DAMPAK PENCABUTAN PSAK: AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK 32

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Deforestasi atau penebangan hutan secara liar di Indonesia telah menimbulkan

Pengantar Umum PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN IUPHHK-RE Berdasarkan P.32/Menhut-II/2014

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada

PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

Menimbang : Mengingat :

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.8/Menhut-II/2014

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

I. INVESTOR SWASTA. BISNIS: Adalah Semua Aktifitas Dan Usaha Untuk Mencari Keuntungan Dengan

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

2014, No menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN TANAMAN INDUSTRI MELALUI MEKANISME SERTIFIKASI PHPL YUKI M.A. WARDHANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian

Koreksi Editorial SAK

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.19/Menhut-II/2012 TENTANG

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2014 P.69/Menhut- II/2009 TENTANG

Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PSAK 25 (Revisi 2009) Perubahan Estimasi. Taufik Hidayat,.SE,.Ak,.MM Universitas Indonesia

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2009 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Tanaman Industri. Rakyat. Standar Biaya. Pembangunan. Pencabutan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Biaya Pembangunan. Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Rakyat. Perubahan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.293 / MENHUT-II / 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

PUBLIC HEARING DSAK IAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PSAK TERBARU. Dr. Dwi Martani. 1-2 Juni 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.69/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

Menimbang : Mengingat :

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI INDRAGIRI HILIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

ISAK 13 : Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha LN. Presented by: Dwi Martani ata

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

T O P I K U T A M A DAMPAK PENCABUTAN PSAK: AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK 32 DWI MARTANI Ketua Departemen Akuntansi FEUI dan Anggota Tim Implementasi IFRS-IAI Abstrak Pencabutan PSAK memberikan dampak pada perusahaan yang menerapkan PSAK tersebut. Industri harus memahami alasan mengapa standar akuntansi dicabut. Kekosongan standar akuntansi akibat pencabutan tersebut harus diganti dengan pedoman akuntansi industri, sehingga laporan keuangan tetap dapat disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku dengan tetap memperhatikan kekhasan industri. Perubahan pedoman akuntansi industri yang berdampak pada penyajian laporan keuangan harus diterapkan secara hati-hati dan diberikan pengungkapan yang cukup, sehingga pengguna dapat memahami dampak perubahan tersebut dalam laporan keuangan. Kata kunci : akuntasi kehutanan, dampak perubahan akuntansi Pendahuluan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengelolaan hutan merupakan kekayaan alam yang dikuasai oleh negara, sehingga pendayagunaannya harus tetap berorientasi pada kemakmuran rakyat. Hutan tidak hanya memiliki fungsi ekonomi, tetapi juga memiliki fungsi konservasi. Pembangunan hutan diupayakan untuk mewujudkan hutan yang lestari melalui pendayagunaan sumber daya hutan secara rasional, optimal, bertanggung jawab, dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan keseimbangan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sesuai amanat UUD 45, maka pemanfaatan hutan dilakukan dengan pengawasan dari Kementerian Kehutanan. Pemanfaatan hutan untuk produksi dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan izin pemanfaatan hutan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan. Kegiatan pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan lain dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya sebagai konservasi alam. Pemanfaatan hutan memiliki karakteristik khusus, yaitu adanya transformasi biologis atas tanaman 71

Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 untuk menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Karakteristik Perusahan Pemanfaatan Hutan Pemerintah memberikan izin pemanfaatan hutan kepada BUMN maupun perusahaan swasta. Jenis izin yang dikeluarkan oleh pemerintah berupa: 1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi (IUPHHK- HA); 2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan kegiatan pemanfaatan hutan diklasifikasi menjadi dua, yaitu hutan alam dan hutan tanaman industri. Kedua klasifikasi menurut PSAK 32 memiliki metode pencatatan dan penilaian yang berbeda atas beban yang terjadi. Kekhususan akuntasi kehutanan terletak pada jenis beban produksi dan adanya aset tanaman. Beban pokok produksi dikaitkan dengan aktivitas transformasi tanaman meliputi beban perencanaan, penanaman, pemeliharaan dan pembinaan hutan, pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan, pemungutan hasil hutan, pemenuhan kewajiban terhadap negara, pemenuhan kewajiban lingkungan dan sosial, dan Kekhususan akuntasi kehutanan terletak pada jenis beban produksi dan adanya aset tanaman. Produksi (IUPHHK RE); 3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi (IUPHHK HTI); dan 4. Pengelolaan Hutan oleh BUMN (PERUM PERHUTANI) Pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam dan hutan tanaman industri pada hutan produksi dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumber daya hutan dan lingkungannya. Berdasarkan karakteristik dan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana. Secara umum, beban diakui pada saat terjadinya, kecuali biaya memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dikapitalisasi dan dialokasikan pada periode aset tersebut dimanfaatkan. Beban pemenuhan kewajiban kepada negara dikeluarkan dalam bentuk iuran yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Perbedaan perlakuan akuntansi untuk perusahaan pengelola hutan alam dan hutan tanaman industri terletak pada bagaimana pembebanan biaya produksi tersebut. Akuntansi Kehutanan Menurut PSAK 32 Untuk hutan alam, perusahaan diberikan hak untuk mengelola hu- 72

Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani tan yang tanamannya siap ditebang. Perusahaan tidak melakukan proses transformasi tanaman sampai dengan pohon tersebut siap tebang. Konsekuensinya, nilai tanaman tidak dapat dihitung karena diserahkan pengelolaannya oleh negara bersamaan dengan pemberian izin. Sebagai gantinya, negara mewajibkan perusahaan untuk membayar iuran wajib dan melakukan penanaman kembali hutan yang telah ditebang. Beban yang timbul terkait dengan kegiatan penanam dan pemeliharaan kembali hutan serta pembayaran iuran diakui sebagai harga pokok produksi pada saat terjadinya. Tidak ada pencatatan aset atas kegiatan penanaman yang dilakukan karena berdasarkan ketentuan UU No. 41 Tahun 1999, semua tanaman yang telah ditanam oleh perusahaan di akhir masa konsesi adalah milik negara. Pencatatan aset tidak memenuhi kriteria pengendalian karena tanaman yang ditanam perusahaan akan menjadi milik negara di akhir masa konsesi kecuali jika sebelum akhir konsesi tanaman tersebut sudah saatnya ditebang, maka dapat dimanfaatkan oleh perusahaan. Pendapatan yang diperoleh dari pohon yang ditebang, dipadankan dengan beban dari kegiatan menanam kembali hutan, memelihara tanaman, dan kegiatan lain terkait dengan proses penanaman kembali, diantarannya beban untuk penebangan kayu dan pemenuhan kewajiban kepada negara yang harus dibayar atas kayu tersebut. Praktik akuntansi pada hutan alam tersebut menyebabkan perusahaan tidak mengkapitalisasi biaya yang dikeluarkan, sehingga tidak memiliki aset tanaman sesuai dengan Undang- Undang 41 Tahun 1999 yang secara tegas menyebutkan bahwa aset tanaman di akhir masa konsesi adalah milik negara. Regulasi tersebut kemudian diubah dalam PP 6 Tahun 2007 yang membedakan kepemilikan atas aset tanaman di akhir masa konsesi untuk hutan alam milik pemerintah dengan hutan tanaman milik perusahaan. Kedua regulasi tersebut menyatakan bahwa untuk hutan alam, aset tanaman adalah milik negara sehingga tidak ada pengendalian oleh perusahaan. Oleh karenanya, tidak ada pencatatan aset atas tanaman. Untuk hutan tanaman industri proses bisnisnya sedikit berbeda. Perusahaan diberikan hak untuk mengelola lahan hutan yang belum ada tanaman siap tebang. Perusahaan memulai kegiatannya dengan melakukan proses penanaman hutan, kemudian memperoleh hasilnya dalam bentuk kayu atau hasil hutan lainnya. Proses penanaman ini mengikuti daur tanaman, ada yang memiliki daur 5 tahun, 8 tahun, tergantung jenis tanamannya. Perusahaan memegang konsensi pengelolaan hutan berkisar 40 tahun. Menurut PSAK 32 biaya yang terkait dengan proses transformasi tanaman diatur sebagai berikut: Apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka biaya dikapitalisasi sebagai HTI dalam pengembangan sampai umur siap 73

Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 tebang dan diamortisasi selama jangka waktu masa konsesi, dan amortisasi dimulai sejak penebangan dilakukan serta dibukukan sebagai biaya produksi. Amortisasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus atau metode Unit of Production. Apabila tersedia pohon siap tebang, biaya yang berhubungan dengan usaha pemeliharaan dan pembinaan hutan tersebut dibukukan sebagai biaya produksi. Ketentuan dalam PSAK 32 tersebut mengacu pada UU 41 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa tanaman yang ada pada masa konsesi adalah aset negara. Oleh karenanya, proses kapitalisasi biaya hanya terjadi ketika belum ada pohon siap tebang, yaitu pada saat daur pertama. Dalam prakteknya, proses penanaman dilakukan dalam blok-blok penanaman yang dilakukan dalam waktu yang tidak bersamaan. Setelah blok pertama siap tebang, maka proses kapitalisasi akan dihentikan walaupun pada saat tersebut proses pemeliharaan dan penanaman sedang berlangsung untuk blok yang lainnya. Beban yang dikapitalisasi adalah beban yang terkait dengan kegiatan penanaman pada daur pertama sampai blok pertama tersedia pohon siap tebang. Biaya yang dikeluarkan untuk proses penanaman pada daur kedua pada blok pertama dan biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan penanaman dan pemeliharaan pada blok kedua dan lainnya tidak dikapitalisasi karena perusahaan telah memiliki pohon siap tebang pada blok pertama. Ilustrasi di bawah ini dapat menjelaskan bagaimana perlakuan PSAK 32 atas HTI Dalam pengembangan. Ilustrasi Sebuah perusahaan memiliki izin HTI dengan masa konsesi 40 tahun, daur tanaman 6 tahun. Dari areal yang dimiliki, dibagi menjadi 6 blok yang ditanam secara bertahap karena ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil hutan adalah kayu yang proses pemungutan hasilnya memerlukan waktu 2 tahun, dengan biaya panen sebesar 30. Untuk ilustrasi penerapan pedoman akuntansi, asumsikan dimulai mulainya penerapan pedoman pada tahun 9. Asumsi untuk mempermudah perhitungan: biaya penanaman dan pemeliharaan memiliki nilai yang standar sepanjang tahun dan daur. Menurut PSAK 32 Biaya yang terjadi pada blok 1 sampai dengan blok 6 dari tahun ke-1 sampai 74

Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani dengan tahun ke-6 dikapitalisasi menjadi HTI dalam pengembangan. Aset tersebut diamortisasi selama masa konsesi 40 tahun. Total HTI dalam pengembangan = 120+110+100 +90+70+50=540. Beban produksi tahun 7 saat blok 1 panen adalah biaya amortisasi ditambah biaya panen sebesar 30 ditambah biaya yang dikeluarkan untuk menanam dan memelihara blok lain (karena harus dibebankan setelah tersedia pohon siap tebang= (540/40th + 30)+ 10+10+10+20+20 Menurut Pedoman baru Untuk beban blok 1, total biaya yang dikapitalisasi sebesar 120 sampai dengan tahun ke-6. Beban ini akan dibebankan pada saat pemanenan pada blok tersebut di tahun ke-7. Sehingga total beban produksi adalah amortisasi 100% atas HTI dalam pengembangan sebesar 120 ditambah biaya penebangan 30. Beban pada blok 1 di tahun ke-8, 9, sampai akhir daur, dikapitalisasi menjadi HTI dalam pengembangan. Untuk tahun ke-8, beban produksi sama seperti pada tahun ke-7, yaitu sebesar amortisasi HTI dalam pengembangan untuk blok 2 ditambah biaya penebangan. Dampak perubahan Pedoman jika diterapkan pada awal tahun 9 Beban blok 1 sampai dengan blok 6 yang dikapitalisasi adalah beban yang dikeluarkan sampai dengan tahun tahun ke-6. Mulai tahun ke-7, proses kapitalisasi tidak lagi dilakukan. Biaya yang terjadi di tahun ke-7 dan seterusnya akan dibebankan. Jika pada tahun ke-9 dilakukan perubahan standar maka untuk biaya blok 1, yang dikapitalisasi hanyalah beban dari tahun di 9-13 yang merupakan tahun ke-2 sampai dengan ke-6 untuk daur 2) karena beban pada tahun pertama telah terlanjur dibebankan. Beban pada blok 2 dan blok 3 tidak ada masalah karena berada di awal dan akhir daur pertama. Untuk beban pada blok 4, yang dikapitalisasi hanyalah beban blok 4 tahun-9 (tahun ke-6 daur pertama), sedangkan blok 5 hanya beban pada tahun ke-5 dan ke-6 pada daur pertama. Selanjutnya pada blok 6 beban yang dikapitalisasi adalah beban pada tahun 9 11 (tahun ke-4, ke-5 dan ke-6). Nilai HTI dalam pengembangan yang akan diamortisasi, nilainya berbedabeda. Untuk beban HTI dalam pengembangan yang sebelumnya dicatat sesuai dengan PSAK 32 sebesar 540, baru disusutkan tahun 7 dan 8 atau selama 2 tahun. Jika memungkinkan, HTI dalam pengembangan tersebut ditelusuri dialokasikan ke dalam nilai HTI dalam pengembangan yang dicatat untuk masing-masing blok yang belum dipanen. Jika HTI pengembangan tersebut terkait pada periode yang lampau dan aset tanamannya telah dipanen semuanya, maka nilainya harus dibebankan dalam laba rugi sebagai kerugian karena penyesuaian prinsip akuntansi. Proses amortisasi dilakukan selama masa konsesi, dan bukan selama masa panen dari pohon. Masa konsesi relatif lebih panjang dari usia 75

Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 daur dan jangka waktu pemanenan. Jumlah nilai yang dikapitalisasi tidak mencerminkan manfaat ekonomi di masa mendatang. Hal ini karena jika proses pemanenan satu blok hanya satu tahun, maka biaya dalam blok tersebut masih tetap tercatat sampai akhir masa konsesi. Hal ini tidak sesuai dengan definisi aset yang memiliki manfaat di masa mendatang. Amortisasi sampai dengan akhir masa konsesi menyebabkan konsep matching principles tidak dapat diterapkan karena proses amortisasi tetap dilakukan, padahal pohon yang ditebang adalah pohon dari penanaman pada daur kedua dan seterusnya. Ketentuan dalam PSAK 32 tersebut dilaksanakan dengan baik perusahaan. Kementerian Kehutanan menyusun Pedoman Pelaporan Keuangan Perusahaan Hutan (PPKPH) sebagai pedoman teknis untuk menyusun laporan keuangan. Dalam PPKPH dijelaskan secara rinci bahwa beban yang terjadi pada daur kedua dan seterusnya untuk HTI dibebankan sebagai biaya produksi. Praktek akuntansi tersebut menimbulkan perdebatan dengan otoritas pajak karena melanggar konsep matching principles dan menyebabkan beban menjadi besar pada saat perusahaan belum menerima pendapatan serta HTI dalam pengembangan tidak mencerminkan manfaat ekonomi di masa mendatang. Secara substansi, ketentuan PSAK 32 tersebut menyalahi kerangka dasar penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Namun, karena bentuk aturan tersebut adalah standar maka perusahaan menyusun laporan keuangan berdasarkan standar tersebut dan opini audit diberikan atas apa yang tercantum dalam standar. Dalam prakteknya, ada satu/dua perusahaan yang mengartikan bahwa pemahaman apabila tersedia pohon siap tebang diartikan pohon siap tebang pada suatu blok penanaman. Sehingga, proses kapitalisasi secara terusmenerus dilakukan dan pembebanan dilakukan pada saat pohon tersebut ditebang mengikuti praktik akuntansi perusahaan perkebunan. Pencabutan PSAK 32 Pemerintah melakukan perubahan regulasi di bidang kehutanan karena dipandang regulasi yang ada tidak memberikan insentif bagi pengusaha untuk melakukan investasi di bidang kehutanan. Untuk itu dikeluarkan PP 6 Tahun 2007, yang didalamnya menyebutkan bahwa tanaman yang dihasilkan pada HTI merupakan aset pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku (ps 38). Saat izin, berakhirnya barang tidak bergerak menjadi milik negara, sedangkan tanaman yang telah ditanam dalam areal kerja menjadi aset pemegang izin (pasal 83). Ketentuan dalam PP tersebut jika diterapkan berbenturan dengan PSAK 32 yang tidak mencatat aset tanaman untuk semua biaya yang dikeluarkan setelah daur pertama. Kementerian 76

Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani Kehutanan saat melakukan revisi Pedoman Pelaporan Keuangan mengalami kesulitan untuk membuat aturan karena pencatatan aset tanaman HTI bertentangan dengan PSAK 32. Kementerian Kehutanan mengirimkan surat ke DSAK untuk meminta perubahan PSAK atau menerbitkan intepretasi PSAK 32 terkait dengan paragraf jika tersedia pohon siap tebang. Surat permohonan dari Kementerian Kehutanan justru diberikan jawaban bahwa PSAK 32 akan dicabut. PSAK tersebut kemudian dicabut pada tahun 2009 dan berlaku efektif mulai 2010. Alasan DSAK melakukan pencabutan tersebut dalam rangka melakukan konvergensi dengan IFRS. Tidak ada standar khusus akuntansi kehutanan dalam IFRS. Alasan kedua, karena PSAK 32 melanggar konsep matching principles dalam pengakuan beban dan HTI dalam pengembangan tidak sesuai dengan definisi aset. Terlihat dalam penyusunan PSAK 32, pengaruh regulasi pemerintah dalam hal ini UU Kehutanan sangat dominan, sehingga ketika regulasi tersebut dirubah maka standar akuntansi juga harus dirubah. Pencabutan PSAK tersebut menimbulkan kekosongan aturan untuk akuntansi kehutanan untuk laporan keuangan tahun 2010 dan seterusnya. Padahal pada tahun tersebut terdapat regulasi yang secara jelas membutuhkan aplikasi penerapan dalam praktik. Kementrian Kehutanan kemudian melanjutkan proses penyusunan Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan (DOLAPKEU-PHP2H) yang disahkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P.69/Menhut-II/2009. Akuntansi Kehutanan Menurut Pedoman Akuntansi (DOLAPKEU) Dalam pedoman tersebut, pencatatan biaya yang dikeluarkan untuk proses transformasi aset Alasan DSAK melakukan pencabutan tersebut dalam rangka melakukan konvergensi dengan IFRS. Alasan kedua, karena PSAK 32 melanggar konsep matching principles dalam pengakuan beban dan HTI dalam pengembangan tidak sesuai dengan definisi aset. tanaman dikapitalisasi sampai dengan pohon tersebut siap tebang dan diamortisasi setelah pohon tersebut ditebang. Proses amortisasinya mengikuti pemanfaatan aset tanaman tersebut. Jika sudah ditebang dan dimanfaatkan semua dalam satu periode, maka akan diamortisasi satu periode. Metode amortisasi yang digunakan adalah garis lurus untuk hasil hutan lainnya, dan unit produksi untuk hasil hutan berupa kayu. Jika menghasilkan dua-duanya, perusahaan dapat mengalokasikan 77

Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 nilai sisa untuk nilai kayunya yang akan dipadankan dengan pendapatan dari penjualan kayu setelah ditebang. Aplikasi dari pedoman (DOLAPKEU- PHP2H) tersebut akan berdampak besar pada laporan keuangan perusahaan pemanfaatan hutan karena perusahaan akan mencatat aset dengan nilai yang cukup besar dalam neraca. Laba rugi juga akan terpengaruh dengan proses kapitalisasi tersebut. Perusahaan dalam daur kedua akan mencatat aset, padahal sebelumnya membebankan semua biaya yang terjadi. Pedoman tersebut dinyatakan berlaku prospektif karena perusahaan akan mengalami kesulitan pada tahun 2010, maka untuk blok yang berada dalam tahun yang berbeda-beda akan memiliki nilai aset yang berbeda. (lihat ilustrasi) 2. Saldo HTI dalam pengembangan yang telah dicatat berdasarkan PSAK 32 harus dibebankan ke laba rugi sebagai kerugian dari perubahan prinsip akuntansi jika tidak ada lagi tanaman yang belum dipanen dari daur pertama. Jika terdapat tanaman yang masih belum dipanen dari proses penanaman daur pertama, jika memungkinkan dilakukan klasifikasi, yang dibebankan adalah yang telah dipanen sedangkan sisanya tetap dikapitalisasi dan Aplikasi dari pedoman (DOLAPKEU-PHP2H) tersebut akan berdampak besar pada laporan keuangan perusahaan pemanfaatan hutan karena perusahaan akan mencatat aset dengan nilai yang cukup besar dalam neraca. Laba rugi juga akan terpengaruh dengan proses kapitalisasi tersebut. untuk mencatat aset yang sebelumnya telah dibebankan dalam laporan laba rugi. Ketentuan prospektif ini tidak menyalahi standar umum karena perubahan standar yang tidak dimungkinkan untuk diberlakukan retroaktif dengan alasan kesulitan untuk menentukan nilainya dapat diterapkan secara prospektif. Perubahan tersebut akan menyebakan dua perubahan besar yang harus dicermati: 1. Nilai aset HTI dalam pengembangan memiliki nilai yang seharusnya. Jika pedoman tersebut diterapkan akan diamortisasi mengikuti proses pemanenan Melihat dampak yang demikian besar pada laporan laba rugi dan neraca yang memungkinkan pengguna mengalami kebingungan dalam membaca laporan, maka pengungkapan harus dilakukan. Perusahaan harus men gungkapkan terjadinya perubahan prinsip akuntansi ini sampai dengan akhir daur dari semua blok yang sedang ditanami. Hal ini dilakukan karena perubahan prinsip ini akan menyebabkan nilai HTI dalam 78

Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani pengembangan tidak menunjukkan kondisi yang seharusnya. Pembebanan saldo HTI dalam pengembangan yang dihitung berdasarkan PSAK 32 sekaligus pada tahun perubahan harus diberikan penjelasan rinci. Perubahan laba rugi akibat kapitalisasi harus diberikan penjelasan yang cukup oleh manajemen, sehingga tidak menimbulkan salah interpretasi atas laporan keuangan. Perusahaan juga harus menjelaskan bahwa dampak perubahan tersebut akan mempengaruhi laporan keuangan pada tahun mana saja. Penjelasan tambahan dalam bentuk proforma dampak perubahan laporan keuangan akan bermanfaat jika disajikan sebagai informasi tambahan yang diberikan kepada pembaca laporan keuangan. REFERENSI IAS 41, Agriculture Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Nomor P/69/ Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan (Dolapkeu-PHP2H). PPSAK 1, Pencabutan PSAK 32. PSAK 32, Akuntansi Kehutanan. Undang-Undang No.42 tahun 1999 Tentang Penetapan Peraturan Pengganti UU No.1 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi UU. Kesimpulan Dengan pedoman tersebut, perusahaan memiliki pegangan yang diacu dalam menyusun laporan keuangan. Pelajaran berharga dari PSAK 32 adalah membuat standar tidak boleh dilakukan dengan mengacu pada peraturan spesifik industri yang dikeluarkan oleh pemerintah. Standar harus dikembangkan dengan konsepkonsep akuntansi dan prinsip dasar serta didukung oleh teori. Perubahan prinsip akuntansi harus dilakukan secara hati-hati dan diberikan pengungkapan yang cukup, sehingga tidak menyebabkan pembaca kesulitan dalam memahami laporan keuangan. 79