BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

dokumen-dokumen yang mirip
PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) PURWODADI GROBOGAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

1 dari 8 26/09/ :15

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGAMATAN TERHADAP NARAPIDANA OLEH HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT STUDI KASUS DI LAPAS SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

III. METODE PENELITIAN. memperoleh data empiris melalui penelitian (Didi Atmadilaga,1997: 125).

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum terbentuk dan dimasyarakatkan dalam kehidupan manusia. Ia tidak begitu saja bekerja secara mekanis. Misalnya, ketika undang-undang diumumkan atau diberlakukan, undang-undang tersebut tidak saja dipatuhi atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu proses sosial dan budaya yang mapan dan evolusionis 1, meskipun kadangkadang ada yang revolusioner 2. Proses memasyarakatkan kaidah hukum dalam masyarakat atau sosialisai hukum, harus berlangsung secara wajar, diawali dari penalaran dan penularan dari lingkungan terkecil yang terdekat, kemudian berkembang sampai masyarakat majemuk yang luas. 3 Hukum pidana bekerja sebagai pranata yang mengatur masyarakat, dan mempunyai tugas untuk menentukan garis batas antara perbuatan yang dikualifikasi sesuai dengan hukum pidana dan perbuatan yang didiskualifikasi melawan hukum pidana. Terhadap perbuatan yang melawan hukum pidana diberikan ancaman pidana, dan oleh sebab itu berdasarkan kewenangan alat negara penegak hukum dapat diajukan tuntutan hukum dan keputusan menurut cara-cara tertentu sesuai dengan ancaman pidana yang berlaku. Seseorang (si pelanggar) yang dijatuhi putusan pidana penjara 1 Evolusionis adalah pandangan bahwa segala bentuk kehidupan, baik organisme maupun sosial dan budaya, berkembang secara lambat dari bentuk sederhana ke arah bentuk yang lebih sempurna ataupun lebih rumit, dalam Arti Kata.com, dalam http://artikata.com/arti-326925- evolusionisme.html, diakses Selasa, 22 April 2014, 10.07 WIB. 2 Ibid, Revolusioner adalah cenderung menghendaki perubahan secara menyeluruh dan mendasar. 3 Dedi Ismatullah, Psikologi Hukum, Bandung : Pustaka Setia, 2011, hal. 5. 1

2 berkedudukan sebagai narapidana. 4 Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Secara umum, RUTAN dan LAPAS adalah dua lembaga yang memiliki fungsi berbeda, fungsi Rutan secara umum adalah tempat tersangka/terdakwa ditahan sementara sebelum keluarnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap guna menghindari tersangka/terdakwa tersebut melarikan diri atau mengulangi perbuatannya sedangkan LAPAS mempunyai fungsi yang salah satunya tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Meski berbeda pada prinsipnya, RUTAN dan LAPAS memiliki beberapa persamaan yaitu baik RUTAN atau LAPAS merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hukuman membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih berat dari kurungan karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun pidana kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian. 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dalam penjelasan umumnya memuat pernyataan bahwa tujuan pemidanaan adalah 4 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogakarta : Universitas Gadjah Mada, 1986, hal. 92. 5 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal. 108.

3 upaya untuk menyadarkan narapidana dan anak pidana 6 untuk menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai. 7 Selain itu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tenteng Pemasyarakatan juga mengatur hak-hak tertentu bagi seorang narapidana. Pasal 14 ayat (1) Narapidana berhak : a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. menyampaikan keluhan; f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. mendapatkan pembebasan bersyarat; l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan di atas, bahwa salah satu hak dari narapidana adalah memperoleh pembebasan bersyarat. Pelaksanaan hukuman penjara dikenal dengan pembebasan bersyarat sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 15 ayat (1) KUHP yang berbunyi 6 Menurut Pasal 1 angka 8 (a) Undang-ndang Nomor 12 taun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun 7 Sudaryono dan Natangsa Surbakti, Hukum Pidana, Surakarta : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005, hal. 320.

4 Orang yang dihukum penjara, apabila telah lewat 2/3 dari waktu hukuman yang sebenarnya dan pula paling sedikit sembilan bulan dari waktu tersebut telah berlalu, dapat dibebaskan dengan syarat. 8 Sedangkan Pembebasan bersyarat menurut Pasal 1 huruf b Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasarkan Pasal 15 dan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 14, 22, dan Pasal 29 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Di Indonesia di antara tahun 2013 2014 telah ada 900 narapidana kasus narkotika yang memohon pembebasan bersyarat. 9 Pembebasan bersyarat yang akhir-akhir ini menjadi sorotan media adalah pembebasan bersyarat kepada Schapelle Leigh Corby terpidana yang dihukum 20 tahun penjara dan mendekam di Lapas Kerobokan, Bali. Ia dipenjara karena hendak menyelundupkan 4,1 kg ganja ke Bali. Ia ditangkap saat kedapatan membawa obat terlarang di dalam tasnya di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Indonesia, pada 8 Oktober 2004. Kepala Divisi Balai Pemasyarakatan Bali Sunar Agus mengatakan, alur pembebasan Corby akan disamakan dengan narapidana lain yang mendapatkan pembebasan bersyarat. Alur pembebasan bersyarat yang akan dilalui Corby yaitu, pertama, setelah Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat 8 Leden Marpaung, Op. Cit. Hal. 109. 9 Kompas Dian Maharani, Jumat, 7 Februari 2014, 15:43 WIB : Schapelle Corby Dapat Pembebasan Bersyarat, dalam http://nasional.kompas.com/read/2014/02/07/1543481/schapelle.corby.dapat.pembebasan.bersy rat,diakses Jum at, 6 Juni 2014. 10.55 WIB.

5 dari Kementerian Hukum dan HAM diterima oleh pihak Lapas Kerobokan Denpasar, Corby akan segera dikeluarkan dari dalam penjara dan diantar menuju Kejaksaan Negeri Denpasar yang terletak di Jalan Sudirman, Denpasar, dengan pengawalan pihak lapas dan kepolisian. Di sana Corby akan diserahterimakan oleh pihak lapas kepada Kejaksaan Negeri Denpasar. Selanjutnya Kejaksaan Negeri-lah yang bertugas mengawasi Corby selama ia berada di luar penjara. Kedua, Corby akan diantar menuju Balai Pemasyarakatan Denpasar yang terletak di Jalan Ken Arok, Denpasar. Pihak Balai Pemasyarakatan bertugas memberikan bimbingan kepada narapidana seperti halnya Corby agar dapat menjalani hidup dengan baik di tengah masyarakat. Balai Pemasyarakatan juga bertugas memonitor Corby minimal satu bulan sekali selama ia berada di luar penjara hingga yang bersangkutan secara resmi dibebaskan. Dan ketiga, setelah melalui bimbingan dari Balai Pemasyarakatan Denpasar, hari itu juga Corby dapat diantar menuju rumah keluarganya. Namun, hingga saat ini, belum jelas ke mana keluarga akan membawa Corby karena kakak Corby, Mercedes Corby, sudah tidak menempati rumah yang biasa ditinggalinya di Jalan Pantai Kuta, Bali. 10 Pihak Lembaga Pemasyarakatan yang mengusulkan pada Menteri Kehakiman bagi seseorang selain karena dinilai telah berkelakuan baik selama pembinaan, dan telah memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1), untuk mendapatkan keputusan pemberian 10 Kompas.com, Eviera Paramita Sandi, Minggu, 9 Februari 2014, 15:27 WIB : Ini Alur Pembebasan Bersyarat Corby, dalam http://regional.kompas.com/read/2014/02/09/1527427/ini.alur.pembebasan.bersyarat.corby, diakses Jum at, 6 Juni 2014, 11.22 WIB.

6 pembebasan bersyarat, juga didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain: 1. sifat tindak pidana yang dilakukan; 2. pribadi dan riwayat hidup (latar belakang keidupan) narapidana; 3. kelakuan narapidana selama pembinaan; 4. kemungkinan-kemungkinan untuk medapatkan pekerjaan setelah ia dibebaskan; 5. penerimaan masyarakat di mana ia akan bertempat tinggal. 11 Dengan demikian dari salah satu contoh pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Corby merupakan suatu hak yang sepenuhnya telah di atur dalam perundang-undangan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu maka narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Purwodadi Grobogan dengan judul penelitian PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) PURWODADI GROBOGAN B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. 11 Adami Chazawi, PELAJARAN HUKUM PIDANA 1 Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2011, hal. 62.

7 Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan? 2. Apa hambatan-hambatan pelaksanaan pembebasan bersyarat di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan? 3. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan. 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan pembebasan bersyarat di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan.

8 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat: 1. Untuk menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman penulis guna pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat, khususnya pegawai Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan dan Balai Pemasyarakatan mengenai Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat. 3. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

9 E. Kerangka Pemikiran Perawatan Pendidikan Kesehatan Pendapat Media Upah Hak Narapidana Pasal 14 ayat (1) UU No 12 tahun 1995 tentang Permasyarakatan Kunjungan Remisi Asimilasi Pembebasan Bersyarat Hak-hak lain Pelaksanaan : - KUHP - KUHAP Hambatan Upaya Penanggulangan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian di RUTAN, karena di Purwodadi tidak adanya Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) melainkan hanya terdapat Rumah Tahanan Negara (RUTAN).

10 Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada orang lain, serta mengembangkan rasa tanggungjawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi lihur dan bermoral tinggi. 12 Hak narapidana yang terwujud pembinaan narapidana tidak selalu dilaksanakan di dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahananan Negara tetapi juga dapat dilaksanakan pembinaan diluar Lembaga Pemasayarakatan atau Rumah Tahanan Negara seperti salah satunya adalah pembebasan bersyarat bagi narapidana, menurut Pasal 1 huruf b Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1999 te,ntang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasarkan Pasal 15 dan Pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Pasal 14, 22, dan Pasal 29 Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana merupakan salah satu hak narapidana sesuai yang tertuang dalam Pasal 14 huruf k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sehingga dalam pelaksanaan 12 Bambang Poernomo, Op.Cit., hal. 187.

11 pemberian pembebasan bersyarat timbul hambatan-hambatan dalam praktiknya, misalnya prosedur pengusulan pembebasan bersyarat terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama untuk sampai mendapatkan keputusan diterima atau ditolak, kemudian melanggar hukum disiplin dalam LAPAS/RUTAN yang menyebabkan narapidana tersebut terancam gagal mendapatkan pembebasan bersyarat dan untuk itu upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan pembebasan bersyarat harus terselesaikan secara baik agar hak narapidana dalam mendapatkan pembebasan bersyarat benar-benar terjamin dengan baik dalam pelaksanaannya. F. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan menganalisanya. Dalam melakukan penelitian hukum seyogyanya selalu mengikatkan dengan makna yang mungkin dapat diberikan kepada hukum. 13 Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal maka peneliti menggunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Yang dimaksud dalam perspektif yuridis yaitu mengacu terhadap perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang- 13 Kudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004, hal. 3.

12 Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, sedangkan dalam perspektif empiris yaitu mengacu terhadap pelaksanaannya yaitu pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan 2. Jenis Penelitian Penulis dalam melakukan penelitian menggunakan penelitian deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. 14 Dengan demikian penelitian dapat dilakukan dengan baik dan mendapatkan hasil penelitian sesuai yang diinginkan dalam mengkaji pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana. 3. Lokasi Penelitian Untuk kepentingan identifikasi dan analisis akan dilaksanakan pengumpulan data dengan mengadakan penelitian di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan, dikarenakan rumah peneliti yang dekat dari lokasi penelitian tersebut, sehingga penelitian dapat mudah dilakukan. 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hal. 10.

13 4. Jenis Data dan Sumber Data Data penelitian terdiri dari dua jenis data: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan. 15 Sumber data primer dalam penelitian ini adalah petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dan narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purwodadi Grobogan. b. Data Sekunder Data sekunder, antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya. 16 Data Sekunder terdiri atas : 1) Bahan Hukum Primer Dalam penelitian ini bahan primer yang penulis gunakan adalah bahan hukum yang mengikat dan berkaitan langsung dengan objek penelitian, yang meliputi : a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 15 Ibid, hal. 12. 16 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 12.

14 d) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. e) Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01- PK.04.10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. f) Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu Sebagai Rumah Tahanan Negara. g) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan. c. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang digunakan untuk menjelaskan bahan hukum primer. Dalam penelitian ini, yang digunakan penulis sebagai bahan hukum sekunder antara lain Jurnal, Skripsi, Buku-Buku tentang pembebasan bersyarat dan buku-buku tentang Rumah Tahanan Negara (RUTAN) d. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier merupakan bahan yang digunakan sebagai pelengkap dari bahan hukum primer dan bahan

15 hukum sekunder. Seperti, kamus, web site internet yang ada kaitannya dengan pelaksanaan pembebasan bersyarat. 5. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan membaca dan mempelajari buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana. b. Penelitian Lapangan Dilakukan dengan cara wawancara, yaitu cara untuk memperoleh informasi atau data dengan cara melakukan interaksi tanya jawab secara langsung kepada petugas RUTAN di Rumah Tahanan Negara Purwodadi Grobogan. 6. Metode Analisis Data Penulis menggunakan metode analisis data kualitatif 17 yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan literatur yang ada atau teori-toeri tentang pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana dan juga memperhatikan penerapannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif. 17 Data kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis, (gambar dan foto) atau bentuk-bentuk non angka lain, dalam Buku M Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007 hal.133.

16 G. Sistematika Skripsi Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami dan mudah dimengerti oleh para pembaca, maka skripsi ini disusun secara sistematika. Adapun perincian sistematikanya akan penulis sajikan dalam empat bab. Dalam bab I pendahuluan ini menyantumkan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Tinjauan pustaka menjadi judul bab II yang didalamnya menyantumkan tentang tinjauan umum tentang Sistem Peradilan Pidana yang mencakup pengertian sistem peradilan pidana, dan tujuan sistem peradilan pidana. Tinjauan umum tentang narapidana yang mencakup pengertian narapidana dan hak-hak narapidana. Tinjauan umum tentang pembebasan bersyarat yang mencakup pengertian pembebasan bersyarat dan syarat-syarat pembebasan bersyarat. Tinjauan umum tentang rumah tahanan negara yang mencakup pengertian rumah tahanan negara. Dalam bab III ini penulis memaparkan hasil penelitian dan membahas pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana di rumah tahanan negara purwodadi, mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat tersebut serta upaya dalam mengatasi hambatan pelaksanaan pembebasan bersyarat tersebut. Bab IV sebagai penutup diisi dengan kesimpulan dan saran.