BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

dokumen-dokumen yang mirip
menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan martabat manusia, terutama masalah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Keberhasilan pembebasan..., Windarto, FISIP UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah. yang dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat satu

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan

: : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lesi Oktiwanti, 2014 Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB II TEORI MENGENAI WARGA BINAAN, SISTEM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN, DAN TEORI KRIMINOLOGI. 1. Pengertian Warga Binaan Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan arti mengetahui, persepsi (nalar) atau konsep tentang sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak adanya ketenangan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN TAHAP ASIMILASI: Solusi Terhadap Masalah-Masalah Pelaksanaan Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1995, yang didalamnya juga mencamtumkan 10 prinsip pemasyarakatan, kemudian beberapa hukum internasional seperti Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1955 telah mengeluarkan Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners atau Peraturan-Peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana. Tidak dipenuhinya secara ideal hakhak narapidana ini sesungguhnya merupakan efek kesekian dari begitu kompleksnya masalah yang ada dalam lembaga pemasyarakatan (Manting, L,2007) Salah satu akar masalah di kalangan internal Lapas (birokrasi) menjadikan ketenangan, keamanan sebagai ukuran atau parameter keberhasilan dan kinerja Lembaga pemasyarakatan, dimana pendekatan yang diterapkan dalam sistem kepenjaraan yaitu security approach semata yang berkarakter repressif dan punitif Jenis pendekatan inilah yang kemudian memberikan efek pengingkaran hak-hak dasar warga binaan sebagaimana tercantum dalam pasal 14 UU No 12 1995, ini masalah yang pertama. 20

Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofis retributif (Pembalasan), deterence (Penjeraan) dan resosialisasi, dalam pasal 2 Undang undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka, membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga diterima kembali dilingkungan masyarakat, dapat aktip berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar, sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, untuk tercapainya tujuan dari sistem pemasyarakatan tersebut diberikan program kepada narapidana berupa Pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga. Pada saat ini banyak terjadi pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana (residivis) yang sebelumnya dibebaskan karena memperoleh Pembebasan bersyarat dan mendapatkan Cuti mengnjungi keluarga, ini terlihat dari survei pendahuluan pada tahun 2007 dari 150 orang narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga, 50 orang narapidana kembali melakukan tindak pidana, bahkan terjadi perubahan kualitas narapidana, dari kasus kriminal biasa menjadi kasus narkoba, penyebab dari hal ini belum diketahui secara pasti, diberita media masa menyatakan lemahnya/gagalnya pembinaan Lapas walaupun belum didapat penyebab yang pasti.

Kerusuhan massal yang pernah terjadi di Lapas Klas 1 Medan yang melibatkan ratusan narapidana, dimana dalam kejadian tersebut enam orang narapidana meninggal dunia dan enam orang narapidana luka parah, perkelahian tersebut melibatkan dua kelompok besar narapidana, bahkan kerusuhan tersebut para narapidana sempat membakar gedung Lapas tepatnya diblok A, hal tersebut menimbulkan suatu kesan apakah sistem pembinaan yang masih kurang atau perilaku narapidana yang sulit untuk di rubah Beberapa Fenomena yang sering terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan adalah : Tumbuhnya kebiasaan-kebiasaan spesifik, seperti terbentuknya kelompok-kelompok narapidana, tumbuhnya sikap superior dan inferior di kalangan narapidana yang cenderung mengakibatkan terjadinya pelecehan dan penindasan, adanya perilaku mencurigai sesama narapidana, sehingga sering kali menimbulkan perkelahian antara narapidana. Perilaku seks para narapidana menyalurkan hasrat biologis menimbulkan polemik dalam tubuh Lapas sendiri. Ini karena seks merupakan kebutuhan biologis yang harus dipenuhi sebagai bagian dari kebutuhan pokok makhluk hidup. Status mereka sebagai narapidana tidak memungkinkan bertemu dengan pasangannya untuk melakukan hubungan. Kondisi tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya penyimpangan seksual seperti hubungan sesama jenis antar para narapidana. Penyediaan "fasilitas" dalam lingkungan Lapas dan rutan sebagai institusi pemenjaraan adalah salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meski

demikian, penyediaan fasilitas tersebut tidak dilegalkan dalam sebuah aturan, hanya merupakan kebijakan para petugas lapas. Narapidana juga membutuhkan hal itu dan pastinya merupakan pemasukan yang tidak sedikit bagi para petugas lapas yang menyediakan fasilitas tersebut. Semua itu adalah untuk kepentingan bersama para narapidana dan untuk kesejahteraan petugas lapas Sistem pemasyarakatan berasumsi bahwa warga binaan pemasyarakatan bukan saja obyek melainkan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas. Perihal yang harus diberantas adalah faktorfaktor yang dapat menyebabkan warga binaan pemasyarakatan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya untuk menyadarkan warga binaan pemasyarakatan agar menyesali perbuatannya, dan mengembangkannya menjadi warga binaan pemayarakatan yang baik, taat kepada hukum menjunjung nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman tertib dan damai. Sehubungan hal tersebut, agar warga binaan pemasyarakatan setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dapat hidup di dalam masyarakat secara baik dan bertanggung jawab, maka diperlukan upaya pemberdayaan yang dilaksanakan secara integral dan konprehensip (terpadu dan menyeluruh). Dalam hal ini pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan warga binaan pemasyarakatan agar dapat melaksanakan fungsinya, terutama dalam kaitannya

dengan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan dengan lingkungan masyarakatnya. Menurut Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, optimalisasi pemberian pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga, dinilai mampu merubah perilaku narapidana kearah yang lebih baik walaupun belum dapat dibuktikan secara empiris. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Peraturan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi keluarga, Penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruhnya terhadap perilaku narapidana khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : Sejauh mana pengaruh Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

1.3. Tujuan Penelitian adalah : Dari rumusan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini Untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana pengaruh Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan bagi manajemen lembaga pemasyarakatan 2. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pasca Sarjana, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen. 3. Sebagai tambahan pengetahuan dan menambah wawasan bagi peneliti dalam bidang ilmu manajemen, khususnya mengenai Pengaruh pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap perilaku narapidana di Lapas Kls I Medan. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama dimasa datang.

1.5. Kerangka Berpikir Menurut Susilo (1978), Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya (Suhardi, 2005) Pembebasan bersyarat dikenal di hampir semua sistem peradilan pidana. Sistem hukum di Inggris dan Amerika Serikat mengenalnya dengan sebutan parole. Belanda menyebutnya vervroegde invrijheidstelling. Di Indonesia, istilah yang dipakai dalam perundang-undangan berbeda-beda, sebagian besar menggunakan istilah pembebasan bersyarat, kecuali Undang-Undang Kejaksaan yang menyebutnya dengan lepas bersyarat. Secara umum, pembebasan bersyarat memberi hak kepada seorang narapidana untuk menjalani masa hukuman di luar tembok penjara. Syaratnya: hukuman yang dikenakan lebih dari sembilan bulan, sudah menjalani 2/3 masa hukuman, plus berkelakuan baik selama dalam masa pembinaan. Pasal 1 angka (7) PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyimpulkan: pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan Narapidana di luar Lapas setelah menjalani sekurang-kurang 2/3 masa pidana dari minimal 9 bulan. Intinya, yang berhak mendapat hak pembebasan bersyarat bukan Narapidana yang divonis hukuman kurungan.

Untuk pelaksanaan upaya tersebut maka pada tahun 1995 ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemasyarakatan dimana program integrasi dalam mempersiapkan narapidana untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat diatur di dalam pasal 14, yaitu antara lain mendapatkan Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, maupun Pembebasan bersyarat Program pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana memiliki intensitas waktu yang relatif lebih lama untuk mensosialisasikan dirinya di tengahtengah masyarakat dibandingkan dengan pemberian program integrasi lainnya, hal ini dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi individu narapidana yang bersangkutan untuk membuktikan dirinya bahwa program pembinaan yang diperoleh selama menjalani pidana telah merubah sikap dan perilakunya untuk menyatu kembali menjadi anggota masyarakat pada umumnya. Kondisi ideal tersebut adalah merupakan amanat dari Undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah untuk menegakkan keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam bukunya KUHP Serta Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, R. Soesilo menyebut pembebasan bersyarat bernilai edukatif, yaitu memberi kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya. Menurut Suryobroto ( 2006) Cuti Mengunjungi Keluarga adalah pemberian cuti bagi narapidana anak didik pemasyarakatan yaitu kesempatan berkumpul dengan keluarga ditempat kediamannya dimana lama cuti tersebut diatur oleh undangundang.

Menurut Kimberline (1994 ) menyatakan bahwa perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat istiadat, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi dan genetika, perilaku seseorang dikelompokkan kedalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku dianggab sebagai suatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, walaupun landasan hukum sebagai dasar pelaksanaan program Asimilasi dan integrasi sosial telah ada yaitu UU No 12/1995 tentang Pemasyarakatan, kedua program itu tidak maksimal dilaksanakan sehingga yang terjadi adalah inefisiensi anggaran negara. Oleh karena itu secara keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian Pembebasan bersyarat, Cuti Mengunjungi Keluarga dapat dilihat pada gambar 1.1.di bawah ini.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan PEMBEBASAN BERSYARAT PENGARUH CUTI MENGUNJUNGI KELUARGA PERILAKU NARAPIDANA Gambar 1.1. Alur Pikir Pengaruh Pembebasan Bersyarat, Cuti Mengunjungi Keluarga Terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 1.5.1. Kerangka Berpikir Pembebasan Bersyarat Perilaku Narapidana Cuti Mengunjungi Keluarga Gambar 1.2. Kerangka Berpikir

1.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka konspetual penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga berpengaruh terhadap perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.