BANTUAN HUKUM : ARTI DAN PERANANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bagian Kedua Penyidikan

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

Prosedur Bantuan Hukum

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan

Institute for Criminal Justice Reform

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HAK TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM PRESPEKTIF FIQIH MURA>FA AH. A. Persamaan Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan Menurut KUHAP

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. hukum, untuk itu advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat.

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Prinsip Dasar Peran Pengacara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU DALAM PERSPEKTIF TEORI KEADILAN BERMARTABAT

BAB I. Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

Transkripsi:

BANTUAN HUKUM : ARTI DAN PERANANNYA Buat negara berkembang, konsepsi dan peranan dari suatu lembaga bantuan hukum pasti tidak sama dengan konsepsi dan peranan lembaga bantuan hukum di negara maju, tempat lembaga ini lahir dan dibesarkan. Juga kadar campur tangan dari pemerintah terhadap eksistensi lembaga ini akan jelas sekali perbedaannya, suatu hal yang erat hubungannya dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat setempat. Kalau ini benar, maka timbul pertanyaan: sampai sejauh mana sistem kekuasaan di negara berkembang memungkinkan berkembangnya idea bantuan hukum? Sampai di mana masyarakat setempat membutuhkan bantuan hukum yang berlaku? Dalam tulisan ini, penulis akan memulai pembahasan dari pertanyaan yang terakhir sepanjang menyangkut peranan bantuan hukum dan seberapa dapat, mencoba menyinggung pertanyaan pertama. Persoalannya memang begitu gawat, menyangkut banyak aspek. Tidak saja dalam proses peradilan, tetapi justru suatu proses pendidikan hukum (legal education): bagaimana menumbuhkan suatu kesadaran hukum (legal conciousness) agar masyarakat mengerti akan hakhak dan kewajibannya dalam pergaulan hukum di masyarakat. Proses pendidikan hukum ini bisa diartikan sebagai usaha untuk mengintrodusir nilai-nilai baru yang berguna tidak saja secara hukum, tetapi menyangkut banyak segi lain, lebih-lebih aspek ekonomis, terutama kalau kita hubungkan dengan kenyataan-kenyataan sosial, bahwa kita memang sedang menuju ke arah pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan pembagian pendapatan yang merata sesuai dengan sila keadilan sosial. Kalau dikatakan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai kenaikan Produk Nasional Bruto (GNP) dalam jangka pendek dan seterusnya menuju tercapainya keadilan sosial sebagai tujuan akhir, maka selama proses pembangunan tersebut berlangsung akan selalu terjadi akibat-akibat sampingan. Perencanaan kota misalnya, akan menimbulkan pergeseranpergeseran hak milik atas tanah, yang tidak selalu dapat dihayati ditinjau dari segi keadilan maupun menurut pengertian pembangunan dalam arti yang luas. Efisiensi, efektivitas dan penghematan yang dilakukan sebagai usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, akan Karangan bersama T. Mulya Lubis, Prisma No. 6 Tahun II, Desember 1973 1

selalu dibarengi konflik-konflik, misalnya persoalan-persoalan yang diakibatkan oleh rasionalisasi perusahaan, perumahan para karyawan dan lain sebagainya. Tujuan mengejar hasil pendapatan yang setinggi-tingginya dengan pengeluaran yang serendah-rendahnya dari pihak perusahaan tertentu, dapat menimbulkan soal-soal lain dalam kaitannya dengan masalahmasalah hubungan kerja, upah buruh dan jaminan sosial, atas kerugian dipihak mereka yang terkena tindakan-tindakan tersebut. Paling tidak, kasus-kasus di atas menimbulkan pertanyaan lain: apakah sebenarnya tujuan pembangunan? Jika akibat-akibat sampingan dari pembangunan yang menimbulkan konflik dari ketegangan tersebut tidak mendapat saluran pemecahannya, maka cepat atau lambat akan timbul frustrasi, yang bila memuncak bisa menghancurkan hasilhasil pembangunan yang telah dicapai. Dalam hal ini paling tidak untuk sementara tampaknya peranan lembaga bantuan hukum telah menampung salah satu usaha untuk menekan seminimal mungkin akibat-akibat sampingan dari usaha yang deras untuk menaikkan pendapatan nasional tadi. Dengan demikian maka keadilan tidak hanya dapat dikecap oleh mereka yang kebetulan mempunyai uang dan kekuasaan seperti yang selama ini dikesankan tetapi juga mereka yang tidak mampu atau kebetulan tidak punya apa-apa selain sekelumit hak-hak yang adanya justru sering tidak pula disadari. Bukankah semua orang sama di hadapan hukum dan kekuasaan? Kriteria utama bahwa hanya orang yang tidak mampu dalam arti materiil saja yang dapat memperoleh bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sedikit banyak telah membantu, bahkan mendorong tegaknya prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) tersebut. Dengan demikian maka dalam usaha yang dilancarkan dewasa ini untuk mencapai kemakmuran, diharapkan agar segi keadilan juga mendapatkan tempatnya yang terhormat. Usaha mengejar kemakmuran sambil membelakangi keadilan, pasti akan makin memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Usaha lembaga bantuan hukum bisa dilihat sebagai usaha untuk mensejajarkan keadilan dan kemakmuran dan bergerak maju, berjalan bersama-sama menuju masyarakat adil dan makmur. Walaupun tampaknya sukar untuk menarik kesimpulan usaha lembaga bantuan hukum telah berhasil menetralisir akibat-akibat lain dari pembangunan itu, namun kasus-kasus yang ditangani LBH yang menyangkut perkara-perkara penggusuran di Jakarta dalam rangka perencanaan kota, rasionalisasi perusahaan atau pengrumahan terhadap sejumlah karyawan oleh 2

perusahaan atau departemen tertentu sedikit-nya bisa disebut sebagai contoh bantuan hukum dari segi lain itu. Sejumlah angka dari LBH di Jakarta menunjukkan, bahwa pencari keadilan yang datang ke lembaga tersebut meningkat, sejak berdirinya lembaga itu pada April 1971. *) Perkembangan mengenai meningkatnya jumlah pencari keadilan yang datang mengadu selama tahun-tahun pertama mulai bulan April 1971 sampai dengan Maret 1973 dibandingkan dengan jumlah pencari keadilan yang diterima pengaduannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tahun TABEL 1 Jumlah Pencari Keadilan Masuk Diterima Ditolak 1971/1972 1972/1973 1.603 2.183 1.385 1.907 218 276 Tidak semua pencari keadilan yang datang ke LBH Jakarta dapat diterima perkaranya. Hal ini disebabkan kriteria tidak mampu dalam arti tidak mampu membayar biaya advokat, menjadi syarat utama. Keterangan bahwa seseorang tidak mampu biasanya diperoleh Lurah setempat. Apabila jumlah pencari keadilan tersebut diuraikan perbulannya, maka tabel berikut ini menunjukkan perkembangannya : TABEL 2 April 137 Mei 352 Juni 110 Juli 117 Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari 78 88 104 109 114 114 134 Maret 145 3

Angka yang meningkat secara menyolok pada bulan Mei 1971, terutama disebabkan oleh banyaknya kasus yang menyangkut penduduk Kampung Lubang Buaya, yang meminta bantuan kepada LBH karena sengketa mengenai tanah mereka yang terkena proyek Miniatur Indonesia Indah yang disponsori oleh Yayasan Harapan Kita. TABEL 3 Jumlah Perkara Tahun Masuk Diterima Ditolak 1971/1972 595 532 63 1972/1973 646 281 365 Tabel 3 memberikan gambaran tentang perkembangan jumlah perkara yang diterima oleh Lembaga Bantuan Hukum selama dua tahun dan jumlah yang dapat diselesaikan. Sebagai catatan perlu dijelaskan, bahwa pengertian diselesaikan tidaklah selalu berarti melalui proses perkara di pengadilan, tetapi juga termasuk di dalamnya perkara-perkara yang dapat diselesaikan melalui pemberian advis atau nasihat dan perdamaian. Di samping itu, jika Tabel 1 dibandingkan dengan Tabel 3, maka tampak dari jumlah pencari keadilan sebanyak 1385 orang yang menjadi perkara hanyalah sebesar 595 perkara. Hal ini disebabkan karena masalah, pengaduan ataupun keluhan yang dimintakan bantuannya kepada LBH ternyata tidak semuanya perlu dan dapat dijadikan perkara, sebab berikut ini: 1. tidak semua masalah, pengaduan ataupun keluhan yang diajukan merupakan masalah hukum, 2. sekalipun merupakan masalah hukum dan ada dasar hukumnya namun ternyata dapat diselesaikan melalui advis, perdamaian, ataupun teguran-teguran kepada pihak yang bersangkutan, baik dengan surat menyurat maupun dengan hubungan langsung. Tabel 4 Perdata Pidana Perumahan Perburuhan 79 108 128 282 4

Tabel 5 Perdata 211 Pidana 128 75 Perumahan 63 Perburuhan 79 73 Tabel 4 memberikan gambaran mengenai jenis perkara yang diterima oleh LBH dari bulan April 1971 s.d. Maret 1972. Tabel berikut ini menunjukkan jumlah dari perkara yang diterima itu dapat diselesaikan. Jika jumlah pencari keadilan tersebut diperinci bulan per bulan, maka akan terlihat perkembangannya seperti pada Tabel 6 bawah ini. TABEL 6 April 146 Mei 148 Juni 133 Juli Agustus September 115 264 308 Oktober 458 Nopember 185 Desember 124 Januari 71 Pebruari 150 Maret 99 5

Tabel di atas menunjukkan, bahwa pada bulan-bulan tertentu jumlah pencari keadilan begitu tinggi. Hal ini disebabkan pada bulan September dan Oktober sejumlah penduduk telah meminta bantuan LBH karena terjadinya penggusuran-penggusuran, diantaranya Kasus Tanah Simprug, suatu kampung di pinggiran kota Jakarta yang terkena rencana pembangunan kompleks rumah-rumah modern. Tabel 7 menunjukkan jenis perkara yang diterima oleh LBH dari 646 perkara tersebut. Tabel 7 Perdata Pidana Perumahan Perburuhan 57 120 132 337 Tabel 8 Perdata Pidana Perumahan Perburuhan 42 47 72 120 Barangkali bisa disimpulkan, bahwa kehadiran lembaga bantuan hukum di negara baru tidak saja diterima secara hukum tetapi juga diakui secara politik, di mana peranan politiknya bisa amat menonjol terutama dalam menampung keluhan dan aspirasi dari arus bawah masyarakat. Dengan begitu ia suatu lembaga yang dekat dengan masyarakat luas lapisan bawah yang selama ini menimbulkan kesan tersisih, jauh dari tangan-tangan keadilan. Masalah-masalah hubungan kerja, upah yang memadai, jaminan sosial dan hak milik tidak semata-mata merupakan masalah ekonomi tetapi sudah merupakan keputusan-keputusan di bidang hukum. 6

Adakalanya peranan lembaga bantuan hukum merupakan nama lain dari suatu Ombudsman. Dewasa ini Ombudsman berarti semacam lembaga resmi dalam pemerintahan yang merupakan tangan dari badan-badan legislatif yang menerima pengaduan-pengaduan mengenai penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang oleh badan atau pejabat-pejabat eksekutif pemerintahan. Jika pengaduan yang dimaksud benar, maka Ombudsman membuat rekomendasi untuk menyelesai-kan pengaduan tersebut. Lembaga ini berasal dari Swedia, tercipta pada tahun 1809, kemudian berkembang di berbagai negeri dalam berbagai bentuk dan variasi, di bawah sistem hukum yang berbeda-beda. Di negara baru, keterlibatan pemerintah yang terlalu jauh ke dalam segala sektor kehidupan, acapkali menimbulkan ekses-ekses yang membawa kecemasan-kecemasan baru, sehingga apabila dihubungkan dengan struktur kekuasaan yang ada, maka pertanyaan siapa yang memerintah siapa atau siapa yang mengontrol siapa menjadi amat relevan. Dalam prakteknya, lembaga bantuan hukum tidak saja berurusan dengan soal-soal di meja hijau pengadilan, tetapi juga tak dapat mengelakkan diri untuk menangani pula masalahmasalah penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dari badan atau pejabat-pejabat pemerintah sendiri, bahkan juga oleh yang lazim disebut sebagai oknum alat negara. Sebagai contoh, sering terjadi pejabat menggunakan jabatan resmi dari lembaganya, hanya untuk menyelesaikan soal-soal pribadi. Sebagian besar anggota masyarakat merasa takut kalau ia diharuskan datang ke sebuah kantor alat negara polisi atau militer dengan surat panggilan resmi, apalagi tanpa menyebut dalam perkara apa dan untuk apa ia dipanggil. Pernah terjadi panggilan semacam itu hanya untuk memaksakan suatu penyelesaian hutang piutang pribadi, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan badan resmi tersebut. Tidak jarang pula pejabat-pejabat melampaui wewenangnya dalam menjalankan tindakan-tindakan administratif. Contoh lain adalah pemecatan-pemecatan yang dilakukan sementara pejabat tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan. Ombudsman, jika ia ada, biasanya bertugas menerima pengaduan dan membuat rekomendasi untuk menyelesaikan masalah-masalah di atas. Hal lain yang menyebabkan berperannya lembaga bantuan hukum sebagai semacam Ombudsman, adalah karena belum berperannya Hukum Administrasi. Bilamana Hukum Administrasi sudah efektif dan pengadilan administrasi juga memainkan peranannya, maka kasus-kasus yang menyangkut salah tindak administrasi yang terkadang amat besar pengaruhnya akan bisa diselesaikan. Untuk sementara lembaga bantuan hukum menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan 7

memberikan advis dan nasihat, melakukan teguran kepada yang bersangkutan, mengajukan appeal kepada atasannya, atau membuka masalahnya kepada umum melalui bantuan media pers, dan jika keempat jalan terdahulu tidak berhasil, LBH mengajukan masalahnya ke depan pengadilan negeri sebagaimana perkara-perkara lainnya. Meskipun Ketetapan MPR 1973 mencantumkan haluan negara antara lain: Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah Penegakan Hukum, Keadilan serta Perlindungan terhadap Harkat dan Martabat Manusia, dan Ketertiban serta Kepastian Hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 45" namun faktor-faktor tradisi, sosial ekonomi, sosial politik, bahkan perundang-undangan yang belum diperinci dapat menghambat berkembangnya bantuan hukum tersebut. Adanya hak bantuan hukum seperti yang tercantum dalam pasal 35, 36 dan 37 Undangundang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14/1970, merupakan hal yang menggembirakan untuk berkembangnya lembaga bantuan hukum. Namun be-lum adanya peraturan pelaksanaan dari pasal-pasal tersebut menyebabkan berbagai perbedaan mengenai pertanyaan: sampai sejauh mana bantuan hukum dapat diberikan, terutama sejak pemeriksaan pendahuluan. Di satu pihak, pihak pemerintah cenderung berpendapat bahwa selama belum diatur dalam suatu undang-undang tertentu secara terperinci, hak bantuan hukum itu belum dapat diberikan, kecuali di depan pengadilan. Tetapi pernah ada suatu kebijaksanaan yang diberikan oleh pejabat pemeriksa tertentu kepada tersangka untuk didampingi oleh penasihat hukumnya sejak pemeriksaan pendahuluan dilakukan asal saja kehadiran ini tidak mengganggu jalannya pemeriksaan. Tegasnya, penasihat hukum tidak boleh memberi komentar yang dapat menyulitkan proses pemeriksaan. Suatu contoh yang tegas mengenai hal ini adalah instruksi Kepala Polisi RI, Jenderal Polisi Hugeng Imam Santoso, pada tahun 1971. Sebaliknya, para pengacara menghendaki agar bantuan hukum tersebut dilaksanakan sekarang juga, mulai dari pemeriksaan pendahuluan, walaupun undang-undang pelaksanaannya belum ada. Ekses-ekses yang terjadi selama proses pemeriksaan pendahuluan, memperkuat tuntutan ini. Hingga dewasa ini, belum adanya undang-undang pelaksanaan dari hak bantuan hukum tersebut menyebabkan sebagian besar pejabat pemeriksa - polisi atau jaksa - menolak penasihat hukum untuk mendampingi tersangka selama pemeriksaan pendahuluan. Pejabatpejabat memang tunduk pada hirarki dan perintah atasan sehingga tidak berani mengambil kebijaksanaan untuk memberikan hak bantuan hukum tersebut sekalipun belakangan ini 8

sebagai hasil pertemuan para aparat penegak hukum di Cibogo telah ada konsensus bahwa bantuan hukum selama proses pemeriksaan pendahuluan juga dapat diberikan kepada tersangka, dengan syarat-syarat tertentu. Sementara itu, di pihak lain sementara anggota masyarakat pada umumnya menerima hal itu sebagai suatu kenyataan dan hanya pasrah kepada keadaan. Pada lain pihak ternyata bahwa tidak semua orang memanfaatkan bantuan hukum di luar badan-badan peradilan. Ini banyak terjadi dalam kasus pembelian tanah, terutama di desa-desa, dengan dalih untuk proyek-proyek pembangunan atau mengatasnamakan pembangunan. Di samping tidak semua orang tahu bahwa bantuan hukum dapat diperoleh, adakalanya ia memang sadar tetapi tidak punya cukup keberanian untuk mempergunakan haknya itu, antara lain karena tekanan-tekanan dari para pejabat-pejabat setempat. Pejabat-pejabat tertentu seringkali pula tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa setiap orang boleh dan berhak mendapatkan bantuan dari penasihat-penasihat hukumnya. Ambillah contoh bagaimana mahasiswa-mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta disambut sinis oleh para pejabat di sebuah pedesaan di daerah Klaten beberapa waktu yang lalu, hanya karena para mahasiswa tersebut mendampingi beberapa penduduk desa tersebut yang menuntut ganti rugi yang sepadan dari tanahnya, di mana akan dibangun sebuah monumen. Dalam keadaan ini lembaga bantuan hukum sukar untuk mengembangkan kesadaran masyarakat mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai anggota masya-rakat dalam pergaulan hukum, suatu hal yang menjurus pada masalah pendidikan hukum dalam arti luas. Di sinilah pentingnya lembaga bantuan hukum perlu untuk selalu bekerja sama secara erat dengan pers, mass media. Tidak saja untuk menanamkan dan menyebarluaskan kesadaran hukum dalam masyarakat, tetapi juga untuk menggugah, mengoreksi dan mengontrol praktekpraktek perbuatan para pejabat pemerjntah dan aparat penegak hukum secara terbuka. Sebab bukanlah suatu hal yang kebetulan bahwa dewasa ini posisi pers sedikitnya di ibu kota Jakarta secara politis cukup berpengaruh. Sebaliknya di daerah-daerah, selain sikap dari penguasanya relatif lebih otoriter sementara pers daerah justru lebih lemah posisinya, maka lembaga bantuan, hukum bukan saja tidak dapat berkembang bahkan tidak bisa didirikan. Faktor sosial ekonomi dapat pula dikatakan sebagai hambatan berkembangnya idea ini. Pendapatan yang kecil dari orang-orang yang seharusnya menegakkan hukum hakim, jaksa atau para pembela bisa menyebabkan peradilan berlangsung hanya sekedar formalitas belaka. Sinisme 9

terhadap KUHP, (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), dimanifetasikan dalam versi kepanjangan lain berupa Kasih Uang Habis Perkara. Ini masih melekat pada sebagian anggota masyarakat, di samping rahasia umum mengenai adanya perkara-perkara kering dan perkaraperkara basah. Keadaan sosial politik pada waktu dan tempat tertentu, dapat pula dikatakan menjadi penghambat utama. Dalam praktek, acapkali idea bantuan hukum dikorbankan demi ketertiban, keamanan dan pembangunan. Banyak orang takut untuk meminta bantuan hukum, ia akan mendapat cap maut anti pembangunan, apalagi kalau cap itu berupa sisa-sisa G-30-S atau Gestapu/PKI. Selain faktor-faktor tersebut, di lain pihak terasa kekurangan tenaga-tenaga sarjana yang bergerak di bidang ini, terutama kalau kita membandingkannya dengan luas dan jumlah penduduk Indonesia. Dengan ibarat lain, distribusi pendapatan per kapita di bidang ekonomi yang menyolok dewasa ini, turut pula tercermin dalam distribusi keadilan per kapita rakyat Indonesia yang juga tetap memburuk. Kalau kita boleh mengatakan bahwa ketetapan MPR di bidang hukum merupakan politik hukum negara kita, maka sebenarnya kita hanya tinggal menterjemahkan dan menerapkan saja ke dalam kenyataan sehari-hari. Dengan demikian tugas penguasa dan masyarakat tidak hanya sekedar penerapan undang-undang atau pasal-pasal hukum, tetapi lebih dari itu, mencakup masalah hukum dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat luas. Dengan perkataan lain: suatu pendekatan kepada asas hukum dan pembinaan negara hukum yang demokratis. Dalam proses pembangunan sekarang ini, setidak-tidaknya He who has less in riches, should have more in law. 10