TRADE CREATION DAN TRADE DIVERSION ANTARA INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA TRESNA RITANINGSIH

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

TRADE CREATION DAN TRADE DIVERSION ANTARA INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA. Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2013

perdagangan, industri, pertania

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2013

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2015

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2013

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

Kerja sama ekonomi internasional

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

III KERANGKA PEMIKIRAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2015

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2010

Transkripsi:

TRADE CREATION DAN TRADE DIVERSION ANTARA INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA TRESNA RITANINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara Negara ASEAN-Korea adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Tresna Ritaningsih NRP H1511200801

RINGKASAN TRESNA RITANINGSIH. Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara-negara ASEAN-Korea. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan SAHARA. Kawasan perdagangan bebas ASEAN-Korea (ASEAN-Korea Free Trade Area) yang terbentuk pada tahun 2005 mempunyai beberapa perjanjian perdagangan yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota, salah satunya adalah perjanjian perdagangan barang yang diberlakukan pada tahun 2007 dan diimplementasikan pada tahun 2010. Pemberlakuan perjanjian perdagangan barang memberikan dampak postif dan negatif kepada negara-negara anggota termasuk Indonesia berupa trade creation dan trade diversion. Dampak tersebut akan mempengaruhi perkembangan dari sektor perdagangan Indonesia khususnya arus impor. Penelitian ini menyajikan gambaran mengenai dampak pemberlakuan dari perjanjian perdagangan barang pada ASEAN-Korea FTA. Tujuan utama penelitian ini untuk menganalisis terjadinya trade creation dan/ atau trade diversion di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN- Korea. Pendekatan ekonometrika digunakan untuk estimasi model gravity. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu WITS, WDI, IFS, World Bank, CEPII, dan publikasi internasional. Indonesia ikut serta dalam ASEAN-Korea FTA dengan tujuan untuk menghilangkan hambatan perdagangan berupa penurunan tarif yang diwujudkan dalam perjanjian perdagangan barang. Akibat dari penurunan tarif, impor yang masuk ke pasar Indonesia semakin meningkat sejak pemberlakukan FTA. Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia merupakan importir terbesar dari kawasan ASEAN-Korea. Pemerintah Indonesia telah mengantisipasi peningkatan jumlah impor ini dengan membuat kebijakan berupa peraturan penetapan tarif bea masuk untuk ASEAN-Korea FTA, ketentuan penerbitan SKA (Surat Keterangan Asal) dan UU perdagangan. Hasil empiris menunjukkan bahwa secara keseluruhan sektor perdagangan Indonesia mengalami kerugian akibat terjadinya trade diversion dan tidak terjadi trade creation. Arus perdagangan impor Indonesia dengan negara-negara nonanggota ASEAN-Korea sebesar 68 persen lebih sedikit dari tingkat perdagangan yang saat ini telah dilakukan. Pemerintah perlu menurunkan nilai tukar riil, melakukan negosiasi harga penawaran perdagangan bebas kepada negara nonanggota untuk menurunkan dan mendekatai harga penawaran perdagangan bebas negara anggota dalam mengantisipasi terjadinya trade diversion, dan membuka akses pasar untuk produk-produk baru agar terjadi trade creation dengan negaranegara anggota. Kata Kunci : ASEAN-Korea FTA, trade creation, trade diversion, gravity, data panel.

SUMMARY TRESNA RITANINGSIH. Trade Creation and Trade Diversion between Indonesia and ASEAN-Korea s Countries. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and SAHARA. ASEAN-Korea Free Trade Area has been agreed and consisting of some trade agreements among member countries. One of the agreements is trade in good agreement that has been prevailed in 2007 and implemented in 2010. As the result of the agreement, the implementation creates trade creation and trade diversion among member countries, both in positively or negatively. It will also be affecting Indonesia's trade sector, especially in import flows. The main objective of this study is to analyse trade creation and/ trade diversion in trade between Indonesia and member countries of ASEAN-Korea. Econometrics approach is used to estimate the gravity model. The data sources from the secondary data collected from WITS, WDI, IFS, World Bank, CEPII, and international publishing. The main objective participating in FTA for member countries including Indonesia is to reduce/eliminate trade barrier by the tariff reduction. The result of the tariff reduction is the imported goods has been significantly increasing. Singapore, Republic of Korea and Malaysia are the biggest importer within ASEAN-Korea FTA. To prevent that situation, Indonesian government has some regulations such as import tariff rate regulation, Certificate of Origin provisions, and trade agrreement law. The empirical result shows that all Indonesia's trading sectors experienced decline because of trade diversion and trade creation does not occur. Indonesia's import trading with the non-member countries of ASEAN-Korea is 68 percent lower than the existing trading. The government needs to decrease the real exchange rate, negotiate free-trade offer price with non-member countries in order to anticipate trade diversion, and open access to the market for new products to achieve trade creation with member countries of ASEAN-Korea FTA. Keywords: ASEAN-Korea FTA, trade creation, trade diversion, gravity, panel data

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TRADE CREATION DAN TRADE DIVERSION ANTARA INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA TRESNA RITANINGSIH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS

Judul Tesis : Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara Negara ASEAN-Korea Nama : Tresna Ritaningsih NIM : H1511200801 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua Dr Sahara, SP, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr Tanggal Ujian: 26 Agustus 2014 Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kebijakan perdagangan internasional, dengan judul Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara Negara ASEAN-Korea. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Sahara, SP, MSi selaku anggota komisi pembimbing, yang meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Tak lupa ucapan terima kasih untuk teman-teman IPB Kemendag atas segala bantuannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih terdalam untuk suamiku, Rakhmat Setyadi, SKom dan anakku tercinta, Naufal Zaki Rozan atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran yang diberikan serta orang tua dan adik-adikku yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis. Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang. Bogor, September 2014 Tresna Ritaningsih

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup Penelitian 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 9 Tinjauan Teori 9 Tinjauan Empiris 15 Kerangka Pemikiran Penelitian 17 Hipotesis Penelitian 18 3 METODE 19 Jenis dan Sumber Data 19 Metode Analisis 19 Pengujian asumsi 25 Pengujian Parameter Model 26 Spesifikasi Model 27 Definisi Operasional 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 Aliran Perdagangan Impor Indonesia dari ASEAN-Korea dan Negara Asal Impor Utama 29 Analisis Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negaranegara ASEAN-Korea 32 5 SIMPULAN DAN SARAN 36 Simpulan 36 Implikasi Kebijakan 37 Saran Penelitian Lanjutan 37 DAFTAR PUSTAKA 37 LAMPIRAN 40 RIWAYAT HIDUP 42 vi vi vi

DAFTAR TABEL 1 Komoditi-komoditi Ekspor Utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$) 6 2 Komoditi-komoditi Impor Utama Indonesia dari ASEAN dan Korea Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$) 7 3 Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian 19 4 Hasil estimasi koefisien parameter dengan GLS 34 DAFTAR GAMBAR 1 Persentase Total Perdagangan ASEAN dengan Negara Mitra Dagang (persen) 4 2 Total Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Korea Selatan Tahun 1997 2012 (US$ Miliar) 5 3 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional dengan Penurunan Tarif 11 4 Trade Creation dan Trade Diversion 13 5 Kerangka Pemikiran Penelitian 18 6 Nilai Impor Indonesia dari Negara-negara ASEAN-Korea (US$ Juta) 30 7 Nilai Impor Indonesia dari Empat Negara Asal Impor Utama (US$ Juta) 31 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Estimasi 40 2 Uji Multikolinearitas 41

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar negara di dunia melakukan perdagangan dengan negara lain melalui organisasi perdagangan internasional yang memakai sistem perdagangan multilateral, yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO). Organisasi ini merupakan forum bagi pemerintah dalam menegosiasikan perjanjian perdagangan dengan tujuan untuk mencapai perdagangan bebas lintas global yang berdasarkan prinsip non-diskriminasi (Most Favoured Nation dan National Treatment). WTO dibentuk pada tahun 1995 setelah putaran uruguay sebagai pengganti General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Putaran uruguay merupakan putaran terakhir dan terbesar dari putaran GATT yang dimulai dari tahun 1986 hingga 1994. Namun demikian, putaran uruguay berjalan cukup lambat dalam menyelesaikan negosiasinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil negosiasi yang gagal untuk dicapai pada saat pertemuan para menteri di Brussels, bulan Desember 1990 (WTO 2013a). Kegagalan ini memicu negara-negara anggota untuk membentuk kawasan perdagangan bebas dengan menandatangani perjanjian perdagangan bebas secara regional maupun bilateral dengan mengadopsi aturan-aturan WTO agar hambatan perdagangan dalam bentuk tarif dan non-tarif dapat dikurangi atau dihilangkan. Kawasan perdagangan bebas menjadi aspek unggulan dalam mengatasi masalah yang dihadapi negara-negara anggota WTO, yang dapat dilihat dari jumlah Free Trade Area (FTA) yang terdaftar dalam GATT. Tahun 1990, terdapat 27 FTA yang terdaftar, dan mengalami kenaikan menjadi 575 FTA per tanggal 31 Juli 2013 yang tercatat oleh GATT/WTO. Sebanyak 379 FTA telah diberlakukan dan sisanya masih dalam tahap negosiasi (WTO 2013b). Perjanjian perdagangan bebas telah diatur dalam article XXIV GATT 1994 yang menjelaskan tentang keterkaitan antara WTO dan FTA. Kawasan perdagangan bebas atau FTA merupakan salah satu bentuk integrasi ekonomi di dunia yang akan memberikan perlakukan khusus kepada negara mitra dagangnya dan mendiskriminasikan negara mitra dagang yang tidak masuk dalam FTA. FTA dapat berupa penetapan tarif dan non tarif yang lebih rendah bahkan tidak ada sama sekali. Dengan menurunkan atau menghilangkan hambatan perdagangan di antara anggota, FTA dapat meningkatkan alokasi sumber daya didalam kawasan dan meningkatkan pendapatan untuk negaranegara anggota. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Salvatore (1997) bahwa perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat didalamnya. Bentuk kawasan perdagangan bebas yang telah ada diantaranya European Union (EU), the North America Free Trade Area (NAFTA), dan the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). EU terbentuk sebagai single market dengan 28 negara anggota dimana EU merupakan mitra dagang dunia yang utama. Dengan hanya 7 persen dari populasi dunia, perdagangan EU dengan dunia mencapai 20 persen dari ekspor dan impor global 1. EU telah melakukan 1 Sumber : www.europa.eu, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013

2 kesepakatan dengan beberapa negara seperti Chile, Korea, Meksiko, dan Afrika Selatan dalam meningkatkan sektor perdagangannya. NAFTA merupakan salah satu kawasan yang paling komprehensif dalam sejarah dan membuat perdagangan baru di antara negara-negara anggota. Melalui penghilangan hambatan tarif dan non tarif secara progresif, arus perdagangan bilateral antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko menjadi meningkat. Salah satu sektor yang menjadi perhatian adalah sektor pertanian, dimana konsumen dan produsen lokal akan terkena dampak dari perjanjian perdagangan bebas tersebut (Susanto et al 2007). ASEAN merupakan organisasi yang dibentuk di kawasan Asia Tenggara pada tahun 1967 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kemudian, Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999) ikut berpartisipasi menjadi negara anggota ASEAN. Tujuan didirikannya ASEAN yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, saling bekerjasama di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan bidang lainnya (ASEAN 2013). Seiring dengan perubahan pertumbuhan ekonomi di dalam perdagangan internasional, ASEAN membuat komitmen untuk melakukan integrasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dengan membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992. Tujuan dari AFTA adalah untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi untuk pasar dunia melalui liberalisasi perdagangan dan kerja sama ekonomi yang lebih dekat (Thangavelu, Chongvilaivan 2009). Liberalisasi perdagangan tersebut dilakukan dengan menghilangkan tarif dan non-tarif di dalam kawasan melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai prinsip dasar dari AFTA (Sulaiman 2009). Pembentukan AFTA menuai pro dan kontra karena pada kenyataannya perdagangan intra-asean relatif rendah yang dapat dilihat dari total perdagangan ASEAN, kesamaan faktor endowment, dan adanya disparitas pendapatan. Dalam meningkatkan nilai perdagangan intra-asean tersebut, dan mempererat hubungan kerjasama ekonomi antar negara-negara anggota ASEAN, maka disepakati atau diarahkan untuk membentuk suatu komunitas ekonomi yang disebut dengan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun 2015. ASEAN menyepakati perwujudannya pada integrasi ekonomi kawasan yang implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint, yang memuat empat pilar utama yaitu (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global (Departemen Perdagangan 2010a).

Dalam perkembangannya, hubungan kerjasama ASEAN tidak hanya dilakukan antar negara-negara anggota ASEAN, tetapi juga melibatkan negaranegara diluar ASEAN yang disebut dengan negara mitra dagang seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia dan New Zealand serta India. Bentuk kerjasama yang telah disepakati diantaranya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), dan ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) (Departemen Perdagangan 2010b). ASEAN-China FTA merupakan salah satu contoh kerjasama ekonomi regional yang mewujudkan hasil win-win. ACFTA memberikan banyak kontribusi pada China dan negara-negara anggota ASEAN (Yin 2004). ASEAN-Korea FTA merupakan bentuk kerjasama kedua dalam kerangka ASEAN Plus One setelah ACFTA. ASEAN dan Korea Selatan menandatangani the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation pada tahun 2005 dan kemudian menandatangani empat perjanjian lainnya yang membentuk instrumen hukum dalam pembentukan ASEAN-Korea FTA (AKFTA), salah satunya perjanjian perdagangan barang ASEAN-Korea FTA yang berlaku mulai tahun 2007 dan telah diimplementasi secara penuh pada tahun 2010. Pendirian AKFTA menciptakan kesempatan bagi 670 juta warga ASEAN dan Korea dengan PDB gabungan sebesar USD 2.9 triliun untuk lebih liberal, memfasilitasi akses pasar dan rezim investasi antar anggota AKFTA 2. Tujuan dari pembentukan AKFTA adalah untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak AKFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Korea (Kementerian Perdagangan 2013). Dalam mewujudkan tujuan dari pembentukan AKFTA, serangkaian tahapan telah dilakukan negara-negara anggota seperti Indonesia yang mengimplementasikan penggunaan Surat Keterangan Asal atau SKA form-ak dan penghapusan tarif bea masuk. Tahapan tersebut memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan PDB Riil Indonesia yang mengalami penurunan sebesar 0.3 persen dari tahun 2011 ke 2012 setelah mengalami kenaikan sebesar 0.3 persen dari tahun 2010 ke 2011 dengan perubahan inflasi dari 5.4 persen menjadi 4.3 persen serta penurunan pada neraca perdagangan sebesar 7.3 persen pada periode yang sama tahun 2011 ke 2012 (IMF 2013). 3 Perumusan Masalah Transaksi perdagangan antara ASEAN dengan negara mitra dagang merupakan implikasi dari kerjasama yang terjalin antara negara-negara tersebut yang diwujudkan pada persentase total perdagangan pada Gambar 1 sebagai bentuk kegiatan perdagangan barang kedua negara tersebut. Semakin besar volume transaksi perdagangan suatu negara, baik ekspor maupun impor, maka dapat dikatakan tingkat keterbukaan negara tersebut semakin tinggi. Terlihat bahwa persentase total perdagangan ekspor dan impor ASEAN yang terbesar di 2 Sumber : www.akftaasean.org, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013

4 tahun 2013 adalah dengan Cina sebesar 14 persen, yang diikuti oleh Jepang sebesar 10 persen, Korea Selatan sebesar 5 persen, Australia dan India sebesar 3 persen, New Zealand sebesar 0.4 persen dan lainnya 65 persen. Australia 3% Cina 14% India 3% Jepang 10% Lainnya 65% Korea Selatan 5% New Zealand 0.4% Gambar 1 Persentase Total Perdagangan ASEAN dengan Negara Mitra Dagang (persen) Sumber : ASEANStats, 2013 Persentase yang ditampilkan pada Gambar 1 mewakili perkembangan perdagangan ASEAN dengan negara mitra dagang dimana Korea Selatan menjadi negara mitra dagang ketiga setelah Cina dan Jepang. Hampir setiap tahun perdagangan ASEAN dan Korea mengalami peningkatan dimana total perdagangannya mencapai US$ 134 974.6 juta. Hal ini yang mendasari pemilihan ASEAN-Korea sebagai kawasan dalam penelitian ini. Transaksi perdagangan ASEAN-Korea terjalin cukup intens, dimana ASEAN merupakan mitra dagang terbesar kedua Korea Selatan setelah Cina dengan menyumbang 12 persen dari total perdagangan Korea (USD 1 080 miliar) 3 dan Korea Selatan merupakan mitra dagang keenam ASEAN setelah intra- ASEAN, Cina, Jepang, EU-28, dan Amerika Serikat. Tahun 2012, total perdagangan ASEAN terhadap Korea Selatan sebesar US$ 130.9 miliar, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Sedangkan nilai ekspor dan impornya sebesar US$ 54.9 miliar dan US$ 76 miliar serta total perdagangannya menyumbangkan 5.3 persen di tahun 2012 (ASEANstats 2013). Dilihat dari sisi negara anggota ASEAN, Indonesia merupakan salah satu negara pelopor dibentuknya ASEAN dan negara berkembang yang sudah melakukan beberapa kerjasama dengan negara lain baik secara bilateral maupun regional/ multilateral. Total perdagangan Indonesia di ASEAN mencapai US$ 380.9 miliar di tahun 2011 dan US$ 381.7 miliar di tahun 2012 dengan perubahan dari tahun ke tahun sebesar 0.2 persen (ASEANstats 2013). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah total perdagangan yang berdampak 3 Sumber : www.aseankorea.org diakses tanggal 10 Oktober 2013

pada perekonomian di Indonesia, yaitu meningkatnya kinerja perdagangan ekspor dan impor. Sedangkan total perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan sebesar US$ 29.39 miliar di tahun 2011 dan US$ 27.02 miliar di tahun 2012 4. Data tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan volume perdagangan di kedua negara. Total perdagangan Indonesia yang meliputi ekspor dan impor dengan ASEAN dan Korea Selatan sebagaimana Gambar 2 menunjukkan bahwa perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN dan Korea Selatan mengalami perubahan yang signifikan setelah ASEAN-Korea FTA diberlakukan pada tahun 2007 dan diimplementasikan secara penuh tahun 2010. Dapat dilihat bahwa perdagangan antara Indonesia dengan Singapura dan Korea Selatan mempunyai pola perdagangan yang sama yaitu sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2011. Kemudian perdagangan antara Indonesia dengan Malaysia dan Thailand juga mempunyai pola perdagangan yang sama dan terus mengalami peningkatan pada nilai total perdagangan hingga 2012 walaupun sempat mengalami penurunan di tahun 2009. Sedangkan perdagangan antara Indonesia dengan Filipina dan Vietnam mengalami peningkatan hampir setiap tahunnya tetapi tidak signifikan. Dan perdagangan antara Indonesia dengan Brunei, Myanmar, Kamboja, dan Laos tidak terlalu mengalami perubahan pada nilai perdagangan yang cukup besar. 5 Total Perdagangan (US$ miliar) 50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Malaysia Filipina Singapura Thailand Korea Selatan Brunei Darussalam Myanmar Kamboja Laos Vietnam Gambar 2 Total Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Korea Selatan Tahun 1997 2012 (US$ Miliar) Sumber: WITS, 2013 5 Berdasarkan data yang diperoleh dari Trademap (2013), komoditikomoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan dapat dilihat pada 4 Sumber : www.trademap.org diakses tanggal 12 Oktober 2013 5 Sumber: www.wits.org diakses pada 20 Oktober 2013

6 Tabel 1 dan komoditi-komoditi impor utama dari ASEAN dan Korea Selatan ke Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Ada dua jenis komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan yang sama yaitu bahan bakar mineral dengan nilai ekspor tertinggi yang masing-masing bernilai US$ 14 093 juta dan US$ 10 991 juta dan mesin/ peralatan listrik yang masing-masing bernilai US$ 3 662 juta dan US$ 382 juta di tahun 2012. Untuk komoditi-komoditi impor utama dari ASEAN dan Korea Selatan yang masuk dalam pasar Indonesia dengan jenis yang sama diantaranya bahan bakar mineral, mesin-mesin/ pesawat mekanik, mesin/ peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik, besi dan baja, serta bendabenda dari besi dan baja. Tabel 1 Komoditi-komoditi Ekspor Utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$) ASEAN Korea Selatan Nama Tahun Nama Tahun Produk 2010 2011 2012 Produk 2010 2011 2012 Bahan bakar mineral 9 008 13 430 14 093 Bahan bakar mineral 8 378 11 661 10 991 Mesin/ 3 336 3 875 3 662 Karet dan 297 566 477 peralatan barang dari listrik karet Lemak & 2 876 3 852 3 318 Mesin/ 325 348 382 minyak hewan/ nabati Peralatan Listrik Mesinmesin/ 2 245 2 432 2 478 Bijih, Kerak, 1 129 1 032 371 pesawat dan logam abu mekanik Kendaraan dan bagiannya 1 345 1 494 2 335 Bahan kimia organik 98 139 268 Timah 1 264 1 793 1 532 Bubur kayu/ pulp 303 278 262 Tembaga 1 647 1 682 1 253 Serat stafel 221 237 196 buatan Kertas/ 982 1 015 1 015 Kayu, barang 138 149 151 Karton dari kayu Berbagai 302 497 886 Besi dan baja 156 249 149 produk kimia Benda-benda dari besi dan baja 548 659 846 Ampas/ sisa industri makanan 63 87 138 Lainnya 9 794 11 369 10 413 Lainnya 1 466 1 642 1 664 Total 33 347 42 098 41 831 Total 12 574 16 388 15 049 Sumber : Trademap, 2013 Tabel 1 menunjukkan bahwa total nilai komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan mengalami penurunan pada tahun 2011 ke 2012 dengan selisih US$ 809 juta dan US$ 1 339 juta. Tabel 2 memperlihatkan total nilai komoditi impor utama dari ASEAN mengalami peningkatan pada tahun 2011

ke 2012 sebesar US$ 2 554 juta sedangkan total nilai komoditi impor utama dari Korea Selatan mengalami penurunan dari tahun 2011 ke 2012 sebesar US$ 1 029 juta. Tabel 2 Komoditi-komoditi Impor Utama Indonesia dari ASEAN dan Korea Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$) Nama Produk Bahan bakar mineral Mesin-mesin/ pesawat mekanik Mesin/ peralatan listrik Kendaraan dan bagiannya Plastik barang plastik dan dari ASEAN Korea Selatan Tahun Nama Tahun 2010 2011 2012 Produk 2010 2011 2012 15 116 21 387 22 026 Bahan bakar 2 118 5571 3 685 mineral 4 164 4 818 5 229 Besi dan baja 575 1 052 1 342 3 931 4 441 4 297 Mesinmesin/ Pesawat mekanik 2 437 2 908 3 998 Mesin/ Peralatan Listrik 1 991 2 893 2 975 Plastik dan barang dari plastik 642 949 1 219 1 154 1 066 996 514 695 714 Bahan kimia organik 1 729 2 038 2 107 Kain rajutan 320 465 449 Besi dan baja 903 1 262 1 453 Karet dan 260 444 439 barang dari karet Gula dan 598 875 948 Filamen 208 280 253 kembang gula buatan Benda-benda dari besi dan baja 821 756 860 Bahan kimia organik 201 202 248 Kapal laut 986 903 773 Benda-benda dari besi dan baja 134 138 248 Lainnya 5 516 8 827 8 996 Lainnya 1 576 2 137 2 377 Total 38 192 51 300 53 822 Total 7 702 12 999 11 970 Sumber : Trademap, 2013 Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa terjadi perbedaan jumlah impor dari ASEAN dan Korea Selatan ke pasar Indonesia yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan sektor perdagangan dan memicu terjadinya trade creation dan/ atau trade diversion antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN-Korea sebagai dampak dari pembentukan integrasi ekonomi. Menurut Viner (1950), trade creation terjadi 7

8 ketika suatu negara mengurangi atau menghilangkan tarifnya pada impor dari negara-negara anggota FTA dan jumlah impor dari negara-negara tersebut meningkat. Peningkatan ini memberikan manfaat berupa kesejahteraan yang lebih baik di suatu negara. Trade diversion terjadi ketika pembentukan FTA mendorong suatu negara, yang biasanya memberikan biaya rendah kepada negara di dunia, untuk mengganti pemasoknya kepada negara-negara anggota yang kurang kompetitif (kurang efisien). Pengalihan ini akan menghasilkan penambahan biaya dan dapat mengurangi pendapatan suatu negara. Untuk mengantisipasi banyaknya produk impor yang masuk ke pasar Indonesia, pemerintah telah membuat suatu kebijakan yang berkenaan dengan tarif bea masuk dalam ASEAN-Korea FTA yang tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) No. 118/PMK.011/2012 tentang penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Korea Free Trade Area (FTA), peraturan menteri perdagangan (Permendag) No.59/M-DAG/PER/12/2010 tentang ketentuan penerbitan SKA (Surat Keterangan Asal) untuk barang ekspor Indonesia, dan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Peraturan Menteri Keuangan telah disesuaikan dengan kesepakatan yang diperoleh saat AKFTA terbentuk. Untuk mengetahui dampak FTA terhadap arus impor Indonesia setelah diberlakukan kerja sama ASEAN-Korea maka perlu dilakukan suatu kajian atau penelitian yang mengidentifikasi dampak dimaksud. Pertanyaan utama dari penelitian ini adalah apakah akan terjadi trade creation dan/ atau trade diversion di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN-Korea? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis terjadinya trade creation dan/ atau trade diversion di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN-Korea. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca mengenai dampak integrasi regional ASEAN-Korea FTA berupa trade creation atau trade diversion di sektor perdagangan Indonesia sesudah FTA diberlakukan serta diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan kredibilitas dari kinerja pemerintah dalam membuat suatu kebijakan perdagangan internasional. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah literatur tentang informasi perdagangan internasional. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu arus impor perdagangan di Indonesia dengan delapan negara anggota ASEAN yaitu Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darusalam, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Korea Selatan serta empat negara asal impor utama Indonesia di tahun 2012 yaitu Cina, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia, dengan menggunakan data tahunan dari tahun 1998 hingga 2012. Batasan penelitian melingkup arus impor yang berdasarkan jurnal acuan yang dipakai. Periode penelitian dimulai dari tahun 1998 selain

karena alasan ketersediaan data, dimaksudkan pula untuk melihat dampak integrasi regional sebelum kerja sama ASEAN-Korea diberlakukan. 9 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Liberalisasi Perdagangan Secara umum, liberalisasi mengacu pada penggantian kontrol administratif dengan mekanisme alokatif berbasiskan pasar dan mensyaratkan hambatan untuk perusahaan baru yang memasuki pasar harus diangkat. Selama segala sesuatu yang masuk terkontrol, harga dan output tidak akan mencerminkan harga barang dan jasa (Gerber 2002). Definisi lain mengenai liberalisasi perdagangan salah satunya dikemukakan oleh Shafaeddin (2005) dalam United Nation Conference on Trade and Development, bahwa liberalisasi perdagangan adalah setiap tindakan yang akan membuat rezim perdagangan yang lebih netral, lebih dekat dengan sistem perdagangan bebas dari intervensi pemerintah. Liberalisasi perdagangan telah menyebabkan perkembangan dan re-orientasi sektor industri sesuai dengan keunggulan komparatif statis, dengan pengecualian industri yang berada pada tingkat kedewasaan. Singkatnya, tidak ada keraguan bahwa liberalisasi perdagangan sangat penting ketika suatu industri mencapai tingkat kematangan tertentu, asalkan dilakukan secara selektif dan bertahap. Peran liberalisasi perdagangan dapat dilihat dari fungsinya yang memfasilitasi dan mempromosikan globalisasi sebagai proses substansi dari berkembangnya teknologi dan ekonomi yang melihat pada keterbukaan dan keintegrasian di seluruh dunia ke dalam satu sistem ekonomi. Semenjak seluruh negara memerlukan perdagangan eksternal, dan negara-negara di Asia yang biasanya tergantung pada pertumbuhan export-led, hubungan perdagangan internasional dan negosiasi menyediakan tempat yang cocok untuk membawa tekanan yang dihadapi pemerintah dalam membuka perekonomiannya (Keet 1999). Free Trade Area (FTA) dan Integrasi Ekonomi Regional World Trade Organization (WTO) merupakan tempat bagi anggota pemerintah untuk menegosiasikan masalah hambatan perdagangan yang dialaminya dengan negara mitra dagang. WTO dibentuk pada tahun 1995 sebagai reformasi terbesar dalam perdagangan internasional setelah Perang Dunia ke-2. WTO juga merupakan bentuk terbaru sebagai upaya dalam mengatasi gagalnya pembentukan organisasi perdagangan internasional pada tahun 1948 menggantikan the General Agrement on Tariffs and Trade (GATT). GATT mempunyai aturan untuk sebagian besar perdagangan dunia dan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dalam perdagangan internasional. Beberapa putaran GATT telah dilalui dan berhasil menyepakati beberapa aturan perdagangan dan meliberalisasikan perdagangan. Seiring waktu, putaran GATT

10 memfokuskan diri pada pengurangan tarif. Melalui putaran Tokyo (1973-1979), GATT berhasil menurunkan tarif secara progresif termasuk pemotongan bea cukai sebesar sepertiga-nya di sembilan pasar utama di dunia industri sehingga tarif rata-rata pada produk industri turun menjadi 4.7 persen. Akan tetapi untuk beberapa sektor lainnya, GATT tidak berhasil mengatasi masalah tersebut, sehingga anggota GATT terdorong untuk melakukan putaran lain yang disebut dengan putaran uruguay. Putaran uruguay terjadi mulai tahun 1986 untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat putaran Tokyo, yaitu mencakup berbagai masalah yang berkenaan dengan kebijakan perdagangan. Pembicaraan dalam putaran uruguay meluas hingga ke sistem perdagangan yang dibagi ke dalam beberapa area terutama perdagangan jasa dan properti intelektual, dan mereformasi perdagangan di sektor-sektor sensitif seperti pertanian dan tekstil. Beberapa tahun kemudian, masalah tersebut tidak dapat pula diselesaikan hingga akhirnya WTO menggantikan GATT sebagai organisasi internasional dalam menyelesaikan hambatan perdagangan dan GATT menjadi payung perjanjian WTO untuk perdagangan barang. Cakupan yang menjadi lingkup WTO meliputi perdagangan barang, perdagangan jasa, properti intelektual dan sektor lainnya dengan prinsip dasar perdagangan tanpa diskriminasi, seperti Most Favoured Nation (MFN) dan National Treatment. Ketidakberhasilan yang terjadi saat putaran Uruguay memicu negaranegara anggota untuk melakukan negosiasi secara regional maupun bilateral dengan tetap menggunakan aturan WTO sebagai payung perjanjian tersebut. Adapun aturan WTO yang dijadikan payung dalam membentuk kawasan perdagangan bebas (FTA) tercantum dalam pasal XXIV GATT 1994 yang menjelaskan tentang hubungan antara WTO dan FTA. Ketentuan yang ada dalam pasal XXIV dirancang untuk memungkinkan pembentukan FTA dan menjaga agar diskriminasi yang ada tidak merusak atau mempengaruhi sistem perdagangan multilateral (Matsushita 2010). Negosiasi yang dilakukan negara-negara anggota WTO tersebut menyebabkan banyak terjadi kerja sama regional yang tercatat di WTO. Per 31 Juli 2013, ada 575 FTA yang telah dibentuk dengan rincian 379 FTA telah diberlakukan dan sisanya masih dalam negosiasi. Hal ini menyebabkan penyebaran kerja sama ekonomi regional semakin cepat. Beberapa bentuk kerja sama ekonomi regional yang telah terbentuk antara lain European Union (EU), North American Free Trade Area (NAFTA), dan the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Keberadaan kerja sama regional memberikan pengaruh terhadap negara anggota di dalamnya yaitu dalam menjaga persaingan secara global. FTA adalah salah satu bentuk respon dari kehadiran globalisasi, kegagalan sistem perdagangan multilateral dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif. Dengan kata lain, internal tariff antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki external tariff yang berbeda. Contohnya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993 serta ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang telah diberlakukan 1 Januari 2010.

Pembentukan FTA merupakan upaya beberapa negara dalam melakukan integrasi ekonomi di dunia perdagangan internasional. Menurut Salvatore (1997), integrasi ekonomi adalah suatu kebijakan komersial yang secara diskriminatif mengurangi atau bahkan menghapus hambatan-hambatan perdagangan hanya kepada para negara anggota kesepakatan. Kesepakatan penurunan atau penghapusan hambatan perdagangan hanya akan berlaku bagi negara-negara yang saling sepakat dan tidak berlaku atau diterapkan bagi negara-negara di luar itu. Secara grafis kegiatan perdagangan internasional yang telah melakukan penurunan tarif sebagai konsekuensi dari pembentukan FTA dapat dijelaskan melalui Gambar 3. Harga (P) P w+t P a P w S a Harga (P) P w+t P w-t P w XS Harga (P) P w P b P w+t S b 11 D a IM D b Q a Q a Q b Q b Output (Q) Output (Q) Q c Q c Q d Q d Output (Q) Indonesia Pasar Internasional ASEAN-Korea Gambar 3 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional dengan Penurunan Tarif Sumber : Salvatore, 1997 Keterangan: P w : Harga dunia P w+t : Harga barang impor yang telah terkena tarif Q a -Q b : Jumlah barang impor yang telah terkena tarif di Indonesia Q a -Q b : Jumlah barang impor yang telah terkena penurunan tarif di Indonesia P a : Harga barang impor di Indonesia yang telah terkena penurunan tarif P b : Harga barang di ASEAN-Korea yang telah terkena penurunan tarif P w-t : Harga barang di pasar Internasional yang telah terkena penurunan tarif Q c -Q d : Jumlah barang ekspor yang telah terkena tarif di ASEAN-Korea Q c -Q d : Jumlah barang ekspor yang telah terkena penurunan tarif di Indonesia Gambar 3 menjelaskan bahwa harga dunia yang berlaku baik di pasar Indonesia, pasar internasional maupun pasar ASEAN-Korea adalah sebesar P w. Ketika barang-barang yang berasal dari ASEAN-Korea ingin masuk ke pasar Indonesia, pemerintah Indonesia akan memberlakukan harga impor yang sudah dikenakan tarif sebesar P w+t dan jumlah barang-barang impor tersebut sebesar Q a - Q b, serta jumlah barang-barang ekspor di ASEAN-Korea yang terkena tarif sebesar Q c -Q d. Untuk mengantisipasi diberlakukannya tarif pada barang-barang impor, kedua negara sepakat untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas

12 (FTA). Setelah FTA terbentuk, negara-negara anggota memberlakukan penurunan tarif sesuai kesepakatan terhadap barang-barang impor yang masuk ke negaranegaranya. Hal ini juga dilakukan Indonesia terhadap barang-barang impor yang beredar d pasar Indonesia. Jika tarif diturunkan oleh pemerintah Indonesia, maka hal ini akan berdampak pada jumlah barang-barang impor yang akan meningkat sebesar Q a -Q b dan harga akan berubah dari P w+t menjadi P a. Kemudian, barangbarang ekspor di ASEAN-Korea juga akan meningkat sebesar Q c -Q d dan harga barang-barang tersebut berubah dari P w+t menjadi P b. Teori Trade Creation dan Trade Diversion Pembentukan FTA dilakukan guna mengurangi hambatan perdagangan berupa pengurangan atau penghilangan tarif dan non-tarif. Upaya ini akan meningkatkan nilai perdagangan suatu negara dengan melihat sumber dari peningkatan perdagangan tersebut. Adapun dampak dari pembetukan FTA dapat berupa trade creation dan/ atau trade diversion yang dialami oleh negara-negara anggota. Menurut Viner (1950), trade creation terjadi ketika penurunan tarif impor dilakukan oleh negara mitra untuk menggantikan biaya produksi domestik yang tinggi, hal ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Di lain hal, trade diversion terjadi ketika penghilangan tarif menyebabkan perdagangan dialihkan dari negara ketiga ke negara mitra walaupun negara ketiga akan menjadi sumber biaya impor yang rendah dengan ketentuan mendapatkan perlakuan yang sama. Dalam penelitian yang dilakukan Jin et al (2006), pembentukan FTA akan meningkatkan perdagangan barang dan jasa antar negara anggota dan meningkatkan kesempatan kerja di negara-negara tersebut. FTA memberikan dampak postif untuk negara-negara anggota termasuk trade creation yang didefinisikan sebagai peningkatan volume perdagangan di antara negara-negara anggota yang dihasilkan dari pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan dan dianggap mempunyai manfaat bagi negara-negara anggota dan mungkin juga bagi kesejahteraan dunia. Selain itu, FTA juga menyebabkan trade diversion dimana negara-negara anggota melakukan pergeseran sumber impor dari negara-negara non-anggota ke negara-negara anggota. Trade diversion bermanfaat bagi negara-negara anggota tapi memberikan dampak buruk bagi negara-negara non-anggota. Penggambaran mengenai terjadinya trade creation dan trade diversion dapat dilihat melalui Gambar 4 yang menjelaskan tentang keadaan perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN-Korea dan empat negara pengimpor utama Indonesia dengan mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Clausing (2001). Gambar 4 menunjukkan analisis perdagangan barang di Indonesia yang dilindungi oleh kebijakan tarif. Impor di pasar Indonesia sebesar AB, sebagai perbedaan antara permintaan domestik dan penawaran domestik pada harga tariffinclusive. Dalam penelitian ini, S ASEAN-Korea adalah kurva penawaran ASEAN-Korea yang disepakati dalam kerja sama ASEAN-Korea. Pemasok ASEAN-Korea bersifat tidak kompetitif sebelum dilakukannya liberalisasi perdagangan. Ketika tarif dihilangkan pada produk-produk ASEAN-Korea, maka impor dari ASEAN-Korea akan menggantikan produk-produk yang berasal dari rest of the world (empat pengimpor utama Indonesia). Semenjak harga duty-free ASEAN-Korea lebih rendah dari harga tariff-inclusive dunia, maka permintaan

jadi meningkat dan produksi domestik Indonesia menurun. Impor dari ASEAN- Korea menjadi meningkat, yang ditunjukkan dari jumlah CD. Permintaan konsumen domestik meningkat pada area FGHI, produsen domestik kehilangan area F, dan pendapatan tarif menurun pada area HL, dan secara keseluruhan dampak kesejahteraan menjadi berubah. Trade creation mengarah kepada keuntungan dari jumlah GI, tetapi trade diversion menyebabkan hilangnya area L, yaitu impor ASEAN-Korea menggantikan biaya impor rest of the world (empat negara pengimpor utama Indonesia) yang rendah. Harga (P) 13 S, Indonesia Pre-AKFTA P Post-AKFTA P Free Trade P F J C K G A H L B I M D S ROW with tarif S ASEAN-Korea (no tarif) S ROW D, Indonesia Output (Q) Gambar 4 Trade Creation dan Trade Diversion Sumber : Clausing, 2001 Dalam prakteknya, jika ASEAN-Korea sudah menjadi produsen dengan biaya rendah sebelum FTA, tade creation akan menghasilkan keuntungan kesejahteraan sesuai dengan area GIKM, tanpa terjadi trade diversion. Jika pasokan ASEAN-Korea tidak kompetitif sebelum dilakukan penurunan tarif, dan jumlahnya kurang dari pasokan tariff inclusive rest of the world (empat pengimpor utama Indonesia) setelah FTA, hanya trade diversion yang akan terjadi, dengan kerugian pendapatan tarif sebesar HL dan tidak ada keuntungan yang didapat. Teori Perdagangan Internasional Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antar dua negara atau lebih. Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran serta adanya perbedaan tingkat harga antar negara-negara tersebut. Teori - teori yang mendasari terjadinya perdagangan internasional diantaranya teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 melalui teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak

14 memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain dimana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan mutlak (absolute disadvantage) terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis. Atau, suatu negara akan ekspor (impor) suatu jenis barang jika negara tersebut dapat (tidak dapat) membuatnya dengan biaya produksi lebih efisien atau dengan harga jual lebih murah dibandingkan negara lain. Jadi teori ini lebih menekankan kepada efisiensi dalam penggunaan input atau faktor produksi, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang menekankan pada keunggulan atau tingkat daya saing dari produk yang dihasilkan di dalam perdagangan internasional. Teori lain yang juga mendasari terjadinya proses perdagangan internasional adalah teori yang dikemukakan oleh David Ricardo melalui teori klasik keunggulan komparatif (comparative advantage). Menurut Hady (2000), teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage). Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara. Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Kemudian, berdasarkan analisis production comparative advantage dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Sedangkan production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang atau jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production comparative advantage atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah. Teori Heckscher-Ohlin dengan The Proportional Factors Theory juga menjadi dasar dalam menjelaskan terjadinya proses perdagangan internasional. Menurut teori ini, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu

jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya (Salvatore 1997). Kebijakan Perdagangan Internasional Menurut Hady (2000), kebijakan perdagangan internasional diartikan sebagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara langsung dan tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari/ ke negara tersebut. Adapun kebijakan perdagangan internasional diantaranya: 1. Kebijakan ekspor Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu: 1) Kebijakan ekspor dalam negeri, berupa kebijakan perpajakan, fasilitas kredit perbankan yang murah, pemberian subsidi ekspor, dan sebagainya. 2) Kebijakan ekspor luar negeri, berupa pembentukan International Trade Promotion Center (ITPC), pemanfaatan General System of Preferency (GSP), menjadi anggota Commodity Association of Producer seperti OPEC, dan sebagainya. 2. Kebijakan Impor Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu: 1) Kebijakan tariff barrier, berupa pembebasan bea masuk/ tarif rendah antara 0% - 5% untuk bahan kebutuhan pokok vital seperti beras, mesinmesin vital; tarif sedang antara > 5% - 20% untuk barang setengah jadi dan barang belum cukup diproduksi di dalam negeri; tarif tinggi diatas 20% untuk barang-barang mewah. 2) Kebijakan non tariff barrier, berupa pembatasan spesifik seperti larangan impor secara mutlak, pembatasan impor atau quota system; peraturan bea cukai; government participation; import charges. 15 Tinjauan Empiris Menurut penelitian yang dilakukan Agbodji (2008), bentuk evaluasi terhadap trade creation dan trade diversion dapat dilakukan dengan menganalisis dampak individual economic dan monetary union pada intra-uemoa (Economic and Monetary Union of West Africa). Ditunjukkan bahwa anggota dari common monetary area dan implementasi economic reform mempunyai dampak signifikan pada trade diversion di ekspor dan impor, dan tidak terjadi trade creation dengan menggunakan gravity model. Penelitian lain yang juga menganalisis dampak dari FTA dilakukan oleh Jin et al (2006) yaitu pada China, Japan, South Korea FTA, dimana efek tersebut berdampak besar dalam menciptakan trade diversion antar negara anggota. Berdasarkan sumber endowment yang dimiliki masing-masing negara, dapat meningkatkan volume perdagangan melalui inter-industry trade berdasarkan prinsip comparative advantage dan analisisnya menggunakan model GTAP. Penelitian yang dilakukan IMF (2004) dengan judul Impact of the Barcelona Process on Trade of Morocco, menunjukkan bahwa adanya penciptaan perdagangan (trade creation) yang terjadi antara Morocco dengan EU