BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Sistem poros sederhana yang mengalami kondisi tak seimbang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS

BAB III PERANCANGAN SISTEM

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535

BAB III PERANCANGAN SISTEM

MIKROKONTROLER Arsitektur Mikrokontroler AT89S51

BAB III RANCANG BANGUN SISTEM KARAKTERISASI LED. Rancangan sistem karakterisasi LED diperlihatkan pada blok diagram Gambar

BAB II DASAR TEORI 2.1. Mikrokontroler AVR ATmega32

BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan 2.2 Sensor Clamp Putaran Mesin

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Sistem Minimum Mikrokontroler. TTH2D3 Mikroprosesor

MIKROKONTROLER Yoyo Somantri dan Egi Jul Kurnia

Blok sistem mikrokontroler MCS-51 adalah sebagai berikut.

ARSITEKTUR MIKROKONTROLER AT89C51/52/55

BAB IV PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikrokontroler ATmega8535 merupakan salah satu jenis mikrokontroler keluarga AVR

TAKARIR. Akumulator Register yang digunakan untuk menyimpan semua proses aritmatika

BAB III TEORI PENUNJANG. Microcontroller adalah sebuah sistem fungsional dalam sebuah chip. Di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan

MIKROKONTROLER AT89S52

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI

BAB II KWH-METER ELEKTRONIK

BAB II. PENJELASAN MENGENAI System-on-a-Chip (SoC) C8051F Pengenalan Mikrokontroler

BAB II KONSEP DASAR PERANCANGAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II KONSEP DASAR SISTEM MONITORING TEKANAN BAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler, sebagai suatu terobosan teknologi mikrokontroler dan

BAB II LANDASAN TEORI. ATMega 8535 adalah mikrokontroller kelas AVR (Alf and Vegard s Risc

Bab II Dasar Teori (2.1)

PERTEMUAN MEMORY DAN REGISTER MIKROKONTROLER

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AT89S51 hanya memerlukan tambahan 3 kapasitor, 1 resistor dan 1

BAB IV CARA KERJA DAN PERANCANGAN SISTEM. ketiga juri diarea pertandingan menekan keypad pada alat pencatat score, setelah

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai

BAB II LANDASAN TEORI. pada itu dapat juga dijadikan sebagai bahan acuan didalam merencanakan suatu system.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Ethanol

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER. program pada software Code Vision AVR dan penanaman listing program pada

TAKARIR. Akumulator Register yang digunakan untuk menyimpan semua proses aritmatika. Assembler Bahasa pemrograman mikrokontroler MCS-51

BAB III PERANCANGAN SISTEM. sebuah alat pemroses data yang sama, ruang kerja yang sama sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. [10]. Dengan pengujian hanya terbatas pada remaja dan didapatkan hasil rata-rata

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN PENGUJIAN ALAT SISTEM PENGONTROL BEBAN DAYA LISTRIK

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS. dapat berjalan sesuai perancangan pada bab sebelumnya, selanjutnya akan dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Atmel AVR adalah jenis mikrokontroler yang paling sering dipakai dalam

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dan perancangan tugas akhir ini telah dimulai sejak bulan Juli 2009

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. software arduino memiliki bahasa pemrograman C.

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini akan membahas tentang perancangan sistem yang digunakan dari alat

Desain Tracker Antena Parabola Berbasis Mikrokontroler

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Sensor MLX 90614[5]

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS DAN PERANGKAT LUNAK SISTEM. Dari diagram sistem dapat diuraikan metode kerja sistem secara global.

BAB III PERANCANGAN ALAT

RANCANGAN SISTEM PARKIR TERPADU BERBASIS SENSOR INFRA MERAH DAN MIKROKONTROLER ATMega8535

BAB III PERENCANAAN SISTEM DAN PEMBUATAN ALAT

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AT89S52 termasuk kedalam keluarga MCS-51 merupakan suatu. dua macam memori yang sifatnya berbeda yaitu:

TKC210 - Teknik Interface dan Peripheral. Eko Didik Widianto

BAB III DESKRIPSI MASALAH

BAB III PERANCANGAN. Pada bab ini akan menjelaskan perancangan alat yang akan penulis buat.

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III MIKROKONTROLER

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL LAMPU OTOMATIS BERBASIS WEB

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Sistem Mikroprosessor

II. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi cuaca pada suatu daerah. Banyak hal yang sangat bergantung pada kondisi

BAB III PERANCANGAN DESAIN POMPA AIR BRUSHLESS DC. DENGAN MENGGUNAKAN dspic30f2020

BAB III TEORI PENUNJANG. dihapus berulang kali dengan menggunakan software tertentu. IC ini biasanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Simbol LED [8]

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat monitoring tekanan oksigen pada gas sentral dengan sistem digital yang lebih

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Mikrokontroler AVR. Hendawan Soebhakti 2009

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN P EMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN P ENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah pembuatan modul maka perlu dilakukan pendataan melalui proses

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TEORI DASAR 2.1. Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas tentang proses penyeimbangan dan metoda penyeimbangan yang menjadi dasar dalam pembuatan alat pengolah sinyal dan komponen-komponen alat pengolah sinyal, seperti mikrokontroler, rangkaian enkoder, dan komponen-komponen lainnya yang diperlukan untuk mendeteksi posisi sudut dari suatu poros. 2.2. Proses Penyeimbangan Kondisi tak seimbang terjadi akibat adanya ketidakseragaman distribusi massa rotor terhadap sumbu putarnya. Kondisi ini dapat ditunjukan seperti Gambar 2.1. Pada gambar ini diperlihatkan sebuah sistem poros rotor homogen yang memiliki massa tak seimbang sebesar m pada jarak e dari pusat rotor. Pusat rotor tersebut juga dijadikan sebagai sumbu putar rotor. m e Gambar 2.1 Sistem poros sederhana yang mengalami kondisi tak seimbang Jika sistem poros tersebut diputar dengan kecepatan putar sebesar ω, maka pada sistem ini akan timbul gaya sentrifugal sebesar: 2 Fs = m e ω

Gaya dinamik yang timbul akibat massa tak seimbang akan muncul terus menerus selama sistem poros rotor tersebut berputar. Gaya dinamik ini akan menimbulkan getaran dengan frekuensi 1x putar rotor. 2.3. Metode Penyeimbangan Untuk memperkecil getaran massa tak seimbang tersebut, dilakukan proses penyeimbangan. Pada dasarnya proses penyeimbangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mengurangi massa tak seimbang yang terjadi (dengan mengebor), atau dengan o menambah massa penyeimbangan pada posisi yang berlawanan ( 180 ) terhadap posisi massa tak seimbang. Proses penyeimbangan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu penyeimbangan statik dan penyeimbangan dinamik. Dalam penyeimbangan statik, massa penyeimbangan diletakkan pada satu bidang penyeimbangan. Contoh kondisi tak seimbang yang membutuhkan penyeimbangan statik diperlihatkan pada Gambar 2.1. Adapun dalam penyeimbangan dinamik, massa penyeimbangan diletakkan pada dua bidang penyeimbangan, biasanya pada ujung-ujung rotor yang terluar. Prosedur penyeimbangan statik dengan menggunakan instrumen penyeimbangan adalah sebagai berikut: 1. Rotor diputar dengan kecepatan putar tertentu, kemudian amplitudo getaran awal yang terjadi ( R 0 ) serta sudut fasa awalnya ( α 0 ) diukur dengan menggunakan instrumen penyeimbangan. 2. Massa coba dipasang pada posisi sembarang dan rotor diputar lagi dengan kecepatan putar yang sama. Selanjutnya, amplitudo getaran yang terjadi ( R 1) serta sudut fasanya ( α 1 ) diukur lagi dengan instrumen penyeimbang. Dari hasil kedua pengukuran tersebut, selanjutnya dilakuakan perhitungan dengan menggunakan diagram phasor seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Dengan memperhatikan Gambar 2.2 dan menggunakan aturan kosinus, maka dapat diturunkan hubungan berikut: R = R + R 2. R. R.cos( α α ) mc Sudut antara 2 2 0 1 0 1 1 0 Rmc dan R 0 dicari dengan memakai aturan sinus sebagai berikut:

Rmc R0 = sin( α α) sinβ 1 0 R 1 Massa coba Massa tak seimbang R mc β R 0 referensi α α 1 0 Gambar 2.2 Diagram phasor penyeimbangan statik Jika sudut antara R mc dan R 0 adalah φ maka: R 0 φ = ( α1 α 0) + arcsin.sin(( α1 α0) Rmc 0 Jadi, sudut penempatan massa penyeimbangan adalah φ + 180 dan besar massa penyeimbang yang diperlukan adalah: R 0 emc M p =. Mc. R e mc mp 2.4. Mikrokontrol ATmega 8535 Mikroprosesor merupakan central processing unit (CPU) pada satu buah chip. Mikroprosesor dan rangkaian pendukung lain, komponen input output dan memori yang disatukan untuk membentuk sebuah komputer kecil yang digunakan untuk data akuisisi atau

aplikasi kontrol disebut mikrokomputer. Chip silikon yang memuat komponen-komponen yang membentuk mikrikomputer secara bersama-sama disebut mikrokontroler. Agar dapat berfungsi dengan baik, mikrokontroler dilengkapi beberapa komponen sebagai berikut: CPU (Central Processing Unit) yang bertugas untuk mengambil dan menjalankan program yang terdapat pada memori program. Memori program untuk menyimpan instruksi-instruksi yang membentuk suatu program. Untuk membuat program yang lebih besar, sebagian mikrokontroler dilengkapi memori program eksternal selain memori program internal yang dimiliki oleh setiap mikrokontroler. RAM (Random Access Memory) untuk menyimpan data-data yang bukan merupakan instruksi program. Clock Oscilator yang akan menentukan frekuensi mikrokontroler dalam menjalankan program. Rangkaian reset yang digunakan untuk membuat seluruh komponen dan rangkaian kontrol berada pada kondisi awal yang telah ditetapkan sebelumnya. Serial port yang digunakan untuk berkomunikasi dengan alat lain. Komunikasi dilakukan dengan pengiriman/penerimaan data secara serial. Digital input-output port untuk mengirimkan atau menerima data dari alat lain dalam bentuk byte (8 bit data setiap pengiriman/peneriamaan data). Analog input-output port yang terdiri dari ADC (Analog to Digital Converter) dan DAC (Digital to Analog Converter) masukan data yang merupakan data analog diubah menjadi data digital oleh ADC agar data tersebut dapat diolah lebih lanjut. Jika diperlukan keluaran data analog, maka DAC akan mengubah data digital yang telah diolah oleh mikrokontroler menjadi data analog. Timer yang digunakan untuk penentuan selang waktu suatu proses atau untuk menghitung jumlah kejadian suatu proses(dalam hal ini timer disebut dengan counter).

Perangkat pengolah sinyal menggunakan mikrokontrol ATMega 8535 sebagai otaknya. Fitur-fitur penting yang dimiliki oleh ATMega 8535 dan akan dimanfaatkan dalam perancangan dan pembuatan perangkat pengolah sinyal adalah: 1. Mikroprosesor 8 bit 2. Arsitektur RISC (CPU memiliki memori program dan memori data yang terpisah) 3. 32x8 register general purposes 4. Dapat beroperasi dengan clock sampai dengan 16 MHz 5. 8K Bytes In-System self Prograrammable Flash 6. 1 buah 16-bit timer/counter dengan prescaler terpisah dan mode pembanding, mode capture. 7. Sumber interupsi Eksternal 2.4.1. Arsitektur Mikrokontroler ATMega 8535 Mikrokontroller ATMega 8535 yang dikemas dalam bentuk dual inline package (DIP) memiliki susunan kaki seperti tampak pada Gambar 2.3. Jumlah kaki-kaki yang dimiliki oleh ATMega 8535 adalah 40 buah. Berikut ini adalah deskripsi kaki-kaki yang dimiliki oleh ATMega 8535 : 1. VCC : Tegangan suplai 2. GND : ground 3. Port A : 8 bit port masukan/keluaran dua arah. Kaki-kaki Port A digunakan sebagai analog input untuk A/D (analog to digital) converter. 4. Port B : 8 bit port masukan/keluaran dua arah. Kaki-kaki Port B juga mempunyai beberapa fungsi alternatif, antara lain : port serial, komparator analog, timer/counter, dan keluaran output compare match 5. Port C : 8 bit port masukan/keluaran dua arah. 6. Port D : 8 bit port masukan/keluaran dua arah. Kaki-kaki Port D juga mempunyai fungsi alternatif, antara lain: baca dan tulis memori eksternal, keluaran output compare match, USART, dan interupsi eksternal. 7. Reset : Input reset. Tingkat keadaan tegangan yang rendah pada kaki ini selama lebih dari 50 ns akan mereset mikrokontroler.

8. XTAL1 : masukan inverting oscilator amplifier dan masukan rangkaian clock operasi internal 9. XTAL2 : keluaran inverting oscilator amplifier Gambar 2.3 Susunan kaki ATMega8535 2.4.2. Fitur Interupsi Eksternal Interupsi eksternal terdapat pada kaki 16(INT0), 17(INT1), dan 3 (INT2). Fitur ini memungkinkan terjadinya interupsi pada perangkat lunak dengan pemicu dari luar. Bentuk pemicu yang diberikan dapat berupa falling edge, rising edge, atau low level. Bila bentuk pemicu yang dipilih adalah falling edge maka interupsi akan terjadi setiap kali tegangan pada kaki interupsi eksternal berubah dari 5 volt ke 0 volt. Pada rising edge terjadi yang sebaliknya, interupsi akan terjadi setiap kali tegangan pada kaki interupsi eksternal berubah dari 0 volt ke

5 volt. Bentuk pemicu low level menyebabkan interupsi ketika kaki interupsi eksternal berada pada tingkat tegangan 0 volt. Beberapa register perlu diperhatikan untuk dapat menggunakan fitur interupsi eksternal. Register-register tersebut adalah : MCU control register(mcucr), MCU control and status register(mcucsr), general interrupt control register(gicr), dan general interrupt flag register(gifr). MCUCR merupakan register yang menentukan bentuk pemicu yang akan dianggap sebagai pemicu terjadinya interupsi eksternal pada mikrokontroler. MCUCR ditunjukan pada Gambar 2.4. Adapun pilihan bentuk pemicu dan logika yang menyebabkannya dijelaskan pada Tabel 2.1 Gambar 2.4 Register pemicu interupsi Tabel 2.1 Pilihan bentuk pemicu ISC01 ISC00 Bentuk Pemicu 0 0 Low Level 0 1 Setiap perubahan level tegangan 1 0 Falling edge 1 1 Rising edge Gambar 2.5 memperlihatkan susunan bit pada GICR. Bit ke-7, ke-6, dan ke-5 merupakan register kontrol interupsi eksternal 0, interupsi eksternal 1, dan interupsi eksternal 2 secara berturut-turut. Masing-masing bit ini bila berada pada logika 1 mengijinkan terjadinya interupsi pada interupsi eksternal 0, interupsi eksternal 1, dan interupsi eksternal 2 setelah sebelumnya interupsi secara keseluruhan diijinkan dengan menuliskan logika 1 pada bit I.

Gambar 2.5 Register kontrol interupsi 2.4.3. Fitur Timer Mikrokontroler ATMega8535 memiliki dua buah timer yang dapat digunakan salah satu atau keduanya sekaligus untuk fungsi yang berbeda. Timer pertama (timer 0) merupakan 8 bit timer/counter, sedangkan timer kedua (timer 1) merupakan 16 bit timer/counter. Kedua timer dapat digunakan untuk menghitung selang waktu suatu proses atau untuk menghitung jumlah suatu kejadian sebagai counter. Bila digunakan sebagai timer, maka frekuensi kerjanya sesuai dengan frekuensi clock oscilator. Sedangkan bila digunakan sebagai counter, maka frekuensi sinyal masukan dari luar akan disesuaikan dengan frekuensi clock oscilator. Agar seluruh sinyal masukan dapat dihitung dengan baik, maka selang waktu antara dua buah sinyal masukan berturut-turut minimal sama dengan periode clock oscilator yang digunakan. Untuk timer/counter 0, harga yang diberikan ke register TCCR0(Timer/Counter 0 Control Register) akan menentukan fungsi dari timer/counter 0 tersebut. Gambar 2.6 memperlihatkan skema register TCCR0 tersebut dan Tabel 2.2 memperlihatkan kombinasi harga TCCR0 bit 0-2 yang dapat dipilih. Gambar 2.6 Register TCCR0

Tabel 2.2 Kombinasi Harga CS00,CS01, dan CS02 Berdasarkan Tabel 2.2 di atas, maka timer/counter 0 dapat dinon-aktifkan, digunakan sebagai timer dengan frekuensi kerja yang dapat diatur, atau sebagai counter di mana sinyal dari luar yang diberikan melalui kaki T0 berperan sebagai clock oscilator. Seperti halnya timer/counter 0, maka fungsi dari timer/counter 1 ditentukan dari harga TCCR1B. Gambar 2.7 memperlihatkan skema register TCCR1B tersebut dan Tabel 2.3 memperlihatkan kombinasi harga TCCR1B bit 0-2 yang dapat dipilih Gambar 2.7 Register TCCR1B

Tabel 2.3 Kombinasi Harga CS10, CS11, dan CS12 Berdasarkan Tabel 2.3 di atas, maka timer/counter 1 dapat dinon-aktifkan, digunakan sebagai timer dengan frekuensi kerja yang dapat diatur, atau sebagai counter di mana sinyal dari luar yang diberikan melalui kaki T1 berperan seperti clock oscilator. Harga awal dari kedua timer/counter dapat ditentukan sehingga timer/counter akan menghitung mulai dari harga awal tersebut. Apabila harga timer/counter telah mencapai harga maksimumnya, maka timer/counter tersebut melakukan interupsi. Interupsi ini dapat digunakan untuk menjalankan perintah lain ataupun tidak, tergantung dari keinginan programer. Untuk timer/counter kedua yang merupakan 16 bit timer/counter, harga maksimum perhitungan juga dapat ditentukan sehingga waktu interupsi juga dapat ditentukan. Tabel 2.4 memperlihatkan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan menggunakan fitur timer/counter, termasuk register-register yang terkait. Tabel 2.4 Register-register timer/counter No Hal hal yang perlu di setting Register-register yang terkait 1 Memilih Timer/counter yang aktif, sekaligus prescaller TCCR0(CS02,CS01,CS00), TCCR1B(CS12,CS11,CS10),TCCR2 (CS22, CS21,CS20)

2 Memilih fungsi sebagai timer atau counter TCCR0(CS02,CS01,CS00), TCCR1B(CS12,CS11,CS10),TCCR2 (CS22, CS21,CS20) 3 Penampung TCNT0,TCNT1L TCNT1H, TCNT2 4 Pin Input (sebagai Counter) DDRB (DDBn) 2.5. Rangkaian Enkoder Enkoder inkremental beroperasi dengan cara mengkonversi putaran poros enkoder menjadi sinyal cahaya yang terputus-putus. Sinar cahaya ini ditangkap dan diolah menjadi bentuk pulsa-pulsa listrik. Frekuensi pulsa-pulsa listrik yang dihasilkan mengindikasikan kecepatan putar poros enkoder relatif terhadap bagian yang diam. Jumlah pulsa yang dihasilkan enkoder menyatakan posisi terakhir poros enkoder relatif terhadap posisi awal sebelum perputaran. Prinsip kerja enkoder digambarkan oleh Gambar 2.8. Pada bagian dalam enkoder terdapat piringan dengan lubang-lubang yang memiliki skala tertentu atau piringan gelas dengan garis-garis terang dan gelap secara bergantian juga dengan skala tertentu. Skala ini menentukan jumlah pulsa yang dihasilkan oleh enkoder selama satu putaran poros enkoder. Sumber cahaya (misal LED) ditempatkan di salah satu sisi piringan dan pada sisi lainnya dipasang sensor optik (misal fototransistor atau fotodioda) yang mengubah cahaya yang ditangkap menjadi sinyal. Sinyal ini kemudian diolah oleh rangkaian elektronik untuk memastikan keluaran yang dihasilkan enkoder berupa sinyal berupa sinyal berbentuk pulsa.

Gambar 2.8 Skema enkoder inkremental Apabila digunakan dua pasang LED-fototrnsistor (fotodioda), maka arah putaran poros dapat ditentukan. Gambar 2.9 memperlihatkan sebuah piringan dengan 6 bagian yang tembus cahaya (masing-masing berjarak (ditunjukan dengan 2 buah lingkaran hitam). o 60 ) dan dua pasang LED-fototransistor yang berjarak o 105 Gambar 2.9 Enkoder Pada Gambar 2.9 tampak bahwa posisi kedua pasang LED-fototransistor diatur sedemikian rupa sehingga salah satu pasangan LED-fototransistor berada di tengah-tengah bagian yang tembus cahaya tergantung arah putaran poros enkoder. Gambar 2.10 memperlihatkan 4 posisi yang berbeda dari enkoder yang terdapat pada Gambar 2.9. Masing-

masing posisi berbeda o 15, posisi A sama dengan posisi E yang telah diputar o 60. Untuk putaran searah jarum jam, kondisi yang telah terjadi adalah mengikuti urutan A-B-C-D-E. Sedangkan untuk putaran berlawanan jarum jam, kondisi yang terjadi adalah mengikuti urutan E-D-C-B-A. Gambar 2.10 Piringan enkoder yang berputar Berdasarkan Gambar 2.10 dapat diketahui bahwa LED 2 berubah kondisi dari terang ke gelap pada posisi A untuk putaran piringan searah jarum jam dan pada posisi C untuk putaran piringan berlawanan jarum jam. Oleh karena itu, dengan mendeteksi keadaan LED 1 saat LED 2 berubah dari kondisi terang ke gelap, arah putaran poros enkoder dapat ditentukan. Jika LED 1 dalam kondisi terang, berarti arah putaran searah jarum jam; sedangkan jika LED 1 dalam kondisi gelap, berarti arah putaran berlawanan jarum jam. Enkoder inkremental yang dibutuhkan pada peralatan pengukuran posisi sudut adalah enkoder yang mempunyai minimum 2 kanal penghasil pulsa-pulsa listrik yang berbeda fasa sebesar o 90. Gambar 2.11 menunjukan bentuk sinyal pulsa 3 buah kanal yang dihasilkan oleh enkoder OMRON EB2-CWZ6C. Gambar 2.11 Sinyal keluaran enkoder OMRON EB2-CWZ6C.

Pulsa-pulsa ini kemudian akan dideteksi oleh perangkat pengolah sinyal. Perangkat pengolah sinyal akan akan menghitung jumlah pulsa yang dihasilkan enkoder dengan patokan 1 putaran dari sensor optik (key phasor) untuk mengetahui posisi sudut dari poros. 2.6. LCD Sebagai fasilitas Antarmuka Untuk mendapatkan sistem mikrokontroler yang dapat bekerja mandiri diperlukan fasilitas antarmuka bagi penggunanya. Fasilitas antarmuka terdiri dari fasilitas masukan dan keluaran. Fasilitas antamuka yang dibutuhkan pada peralatan pengukuran posisi sudut hanya fasilitas keluaran saja. Untuk fasilitas keluaran, modul yang dapat digunakan dapat berupa tampilan seven segment atau LCD (Liquid Crystal Dysplay). LCD dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu LCD karakter dan LCD Grafik. Jika LCD hanya digunakan untuk menampilkan hasil, maka sebaiknya dipilih LCD karakter karena harganya lebih murah dan memprogramnya lebih sederhana. LCD yang sudah terintegrasi dengan driver-nya disebut sebagai LCM (Liquid Crystal Display Module). Keuntungan dari penggunaan LCM ini adalah pemakai cukup memberikan catu daya, data karakter, dan bit-bit kontrol. Bentuk dari karakter itu sendiri sudah disimpan di dalam memori LCM. Untungnya, LCM ini sudah tersedia luas di pasaran. LCD umumnya digunakan untuk menginformasikan perintah kepada pengguna. Sebuah LCD 20 4 (20 karakter dan 4 baris) dengan lampu layar (backlight) diperlihatkan pada Gambar 2.12. Susunan kaki-kaki pada LCD umumnya terdiri atas kaki-kaki yang diurutkan seperti pada Tabel 2.5. Gambar 2.12 LCD 20 x 4

Tabel 2.5 Susunan kaki-kaki LCD 20 x 4 Nomor Simbol Fungsi Nomor Simbol Fungsi 1 Vss GND (0 V) 9 D2 Data Bit 2 2 Vdd VCC (5 V) 10 D3 Data Bit 3 3 V0 Tegangan Kontras 11 D4 Data Bit 4 4 RS Pemilihan Register 12 D5 Data Bit 5 5 R/W Baca/Tulis 13 D6 Data Bit 6 6 E Mengijinkan Sinyal 14 D7 Data Bit 7 7 D0 Data Bit 0 15 LED(+) Lampu Layar (+) 8 D1 Data Bitv 1 16 LED(-) Lampu Layar (-) 2.7. Memori dan Register ROM (Read Only Memory) merupakan memori yang bersifat non-volatile, artinya data pada ROM, tidak akan hilang bila catu daya dimatikan. Ada beberapa jenis ROM yang dapat digunakan, yaitu ROM biasa, PROM dan EPROM. ROM biasa adalah memori yang telah diprogram oleh pabrik pembuatnya. Sedangkan, PROM (Programable Read Only Memory) adalah memori yang dapat diprogram oleh pengguna, namun hanya dapat diprogram sebanyak satu kali saja dan tidak dapat dihapus kembali. Lain halnya dengan EPROM, EPROM (Erasable Programable Read Only Memory) adalah memori yang dapat diprogram berulangkali oleh penggunanya. Mikrokontroler ATMega 8535 memiliki dua bagian memori non-volatile internal. Program utama akan disimpan pada memori flash yang berukuran 8 kbyte dan program tambahan dapat disimpan pada EPROM yang berukuran 512 Byte. Yang membedakan kedua jenis memori tersebut adalah jumlah pemrograman yang dapat dilakukan. 2.8. Komunikasi Serial Untuk digunakan sebagai jalur komunikasi data antara mikrokontroler dengan komputer digunakan port serial. Port serial pada ATMega 8535 menggunakan standar TTL

yang bersifat full duflex, artinya mikrokontrol dapat menerima dan mengirim data secara bersamaan. Standar logika TTL memberikan tegangan +5 volt untuk logika high dan 0 volt untuk logika low, sedangkan port serial pada komputer dengan standar RS-232 menggunakan tegangan 12 volt untuk logika high dan +12 volt untuk logika low. Untuk mengatasi perbedaan tersebut dibutuhkan sebuah converter yang dapat mengubah nilai logika standar TTL menjadi nilai logika dalam standar RS-232. Salah satu IC converter yang dapat digunakan adalah IC MAX232. Kaki masukan pengirim dan kaki keluaran penerima dihubungkan dengan mikrokontroler. Sedangkan kaki keluaran pengirim dan kaki masukan penerima dihubungkan ke port serial komputer dengan konektor DB-9 yang bagannya dapat dilihat dalam Gambar 2.13. Gambar 2.13 Konektor DB-9 serial Kecepatan pengiriman data serial ditentukan oleh baud rate. Besar baud rate ditentukan dengan persamaan berikut: fck BAUD = (2.1) 16 ( UBRR + 1) dengan: BAUD = baud rate f CK = frekuensi osilator CPU UBRR = nilai register baud rate