ISSN 2302-5298 Lingkup Artikel Yang Dimuat Dalam Jurnal Ini Adalah Kajian Empiris dan Konseptual Kontemporer Pada Bidang Ekonomi, Bisnis & Akuntansi Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah Jefry Gasperz Abstract This study eximine to know and prove whether Ambon city government has reached an autonomy, effectiveness, and efficiency in financial management. The data used in this study are secondary data is revenue budget expenditure regional from the 2009-2012, and the Report on the Mayor of Ambon in 2009-2012. Methods of data analysis using autonomy ratio, the ratio of effectiveness, and efficiency ratios are used to calculate the autonomy, effectiveness, and efficiency of Ambon city government financial management. The results obtained show that the Ambon city government has not reached an autonomy financial management regional, but from the point of effectiveness and efficiency can be concluded that the Ambon city government has already effectively manage their finances and efficient. Furthermore Ambon city government needs to seek potential income from taxes and retribution, but still consider the benefits to be gained by not burden the people. Key Words : Autonomy, Effective, and Efficient Penulis adalah dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura Ambon e-mail : jefry_g@yahoo.com benchmark Volume 2 No 2 Maret 2014 87
PENDAHULUAN Bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah setiap daerah diberikan hak untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab sehingga dapat mendorong perkembangan pembangunan daerah. Otonomi daerah merupakan perwujudan dari kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, merubah tatanan kehidupan ekonomi masyarakat yang masih rendah kearah yang lebih baik, serta mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Sebagaimana konsep dasar dari otonomi daerah adalah pemberian wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerahnya masing masing sesuai dengan apa yang mereka kehendaki dan mereka butuhkan. Setiap pemerintah daerah dituntut untuk menggerakan segala kemampuan yang dimiliki dalam menciptakan dan mendorong peningkatan pendapatan asli daerah yang menjadi sumber pembiayaan di daerah. Suatu daerah otonom akan mampu mandiri apabila daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai porsi semakin kecil. Sehingga pendapatan asli daerah harus menjadi bagian terbesar dalam memobilsasi dana penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Oleh karena itu kemandirian atau kemampuan keuangan daerah dicerminkan dari adanya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yang dijadikan salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan ketersedian sumber daya keuangan yang tidak sedikit, jika suatu daerah tidak memiliki dana yang cukup dan memadai maka daerah tersebut memerlukan tambahan dana dari pihak lain dalam mendukung pelaksananan program pembangunan yang telah direncanakan. Pihak lain yang dimaksud misalnya lembaga Perbankan, Pemerintah Pusat atau pihak asing yang peduli dengan program pembangunan suatu daerah. Realita yang terjadi pada umumnya kabupaten/kota yang baru terbentuk atau baru mengalami pemekaran dari kabupaten induk, menunjukan bahwa sumber daya keuangan dari pendapatan asli daerah yang merupakan sumber pembiayaan daerah tersebut cenderung 88 Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah
sedikit dan masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi daerah tersebut derajat kemandirian keuangannya masih rendah serta ketergantungan terhadap sumber pembiayaan dari pemerintah pusat masih tinggi. Pengelolaan sarana prasarana di daerah yang dapat menjadi kontribusi pendapatan asli daerah dari obyek pajak daerah dan retribusi daerah masih relatif terbatas dan belum di kelola secara maksimal. Hal ini merupakan fenomena yang terjadi dihampir di seluruh daerah kabupaten/kota. Ketergantungan akan sumber-sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat yang masih sangat tinggi oleh daerah terhadap pemerintah pusat, mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah daerah untuk mengendalikan sumber keuangan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menjadi terbatas. Lemahnya kemandirian di daerah dapat disebabkan adanya konsekuensi kebijakan yang terkandung dalam konstitusi. Dalam UUD 1945, pasal 33 menyatakan bahwa tanah, air dan segalah sesuatu yang secara signifikan mempengaruhi kehidupan rakyat dikendalikan oleh negara atau dalam hal ini pemerintah pusat, akibatnya sumber penerimaan yang startegis seperti pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai meskipun terletak di wilayah pemerintah daerah menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah daerah hanya mengelolah sumber pendapatan yang nonstrategis misalnya seperti pajak Hotel, pajak reklame, dan pajak restoran. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya kemandirian keuangan pemerintah daerah. Kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah dapat dilihat dari derajat fiskal suatu daerah yaitu dengan menggunakan variabel pokok kemampuan keuangan daerah, yang selanjutnya kemampuan keuangan dapat dilihat dari rasio pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah dan total belanja yang mencerminkan kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan merupakan suatu kondisi dimana pemerintah daerah tidak rentan terhadap sumber pendanaan diluar kendalinya atau pengaruhnya (CICA,1997 dalam Bwariat, 2013). Kota Ambon sebagai ibu kota propinsi maluku juga mempunyai tanggungjawab dalam mewujudkan kemandirian keuangan pada era otonomi daerah saat ini. Tingkat kemandirian pemerintah kota Ambon saat ini hampir mencapai derajat desentralisasi fiskal pada posisi rata-rata, namun kalau dilihat dari nilai pertumbuhan tahun 2009 s/d 2012, menunjukan rasio kemandirian mengalami penurunan yang berarti pemerintah kota Ambon memiliki ketergantungan finansial kepada pemerintah pusat yang cukup tinggi. hal ini dapat juga ditunjukan dengan kontribusi PAD terhadap total APBD yang masih relatif kecil serta sumber utama pembiayaan yang masih benchmark Volume 2 No 2 Maret 2014 89
bersumber dari dana perimbangan pemerintah pusat. Berdasarkan uraian pada latar belakang, penulis ingin membuktikan apakah pemerintah kota Ambon telah mencapai derajat kemandirian keuangan serta apakah pemerintah kota Ambon telah efektif dan efisien dalam mengelola keuangan yang bersumber dari PAD. KERANGKA TEORITIS Keuangan Daerah Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak lain sesuai ketentuan atau peraturan perundangundangan yang berlaku (Halim 2007). Yani (2009), menjelaskan ruang lingkup keuangan daerah meliputi: a) hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman; b) kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan membayar tagihan pihak ketiga; c) peneriamaan daerah; d) pengeluaran daerah; e) kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; f) kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan atau kepentingan umum. Pendapatan Asli Daerah UU. No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, menjelaskan bahwa pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Pengertian pendapatan asli daerah menurut UU, No.28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Nurcholis (2007), mengat akan bahwa pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lainlain yang sah. Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Kemandirian keuangan pemerintah daerah adalah suatu kondisi di mana pemerintah daerah tidak rentan terhadap sumber pendanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat di luar kendalinya atau pengaruhnya, baik dari sumber-sumber nasional dan internasional (Krimadi, 2013). Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber utama kemandirian keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan, 90 Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah
dan pelayanan masyarkat. Sejak diberlakukan UU No. 22/1999 tentang pemerintah daerah, di mana pemerintah pusat mendesentralisasikan berbagai aspek kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di seluruh Indonesia, salah satunya desentralisasi pengelolaan keuangan, di mana pemerintah daerah berhak untuk mengelola pendapatan, pengeluaran, dan keuangan negara di daerah pemerintahan sendiri. Efektivitas dan Efisiensi Keuangan Pemerintah Daerah Efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dibandingkan dengan realisasi pendapatan yang diterima. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan analisis rasio keuangan pada APBD yaitu pertama rasio kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, kedua rasio efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan asli daerah. Rasio-rasio ini bertujuan untuk menjelaskan posisi pemerintah kota Ambon jika di lihat dari kemandirian dan efektifitas serta efisiensi pengelolaan keuangan daerah dikaitkan dengan ketergantungan sumber pembiayaan antara pemerintah daerah dan pusat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari pemerintah kota Ambon yaitu APBD tahun 2009 s/d 2012, dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota Ambon tahun 2009 s/d 2012. Alasan menggunakan data tahun 2009 2012, adalah pada kurun waktu tersebut terjadi kenaikan beban anggaran disebabkan karena bertambahnya jumlah pegawai yang cukup besar. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengujian Kemandirian Keuangan Pemkot Ambon. Pengujian ini menggunakan rasio sbb: Rasio kemandirian = PAD : Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman 2. Pengujian Efektifitas dan Efisiensi PAD Pengujian ini menggunakan rasio sbb: Rasio Efektifitas = Realisasi Penerimaan PAD : Target Penerimaan PAD yg ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah Rasio Efisiensi = Biaya yg dikeluarkan untuk memungut PAD : Penerimaan PAD benchmark Volume 2 No 2 Maret 2014 91
3. Hasil analisis dari ketiga rasio di atas pada pemerintah Kota Ambon menunjukan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pengujian Efektifitas dan Efisiensi PAD Rasio 2009 2010 2011 2012 (dalam persen) Kemandirian 5,18 5,08 4,80 5,60 Efektifitas 99,38 103,76 73,50 77,00 Efisiensi 3,81 4,16 4,68 4,08 Sumber: Data diolah Dari data di atas rasio kemandirian pemerintah kota ambon pada tahun 2010 dan 2011 menunjukan terjadi penurunan. Penurunan rasio kemandirian pada data di atas mempunyai arti bahwa ketergantungan pemerintah kota Ambon pada pemerintah pusat atau propinsi atau pihak eksternal lainnya semakin berkurang terutama terkait dengan sumber pendanaan pemkot Ambon. Selanjutnya untuk tahun 2012, rasio kemandirian pemkot Ambon kembali naik 0,8 poin dari tahun 2011. Namun secara rata-rata nilai kemandirian pemkot Ambon berada pada angka 5,165% atau 0,05165. Semakin nilai rasionya mendekat nilai 1 (satu) atau 100% maka daerah tersebut dapat dikatakan mandiri. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa pemkot Ambon masih jauh dari mandiri terkait dengan sumber pendanaan dari ketergantungannya pada pemerintah pusat dan pihak lainnya. Hasil pengujian rasio efektifitas pemerintah kota Ambon menunjukan bahwa pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, terjadi fluktuatif. Pada tahun 2010 rasio efektifitas pemkot Ambon mengalami peningkatan dari tahun 2009 sebesar 4,38 poin, namun pada tahun 2011 rasio efektifitas kembali terjadi penurunan sebesar 30,23 poin. Selajutnya pada tahun 2012 rasio efektifitas pemkot Ambon mengalami peningkatan sebesar 3,5 poin. Halim (2007), mengatakan bahwa kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dan dapat dikatagorikan efektif jika rasio efektifitas mencapai minimal 1 (satu) atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektifitas mendekati 1 (satu) menunjukan kemampuan daerah semakin baik. Dari hasil ini menunjukan bahwa pemkot Ambon dalam pengelolaan keuangannya cukup efektif dengan nilai rata-rata 88,41% atau 0,8841. Hasil analisis rasio efisiensi pemkot Ambon menunjukan bahwa selama tahun 2009 sampai dengan 2012 cenderung mengalami kenaikan. Ratarata nilai efisiensi pengelolaan keuangan pemkot Ambon sebesar 4,1825% atau 0,041825. Suatu pengelolaan keuangan dikatakan efisien jika nilai hasil rasionya semakin menjauh dari angka 1 (satu) atau 100%. Dari hasil di atas menunjukan bahwa pengelolaan keuangan pemkot Ambon dapat dikatakan sudah efisien. 92 Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah
PENUTUP Simpulan Dari hasil analisis rasio yaitu rasio kemandirian pengelolaan keuangan daerah menunjukan bahwa pemerintah kota Ambon masih jauh untuk dikatakan mandiri karena nilainya masih di bawah angka idial, hal ini menunjukan bahwa pemerintah kota Ambon masih sangat tergantung terkait dengan sumber pendanaan dari pemerintah pusat. Hasil analisis rasio efektifitas pengelolaan keuangan daerah menunjukan bahwa pemerintah kota Ambon sudah dapat dikatakan efektif karena nilai rasionya sudah mendekati angka ideal. Selanjutnya untuk rasio efisiensi pengelolaan keuangan daerah menunjukan bahwa pemerintah kota Ambon sudah dapat dikatakan efisien dalam mengelola keuangannya, hal ini ditunjukan dengan nilai rasio efisiennya sudah mendekati angka idealnya. Saran Pemerintah kota Ambon diharapkan terus dapat meningkatkan PAD-nya dengan mengupayakan potensi-potensi pendapatan dari sektor pajak dan retribusi, namun dalam upaya ini hendaknya dipertimbangkan manfaat yang akan diperoleh dengan tidak memberatkan masyarakat. Selain itu pemerintah kota Ambon diharapkan terus meningkatkan kemampuan aparaturnya terutama terkait dengan pengelolaan keuangan daerah karena hasil yang selama ini sudah efektif dan efisien hendaknya terus dipertahankan. DAFTAR RUJUKAN Halim & Theresia, (2007), Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta, STIM, YPKN. Bwariat, 2013, Kemandirian Keuangan dalam Otonomi Daerah, Papua Pos, Web. http://www.papuapos.com/index. php/opini/item/3770. Krimadi, 2013, Kemandirian Keuangan dalam Otonomi Daerah, Papua Pos, Web. http://www.papuapos.com/index. php/opini/item/3770. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor Nomor 33 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. benchmark Volume 2 No 2 Maret 2014 93
94 Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah