BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BENI DHARYANTO C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG IKUT SERTANYA PIHAK KETIGA ATAS INISIATIF SENDIRI DENGAN MEMBELA TERGUGAT (VOEGING) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

A. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

E K S E K U S I (P E R D A T A)

BAB I PENDAHULUAN. sehingga munculah sengketa antar para pihak yang sering disebut dengan

BAB III EKSEKUSI NAFKAH IDDAH DAN MUT AH. A. Prosedur dan Biaya Eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan

SKRIPSI PENGINGKARAN PUTUSAN PERDAMAIAN OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam. merupakan salah satu modal pembangunan yang mempunyai nilai strategis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara. aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBG.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

E K S E K U S I Bagian I Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) (Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Karyawan)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL/ STANDARD OPERATING PROCEDURES ( SOP)

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

E K S E K U S I Bagian II Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB VI ANALISIS DATA. PELAKSANAAN EKSEKUSI HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PERDATA NO 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. putusan yang saling bertentangan. Kata kunci: eksekusi, noneksekutabel

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. didirikan dengan berbagai layanan, mulai dari pengiriman barang secara

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. Terlebih-lebih di saat sekarang ini, di mana kondisi perekonomian yang tidak

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

Drs. Munawir, SH., M.Hum

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

BAB I PENDAHULUAN. berderet mulai dari Semanggi, Pasar Kliwon, Sangkrah, hingga Gandekan. ekonomi lemah dengan tingkat pendidikan yang cukup rendah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

ADMINISTRASI PERKARA KEPANITERAAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan

Petugas / Penanggung Jawab. Waktu Penyelesaian. Ket. No Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Banyak permasalahan yang berlatar belakang pada sengketa perdata yang disebabkan oleh karena salah satu pihak merasa dirugikan akibat hak-haknya dilanggar oleh pihak lain. Demi mempertahankan hakhaknya tersebut, pihak yang merasa dirugikan mengajukan gugatan agar memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri sehingga dapat diperoleh keputusan yang jelas atas sengketa yang terjadi. Dalam mempertahankan hak-hak tersebut dengan didasarkan pada putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka untuk mendapatkan hak-hak tersebut sebagai suatu perintah untuk melakukan eksekusi dapat segera dilaksanakan sebagai pelaksanaan daripada putusan pengadilan. Sita eksekusi merupakan tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara. Biasanya tindakan sita eksekusi baru dilaksanakan setelah pihak tergugat dinyatakan kalah dalam proses persidangan, dan kemudian kedudukan tergugat berubah menjadi pihak tereksekusi. Kalau pihak yang kalah dalam perkara adalah penggugat maka lazimnya bahkan menurut logika-pun tidak ada eksekusi terhadap pihak penggugat. Hal ini sesuai dengan sifat sengketa dan status para pihak dalam 1

2 suatu perkara. Pihak penggugat bertindak selaku yang meminta kepada pengadilan agar pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan suatu barang, mengosongkan rumah atau sebidang tanah, melakukan sesuatu, menghentikan sesuatu, atau membayar sejumlah uang. Hukuman-hukuman seperti itulah yang selalu terdapat dalam putusan, apabila gugatan penggugat dikabulkan pengadilan. Dan salah satu amar putusan yang demikianlah yang harus dipenuhi dan ditaati pihak tergugat sebagai pihak yang kalah. Tidak mungkin amar putusan penghukuman seperti itu dijatuhkan kepada pihak penggugat. Oleh karena itu, berbicara mengenai eksekusi putusan merupakan tindakan yang perlu dilakukan untuk memenuhi tuntutan penggugat kepada tergugat. Hal tersebut di atas, terhadap putusan untuk melakukan eksekusi sama dengan sita eksekusi, yang mana dilakukannya penyitaan suatu barang milik tergugat/tereksekusi setelah mendapat kekuatan hukum tetap yakni putusan pengadilan, sita eksekusi hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan surat perintah dari Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan penetapan tersebut. Lain lagi apa yang terjadi dalam Sita Jaminan, yang merupakan penyitaan terhadap barang milik tergugat selama masih dalam proses pemeriksaan perkara, dan hal ini yang menjadi perbedaan dengan sita eksekusi. Dengan demikian sita eksekusi hanya dilakukan untuk menyita suatu barang milik tergugat/tereksekusi yang kemudian dilakukan pelelangan terhadap barang sitaan tersebut, dan kemudian dilakukan pembayaran sejumlah uang untuk memenuhi kewajiban si tereksekusi

3 terhadap pemohon eksekusi berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Terhadap pelaksanaan sita eksekusi antara lain harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut : a. Tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah. Apabila tergugat (pihak yang kalah) tidak mau menjalankan putusan secara sukarela, atas permintaan yang menang (penggugat), tergugat dipanggil untuk diperingatkan. Sekiranya dia enggan menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah atau patut, padahal surat panggilan peringatan sudah disampaikan secara resmi, maka sejak tanggal tersebut Ketua Pengadilan Negeri sudah berhak secara ex officio memerintahkan tindakan sita eksekusi. Surat perintah sita eksekusi berbentuk surat penetapan, yang ditujukan kepada panitera atau juru sita. b. Tergugat tidak memenuhi putusan selama masa peringatan. Tenggang masa peringatan berdasarkan pasal 196 HIR paling lama 8 (delapan) hari. Bila tergugat tidak mau menjalankan pemenuhan putusan selama masa peringatan sesuai apa yang dihukumkan kepadanya, sejak tanggal tersebut Ketua Pengadilan Negeri secara ex officio tadi berwenang mengeluarkan surat perintah eksekusi. 1 Surat perintah pelaksanaan sita eksekusi yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri jika telah dikeluarkan, maka panitera dibantu oleh juru sita dan dua orang saksi dengan membawa surat perintah pergi ketempat penyitaan. Panitera dan juru sita menunjukan surat perintah kepada pihak-pihak ataupun pejabat yang bersangkutan, misalnya kepala desa, camat setempat. Berdasarkan surat perintah tersebut petugas eksekusi bertindak sebagai petugas umum (openbare ambtenaar, publik officer) yang menurut peraturan hukum wajib melakukan jabatan umum. 1 Harahap, M. Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta : Gramedia, 1989, halaman 68.

4 Pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan dengan penyitaan harta kekayaan milik pihak yang kalah oleh karena tidak mau menjalankan putusan tersebut, menurut ketentuan pasal 197 HIR 208-212 RBg, penyitaan dilakukan oleh panitera atau penggantinya dengan dibantu oleh 2 (dua) orang atau saksi memenuhi syarat menurut undang-undang, panitera atau penggantinya membuat berita acara (proces verbaal, processreport) tentang penyitaan itu yang ditandatanganinya dan saksi-saksi. Kepada orang yang barangnya disita diberitahukan maksud penyitaan apabila dia hadir. Penyitaan barang dapat juga dilakukan terhadap milik orang yang kalah dan kebetulan sedang berada dalam tangan orang lain, tetapi penyitaan itu tidak dapat dilakukan terhadap hewan dan barang yang dipakai menjalankan perusahaan. Terhadap barang yang akan disita dalam sita eksekusi, Panitera atau penggantinya berwenang untuk menetapkan bahwa barang yang disita akan dijual lelang oleh karena dilampaunya masa peringatan (aanmaning). Hal ini dilakukan sebagai penjamin jumlah uang yang akan dibayarkan kepada pihak penggugat dan dengan sendirinya dalam melunasi pembayaran jumlah uang tersebut dengan jalan menjual lelang harta kekayaan tergugat yang telah disita. Secara khusus apabila dilakukan penyitaan terhadap barang tidak bergerak, maka berita acara penyitaan diberitahukan terhadap umum. Jika barang tidak bergerak (onroerend goed, unmovable goods) sudah didaftarkan kepada kantor pendaftaran tanah, maka berita acara penyitaan diberitahukan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang

5 bersangkutan. Jika belum didaftarkan, berita acara penyitaan diumumkan oleh panitera atau penggantinya. Kemudian harus memerintahkan kepada Kepala Kelurahan agar mengumumkan mengenai penyitaan barang tidak bergerak tersebut ditempat itu (pasal 198 HIR, 213 RBg). 2 Terhadap obyek barang yang akan di sita berada diluar wilayah Pengadilan Negeri dimana penetapan sita eksekusi tersebut diputuskan, maka Pengadilan Negeri yang menjatuhkan penetapan tersebut membuat surat permohonan kepada Pengadilan Negeri dimana obyek barang yang akan disita eksekusi itu berada dan meminta Pengadilan Negeri tersebut memberikan penetapan untuk dilakukan sita eksekusi terhadap obyek barang yang akan di sita berdasarkan penetapan dari Pengadilan Negeri yang memutuskan penetapan untuk dilakukannya sita eksekusi terhadap obyek barang di wilayahnya. Sebagai contoh, Pengadilan Negeri Surakarta memutuskan penetapan dilakukannya sita eksekusi terhadap obyek barang tergugat yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali, pada kasus yang demikian, sebelum dilaksanakannya sita eksekusi, Pengadilan Negeri Surakarta mengajukan surat permohonan kepada Pengadilan Negeri Boyolali untuk diberi ijin dan memohon dibuatkan penetapan dari Pengadilan Negeri Boyolali yang didasarkan pada penetapan Pengadilan Negeri Surakarta untuk melakukan sita eksekusi terhadap obyek barang yang akan di sita eksekusi, maka pihak Pengadilan Negeri Boyolali berdasarkan Penetapan 2 Ibid, halaman 199.

6 Sita Eksekusi Pengadilan Negeri Surakarta, kemudian melakukan sita eksekusi obyek barang yang diminta oleh Pengadilan Negeri Surakarta secara bersama-sama dengan instansi terkait dan kemudian didaftar lelangkan ke Kantor Lelang Negara untuk dilakukan pelelangan obyek barang yang di sita eksekusi tersebut, jika obyek barang yang di sita eksekusi berwujud tanah maka pihak Pengadilan Negeri Boyolali wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah bahwa akan dilakukan sita eksekusi terhadap tanah yang berada di wilayahnya. Menurut ketentuan pasal 30 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Peraturan Pendaftaran Tanah, yang menyebutkan bahwa, yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke Pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari Pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal yang disengketakan serta mencatat didalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut. Dengan demikian Panitera Pengadilan Negeri wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah perihal wilayah obyek sita berada, sehingga putusan/penetapan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tersebut untuk dilaksanakan mengenai hak atas tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya, dan pada keadaan demikian status obyek sita dinyatakan dalam keadaan sita atau stasus quo, sehingga terhitung sejak penyitaan barang itu diumumkan kepada umum, pihak yang barangnya disita tidak boleh memindah tangankan, membebani, menyewakan barang tersebut kepada orang lain.

7 Dari paparan tentang eksekusi di atas, penulis berkeinginan mengangkat masalah sita eksekusi dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul : PROSES PELAKSANAAN SITA EKSEKUSI TERHADAP OBYEK SITA EKSEKUSI YANG BERADA DI LUAR WILAYAH PENGADILAN NEGERI SURAKARTA. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali? 2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali? 3. Bagaimana penyelesaian terhadap hambatan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan sita eksekusi terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali.

8 2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. 3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian terhadap hambatan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan sita eksekusi terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian skripsi ini adalah : 1. Bagi Penulis Untuk menambah pengetahuan tentang proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. 2. Bagi Masyarakat Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat jika mengalami proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Memberikan kontribusi terhadap ilmu hukum Perdata tentang proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali.

9 E. METODE PENELITIAN Dengan suatu metode penelitian diharapkan mampu untuk menemukan, merumuskan, menganalisis, maupun memecahkan masalahmasalah dalam suatu penelitian dan agar data-data yang diperoleh lengkap, relevan, akurat, dan reliabel, diperlukan metode yang tepat yang dapat di andalkan (dependable). Maka penulis gunakan metode penelitian : 1. Metode Pendekatan. Pada penelitian ini menggunakan/berdasarkan pendekatan Pada penelitian ini menggunakan/berdasarkan pendekatan Yuridis Sosiologis 3, yang dalam perspektif yuridis mempunyai maksud mengungkapkan legalitas berupa aturan-aturan asas hukum, aspek hukum tentang proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali, dan dalam perspektif empiris dimaksudkan untuk mengetahui hambatan-hambatan dan penyelesaiannya dalam pelaksanaan sita eksekusi yang obyeknya berada diluar wilayah Pengadilan Negeri Surakarta tersebut. 3 Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Pendekatan Yuridis Sosiologis adalah suatu pendekatan dimana untuk menjelaskan sejauhmana suatu peraturan hukum itu benar-benar ditaati oleh masyarakat atau apabila desertasi itu hendak menjelaskan sebab-sebab penyimpangan yang terjadi dalam perilaku anggota masyarakat dari peraturan hukum yang telah ditentukan, atau hendak meneliti kesadaran hukum masyarakat, dan masalah hukum lainnya yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan social-budaya masyarakat, dikutip dari buku Hartono, Sunaryati., 1994, Penelitian Hukum diakhir Abad 20, Bandung : Alumni, halaman 24.

10 2. Jenis Penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif, 4 dengan menggunakan jenis penelitian ini, penulis ingin memberi gambaran seteliti mungkin secara sistematis dan menyeluruh tentang proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. 3. Bahan Hukum Penelitian a. Penelitian Kepustakaan Untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari dan menganalisa bahan hukum. Dalam penelitian kepustakaan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bahan yaitu : 1) Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari : a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer); b) Het Herzeine Indische Reglemen (HIR); c) UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum yang terdiri dari buku-buku yang membahas tentang sita eksekusi. 4 Penelitian Deskriptif adalah dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya., Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, halaman 10.

11 3) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu kamus hukum. b. Penelitian Lapangan 1) Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta dan di Pengadilan Negeri Boyolali. 2) Subyek Penelitian Hakim yang pernah menangani perkara hingga sampai pada proses pelaksanaan sita eksekusi. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan Yaitu untuk mengumpulkan data sekunder yang dilakukan dengan mengacu pada 3 (tiga) bahan hukum diatas dengan pokok permasalahan tentang proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. b. Penelitian Lapangan Data yang diperoleh dari hasil penelitian secara langsung pada obyek penelitian adalah dengan cara :

12 1) Observasi (pengamatan) Yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung yang berkaitan dengan masalah pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. 2) Interview (wawancara) Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung atau tertulis dengan responden. 3) Questioner Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara tidak langsung atau tertulis dengan responden. c. Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini menggunakan teknik non random sampling (purposive sampling) artinya tidak semua individu dipakai/ diwawancarai, dalam hal ini adalah hanyalah hakim yang pernah memeriksa, mengadili dan memutus perkara sita eksekusi. 5. Analisis Data Dari data yang diperoleh dalam penelitian ini, didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada, selanjutnya akan dipadukan dengan pendapat responden (narasumber), kemudian dilakukan analisis secara kualitatif dengan mengungkapkan dan mengambil kebenaran yang diperoleh dari peraturan-peraturan tentang

13 penyelesaian perkara hingga dilakukannya sita eksekusi, dan mencari atau menemukan pemecahannya. Dan akan ditarik suatu kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada. F. SISTEMATIKA SKRIPSI Untuk lebih mengetahui dan mempermudah dalam memperoleh gambaran dalam hasil skripsi ini, maka secara umum penulis mengemukakan urutan (sistematika) skripsi seperti dibawah ini : BAB I : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH B. PERUMUSAN MASALAH C. TUJUAN PENELITIAN D. MANFAAT PENELITIAN E. METODE PENELITIAN F. SISTEMATIKA SKRIPSI BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN SITA EKSEKUSI B. PENGERTIAN SITA EKSEKUSI TERHADAP OBYEK SITA EKSEKUSI YANG BERADA DILUAR WILAYAH PENGADILAN NEGERI YANG MENGELUARKAN PENETAPAN C. OBYEK-OBYEK YANG DAPAT DILAKUKAN SITA EKSEKUSI

14 D. PIHAK-PIHAK DALAM SITA EKSEKUSI E. PROSES PELAKSANAAN SITA EKSEKUSI TERHADAP OBYEK SITA EKSEKUSI YANG BERADA DILUAR WILAYAH PENGADILAN NEGERI YANG MENGELUARKAN PENETAPAN F. PIHAK-PIHAK YANG MENJALANKAN SITA EKSEKUSI BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Dokumen Penetapan Nomor 21/Eks/1998/PN. Ska. 2. Surat Pendelegasian Nomor W9.Dv.HT.04.10-1934. 3. Dokumen Penetapan Nomor 5/Pdt.Del.Eks/1998/ PN.Bi.jo 21/Eks/1998/PN.Ska. B. PEMBAHASAN 1. Proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. 2. Hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta

15 terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. 3. Penyelesaian terhadap hambatan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap obyek sita eksekusi yang berada di wilayah Pengadilan Negeri Boyolali. BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN