2. TINJAUAN PUSTAKA. A.Petani Garam Rakyat

dokumen-dokumen yang mirip
VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN

EVALUASI KINERJA USAHA PETANI GARAM RAKYAT (STUDI KASUS DI KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT) AMRIL RACHMAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan. Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari

IBM KELOMPOK USAHA PETANI GARAM DI KABUPATEN JEPARA: PENGEMBANGAN PROSES PRODUKSI GARAM UNTUK PENINGKATAN KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUK

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

PEMBUATAN GARAM MENGGUNAKAN KOLAM KEDAP AIR BERUKURAN SAMA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RANGKUMAN STUDI PENINGKATAN MUTU GARAM DENGAN PENCUCIAN

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya pelaku yang terlibat khususnya bidang produksi membuat harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. China Germany India Canada Australia Mexico France Brazil United Kingdom

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengusahaan Garam di Indonesia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

BAB I. PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi yang pada umumnya mengacu pada kualitas garam. Kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN,

Penetapan Harga ( Ceiling Price dan Floor Price )

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

KEBUTUHAN GARAM INDUSTRI NASIONAL. Hotel Santika Bogor Senin : 7 November 2016

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

Deskripsi ALAT EVAPORASI-DESTILASI AIR TUA GARAM

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

MODUL PELATIHAN GARAM LANJUTAN

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

Zainul Hidayah. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, komoditas ini memiliki nilai

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

Teori & Hukum Permintaan & Penawaran + Kurva

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN, PENGEMASAN DAN PELABELAN GARAM BERIODIUM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan juga termasuk produk yang tidak memiliki subtitusi (Suhelmi et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan 2. Tenaga Pengajar di jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

Transkripsi:

4 2. TINJAUAN PUSTAKA A.Petani Garam Rakyat Pada umumnya, konsep kemiskinan lebih banyak dikaitkan dengan dimensi ekonomi, karena dimensi inilah yang paling mudah diamati, diukur dan diperbandingkan (Dewi, 2008). Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dan menjelma dalam bentuk tidak mampunya suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti sandang, pangan dan papan. Dalam arti luas, kemiskinan sebagai suatu fenomena multi face atau multidimensional akibat kemiskinan tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi, tetapi juga dilihat dari dimensi sosial, budaya dan politik. Banyaknya persoalan yang dihadapi usaha petani garam rakyat baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran, pemerintah, maupun yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, seperti: (1) pendapatan petani garam hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu, atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen, padatnya penduduk maka lahan yang dimiliki, lahan disewa atau lahan digarap yang kemudian di bagi hasil dengan pemilik lahan, menjadi sangat sempit sehingga hasil bersih tidak cukup untuk hidup layak sepanjang tahun, pengeluaran yang besar kadang-kadang tidak dapat diatur dan ditunggu sampai panen tiba, misalnya kematian dan pesta perkawinan, dalam hal tersebut petani garam sering menjual produknya, misalnya pada saat masih dalam proses kristalisasi partikel-partikel garam, penjualan tersebut mengakibatkan harga yang diterima jauh lebih rendah, ketergantungan petani garam terhadap tengkulak sehingga kemampuan tawar-menawar (bargaining) rendah dalam penentuan harga hasil produksinya, (2) impor garam masih jauh lebih banyak dibandingkan produksi lokal, harga garam rakyat di berbagai wilayah Indonesia relatif rendah rata-rata dijual Rp. 325,- per kg untuk KW1 dan Rp. 250,- per kg untuk KW2 (KKP 2010) dan pada saat musim panen garam rakyat menurun drastis hingga Rp. 60,- per kg, dikarenakan membanjirnya produk garam impor yang mempunyai harga yang lebih murah dengan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan garam buatan produsen garam nasional, merosotnya harga

5 garam di tingkat petani menyebabkan petani memilih menimbun ribuan ton garamnya di area penggaraman, sambil menunggu perkembangan harga yang ada di pasar, karena harga jual tidak mampu menutupi biaya produksi dan distribusi. Eksistensi SK Menperindag Nomor: 360/MPP/Kep/5/2004 yang mengatur tentang kewajiban bagi industri untuk membeli minimal 50% kebutuhannya dari garam rakyat sebelum melakukan impor garam, tidak berjalan efektif dan sering dilanggar, ketentuan dalam SK yang melarang impor garam pada masa tertentu yakni 1 bulan sebelum panen, selama panen dan 2 bulan setelah panen garam rakyat juga tidak diindahkan oleh sindikasi importir garam, Sehingga pada saat panen raya garam rakyat berlangsung, masih terdapat aktifitas bongkar muat garam impor, hal ini disebabkan mekanisme pengawasan dan penerapan sangsi hukum yang lemah, kondisi ini membuat petani garam semakin marjinal, (3) minimnya infrastruktur yang menyebabkan salah satunya, ketidaklancaran pasokan air laut ke tambak-tambak garam karena terjadinya pendangkalan pada saluran utama, teknologi industri pergaraman di sentra-sentra garam rakyat belum memadai, proses produksi garam sejak tahap sortasi bahan baku hingga proses pengemasan belum mencapai kualitas yang diharapkan, umumnya garam yang dihasilkan petani garam masih berupa garam krosok atau garam kasar yang belum layak dikonsumsi, (4) petani garam tidak mengetahui secara pasti spesifikasi teknis / kelas /grade mutu garam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), setidaknya ada 13 (tiga belas) kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh petani garam, di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan logam lainnya, kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam memiliki kandungan NaCl berkisar 92 % sedangkan ketentuan SNI kandungan NaCl-nya tidak boleh lebih rendah dari 97 %, sehingga pabrik garam tidak bersedia membeli sesuai dengan harga yang tercantum dalam ketentuan SK Menperindag, Nomor : 360/MPP/KEP/5/2004, hal ini seringkali membuat petani garam frustasi. Selain dari itu petani garam dalam negeri tidak bisa menaikkan posisi tawar, harga yang diterima petani garam, jauh lebih rendah dibandingkan harga di tingkat konsumen, karena jalur perdagangan dan distribusi garam khususnya garam konsumsi kurang efisien, hal ini disebabkan terlalu banyak pelaku

6 pemasaran garam yang terlibat sehingga mengakibatkan panjangnya saluran proses penyaluran produk sampai ketangan konsumen akhir seperti terlihat pada Gambar 1. Konsumen/Industri Gambar 1. Rantai Pasok Garam Nasional. Masalah garam rakyat ini semakin rumit karena adanya disharmoni hubungan antara petani garam, pabrikan dan pemerintah. Petani garam rakyat adalah produsen garam yang skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi musim kemarau saja. Pabrikan berharap agar petani garam mau meningkatkan kualitas garamnya sehingga sama dengan kualitas garam impor, sementara petani garam tidak mampu memenuhi kualitas karena tidak menambah harga jual secara signifikan yang artinya harga garam yang berlaku di tingkat petani garam tidak memberi insentif bagi petani garam untuk meningkatkan kualitasnya. Di sisi lain, pemerintah kesulitan menetapkan kebijakan floor price ( harga dasar ) garam atau harga minimum pada masing-masing daerah sentra produksi garam, harga dasar tidak memperhitungkan faktor persaingan, penetapan harga dasar biasanya dilakukan oleh suatu lembaga atau pemerintah untuk menjaga agar harga tidak merosot di tingkat produsen.

7 Menurut John Davis (2006) bahwa bentuk intervensi yang dilakukan dalam mekanisme harga dasar yaitu pemerintah melakukan pembelian terhadap surplus produksi (excess supply) yang terbentuk dari pengurangan antara jumlah yang ditawarkan dikurangi jumlah yang diminta ( Qs Qd ) yang mengakibatkan kurva demand patah menjadi D A B. Hal ini untuk melindungi agar produsen tidak mengalami kerugian terutama pada saat musim panen raya. Suatu komoditas pada saat panen raya kurva penawaran garam bergeser jauh kekanan, sehingga harga keseimbangan panen raya merosot jauh karena kurva permintaan garam inelastis, maka Pengeluaran Konsumen turun, keadaan tersebut membuat turun kinerja petani garam dan tidak mau lagi memproduksi garam sehingga dapat menurunkan produksi garam nasional yang akan berdampak pada meningkatnya impor garam sehingga membuat pemborosan devisa negara seperti yang telihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kebijakan Harga Minimum Petani garam dibedakan berdasarkan kepemilikan lahan garam yaitu : pemilik, penyewa dan petani bagi hasil. Pemilik adalah petani garam yang memiliki lahan garam sendiri, Penyewa adalah para petani yang menyewa lahan garam dalam budidaya garam, sedangkan bagi hasil adalah petani yang menggarap lahan garam dan melakukan perjanjian bagi hasil dengan pemilik lahan garam. Berdasarkan Penelitian Kementerian Perindustrian, areal petani garam rakyat petak-petaknya kecil dan jumlahnya menyebar, waktu pungut garam 3-5 hari sudah dipungut garamnya, pungutan garamnya langsung diatas tanah.

8 Pada umumnya petani garam rakyat memakai sistem tangga, pada dasarnya sistem ini terdiri dari beberapa kolam yang mana kolam-kolam pegaraman ini seperti tangga, makin dekat ke kolam pengkristalan letak kolam semakin rendah. Gambar skema dari sistem tangga dapat dilihat pada Gambar 3. 7 1 2 3 4 5 6 7 7 Gambar 3. Skema unit pegaraman sistem tangga Keterangan : 1. Tempat persediaan air laut 2. Kolam Pemekatan I 3. Kolam Pemekatan II 4. Kolam Pemekatan III 5. Kolam Pemekatan IV 6. Kolam Pemekatan V 7. Kolam Pengkristalan Cara Kerjanya, mula-mula air laut dipompakan masuk ke kolam penyimpanan dan selanjutnya dialirkan ke kolam pemekatan. Pada kolam ini air laut diuapkan dengan bantuan sinar matahari dan angin sampai kepekatan tertentu. Pada kepekatan tertentu air laut itu dialirkan lagi ke kolam pemekatan berikutnya begitulah seterusnya sampai kepekatan mencapai 25 o Be selanjutnya air laut di alirkan ke kolam pengkristalan sampai kepekatan mencapai 29 o Be yaitu pengkristalan NaCl yang optimal. Umumnya petani garam rakyat mengkristalkan

9 garam hingga seluruh air garam yang dimasukkan meja kristal menjadi kering (total kristalisasi). B.Proses Produksi Garam Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai baik dengan sinar matahari maupun pemanasan dengan api. Produksi garam dengan air laut pada perinsipnya terdiri dari 2(dua) tahap yakni yang pertama adalah proses pemekatan (dengan penguapan airnya ) dan yang kedua adalah proses pemisahan garamnya (dengan kristalisasi), setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam. Lokasi pembuatan garam harus memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan garam (dengan atau tanpa bantuan alat), lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembuatan garam metode penguapan air laut dengan enersi sinar matahari tersebut adalah : Konsentrasi air laut, berkaitan dengan banyak sedikitnya jumlah garam yang terlarut didalam satu satuan volume air laut Kecepatan penguapan, berkaitan dengan banyaknya garam yang diperoleh; makin cepat air laut menguap, maka makin cepat diperoleh air tua (air garam jenuh) dan akan berakibat makin cepat terjadinya garam. Curah hujan, banyaknya hujan memberikan effek negatif pada proses pembikinan garam karena mengencerkan kembali air garam jenuh dan merusak galengan lahan garam. Air laut yang hilang karena Peresapan (porositas) tanah, karena hilangnya air laut yang meresap akan mempengaruhi jumlah produksi garam. Beberapa tahap proses produksi garam yang perlu dijalankan, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (2006) adalah : Persiapan dilakukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum musim kemarau tiba dengan demikian produksi garam dapat dimulai tepat diawal

10 musim kemarau dan pekerjaan persiapan adalah berupa memperbaiki kembali semua saluran, tanggul-tanggul kolam pengaraman, pintu-pintu air laut/garam dari satu kolam ke kolam lainnya, memperbaiki dasar tanah dengan mengeraskan dasar lahan petak atau kolam garam, membersihkan (dari lumpur dan kotoran-kotoran kolam kolam kristalisasi) tempat pencucian dan pengeringan garam, persiapan penempatan kembali pompa air laut (jika diperlukan) dan kincir angin, mempersiapkan alat pengambil kristal garam (penggarauk). Pekerjaan persiapan ini dilakukan pada demplot yang dioperasikan sebelumnya. Manajemen air laut untuk memperoleh air laut yang cukup sepanjang musim kemarau, melakukan pemeliharaan saluran air. Melaksanakan sistem penguapan dan kristalisasi. Melakukan pengawasan atau pengecekan kadar garam (kepekaan air laut), pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat Baumemeter (Be). Melakukan pemanenan garam yang sudah cukup tua (kadar garam tinggi). Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan waktu kristalisasi (sebaiknya dibiarkan selama 5 hari di kolam pengkristalan). Selain itu di upayakan agar garam yang dipanen tidak tercampur tanah atau lumpur. Melakukan pembilasan atau pencucian garam setelah dipanen. Hal ini perlu dilakukan agar garam bersih dari kotoran tanah atau lumpur. Pencucian harus dilakukan dengan larutan garam pekat (dapat dilakukan dengan menggunakan air laut sisa kristalisasi). Melakukan penirisan garam di tempat pengeringan agar kadar air turun, kadar air garam yang rendah akan meningkatkan mutu garam. C. Faktor faktor yang mempengaruhi produksi Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi garam adalah sebagai berikut : (1) lahan tambak garam yang merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi produk garam rakyat. Secara umum dikatakan,semakin luas lahan (yang digarap / ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan tambak garam dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are; (2) tenaga kerja dalam hal ini petani garam merupakan faktor penting dalam

11 proses produksi garam. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian produk garam yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usaha petani garam yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usaha petani garam berskala besar. Selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga, juga memiliki tenaga kerja ahli; (3) modal, setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi. Dalam kegiatan proses tersebut modal dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja; (4) teknologi, dalam meningkatkan mutu garam, meliputi teknologi pengelolaan lahan, teknologi kristalisasi dan peralatan lain seperti kincir dan pompa, Teknologi pasca produksi meliputi teknologi pemurnian yaitu pencucian garam untuk membersihkan kotoran yang terkandung dalam garam berupa pasir dan lumpur serta untuk mengurangi kadar ion ion seperti Ca, Mg, dan SO 4. Serta Ion-ion dan senyawa tak larut lainnya; (5) manajemen, dalam usaha petani garam, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi garam rakyat, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi. D. Kinerja dan Evaluasi Kerja. Ada banyak definisi tentang kinerja yang dikemukakan oleh para ahli terutama mereka yang memiliki keahlian dalam bidangnya. Karena setiap definisi kinerja itu sendiri memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, menurut (Irham 2010) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan /program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi, menurut (Simanjuntak, 2005) kinerja bermakna kemampuan

12 kerja dan hasil atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu (Simanjuntak, 2005). Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan organisasi atau perusahaan. Evaluasi kinerja merupakan bagian dari fungsi manajemen yang penting yaitu evaluasi dan pengawasan, evaluasi kinerja dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian sasaran perorangan, kelompok kerja,bagian organisasi dan perusahaan. Hasil evaluasi kinerja masing-masing individu atau perorangan menggambarkan kondisi atau tingkat pencapaian sasaran individu yang bersangkutan, disamping itu evaluasi kinerja individu juga memberikan gambaran keunggulan, kelemahan dan potensi individu yang bersangkutan. Dengan demikian hasil evaluasi kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk banyak penggunaan. E. Kinerja Keuangan Untuk memutuskan suatu usaha memiliki kualitas yang baik maka ada dua penilaian yang paling dominan yang dapat dijadikan acuan untuk melihat usaha tersebut telah menjalankan suatu kaidah-kaidah manajemen yang baik. Penilaian ini dapat dilakukan dengan melihat sisi kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja non keuangan (non financial performance) (Fahmi 2010). Kinerja keuangan, data yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan. Misalnya jumlah tenaga kerja yang dipakai 3 orang dengan upah Rp. 3000/hari, biaya tenaga kerja adalah 3xRp 3000 =Rp. 9000. Jika diantara tenaga kerja tersebut, terdapat 1 orang dari dalam keluarga dan 2 orang yang berasal dari luar, nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja luar saja sebesar 2 orang. Penilaian kinerja setiap usaha adalah berbeda-beda karena itu tergantung kepada ruang lingkup usaha yang dijalankan, kinerja keuangan petani memperhitungkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan,cost) yang harus dikeluarkannya, jenis biaya

13 terbagi dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang, yang dimaksud biaya variabel adalah jenis biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi misalnya biaya sarana produksi Kinerja non keuangan adalah terletak pada produktivitas usaha yang merupakan penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah, efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi fisik (out put) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input), sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesarbesarnya pada tingkatan teknologi tertentu, jadi secara teknis produktivitas merupakan kajian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah), Kinerja non keuangan juga dapat dilihat melalui peningkatan mutu, kualitas garam rakyat umumnya kadar NaCl < 90%, masih dibawah dari ketentuan SNI garam konsumsi dengan kadar NaCl 94,7%. (DKP 2010). Mutu merupakan dimensi persaingan yang penting sejak tahun 1980-an hingga saat ini. Tetapi pada pertengahan tahun 1990-an, dalam arena persaingan bisnis, mutu telah bergeser dari suatu keunggulan strategis menjadi suatu kebutuhan. Barang yang bermutu tinggi adalah barang memiliki spesifikasi tinggi, seperti material nomor satu atau teknologi nomor satu. Sedangkan, spesifikasi yang tinggi dapat menyebabkan inefisiensi. Disamping pendapat tersebut para pakar mutu telah mencoba mendefinisikan mutu, seperti dikutip oleh Darwin (2010) sebagai berikut : (1) Philip B. Crosby berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan (conformance to requirement). Seperti jam tahan air, sepatu yang tahan lama, atau dokter yang ahli. Hal lainnya dikemukakan tentang pentingnya melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi. Pendekatan Crosby merupakan proses top down. (2) W. Edwards Deming berpendapat bahwa mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan secara terus menerus. Pendekatan ini merupakan pendekatan bottom up.

14 (3) Joseph M Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitnes for use), artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. (4) K. Ishikawa berpendapat bahwa mutu berarti kepuasan pelanggan. Dengan demikian setiap proses dalam organisasi memiliki pelanggan.