PELIMPAHAN PERKARA PIDANA KE PENGADILAN NEGERI DENGAN ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT 1 Oleh : Juvenile G. Palandung 2

dokumen-dokumen yang mirip
KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Oleh: Jusuf Octafianus Sumampow 1

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. Kata kunci: Pelanggaran, Hak-hak Tersangka.

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PENYIDIKAN TAMBAHAN DALAM PERKARA PIDANA

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

P U T U S A N. Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PELIMPAHAN PERKARA PIDANA KE PENGADILAN NEGERI DENGAN ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT 1 Oleh : Juvenile G. Palandung 2 A B S T R A K Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dikenal memiliki beberapa tahap terhadap mekanisme dalam proses penanganan suatu perkara pidana. Pada tahap yang pertama yaitu pemeriksaan atau dikenal dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, selanjutnya dilimpahkan ke kejaksaan untuk disidik lebih lanjut dan sampai pada proses pelimpahan di pengadilan dan pada akhirnya masuk pada persidangan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif oleh karena didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisanya. Untuk mendapatkan suatu data yang akurat dan relevan dengan permasalahan yang diteliti maka penulis menggunakan metodologi penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research) yang menggunakan bahan pustaka. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana acara pemeriksaan perkara menurut KUHAP serta bagaimana tata cara pelimpahan perkara dalam acara pemeriksaan singkat. Pertama, Acara Pemeriksaan Perkara menurut KUHAP dalam Bab XVI membedakan acara pemeriksaan perkara di sidang pengadilan negeri. Pada dasarnya titik tolak perbedaan tatacara pemeriksaan ini ditinjau dari segi jenis tindak pidana yang diadili pada satu segi dan dari segi mudah atau sulitnya pembuktian perkara yang bersangkutan pada pihak lain. Kedua, Tata Cara Pelimpahan Perkara Dalam Acara Pemeriksaan Singkat. Tentang acara 1 Artikel Skripsi 2 NIM. 100711074 pemeriksaan singkat, dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981), diatur dalam Pasal 203 dan 204. Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk acara pemeriksaan tindak pidana ringan, dan yang menurut penuntut umum pembuktian dan penerapan hukumnya muda dan sifatnya sederhana, dan penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi ahli, juru bahasa dan barang bukti yang diperlukan. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa tatacara pemeriksaan perkara singkat pada umumnya berpedoman pada acara pemeriksaan biasa. KUHAP tidak memberikan batasan tentang perkaraperkara yang mana yang termasuk pada pemeriksaan biasa. Dalam pemeriksaan perkara dalam acara pemeriksaan singkat Jaksa penuntut umum tidak membuat surat dakwaan tetapi penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab pertanyaan kemudian memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan. A. PENDAHULUAN Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dikenal memiliki beberapa tahap terhadap mekanisme dalam proses penanganan suatu perkara pidana. Pada tahap yang pertama yaitu pemeriksaan atau dikenal dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, selanjutnya dilimpahkan ke kejaksaan untuk disidik lebih lanjut dan sampai pada proses pelimpahan di pengadilan dan pada akhirnya masuk pada persidangan. Acara pemeriksaan singkat ini dahulu disebut orang summiere procedure yang didalam HIR ketentuan-ketentuannya 84

telah diatur dalam Bab Kesebelas dari Pasal 334 sampai dengan Pasal 337 huruf f HIR. 3 Ketentuan-ketentuan mengenai summiere procedure yang diatur dalam Pasal 334 sampai dengan Pasal 337 huruf f HIR tersebut, hampir seluruhnya telah diambil oleh KUHAP itu, yang terpenting adalah antara lain ketentuan mengenai ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dapat diperiksa oleh pengadilan dengan acara singkat. 4 Untuk mengetahui secara lengkap mengenai hal tersebut, kiranya lebih baik apabila diketahui lebih dahulu bunyi Pasal 335 HIR yang memuat ketentuan mengenai ancaman pidana yang berbunyi : Magistraat boleh membawa si tertuduh kehadapan persidangan Pengadilan Negeri dengan tidak berbicara apa-apa, bila setelah di periksanya surat-surat yang dikirimkan oleh magistraat pembantu kepadanya di timbangnya. Bahwa perkara itu perkara bersahaja demikian juga mengenai bukti serta perihal menjalankan undang-undang dan hukuman utama yang akan dikenakan pada perkara itu tidak boleh lebih berat dari hukuman penjara selama-lamanya satu tahun. 5 Keterangan tentang sifat perkara sumier yang dimuat didalam Pasal ini sama bunyinya dengan keterangan yang terdapat dalam Pasal 83 f angka 2, yang disebutkan sebagai berikut : Pasal ini mengatur cara mengurus dan mengemukakan perkaraperkara yang enteng kepada Pengadilan. Pasal ini mengenai perkara-perkara yang : a. Masuk kekuasaan hakim Kepolisian. b. Biasanya tidak dihukum dengan hukuman utama yang lebih berat dari 3 P.A.F. Lumintang. Theo Lumintang, Pembahaasn KUHAP menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurispredensi, Sinar Grafika, Jakarta 2010, hal. 458. 4 Ibid. 5 R. Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita Jakarta 1980, hlm. 283. selama-lamanya satu tahun penjara, lazim disebut perkara Summier dengan dihapuskannya hakim Kepolisian dan diwujudkannya pengadilan negeri sebagai hakim biasa sehari-hari menurut UU Darurat No. 1/1951 maka apa yang tersebut dalam angka 1 ayat 1 dari Pasal 83 f ini sudah tidak berlaku lagi dan segala macam perkara pidana sipil sekarang termasuk kekuasaan Pengadilan Negeri. 6 Apabila ketentuan yang diatur dalam Pasal 335 HIR tersebut dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 203 ayat (1) KUHAP, maka dijumpai beberapa perbedaan masing-masing yaitu sebagai berikut : a. Pasal 335 HIR ternyata secara umum hanya berbicara mengenai suatu tindak pidana, Pasal 203 ayat (1) KUHAP secara tegas telah menyebutkan bahwa tindak pidana tersebut dapat berupa kejahatan dan dapat pula berupa pelanggaran. b. Pasal 335 HIR berbicara mengenai perkara yang sederhana, khususnya jika dihubungkan dengan pembuktiannya dan dengan penerapan undangundangnya, sedangkan Pasal 203 ayat (1) KUHAP ternyata telah berbicara mengenai kejahatan atau pelanggaran yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. c. Pasal 335 HIR telah mengaitkan tindak pidana yang dimaksud di dalamnya dengan anggapan dari penuntut umum bahwa bagi pelaku dari tindak pidana tersebut adalah pantas untuk tidak dijatuhi pidana pokok yang lebih berat dari pada pidana penjara selamalamanya satu tahun sedangkan Pasal 203 ayat (1) KUHAP tidak menyebutkan syarat-syarat tersebut. 7 6 Ibid. hal. 106 7 P.A.F. Lumintang, Theo Lumintang, Op.Cit, hal. 459 85

Sebagai pengganti dari syarat dianggap pantas untuk tidak dijatuhi pidana pokok yang lebih berat daripada pidana penjara selama-lamanya satu tahun, Pasal 203 ayat (1) KUHAP telah mensyaratkan bahwa yang dapat diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat adalah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 KUHAP. Pasal 205 KUHAP menyebutkan; yang dapat diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini (pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalulintas jalan. 8 Lain halnya dengan yang ditentukan di dalam HIR dahulu, maka didalam KUHAP pembentuk undang-undang telah tidak bermaksud untuk membatasi jenis tindak pidana yang dapat diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat itu hanya pada tindak pidana yang menurut pendapat penuntut umum pelakunya pantas untuk tidak dijatuhi pidana pokok yang lebih berat daripada pidana penjara selama-lamanya satu tahun saja, melainkan juga semua tindak pidana asalkan perkaranya itu : a. Menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana, b. Bukan merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah atau penghukuman ringan; c. Bukan merupakan pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundangundangan lalu lintas jalan. 8 Ibid. Perbedaan lainnya antara ketentuanketentuan mengenai summiere procedure yang diatur dalam HIR dengan ketentuanketentuan mengenai acara pemeriksaan singkat yang diatur dalam Pasal 203 ayat (3) KUHAP yaitu : a. Bahwa Pasal 203 ayat (3) huruf a angka 1 KUHAP, yang harus memberitahukan dengan lisan kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya itu adalah penuntut umum sedangkan menurut Pasal 337 huruf k angka 1 HIR pemberitahuan tersebut dilakukan oleh hakim ketua. b. Bahwa untuk mengadakan pemeriksaan tambahan seperti yang dimaksud dalam Pasal 203 ayat (3) huruf 6 KUHAP undang-undang telah membatasi jangka waktu pelaksanaannya hingga paling lama empat belas hari, sedangkan jangka waktu tersebut telah tidak ditentukan dalam Pasal 337 huruf c HIR. c. Bahwa untuk kepentingan pembelaan seperti dimaksud dalam Pasal 203 ayat (3) c KUHAP, undang-undang telah menentukan bahwa hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari sedangkan jangka waktu tersebut telah tidak ditentukan dalam Pasal 337 huruf b HIR; dan d. Bahwa ketentuan ketentuan yang diatur dalam Pasal 203 ayat (3) huruf c dan huruf f KUHAP itu tidak terdapat dalam HIR. 9 Kalau menurut pendapat Jaksa perkaranya adalah sangat mudah pemeriksaannya tentang pembuktian dan pelaksanaan hukum dan sekiranya akan dijatuhkan hukuman yang tidak lebih berat daripada hukuman penjara selama satu tahun maka jaksa dapat memajukan perkaranya langsung di depan sidang hakim. 10. guna memeriksa perkara-perkara 9 Ibid, hal. 461-462. 10 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Indonesia, Semarang Bandung 1985, hal. 73. 86

summier ini hakim harus lebih dahulu menetapkan hari-hari di mana ia akan mengadakan sidang khusus bagi pemeriksaan perkara, secara summier tahun. Menurut Pasal 334 HIR Ketua atau Hakim pengadilan negeri harus menyediakan hari-hari yang tertentu untuk itu dan mengumumkannya agar jaksa dapat mengatur hal perkara-perkara yang mana akan diajukan secara summier. Perbedaan antara pemeriksaan summier dan pemeriksaan biasa ialah bahwa jaksa dalam pemeriksaan summier tidak membikin surat tuntutan hakimlah yang harus melihat dari isi surat-surat berkas perkara, perbuatan manakah yang dituduhkan kepada terdakwa dan ini diberitahukan oleh hakim kepada terdakwa pada permulaan pemeriksaan perkara dalam sidang hakim. Pemberitahuan ini dianggap sebagai suatu tuntutan yang menjadi alasan dari pemeriksaan perkara selanjutnya. 11 Hal lain yang berbeda antara ketentuanketentuan mengenai summier procedure yang diatur dalam HIR dengan ketentuanketentuan mengenai acara pemeriksaan singkat yang diatur dalam Pasal 203 ayat (3) KUHAP adalah : 1. Bahwa menurut Pasal 203 ayat (3) huruf a angka 1 KUHAP yang harus memberitahukan dengan lisan kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya itu adalah penuntut umum sedangkan menurut Pasal 337 huruf a angka 1 HIR pemberitahuan tersebut dilakukan oleh hakim ketua sidang. 2. Bahwa untuk mengadakan pemeriksaan tambahan seperti yang dimaksud dalam Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP undang-undang telah membatasi jangka waktu pelaksanaannya hingga paling lama empat belas hari sedangkan jangka waktu tersebut telah tidak ditentukan dalam Pasal 337 huruf c HIR. 3. Bahwa untuk kepentingan pembelaan seperti dimaksud dalam Pasal 203 ayat (3) huruf c KUHAP, undang-undang telah menentukan bahwa hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tengah hari, sedangkan jangka waktu tersebut telah tidak ditentukan dalam Pasal 337 huruf b HIR; dan 4. Bahwa ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 203 ayat (3) huruf e dan huruf f KUHAP itu tidak terdapat dalam HIR. 12 Cara mengajukan perkara menurut acara pemeriksaan singkat menjadi kajian dalam penulisan skripsi ini, di mana Jaksa yang bertindak sebagai penuntut umum menyerahkan perkara pidana tersebut kepada hakim pengadilan negeri. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana acara pemeriksaan perkara menurut KUHAP? 2. Bagaimana tata cara pelimpahan perkara dalam acara pemeriksaan singkat? C. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat yuridis normatif oleh karena didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisanya. Untuk mendapatkan suatu data yang akurat dan relevan dengan permasalahan yang diteliti maka penulis menggunakan metodologi penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research) yang menggunakan bahan pustaka. Bahan-bahan kepustakaan yaitu : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang menyangkut seperti KUHAP 11 Ibid. 12 Ibid. 87

UU No. 8 tahun 1981 serta peraturan perundang-undangan lainnya. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap badan hukum primer dan sekunder contohnya adalah buku, makalah dan hasil penelitian lainnya serta kamus hukum. Bahan-bahan kepustakaan tersebut diolah dengan menyusun dan mensistematisasikannya sehingga mendapat kejelasan permasalahan yang dibahas dan terhadap masalah dapat disimpulkan untuk menemukan jalan keluarnya. PEMBAHASAN 1. Acara Pemeriksaan Perkara Menurut KUHAP Pasal 152 Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan : (1) Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya ketua pengadilan menunjuk hakim yang kan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. (2) Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang disidang pengadilan. 21 Jadi, setelah rampungnya pemeriksaan oleh jaksa artinya siaplah sudah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan keterangan-keterangan guna melengkapi bahan-bahan dipemeriksaan hakim (gerechtelijke onderzock). Dan mana' kala jaksa berpendapat cukup alasan baginya untuk menyerahkan berita acara pemeriksaan kepada pengadilan yang dianggap berwenang mengadili perkara tersebut maka dimasukkanlah dengan surat dakwaan. Hal ini jelas tersirat dan tersurat secara expresis verbis dalam Pasal penjelasannya menerangkan bahwa pada azasnya surat tuduhan merupakan dasar dari perkara pidana yang diajukan kepengadilan, karena itulah surat/tuduhan/dakwaan adalah merupakan dasar pemeriksaan perkara pidana dalam hal pihak pengadilan in casu hakim dalam memeriksa serta memutus perkara. Setelah jaksa penuntut umum menyerahkan surat dakwaan yang disertai dengan, berita acara pemeriksaan pendahuluan kepada hakim, maka hakim yang menerimanya dengan selekas mungkin harus (wajib) memperhatikan/membaca dengan seksama isi surat dakwaan itu. Perihal kewenangan mengadili suatu perkara menurut ilmu pengetahuan hukum pidana didasarkan atas dua macam kekuasaan mengadili yaitu : ke-l. Kekuasaan berdasarkan atas peraturan hukum mengenai pemberian kekuasaan mengadili (attributie - van rechts) kepada pengadilan negeri, tidak kepada lain macam pengadilan. ke-2. Kekuasaan berdasarkan atas peraturan hukum mengenai pembagian kekuasaan mengadili (distributie van rechts macht) diantara pengadilan pengadilan negeri. Kekuasaan ke-1 juga dinamakan absolute kompetentie I yang ke-2 relatieve kompetentie. 25 Acara pemeriksaan cepat dibagi atas : Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan; Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran lalu Lintas Jalan. Kedua acara pemeriksaan ini akan dibahas berikut ini. 25 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, 1985, hal. 75. 88

Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Acara pemeriksaan tindak pidana ringan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diatur mulai dari Pasal 205 sampul dengan Pasal 210. Pasal 205 KUHAP menyebutkan : (1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 Bagian ini. (2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa, be serta barang bukti, saksi, ahli dan atau jurubahasa kesidang pengadilan. Dalam acara pemeriksaan sebagaimana, dimaksud dalam. ayat (10), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa minta banding. 31 Selanjutnya pengadilan menetapkan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan, hal tersebut di catat oleh penyidik, selanjutnya catatan beserta berkas dikirim kepengadilan, dan perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya, yang memuat nama dan indentitas terdakwa selengkapnya serta apa yang didakwakan kepadanya, saksi dalamperkara ini tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu, kemudian putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera, dan berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal-hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik. A.T. Hamid, memperinci tentang acara pemeriksaan tindak pidana ringan sebagai berikut Penyidik atas kuasa penuntut umum dalam 3 hari sesudah berita acara selesai, menghadapkan terdakwa dan barang bukti, saksi, ahli, jurubahasa kesidang pengadilan negeri. Hakim yang memeriksa adalah hakim tunggal, ditingkat pertama dan terakhir jadi tidak dapat dibanding, namun untuk kasasi tidak tertutup. Tapi kalau dikenakan pidana perampasan kemerdekaan dapat dibanding kepada pengadilan tinggi. Tidak perlu kehadiranpenuntut umum. Pengadilan Negeri menentukan hari tertentu dalam 7 hari untuk acara ini. Penyidik secara tertulis memberitahukan terdakwa hari, tanggal, jam dan tempat sidang. Catatan dam berkas dikirim ke Pengadilan negeri dan harus disidangkan pada hari itu juga. Saksi tidak mengucapkan sumpah/janji kecuali kalau hakim menganggapnya perlu. Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara, 'Panitera mencatatnya dalam buku register, ditandatangani oleh hakim dan panitera yang bersangkutan. Tidak dibuat. berita acara sidang, kecuali kalau ada Yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan pendahuluan. 34 31 KUHAP, Op.Cit, hal. 63. 34 A.T. Hamid, SH., Loc - Cit. 89

Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana diatur mulai dari Pasal 211 sampai dengan Pasal 216. Yang dimaksud dengan perkara pelanggaran tertentu adalah : a. mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau keamanan lalulintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan; b. mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan, surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan perundang-undangan lalulintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah daluwarsa; c. membiarkan atau memperkenakan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang yang tidak, memiliki surat isinmengemudi; d. tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, lalulintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain; e. membiarkan kendaraan bermotor yang ada dijalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan; f. pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalulintas jalan dam atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada dipermukaan jalan; g. pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diisinkan cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang; h. pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi dijalan yang ditentukan. Jadi, yang diperiksa, menurut acara pemeriksaan ini adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalulintas jalan; untuk perkara tersebut tidak diperlukan berita acara pemeriksaan; oleh karena itu catatan yang dibuat oleh penyidik segera diserahkan kepada pengadilan selambatlambat nya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya disidang, dan jika terdakwa/wakilnya tidak hadir maka pemeriksaan perkara dilanjutkan, kemudian surat amar putusannya disampaikan kepada terpidana oleh penyidik, dan bukti penerimaannya diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam register; dan jika putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat mengajukan perlawanan dalam waktu tujuh hari sesudah putusan itu diberitahukan, kepada pengadilan negeri, yang menjatuhkan putusan itu, dan dengan perlawanan itu putusan diluar hadirnya terdakwa menjadi gugur. Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara itu dan jika putusan itu tetap berupa pidana perampasan kemerdekaan maka terdakwa dapat mengajukan banding. Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan. 2. Tata Cara Pelimpahan Perkara Dalam Acara Pemeriksaan Singkat Tentang acara pemeriksaan singkat, dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981), diatur dalam Pasal 203 dan 204. 90

Lengkapnya Pasal 203 KUHAP menyebutkan : (1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. (2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Penuntut Umum menghadapakan terdakwa beserta saksi ahli, juru bahasa dan barang bukti yang diperlukan. (3) Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan dibawah ini : a.1. penuntut umum dengan segera setelah terdakwa disidang menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tidak pidana yang didakwakan dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan; a.2. pemberitahuan ini dicatan dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan. b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkanperkara itu diajukan kesidang pengadilan dengan acara biasa; c. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari; d. putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang; e. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut; f. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa. 39 Dalam memori penjelasan Pasal 203 KUHAP tersebut dinyatakan cukup jelas. Jadi, yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk acara pemeriksaan tindak pidana ringan, dan yang menurut penuntut umum pembuktian dan penerapan hukumnya muda dan sifatnya sederhana, dan penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi ahli, juru bahasa dan barang bukti yang diperlukan. Perlu ditekankan disisi kata-kata : menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya sederhana, yang menunjukkan bahawa penuntut umumlah yang menentukan perkara pemeriksaan singkat itu: 40 Pemeriksaan singkat ini dahulu disebut pemeriksaan sumir yang diatur dalam Pasal 334, 335 dan 337 HIR. Dalam Pasal 203 KUHAP tentang acara pemeriksaan singkat juga disebutkan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana, namun sangat berbeda denan HIR adalah mengenai ancaman hukuman 39 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Dan Penjelasannya, Yayasan Pelita Jakart, tahun 1982, hal. 62 40 Adi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, 1985, hal. 217. 91

yang maksimal penjara satu tahun sedangkan KUHAP tidak menyebutkannya. Guna memeriksa perkara-perkara secara sumir ini hakim harus lebih dahulu menetapkan hari-hari di mana ia akan mengadakan sidang khusus bagi pemeriksan perkara secara sumir itu. Menurut Pasal 334 sebagaimana telah disebutkan diatas, ketua atau hakim pengadilan negeri harus menyediakan harihari yang tertentu utnuk itu dan menumukannya, agar jaksa penuntut umum dapat mengatur hal perkara-perkara yang mana akan dimajukan secara summir. Jaksa pembantu menurut Pasal 83 f HIR dapat mengusulkan kepada jaksa supaya perkara diajukan secara summir, akan tetapi jaksalah yang akhirnya menentukan, apakah jalan pemeriksaan secara summir ini ditempuh atau tidak. Seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan singkat, kecuali ditentukan lan. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 203 ayat (3) yang mengatakan bahwa dalam acaraini (acara pemeriksaan singkat berlaku ketentuan Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini (XVI) sepanjang peraturan ini tidak bertentangan dengan ketentua dibawha ini. Bagian Kesatu itu mengenai pemanggilan dan dakwaan, Bagian Kedua mengenai memutus sengketa mengenai wewenangan mengadili dan Bagian Ketiga mengenai pemeriksaan biasa. Dalam acara pemeriksaan singkat menurut ketentuan Pasal 203 in casu pada ayat (3) a. 1 dan 2 secara jelas disebutkan bahwa penuntut umum tidak membuat surat dakwaan, tetapi hanya dikatakan memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang dijdakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tepat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan. Catatan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 203 ayat (3) a. 1 matatis mmuntandis adalah merupakan catatan hukum yang memenuhi syarat formal dan syarat material seperti halnya dengan surat dakwaan, jadi bukanlah suatu bentuk catatan yang asal jadi, yang bisa dilipat lalu dibuang. Menurut KUHAP dalam Pasal 143 ayat (2), ditetapkan syarat-syarat dakwaan agar tidak diancam dengan kebatalan Undangundang menetapkan syarat agar tidak terjadi kebatalan. Karena itu surat dakwaan itu harus memenuhi dua syarat : 1. Syarat formal. 2. Syarat material. ad. 1. Yang dimaksud oleh surat dakwaan dengan syarat formal ialah nama lengkap, tempat lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. Syarat material dari satu surat dakwaan ialah : a. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan. b. Penyebutan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Menurut Satochid Kartanegara, bahwa : ad. 2. Persoalan umur, tempat lahir, pekerjaan, tempat tinggalpun harus dimuat yang maksudnya untuk menghindarkan kesalah fahaman, karena itu semua dapat diselidiki kebenarannya. 46 Jadi, dengan kita melihat dua syarat yang harus dipenuhi dalam penyusunan surat dakwaan sebagaimana disebutkan diatas, kemudian dihubungkan isi Pasal 203 ayat (3) a.1 jelaslah kiranya bahwa catatan yang disebutkan dalam Pasal 203 ayat (3) a.1 adalah catatan yang harus memenuhi syarat formal dan syarat materil sebagaimana halnya dengan surat dakwaan. 46 Satochid Kartanegara, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Himpunan Kuliah), Unviersitas Indonesia, tahun 1964/1965, jilid I, hal. 124. 92

Kemudian catatan jakwa penuntut umum diberitahukan isinya secara lisan kepada terdakwa dalam persidangan dipengadilan dan pemberitahuan itu dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan. Sehingga berdasarkan hal tersebut jaksa penuntut umum dalam acara pemeriksaan singkat tidaklah membuat surat dakwaan. Hal ini sangatlah bertentangan dengan ketentuan Pasal 145 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan : Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. 47 Jadi, setiap pelimpahan perkara kepengadilan negeri oleh penuntut umum dengan permintaan agar segera diadili maka juga harus disertai dengan surat dakwaan. Karena sebagaimana diketahui bahwa dakwaan adalah suatu manifestasi pemagaran kehukuman menyangkut kepentingan umum maupun kepentingan orang seorang yang terlibat dalam suatu proses acra hukum pidana. Bahwa surat dakwaan merupakan suatu akte perlindungan terhadap haarkat dan martabat manusia agar hak azasi orang tidak menjumpai hukuman tirani yang menggunakan ketentuan hukum sebagai sarana menguntungkan pihak penguasa melainkan secara patut wajib menjunjung tinggi hak hak azasi manusia dalma hukum Negara. Kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak hak azasi manusia dan hukum Negara merupakan satu-satunya factor utama untuk mengayomi warga Negara/setiap orang yang tersangkut pada satu perkara pidana diurus prosesnya diakhiri dengan keputusan pihak pengadilan. Karenanya sangat penting sekali bahwa akte perlindungan hak azasi manusia dituangkan dalam satu bentuk surat yang disebut surat dakwaan. Ayat 3 b Pasal 203 KUHAP menyebutkan bila hakim memandang perlu untuk diadakan pemeriksaan tambahan maka hakim memerintahkannya kepada penuntut umum dalma waktu maksimal 14 (empat belas) hari. Dan jika pemeriksaan tersebut tidak selesai dalam waktu 14 hari maka hakim memerintahkan perkara itu kepada jaksa penuntut umum diajukan kesidang pengadilan dengan acara biasa. Dalam kaitannya dengan hal tersebut diatas ini maka R. Wirjono Prodjodikoro, menuliskan : Hakim sesudah meninjau berkas perkara yang diajukan kepadanya secara summier, dapat mengirimkan kembali surat surat pemeriksaan, apabila menurut pendapatnya harus ada suatu tambahan pemeriksaan untuk melengkapkan suratsurat pemeriksaan itu. 48 Harus diakui bahwa pemeriksaan perkara summier mengurangkan tertundanya pemeriksaan perkara-perkara bersahaja dan hakim dapat memutuskan banyak jumlah perkara serta memudahkan penyelesaian perkara-perkara pidana dengan maksud mengatasi hambatan dan rintangan untuk suksesnya peradilan yang sederhana dan cepat tetapi dilain pihak perkara tanpa surat dakwaan merupakan perkosaan terhadap hak azasi manusia untuk dapat mengadakan pembelaan secara efektif dan seluas mungkin. Sudah sepatutnya pemeriksaan perkara pidana tanpa surat dakwaan ditinggalkan dengan tidak mengenyampingkan azas kesederhanaan dan cepat bagi pengadilan. Bukankah dengan tidak membuat surat dakwaan berupa argumentum a contrario dimana surat dakwaan merupakan dasar dari perkara pidana yang diajukan kepengadilan. 47 KUHAP, Op.Cit, hal. 44. 48 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 74. 93

PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana membedakan tiga macam pemeriksaan sidang Pengadilan yaitu : Pemeriksaan perkara biasa, Pemeriksaan singkat, Pemeriksaan perkara cepat yang terdiri dari : 1) Pemeriksaan tindak pidana singkat; dan 2) Pemeriksaan perkara pelanggaran lalulintas jalan. Tatacara pemeriksaan perkara singkat pada umumnya berpedoman pada acara pemeriksaan biasa. KUHAP tidak memberikan batasan tentang perkara-perkara yang mana yang termasuk pada pemeriksaan biasa. 2. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981), telah mengatur mengenai acara pemeriksaan singkat yaitu dalam Pasal 203 dan 204. Dalam pemeriksaan perkara dalam acara pemeriksaan singkat Jaksa penuntut umum tidak membuat surat dakwaan tetapi penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab pertanyaan kemudian memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan. B. Saran 1. Bagi jaksa selaku penuntut umum harus memahami secara lebih mendalam mengenai hukum acara pidana serta ilmu hukum bantu lainnya agar terhindar dari segala kekeliruan penyalahgunaan kekuasaan agar proses tata cara pemeriksaan perkara pidana dapat berlangsung dengan baik dan sesuai dengan ketentuan hukum yang diatur dalam KUHAP yaitu mengenai tigta mcam pemeriksaan dalam sidang pengadilan yak ni pemeriksaan perkaea biasa. Pemeriksaan singkat dan pemeriksaan perkara cepat.. Sebab ketelitian sangat diperlukan dalam menangangi suatu perkara pidana. Disamping itu harus memperhatikan dua kepentingan yang harus dilindungi yakni kepentingan masyarakat umum serta kepentingan orang seorang yakni terdakwa. 2. Bagi Jaksa selaku penuntut umum, diharapkan mampu untuk lebih mendalam mempelajari mengenai ilmu hukum pidana bahkan ilmu bantu yang juga agar apa yang menjadi ketentuan dalam KUHAP dapat senantiasa terwujud. Dari semua pelaksanaan tugas-tugas menyangkut hukum acara pidana adalah terletak pada para pelaksanaannya sendiri yaitu harus diperlukan orang-orang yang berpendidikan dan memiliki mental yang terlatih serta bertanggungjawab agar tidak lebih banyak mengorbankan masyarakat yang awam hukum DAFTAR PUSTAKA Abdul Hakim G. Nusantara, et all (ed.), KUHP DAN Peraturan-peraturan Pelaksana, Jakarta, 1986 A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, Jakarta, 1972 A.T. Hamid, Praktek Peradilan Perkara Pidana, CV.AL IHSAN Surabaya, 1982 Adi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, 1985 Ch. J. Enschede & A. Heijder. Asas-asas Hukum Pidana, terjemahan R. Achmad Soema Di Pradja, Alumni. Bandung. 1982 Emren Pangkapi, Hukuman Mati untuk Iman Imran Catatan Sebuah Prose Peradilan, Alumni. 1982. Bandung H.A.R. Pontoh, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Acara Pidana, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Unsrat Manado, 1978 94

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, PT. Sarana Bakti Semesta 1985 P.A.F. Lumintang. Theo Lumintang, Pembahaasn KUHAP menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurispredensi, Sinar Grafika, Jakarta 2010 R. Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita Jakarta 1980 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Indonesia, Semarang Bandung 1985 M. Yasya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, PT Bakti Semesta R. Wirjono Prodjodikoro. Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, cet.ke-10, 1981 R, Soesilo, Hukum Acara (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP bagi Penegak Hukum), Politeia, Bogor, 1982 R., Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia. Sumur, Bandung. 1985 Satochid kartanegara, Hukum Acara Pidana Indonesia. (himpunan kuliah), Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan UI, 1964/1965 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Tahun 1985 Riduan Syahrani, Beberapa hal tentang Hukum Acara Pidana, Alumni Bandun tahun 1983 R. Tresna, Komentar Atas Reglemen Hukum Acara Didalam Pemeriksaan Dimuka Pengadilan Negeri Atau HIR, Pradnya Paramita Jakarta, 1972 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Cet-kel2, Sumur Bandung, tahun 1985 S. M. Amin. Hukum Acara Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita Jakarta, 1981 Satochid Kartanegara, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Himpunan Kuliah), Unviersitas Indonesia, tahun 1964/1965, jilid I KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Dan Penjelasannya, Yayasan Pelita Jakarta, tahun 1982 95