BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap setiap peluang untuk mendatangkan pendapatan. Pendapatan yang

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III UPAYA HUKUM BAGI BANK ATAS KREDIT YANG DIJAMIN DENGAN OBLIGASI KORPORASI

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB II KEWENANGAN MENGALIHKAN BENDA BERGERAK. penerima gadai/ kreditur dapat terhindar dari itikad tidak baik.

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

PELAKSANAAN PENAHANAN BENDA GADAI ATAU HAK RETENSI TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR OLEH PERUM PEGADAIAN APABILA DEBITUR WANPRESTASI

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara sebagaimana disebut di dalam Pembukaan Undang-Undang

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Seiring meningkatnya perekonomian Indonesia, maka semakin tinggi pula

TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK GADAI TOKO EMAS BERSTATUS YAYASAN/KOPERASI.

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

PELAKSANAAN GADAI SYARIAH PADA PERUM PEGADAIAN SYARIAH (Studi Kasus: Pegadaian Syariah Cabang Ujung Gurun Padang) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya,

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada. sehingga dapat mengakibatkan pemborosan.

BAB I PENDAHULUAN. penjaminan lain seperti pada hak tanggungan dan jaminan fidusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM JAMINAN STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT4017 PRASYARAT :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH, PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN JAMINAN. diperkenalkan dengan istilah bagi hasil dalam sistem perbankan Indonesia.

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

Transkripsi:

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA 3.1 Perlindungan hukum bagi kreditur penerima gadai dari tuntutan pihak ke tiga Barang yang telah digadaikan oleh pemberi gadai terkadang memiliki masalah dalam hal kepemilikan benda tersebut. Dikarenakan pemberi gadai memiliki alas hak sebagai bezitter/ penguasa benda yang kedudukannya dilindungi oleh Undang Undang, sehingga penerima gadai tidak mempersoalkan siapa yang memiliki kewenangan atas benda yang sedang dijadikan objek jaminan. Asal benda tersebut ada di tangan pemberi gadai adanya asas animus 38 yaitu kesan bahwa seseorang yang menguasai, dialah yang memiliki tanpa mempersoalkan siapa pemilik aslinya dikarenakan hubungan antara benda itu memang dikehendaki. Hal tersebut akan menjadi wajar bila penguasaan atas benda yang akan digadaikan secara sah. Masalah timbul ketika pemberi gadai adalah orang yang tidak berwenang maka siapa yang diberikan perlindungan atas benda yang digadaikan tersebut, penerima gadai yang telah beritikad baik ataukah pemilik sejati yang memiliki hak penuh atas benda tersebut, hak untuk mengalihkan benda tersebut dan 38 Frieda Husni Hasbullah, Op.Cit, h.70 35 KEWENANGAN MENJAMINKAN ATAS OBJEK GADAI DITINJAU DARI ALEX CHRISTIAN WIDJAYA

36 mempertahankan kedudukan benda tersebut dalam penguasaannya. Dalam BW, terdapat 2 indikator untuk menentukan siapakah yang akan dilindungi. Indikator pertama adalah itikad baik dari penerima gadai, apakah penerima gadai beritikad baik dalam penguasaan benda tersebut dan indikator kedua adalah asas yang terdapat dalam Pasal 1977 ayat (1) BW yaitu penguasaan harus mempunyai kekuatan sebagai titel yang sah. Dalam Pasal 1977 ayat (1) BW adalah sebagai berikut: "Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya." Hal ini dapat disimpulkan dari pasal BW bahwa pemberi gadai yang tidak berwenang terhadap hak gadai atas benda bergerak tetap memiliki hak yang sah, jika penerima gadai beritikad baik pada saat benda dialihkan ke dalam kekuasaannya Dalam asas yang terdapat dalam Pasal 1977 BW dapat disimpulkan bahwa dari segi penerima gadai dianggap sebagai pemilik yang sah dari benda itu, walaupun dikemudian hari ternyata sebaliknya. 39 Dalam menggadaikan barang termasuk dalam kelompok tindakan pemilikan (tindakan beschikking) dan merupakan tindakan hukum yang membawa atau dapat membawa konsekuensi yang sangat besar. Oleh karenanya, tidaklah heran kalau dapat menggadaikan dipersyaratkan adanya kewenangan bertindak-kewenangan khusus, tidak cukup kecakapan bertindak saja pada orang yang bersangkutan. 39 Mariam Darus Badrulzaman, Bab bab tentang Credietverband Gadai dan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, h.113

37 Menurut ketentuan Pasal 1152 ayat ( 4) BW yang antara lain menyatakan, "tidak berkuasanya pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang gadainya, tidakah dapat dipertanggungjwabkan kepada yang berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai" Maka pada dasarnya yang mempunyai kewenangan atau berwenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap kebendaan bergerak yang akan digadaikan. Sebaliknya berdasarkan ketentuan Pasal 1152 ayat (4) BW walaupun yang meletakkan gadai itu orang yang tidak berwenang, namun hal tersebut tidak mengakibatkan perjanjian gadainya tidak sah, karena untuk menentukan batal atau tidaknya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 BW. Dalam perjanjian gadai itu, dalam unsur-unsur Pasal 1320 BW bahwa apabila yang menggadaikan tidaklah berwenang maka hanya melanggar unsur kecakapan dalam menggadaikan, pemberi gadai yang tidak berwenang tidaklah cakap untuk mengalihkan benda tersebut. Namun, perjanjian gadai yang telah disepakati oleh pemberi dan penerima gadai tidak batal. Namun dapat dibatalkan atau dituntut pembatalannya. Ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (4) BW menentukan pengecualian terhadap prinsip orang yang berwenang menggadaikan barang gadai, dengan menyatakan bahwa penerima gadai tidaklah dapat dipertanggungjawabkan atas kebendaan gadai yang diterimanya dari pemberi gadai yang tidak berwenang menggadaikan barang gadai. 40 Dengan demikian, ketidaktahuan penerima gadai atas kebendaan yang 40 Rachmadi Usman, Op.Cit, h.118

38 digadaikan oleh orang yang tidak berwenang atau berhak menggadaikan barang gadai, hal itu tidak menyebabkan perjanjian gadainya menjadi tidak sah dan dalam hal ini penerima gadai tetap dilindungi oleh hukum selama yang bersangkutan beritikad baik serta pemilik sejati atau asal tidak dapat menuntut barang yang digadaikan itu kembali. Namun, sebaliknya bila penerima gadai beritikad tidak baik atau buruk maka tidaklah mendapat perlindungan hukum. 3.2 Upaya hukum bagi pemilik benda sejati jika barang miliknya digadaikan tanpa persetujuan 3.2.2 Gugatan Revindikasi terhadap barang yang dicuri Hak Revindikasi adalah hak atas suatu benda maka pemiliknya dapat menuntut kemanapun benda itu berada dengan hak yang diberikan oleh undang- undang. 41 Ketentuan Pasal 574 BW adalah sebagai berikut: "Tiap- tiap pemilik sesuatu kebendaan, berhak menuntut kepada siapapun juga yang menguasainya, akan pengembalian kebendaan itu dalam keadaan beradanya" Sekalipun dalam Pasal 1152 ayat (4) BW tidak dipersyaratkan bahwa penerima gadai harus beritikad baik artinya tidak tahu bahwa pemberi gadai orang yang tidak berwenang atas benda tersebut, tetapi pada umumnya yang diterima adanya syarat yang demikian itu. 42 Konsekuensinya kalau seorang peminjam menggadaikan barang tersebut, maka 41 Trisadini Prasastinah Usanti, Lahirnya Hak kebendaan, Perspektif, Vol XVII, No 1 tahun 2012, h. 46 42 Rachmadi Usman, Op.Cit.,h.118

39 perjanjian gadai yang terjadi sah dan penerima gadai dilindungi oleh hukum, asal penerima gadai tersebut bertindak dengan itikad baik. Akibat lebih lanjut, pemilik yang sebenarnya tidak dapat menuntut kembali barang miliknya dengan gugatan revindikasi. Dari ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (4) BW yang antara lain menyatakan bahwa "Dengan tidak mengurangi hak orang kehilangan atau kecurian barang gadai itu untuk menuntut kembali". Sesungguhnya pemilik barang gadai yang dicuri atau hilang, tidak kehilangan haknya untuk menuntut kembali barang gadai tersebut dari tangan pemengang gadai. Pemilik benda dapatlah menuntut benda tersebut untuk kembali dalam kekuasaannya. Apakah penerima gadai dapat menuntut pengembalian lebih tepat penggantian uang yang ia telah pinjamkan kepada debiturnya kepada pemilik yang menuntut revindikasi. Jika penerima gadai tidak beritikad baik sudah tentu tidak dapat melakukan hal tersebut, tetapi kalau ia beritikad baik, undang undang sendiri tidak memberikan jawaban atas hal tersebut. Namun ada pasal yang mirip untuk menjawab masalah ini 43, yaitu Pasal 1977 ayat (2) BW jo. Pasal 582 BW. Pasal 582 BW sebagai berikut: "Barangsiapa menuntut kembalinya sesuatu kebendaan yang telah dicuri atau dihilangkan, tak diwajibkan memberi pergantian kepada si yang memegangnya, untuk uang yang telah dibayarkan guna membelinya, kecuali kebendaan itu dibelinya di pasar tahunan atau pasar lainnya, dipelelangan umum atau dari seorang pedagang yang terkenal sebagai seorang yang biasanya 43 Ibid,h.119

40 memperdagangkan barang barang sejenis itu" Dari pasal di atas, bahwa pembeli benda yang membeli barang dari tempat yang ditentukan oleh undang-undang maka pembelinya dilindungi untuk tetap berkuasa atas benda yang dibelinya. Hal ini dapat dipersamakan menurut Rahmadi Usman, bahwa penerima gadai yang beritikad baik dilindungi, sekalipun undang undang mengakui hak pemilik untuk menuntut kembali barangnya. 44 Namun, yang menjadi masalah adalah ketika barang yang digadaikan oleh pemberi gadai/ penerima bezit tidak memenuhi kualifikasi dalam Pasal 582 BW yang menyatakan bahwa barang tersebut dibeli ditempat yang wajar dan harga yang pantas. Definisi tentang tempat yang wajar untuk membeli barang adalah pada tempat selayaknya untuk membeli barang. Sebagai ilustrasi bahwa tempat yang layak untuk membeli cincin, kalung adalah di toko perhiasan, membeli alat komunikasi adalah di toko yang menjual alat komunikasi. Berbagai literatur menganalogikan transaksi gadai sama halnya dengan transaksi jual beli namun seharusnya tidaklah demikian. Sedangkan lembaga gadai adalah tempat untuk menerima jaminan benda bukan tempat membeli benda. Menurut BW dalam itikad baik dalam hukum benda dalam membeli barang adalah: 1. Tempat yang lazim dalam transaksi yakni pasar tahunan, lelangan umum,para pedagang yang biasa memperdagangkan barang barang sejenis itu. 44 Ibid.,h.119

41 2. Harga beli/ pasar harus sesuai. 3. Pembeli tidak memiliki pikiran bahwa penjual bukanlah pemilik. Lembaga pegadaian bukanlah tempat yang lazim untuk jual beli barang yang diperdagangkan, karena pihak penerima gadai tidak menerima barang dari ketiga tempat yang ditentukan dalam BW. Lalu harga beli/pasar harus sesuai, Barang yang digadaikan bukanlah untuk dibeli atau dimiliki oleh penerima gadai dan harga yang diberikan atau ditafsir oleh pihak penerima gadai dibawah harga pasar. Terhadap pembeli yang tidak memiliki pikiran bahwa pemberi gadai bukanlah pemilik, penerima gadai dalam prakteknya tidak begitu mempersoalkan dalam hal tersebut, siapa pemiliknya terkadang tidaklah dicari tahu oleh pihak penerima gadai. 3.2.2 Gugatan Revindikasi terhadap barang yang dipinjamkan Menurut Kartini Muljadi bahwa penerima gadai dilindungi dari gugatan yang mungkin dimajukan oleh pemilik kebendaan bergerak tersebut yang sejati, terhadap penerima gadai dalam hal ini BW hanya menentukan bahwa pemilik kebendaan sejati hanya dapat menuntut pengembalian dari benda tersebut yang hilang atau dicuri darinya. 45 Apabila benda yang telah dipinjamkan oleh pemilik sejati, lalu benda tersebut digadaikan oleh seorang peminjam pakai tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa kesalahan dari pihak pemilik sendiri meminjamkan kepada orang yang tidak dapat dipercaya dan karenanya pemilik harus memikul risikonya sendiri 46. 45 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit, h.127 46 J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Purwokerto, 2002, h.103

42 Pemilik benda seharusnya mengetahui bahwa barang yang dipinjamkan kepada pihak lain dapat menimbulkan berbagai risiko. Misalnya risiko bahwa barang itu akan rusak, hilang bahkan digelapkan oleh peminjam barang tersebut. Maka atas barang yang telah dipinjamkan oleh pemilik tidak dapat dijadikan alasan agar benda tersebut dituntut pengembalian dari penerima gadai. Dapat dilakukan oleh pihak pemilik sejati adalah menuntut pengembalian benda kepada orang yang meminjam benda tersebut. Hal ini terdapat dalam Pasal 579 BW yaitu sebagai berikut: "Tiap tiap pemegang kedudukan berkuasa dengan itikad buruk, berkewajiban sebagai berikut: 1. Dalam mengembalikan kebendaan itu kepada si pemilik, ia harus mengembalikan pula segalah hasil kebendaan bahkan hasil hasil itulah diantaranya, yang mana kendati sebenarnya tidak dinikmati olehnya, namun yang sedianya dapatlah si pemilik menikmatinya 2. Segala biaya yang dikeluarkan guna menyelamatkan kebendaan selama ini dalam kekuasaannya..." 3. Ia harus mengganti segala biaya, rugi, dan bunga 4. Sekiranya ia tak dapat mengembalikan lagi kebendaan itu, baik kiranya kebendaan telah hilang diluar kesalahan, maupun hilang karena terjadinya sesuatu malapetaka, maka haruslah ia mengembalikan harganya,kecuali ia dapat membuktikan bahwa kebendaan itu akan harus musnah, jika pemilik menguasainya Dapat dilakukan oleh pemilik sejati atas barang tersebut terhadap peminjam sewa benda tersebut adalah menuntut pengembalian atas benda yang dipinjamkan beserta biaya,bunga, dan kerugian, apabila benda tersebut sudah diterima oleh pihak penerima gadai, maka pemilik sejati berhak untuk menerima ganti rugi berupa biaya guna mendapatkan kembali benda tersebut, apabila benda itu tidak diketahui

43 keberadaannya atau pemilik benda tidak mengetahui bendanya digadaikan, maka pemilik benda dapat menuntut harga atas barang tersebut dengan dasar bahwa peminjam sewa atas barang tersebut telah melakukan wanprestasi. 3.1.1 Upaya penerima gadai meminimalkan risiko menerima benda jaminan dalam praktiknya di perum pegadaian Lembaga Pegadaian dalam praktiknya kadang tidak terlalu cermat untuk menilai apakah barang yang digadaikan oleh pihak pemberi gadai adalah barang miliknya atau bukan. Hal ini kadang menjadi masalah dalam menentukan apakah lembaga penggadaian beritikad baik atau tidak. Beritikad baik artinya adalah tidak tahu bahwa barang yang digadaikan oleh pemberi gadai adalah benda yang diluar kewenangannya untuk mengadaikan atau mengalihkan benda tersebut. Dalam praktiknya, perum pegadaian memang pada mulanya menyeleksi benda apa yang akan dijaminkan, bahwa tidak semua benda bergerak dapat dijaminkan walaupun memiliki nilai ekonomis yang cukup, seperti alat komunikasi, benda tersebut ditolak dengan alasan bahwa benda tersebut adalah alat komunikasi dengan tipe yang lama, dan tidak dapat diterima sebagai jaminan. Apabila yang digadaikan berupa cincin emas maka perum pegadaian menerima benda tersebut sebagai objek gadai. Perum pegadaian sebagai pihak penerima gadai tidak menanyakan darimana benda tersebut didapat dan status kepemilikan benda tersebut. Perum Pegadaian hanya menyerahkan formulir yang harus diisi oleh pemberi gadai berupa klausula baku. Hal ini dapat diketahui dalam Perjanjian Utang

44 Piutang Dengan Jaminan Gadai Nomor 2 bahwa: "Barang yang diserahkan sebagai jaminan adalah milik Nasabah dan/atau kepemilikan sebagaimana Pasal 1977 KUH Perdata dan menjamin bukan berasal dari hasil kejahatan, tidak dalam objek sengketa dan/ atau sita jaminan" Ketentuan di atas hanya dimaksudkan untuk melindung kepentingan dari penerima gadai saja. Setelah itu pihak perum pegadaian menaksir benda tersebut lalu memberikan informasi tentang uang pinjaman yang dapat diberikan kepada pemberi gadai. Selanjutnya uang pinjaman dapat langsung diberikan pada pemberi gadai. Dari Praktik tersebut bahwa pihak perum pegadaian hanya ingin mencari keuntungan dari uang sewa yang diberikan oleh pihak pemberi gadai. penerima gadai tidak mau menanggung risiko atas benda yang dijaminkan, sehingga penerima gadai memilih benda yang dengan mudah untuk dieksekusi atau dijual kembali apabila pemberi gadai tidak dapat mengembalikan uang sewa tersebut. Lalu terkait dengan benda yang dijaminkan tersebut, penerima gadai tidak menanyakan identitas benda yang menjadi objek gadai dari status kepemilikan. Dalam hal ini, yang menjadi masalah bagaimana menentukan apakah pihak penerima gadai beritikad baik, sedangkan itikad baik itu tidak diwujudkan melalui sikap yang berhati hati atau asas kehati hatian dalam menerima objek jaminan. Apakah dari penerima gadai dengan tidak memastikan secara benar adalah tindakan tidak mengetahui atau memang dari pihak penerima gadai memang tidak mencari tahu status benda yang dijadikan jaminan tersebut.

45 Lantas apabila yang menggadaikan barang tersebut adalah seorang pencuri, bukankah lembaga gadai dalam hal ini perum pegadaian menjadi celah hukum yang dapat dilanggar oleh pihak pemberi gadai yang tidak berwenang tersebut. Seorang yang tidak berwenang menggadaikan barang, lalu penerima gadai yang beritikad baik dilindungi oleh undang undang. Sedangkan pemilik sejati kedudukannya dikalahkan oleh penerima gadai yang beritikad baik, padahal pemilik sejati tidak menginginkan barang yang dicuri itu terlepas dari kekuasaannya. Dengan kata lain disini pemilik sejati tidak diperhitungkan dalam aspek beritikad baik. Pemilik sejati yang beritikad baik tidak mendapatkan payung hukum dan terhalang oleh kedudukan penerima gadai yang beritikad baik. Sedangkan penerima gadai sendiri terkadang tidak memperhatikan asal usul benda yang akan tetapi oleh hukum dilindungi kedudukannya secara pasti karena menerima barang atas asas itikad baik. Dalam undang undang, penuntutan pengembalian atas benda gadai hanya terjadi apabila penerima gadai beritikad tidak baik dalam penguasaannya. Perlindungan untuk pemilik sejati tidak terjadi apabila penerima gadai beritikad baik, meskipun itikad baik tersebut tidak dimunculkan oleh pihak penerima gadai misalnya dengan tindakan berhati - hati.