penting

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Keuangan (PSAK) No.1 terdiri dari komponen-komponen, (a) Neraca, (b)

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian adalah kemampuan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. agent (pihak manajemen suatu perusahaan) dengan principal (pemilik

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi akhir-akhir ini sebagai rangkaian dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan ekonomi. (Standar Akuntansi Keuangan, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Jensen dan Meckling menyatakan bahwa teori keagenan atau agency theory

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Suatu perusahaan menjalankan bisnisnya tidak hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. erat dengan perusahaan yaitu sebagai salah satu stakeholder. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah dilakukan oleh Warnida (2012), Yaitu faktot faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan memperoleh laba (profit oriented). Laba menjadi tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan audit serta mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada suatu periode akan melaporkan semua kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan audit report

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan merupakan mesin perekonomian yang sangat berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2002) auditing adalah Suatu proses sistematis untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan merupakan versi game theory yang memodelkan proses kontrak antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) adalah teori yang menjelaskan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya (agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Prinsip utama teori ini adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agent) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut nexus of contract. Jika kedua pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka maka ada kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal. Agar agen termotivasi, maka prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut ini: 1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. 11

2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Faktanya kontrak yang mengikat agen dan prinsipal tidak serta merta akan mengurangi munculnya masalah keagenan. Menurut teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976), permasalahan keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) di antara pemilik perusahaan dengan agen. Prinsipal menginginkan hasil akhir keputusan yang menghasilkan laba sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan. Agen pun pasti memiliki kepentingan pribadi yang ingin dicapai yakni penerimaan kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan. Kepentingan ekonomis yang berbeda bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya asimetri informasi (kesenjangan informasi) antara pemegang saham (stakeholders) dan manajemen. Informasi asimetri biasanya terjadi disebabkan karena pihak agen memiliki informasi keuangan yang dinilai lebih daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Asimetri informasi merupakan kondisi di mana informasi yang terdapat dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen tidak mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya. Sebagai hasilnya akan timbul yang dinamakan biaya keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan residual losses (Jensen dan Meckling, 1976). 12

1) Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturanaturan operasi. 2) Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen bertindak untuk kepentingan prinsipal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut dapat mengurangi monitoring cost. 3) Residual losses timbul dari kerugian yang diterima prinsipal atas keputusan agen yang tidak optimal. Konflik kepentingan antara para pihak tersebut dapat dijelaskan oleh Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan sifat dasar manusia tersebut manajer akan cenderung berperilaku oportunistik untuk kesejahteraan pribadinya. Di sisi lain prinsipal menginginkan pembagian dividen yang besar dari tingginya tingkat laba yang diperoleh perusahaan. 13

Informasi dalam laporan keuangan yang dapat menyesatkan pengambilan keputusan oleh pengguna memerlukan keterlibatan auditor sebagai pihak independen. Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004). Teori agensi dengan penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern memiliki kaitan yang erat karena auditor bertugas untuk melakukan pengawasan (monitoring) terhadap kinerja manajemen mengenai kesesuain tindakannya dengan kepentingan prinsipal dalam mandatnya menjalankan usaha. Sarana pertanggungjawaban dalam bentuk laporan keuangan akan dievaluasi oleh auditor untuk menelusuri kemungkinan adanya asimetri informasi atau manipulasi data dan memberikan sebuah opini audit untuk mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan, apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Auditor haruslah menjadi pihak independen yang tidak mudah terpengaruh dengan tenure (lama perikatan audit klien dengan auditor), sehingga hasil pengawasan yang dilaksanakan merupakan bukti yang obyektif. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor adalah penerimaan opini kewajaran dalam laporan keuangan perusahaan dan pengungkapan kemampuan perusahaan dalam kelangsungan hidupnya (going concern) (Sari, 2012). 2.1.2 Auditing ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan 14

mengevaluasi bukti-bukti audit secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Agoes (2000:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut Jusup (2001:11) auditing atau pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Mulyadi (2002:9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa auditing adalah proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti 15

pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi secara obyektif, sehingga dapat ditentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran pernyataan tersebut. Menurut Jusup (2001:169) dalam setiap audit baik audit pada perusahaan besar maupun pada perusahaan kecil selalu terdapat empat tahapan kegiatan berikut ini: 1) Penerimaan penugasan audit Tahap awal suatu audit adalah mengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu kesempatan menjadi auditor untuk klien baru, atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Mulyadi (2002:122) menyebutkan bahwa perikatan adalah kesempatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Saat perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditor menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah-langkah yang ditempuh oleh auditor di dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan audit dari calon kliennya adalah sebagai berikut: (1) mengevaluasi integritas manajemen, (2) mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa, (3) menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit, (4) menilai independensi, (5) menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran professional, 16

(6) membuat surat perikatan audit. Tahap ini hanya melibatkan standar umum dari standar auditing yang perlu diterapkan. Pada umumnya keputusan untuk menerima (menolak) ini sudah dilakukan sejak enam bulan hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku yang akan diperiksa (Jusup, 2001:169). 2) Perencanaan Audit Tahap kedua dari suatu audit menyangkut penerapan strategi audit untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit. Perencanaan merupakan tahap yang cukup sulit dan menentukan keberhasilan penugasan audit. Pada tahap ini perlu diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Perencanaan audit biasanya dilakukan antara tiga hingga enam bulan sebelum akhir tahun buku klien. Tahapan yang ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya adalah sebagai berikut: (1) memahami bisnis dan industri klien, (2) melaksanakan prosedur audit, (3) mempertimbangkan tingkat materialitas awal, (4) mempertimbangkan risiko bawaan, (5) mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun pertama, (6) mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan, (7) memahami pengendalian intern klien. 3) Pelaksanaan pengujian audit Tahap ketiga dalam audit laporan keuangan adalah melaksanakan pengujian audit. Tahap ini sering disebut juga sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan. 17

Tujuan utama tahap audit ini adalah mendapatkan bukti audit mengenai efektivitas Struktur Pengendalian Intern (SPI) klien dan kewajaran laporan keuangannya. Pada tahap ini harus diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Pengujian ini dilakukan tiga sampai empat bulan sebelum akhir tahun buku hingga satu sampai tiga bulan sesudah akhir tahun buku klien. 4) Pelaporan Temuan Tahap keempat atau tahap terakhir dari suatu audit adalah pelaporan temuan. Laporan audit bisa berupa laporan standar yaitu laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau bisa juga menyimpang dari laporan standar. Pada tahap ini harus dilaksanakan standar umum dan standar pelaporan dari standar auditing. Laporan audit biasanya diterbitkan antara satu hingga tiga minggu setelah berakhirnya pekerjaan lapangan. Ada dua langkah yang dilaksanakan oleh auditor dalam pelaporan audit ini (Mulyadi, 2002:122), yaitu: (1) menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan, (2) menerbitkan laporan audit. 2.1.3 Opini Audit Laporan audit merupakan hasil dari pelaksanaan audit seorang auditor yang digunakan sebagai media komunikasi penyampaian informasi kepada pihakpihak berkepentingan. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan 18

tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001). Dalam SA Seksi 110 paragraf 01 dijelaskan bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraf yakni paragraf pengantar (introduction paragraph), paragraf lingkup audit (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi, 2002). Khusus pada pargraf ketiga yakni paragraf pendapat dalam laporan auditor bentuk baku digunakan untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan auditan. Pendapat auditor menyatakan mengenai kewajaran laporan keuangan dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum berdasarkan keyakinan profesionalnya. Menurut Halim (2008:75), terdapat lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut ini. 1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. 19

2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain, (2) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI, (3) Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material, (4) Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, (5) Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode akuntansi. 3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila: (1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan, (2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan 20

tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat. 4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan terhadap laporan keuangan. 5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila: (1) Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu, (2) Auditor tidak independen terhadap klien. Pelaksanaan proses audit menuntut auditor tidak hanya melihat pada halhal yang ditampilkan dalam laporan keuangan tetapi juga harus lebih mewaspadai kelangsungan hidup perusahaan dalam batas waktu tertentu (SPAP SA 341). Pada saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diijinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian atau opini disclaimer. PSA 29 paragraf 1 huruf d, menyatakan bahwa keraguan yang besar tentang kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelaan 21

dalam laporan audit, meskipun tidak memengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan auditor. 2.1.4 Opini Audit Going Concern Laporan audit dengan modifikasi going concern merupakan suatu indikator bahwa dalam sudut pandang penilaian auditor ditemukan risiko auditee tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup bisnisnya. Menurut Belkaoui (2006) going concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Analisis auditor sebelum memutuskan pemberian opini dengan modifikasi going concern meliputi pertimbangan hasil dari operasi perusahaan, kondisi ekonomi yang memengaruhi, kemampuan membayar utang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. SPAP Seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut: 1) Jika auditor yakin terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor harus: (1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. (2) Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. 22

2) Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertahankan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). 3) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa di atas, maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas efektivitas rencana tersebut, dan: (1) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. (2) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian. (3) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar. Menurut Vanstraelen (2002), yang termasuk dalam opini going concern terdiri dari: 1) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language). Jika auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Apabila auditor telah berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan maka auditor 23

harus mempertimbangkan mengenai kecukupan pengungkapan tentang kelangsungan usaha dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan mengenai sifat, dampak kondisi, dan peristiwa yang semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup satuan usaha, mitigating factor dan rencana manajemen. Apabila auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. 2) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report). Opini wajar dengan pengecualian diberikan kepada auditee apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditee melaksanakan rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi ketidakmampuan atas kelangsungan hidup perusahaan. Tetapi auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan. Auditor harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan pengecualian dan dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Auditor juga harus mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelas di dalam paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian : Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mewajibkan pengungkapan faktor risiko tertentu yang berdampak signifikan terhadap 24

kondisi perusahaan yang dilaporkan atau operasi perusahaan di masa depan. Laporan keuangan terlampir tidak berisi pengungkapan tentang dampak memburuknya kondisi ekonomi Indonesia terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Banyak negara di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, mengalami memburuknya kondisi ekonomi yang terutama sebagai akibat depresiasi mata uang di wilayah tersebut. Menurut pendapat kami, kecuali tidak diungkapkannya informasi sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perus aha an KXT tanggal 31 Desember 2007, hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia 3) Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai dan tidak dilakukan penyesuaian, padahal dampaknya sangat material dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar. Paragraf yang berisi penjelasan tentang alasan yang menyebabkan auditor memberikan pendapat tidak wajar yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraph pendapat yang berisi pendapat tidak wajar : Memburuknya kondisi ekonomi Indonesia berdampak sangat material terhadap posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan untuk tahun buku 2007. [Uraikan di sini dampak sangat material memburuknya kondisi ekonomi tersebut terhadap pos pos tertentu dalam laporan keuangan]. Manajemen tidak mengungkapkan hal tersebut dalam laporan keuangan dan tidak melakukan penyesuaian sebagaimana yang seharusnya dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Menurut pendapat kami, karena dampak tidak dilakukannya pengungkapan dan penyesuaian sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas terhadap laporan keuangan tahun buku 2007, laporan keuangan tersebut di atas tidak menyajikan secara wajar, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, posisi keuangan perusahaan tanggal 31 Desember 2007 dan hasil usaha, dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. 25

4) Tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report). Apabila setelah mempertimbangkan dampak kondisi perusahaan, auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Dalam hal satuan usaha tidak memiliki rencana manajemen atau auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen entitas tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. Auditor akan memberikan penjelasan atas keputusan untuk tidak memberikan pendapat pada paragraf sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pernyataan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat : Catatan X atas laporan keuangan terlampir berisi ringkasan dampak memburuknya kondisi ekonomi Indonesia atas posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dan langkah-langkah yang ditempuh dan rencana yang dibuat oleh manajemen di dalam merespon kondisi tersebut. Laporan keuangan terlampir mencakup dampak memburuknya kondisi ekonomi tersebut, sepanjang hal itu dapat ditentukan dan diperkirakan. Oleh karena sangat tidak stabilnya kurs mata uang asing dan tarif bunga, yang berakibat terhadap kurangnya likuidasi dan memburuknya kondisi ekonomi Indonesia, adalah tidak mungkin untuk menentukan dampak memburuknya kondisi ekonomi tersebut terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dalam tahun 2008. Karena adanya ketidakpastian besar mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti yang kami kemukakan dalam paragraf di atas, maka keadaan ini tidak memungkinkan kami untuk menyatakan, dan kami tidak menyatakan, pendapat atas laporan keuangan tersebut di atas Bagaimanapun juga hampir tidak ada panduan yang jelas atau hasil penelitian yang dapat dijadikan pemilihan tipe going concern report yang dipilih. Karena pemberian status going concern bukanlah tugas yang mudah (Koh dan 26

Tan, 1999). Mc Keown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan pada suatu perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan dalam beberapa tahun ke depan atau mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan kelangsungan usaha. Boynton (2002) menyatakan bahwa informasi yang mampu mengindikasikan perusahaan mempunyai permasalahan going concern antara lain mencakup: 1) Tren negatif, seperti kerugian operasi yang berulang, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari aktivitas operasi, dan rasio keuangan kunci yang buruk. 2) Petunjuk lain dari kemungkinan kesulitan keuangan, seperti tidak dapat membayar utang atau perjanjian pinjaman, penunggakan pembayaran dividen, restrukturisasi utang, dan ketidaktaatan terhadap persyaratan modal dasar. 3) Masalah internal, seperti penghentian kerja, ketergantungan yang besar pada keberhasilan proyek tertentu, dan komitmen jangka panjang yang tidak ekonomis. 4) Masalah eksternal, seperti pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undangundang atau masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kerugian pada franchise atau waralaba yang penting, lisensi atau paten penting, kerugian akibat bencana besar yang tidak diasuransikan. 27

Pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit dengan modifikasi going concern terhadap kesinambungan usaha suatu entitas disajikan dalam gambar berikut ini: Gambar 2.1 Panduan Bagi Auditor dalam Memberikan Opini Audit dengan Modifikasi Going Concern Apakah ada kondisi dan atau peristiwa yang berdampak terhadap kelangsungan hidup entitas? TIDAK SA SEKSI 508 PSA NO. 29 YA Apakah auditor sangsi atas kelangsungan hidup entitas? TIDAK YA Apa ada rencana manajemen? YA TIDAK Tidak memberikan pendapat Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Apa rencana manajemen dilaksanakan? YA TIDAK Tidak memberikan pendapat Apakah cukup pengungkapan? TIDAK YA Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan paragraf penjelasan berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas/ penekanan atas suatu hal (Emphasis of matter) Pendapat Wajar Dengan Pengecualian atau Tidak Wajar Sumber : SA Seksi 341 Paragraf 19 (SPAP, 2001) 28

2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu indikasi bahwa kondisi entitas bisnis dalam keadaan baik. Perusahaan yang bertumbuh dengan tren positif menunjukkan aktivitas operasional perusahaan berjalan dengan semestinya, ini berarti perusahaan memiliki jaminan untuk bisa mempertahankan posisi keuangannya dan kelangsungan bisnisnya. Pertumbuhan arus kas operasi bersih dapat dijadikan sebagai proksi dari pertumbuhan perusahaan. Informasi arus kas operasi dapat membantu dalam menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya, membayar dividen, dan meningkatkan kapasitas perusahaan (Subramanyam dan Wild, 2010). Arus kas operasi yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan dapat membiayai aktivitas investasi dan aktvitas pendanaannya dari hasil aktivitas operasi sehingga kemungkinan perusahaan untuk mengalami kebangkrutan dan likuidasi sangat kecil. Altman (dalam Gama dan Astuti, 2014) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth memiliki kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern, maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini going concern. 2.1.6 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam berbagai proksi antara lain aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Proksi nilai aktiva digunakan untuk 29

menjelaskan ukuran perusahaan karena nilai aktiva menunjukkan seberapa besar kekayaan yang dimiliki perusahaan dalam rangka melakukan kegiatan operasionalnya dan nilai aktiva dipilih karena nilai yang dimiliki relatif lebih stabil dibandingkan dengan proksi lain (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Perusahaan dengan total aktiva yang besar akan menunjukkan arus kas yang positif sehingga bisa dikatakan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai titik maturity dengan prospek yanag baik dalam jangka waktu panjang. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm) (Widyantari, 2011). Auditor yang mengetahui ukuran perusahaan akan memiliki pemahaman memadai mengenai seberapa besar volume bisnis perusahaan tersebut. Perusahaan besar yang dianggap mampu mengatasi turbulence kondisi keuangan, auditor cenderung lebih sering memberikan opini audit non going concern. Perusahaan yang skalanya lebih kecil akan lebih cenderung diberikan opini audit dengan modifikasi going concern karena auditor mempertimbangkan kesangasian atas kemampuan perusahaan tersebut mempertahankan kelangsungan usahanya. 2.1.7 Kualitas Audit Kualitas audit yang tinggi memberikan tingkat keyakinan kepada pihakpihak berkepentingan untuk mempercayai dan memanfaatkan informasi akuntansi entitas. Kompetensi auditor industry specialization merupakan salah satu dimensi yang bisa digunakan untuk mengukur seberapa besar kualiats audit secara aktual. Auditor yang memiliki pengalaman dan spesialisasi keahlian di suatu bidang 30

industri tertentu cenderung menghasilkan opini audit dengan kualitas lebih baik untuk kliennya yang berada pada industri tersebut. Balsam (2003) menyatakan bahwa spesialisasi auditor berkontribusi pada kredibilitas yang diberikan auditor. Semakin banyak spesialisasi seorang auditor menunjukkan semakin berpengalaman dan professional auditor tersebut. Auditor spesialis lebih cakap dalam mengintrepetasikan kesalahan pelaporan keuangan (Hammersley, 2006). Di dunia terdapat Kantor Akuntan Publik yang berstatus The Big Four yaitu KAP Ernest & Young, KAP Deloitte Touche Tohmatsu, KAP Pricewaterhouse Coopers, dan KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG). KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four mengindikasikan tingkat konsentrasi pasar audit yang tinggi untuk suatu industri tertentu. Pada tahun 2006-2008, empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big four Auditors adalah sebagai berikut: 1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernest & Young, 2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, 3) KAP Siddharta, Siddharta, dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG, 4) KAP Haryanto Sahari berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers. Pada tahun 2009, empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors yaitu: 1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernest & Young, 2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, 31

3) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG, 4) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers. 2.1.8 Audit Lag Audit lag atau dalam beberapa penelitian disebut sebagai audit delay didefinisikan sebagai rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan yang diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan sejak tanggal tahun tutup buku, yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera di laporan auditor independen (Rachmawati, 2008). Semakin lama rentang waktu penyelesaian pekerjaan audit semakin tinggi kemungkinan entitas menerima opini audit dengan modifikasi going concern. Ketentuan mengenai jangka waktu pelaporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan audit independennya diatur dalam Surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep 36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. McKeown et al. (1991) mengungkapkan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemui ketika pengeluaran opini terlambat. Hal ini mungkin terjadi karena auditor lebih banyak melakukan pengujian, manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika terdapat ketidakpastian kelangsungan usaha, dan auditor 32

berharap bahwa perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi untuk menghindari dikeluarkannya opini audit going concern (Lennox, 2002). 2.1.9 Audit Tenure Audit tenure adalah lamanya waktu perikatan yang terjalin antara Kantor Akuntan Publik dengan klien atau auditee yang sama. Kedekatan antara auditor dengan auditee sangat mungkin memengaruhi independensi seorang auditor terutama kaitannya dengan ketidakrelaan auditor kehilangan fee yang tinggi ketika dihadapkan dengan tanggung jawab menerbitkan opini audit dengan modifikasi going concern. Sebaliknya terdapat argumen yang menyatakan bahwa waktu keterikatan yang lebih lama dengan klien memungkinkan auditor untuk mendapatkan wawasan tambahan guna melaporkan ketidakpastian going concern yang ditemukan dengan lebih baik. Menteri Keuangan membuat peraturan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang pemberian jasa audit umum yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap laporan keuangan suatu perusahaan paling lama enam tahun buku berturut-turut dan oleh seorang auditor independen paling lama tiga tahun buku berturut-turut. KAP dan auditor independen tersebut dapat menerima kembali perikatan audit setelah satu tahun tidak mengaudit perusahaan tersebut. Rotasi KAP tersebut dimaksudkan untuk menghindari hilangnya independensi auditor selama perikatan audit. Bagian Praktik Securities of Exchange Commission (SEC) Komite Eksekutif (American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 1992 dalam Widyantari, 2011) menyatakan laporan tentang audit tenure yang berisi 33

beberapa argumen bahwa dalam jangka panjang hubungan antara auditor dan perusahaan klien akan menyebabkan masalah sebagai berikut ini. 1) Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan manajemen klien yang menyebabkan auditor tidak independen untuk mengidentifikasi masalah manajemen dan kehilangan skeptisisme profesional. 2) Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa sudah mengetahui lebih dulu hasil dari pengujian tersebut. Hal ini menyebabkan auditor kurang mampu untuk mengevaluasi perubahan penting dalam kondisi klien. 3) Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungannya dengan klien. Memenuhi keinginan manajemen klien mungkin menjadi prioritas auditor, dibandingkan mengikuti standar profesional. 2.1.10 Opinion Shopping SEC mendefinisikan opinion shopping sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan. Modus pergantian auditor (auditor switching) biasanya digunakan perusahaan untuk menghindari penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern dengan dua cara (Teoh, 1992), yaitu : (1) perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor. Kekhawatiran untuk diganti mungkin dapat mengurangi independensi auditor, sehingga tidak mengungkapkan kecurigaan going concern yang ditemuinya. Argumen ini disebut ancaman pergantian auditor. (2) bahkan ketika auditor tersebut independen, 34

perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung memberikan opini going concern. Argumen ini disebut opinion shopping. Perilaku opinion shopping dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi pelaporan keuangan perusahaan agar tampak wajar dan baik dengan cara memberikan tekanan kepada auditor. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan pada Penerimaan Opini Audit dengan Modifikasi Going Concern Perusahaan yang bertumbuh dengan tren positif berarti memiliki jaminan untuk bisa mempertahankan posisi keuangannya dan kelangsungan bisnisnya. Pertumbuhan merupakan indikator pencapaian prestasi perusahaan dan memberikan sinyal keyakinan kepada auditor untuk tidak menyangsikan kemampuan perusahaan menjaga kestabilan usahanya. Arus kas operasi digunakan sebagai proksi pertumbuhan perusahaan karena informasi arus kas operasi dapat membantu dalam menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya, membayar dividen, dan meningkatkan kapasitas perusahaan. Altman (1968) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth memiliki kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan dan akan semakin tinggi kecenderungan untuk menerima opini going concern. Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2012) menyatakan pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif pada penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H 1 : Pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 35

2.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Penerimaan Opini Audit dengan Modifikasi Going Concern Total aktiva yang dimiliki perusahaan dapat digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan. Kevin et al. (2006) menyatakan bahwa perusahaan dengan total aktiva besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan ketika perusahaan mengalami financial distress. Oleh karena itu, auditor akan menunda untuk mengeluarkan opini audit going concern dengan harapan bahwa perusahaan akan dapat mengatasi kondisi buruk pada tahun mendatang. Mutchler (1991) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan keuangannya daripada perusahaan kecil. Selain dari kemampuan keuangan, perusahaan ukuran besar memiliki manajerial yang baik dalam hal business sustainability management untuk menghadapi risiko-risiko kebangkrutan. Konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh McKeown et al. (1991), Mutcher et al. (1997), Pendley (1998), Januarti (2009), Widyantari (2012), serta Gama dan Astuti (2014) bahwa faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H 2 : Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 36

2.2.3 Pengaruh Kualitas Audit pada Penerimaan Opini Audit dengan Modifikasi Going Concern Sikap skeptisme profesional yang dimiliki auditor diuji kualitasnya saat berani memberikan opini audit dengan modifikasi going concern ketika menilai bahwa perusahaan tidak mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang. Auditor yang berkualitas tinggi cenderung akan menerbitkan opini audit going concern jika klien terdapat masalah berkaitan going concern perusahaan (Widyantari, 2011). Semakin tinggi intensitas pekerjaan audit oleh KAP pada perusahaan sejenis maka KAP tersebut tergolong auditor industry specialization bagi kelompok perusahaan dalam suatu sektor industri tertentu sehingga semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan. Spesialisasi industri auditor adalah atas banyaknya jasa atestasi atau banyaknya klien industri sejenis yang ditangani atau dikerjakan oleh auditor KAP dalam tahun pengamatan (Almutari dalam Nicolin, 2013). Karena kompetensi dan pengalamannya, auditor spesialis memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengeluarkan opini audit dengan modifikasi going concern. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Pendley (1998) yang membuktikan bahwa Industry Specialization berpengaruh signifikan pada opini audit going concern. Penelitian Januarti (2009) menujukkan bahwa kualitas audit berpengaruh pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H 3 : Kualitas audit mempunyai pengaruh positif pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 37

2.2.4 Pengaruh Audit Lag pada Penerimaan Opini Audit dengan Modifikasi Going Concern Audit lag adalah jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai dengan tanggal opini laporan auditor independen (Lennox, 2002). Ashton et al. (1987) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini going concern membutuhkan waktu audit yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini tanpa kualifikasi. Lennox (2002), Putra (2010), dan Savitry (2013) menemukan hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini audit going concern. Logisnya dengan semakin lama audit lag maka diperkirakan auditee tersebut sedang bermasalah, tetapi realitanya opini audit going concern tidak diberikan oleh auditor. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H 4 : Audit Lag mempunyai pengaruh positif pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 2.2.5 Pengaruh Audit Tenure pada Penerimaan Opini Audit dengan Modifikasi Going Concern Audit tenure adalah lamanya jangka waktu perikatan pekerjaan audit antara auditor dengan auditee yang sama. Lamanya perikatan dapat memberikan pemahaman atas klien yang lebih dalam kepada auditor atau justru menjadi faktor pengikis profesionalitas auditor. Ketika hubungan klien suatu KAP telah berlangsung bertahun-tahun, klien dapat dipandang sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan, secara potensial dapat mengurangi independensi KAP (Widyantari, 2011). Terdapat ancaman terhadap obyektivitas auditor dari familiaritasnya terhadap klien, yang mengarahkan pada kritik yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin untuk mengharapkan auditor untuk melakukan penilaian 38

yang bersifat obyektif dan tidak bias (Bazerman et al., 2002). Semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka dikhawatirkan semakin rendah pengungkapan atas ketidakmampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya. Hal tersebut akan memengaruhi penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan (Junaidi dan Hartono, 2010). Didukung oleh penelitian Geiger dan Raghunandan (2002), Januarti (2009), dan Junaidi dan Hartono (2010) menyebutkan bahwa audit tenure memiliki pengaruh secara signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H 5 : Audit Tenure mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 2.2.6 Pengaruh Opinion Shopping pada Penerimaan Opini Audit dengan Modifikasi Going Concern Perilaku opinion shopping dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi pelaporan keuangan perusahaan agar tampak wajar dan baik dengan cara memberikan tekanan kepada auditor. Manajemen akan mencari auditor yang bersedia mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan (Januarti, 2009). Penelitian Teoh (dalam Januarti, 2009) menemukan bukti bahwa auditee dapat mengancam untuk melakukan pergantian auditor dan kekhawatiran tersebut akan menyebabkan auditor menjadi tidak independen lagi. Perusahaan yang berhasil dalam praktik opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat unqualified opinion dari auditor baru. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 39

H 6 : Opinion Shopping mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 40