AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
KONTRIBUSI AGROFORESTRI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN MASYARAKAT PENGELOLA HUTAN KEMASYARAKATAN DI SESAOT LOMBOK

Dampak Pendampingan Terhadap Penghidupan Petani Agroforestri di Sulawesi Selatan

Dampak Pendampingan Terhadap Penghidupan Petani Agroforestri di Sulawesi Tenggara

KUALITAS, KUANTITAS DAN PEMASARAN KOPI ARABIKA DARI KEBUN AGROFORESTRI DI KABUPATEN BANTAENG, SULAWESI SELATAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN AGROFORESTRY MILIK MASYARAKAT DI WILAYAH DAS CIMUNTUR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

PERAN PENYULUHAN AGROFORESTRI DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PEDESAAN DI SULAWESI TENGGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon, buah-buahan dan atau

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MOTIVASI PETANI DALAM KEGIATAN PENYULUHAN PENGELOLAAN KEBUN AGROFORESTRY : PEMBELAJARAN DARI KABUPATEN BANTAENG DAN BULUKUMBA, SULAWESI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

: Motivasi Petani dalam Kegiatan Penyuluhan Pengelolaan Kebun Agroforestri: Pembelajaran dari Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba, Sulawesi Selatan

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

Strategi mata pencaharian dan dinamika sistem penggunaan lahan di Sulawesi Selatan

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah

Pemantauan dan Evaluasi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

PEMBIBITAN SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PENGHIDUPAN PETANI AGROFORESTRY SULAWESI TENGGARA : POTENSI DAN TANTANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

Studi kasus (lanjutan)

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENDAPATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN SUMBERJAYA, KABUPATEN LAMPUNG BARAT, PROPINSI LAMPUNG

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

Seminar Nasional Agroforestri 5, Ambon, November 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Transkripsi:

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office Email: n.khususiyah@cgiar.org ABSTRAK Perubahan iklim, permasalahan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat merupakan satu kejadian yang saling berhubungan. Dalam jangka panjang perubahan iklim akan berdampak sangat serius bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Negara miskin di daerah tropis adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, apalagi masyarakat yang sangat bergantung pada sumberdaya alam hayati sebagai mata pencaharian. Tekanan akan ketersediaan lahan akibat pertumbuhan penduduk juga menjadi faktor pemicu menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat miskin. Agroforestry yang mengintegrasikan berbagai jenis tanaman, dari tanaman setahun hingga tanaman tahunan pada sebidang lahan menjadi alternatif penggunaan lahan yang dipilih masyarakat dengan lahan terbatas, karena dianggap mampu memberikan pendapatan secara berkesinambungan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantaeng, Propinsi Sulawesi Selatan melalui survei rumah tangga di dua desa, yaitu desa yang menerapkan pola agroforestry dan yang tidak menerapkan pola agroforestry ( non agroforestry ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan luas lahan hampir sama, petani yang menerapkan agroforestry memperoleh pendapatan jauh lebih besar dibandingkan dengan petani non agroforestry, yaitu sebesar Rp. 23.849.300 per tahun dan Rp 13.011.750 per tahun. Demikian juga dengan pendapatan per kapita per hari, yaitu Rp. 18.000 (US$ 2,05) untuk petani agroforestry dan Rp. 8.500 (US$ 0.96) untuk petani non agroforestry. Selain meningkatkan pendapatan petani, pola agroforestry mampu meningkatkan serapan karbon sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan pola monokultur berbasis kayu, yaitu 52 ton ha -1 pada agroforestry kompleks dan 27 ton ha -1 untuk monokultur berbasis kayu dan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan monokultur tanaman semusim yaitu 2 ton ha -1. Kata kunci : Agroforestry, lingkungan, pendapatan masyarakat, serapan karbon I. PENDAHULUAN Petani miskin adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena seringnya menghadapi bencana seperti kekeringan atau banjir, serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan kehilangan mata pencaharian. Terlebih, petani miskin yang mengusahakan budidaya tanaman monokultur atau sejenis. Dalam jangka pendek tanaman sejenis memberikan manfaat ekonomi cukup berarti bagi masyarakat miskin karena langsung dapat dinikmati. Oleh karena itu, para petani miskin justru sering kali memilih mata pencaharian yang memberikan manfaat ekonomi dalam jangka pendek tanpa mempertimbangkan jangka panjang keberkelanjutan mata pencaharian tersebut dan lingkungannya. Agroforestry yang secara umum dikenal sebagai kebun campur dengan komponen tanaman tahunan dan semusim merupakan suatu pengelolaan lahan yang dapat ditawarkan sebagai suatu strategi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat miskin yang memiliki lahan dan modal terbatas, tetapi dapat meningkatkan mata pencaharian dan manfaat lingkungan secara berkelanjutan. Sebagai contoh, agroforestry kopi yang diterapkan oleh para petani kecil di Lampung, Sumatera dapat menyediakan jasa lingkungan dan secara bersamaan meningkatkan kesejahteraan petani (Van Noordwijk et al. 2004). Penelitian ini bertujuan untuk menilai manfaat agroforestry sebagai mata pencaharian yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan di Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri ke-5 359

II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penggabungan dari aspek ekonomi (kesejahteraan masyarakat) dan ekologi (keberlanjutan lingkungan) dengan indikator luas kepemilikan lahan. pendapatan per kapita dan kontribusi pendapatan dari berbagai komponen mata pencaharian untuk kesejahteraan masyarakat dan cadangan karbon untuk keberlanjutan lingkungan. Penelitian aspek ekonomi dilakukan pada dua desa dengan sistem pengelolaan lahan yang berbeda di Kabupaten Bantaeng. Propinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1), yaitu desa yang didominasi oleh sistem pengelolaan lahan berupa ladang jagung yang disebut sebagai petani non agroforestry dan desa yang didominasi oleh pengelolaan lahan berupa kebun campur, yang disebut sebagai petani agroforestry. Survei rumah tangga melalui wawancara dengan panduan kuisioner terhadap 60 rumah tangga petani yang terbagi menjadi: 30 rumah tangga petani non agroforestry dan 30 rumah tangga petani agroforestry yang dipilih secara acak (random sampling) dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kepemilikan lahan, pendapatan dari sistem pengelolaan lahan yang dimiliki dan pengeluaran rumah tangga. Dalam setiap rumah tangga suami dan istri diwawancara secara bersama-sama untuk memperoleh data yang lebih akurat. Gambar 1. Lokasi Penelitian Pengukuran biomasa pohon untuk menduga cadangan karbon pada penggunaan lahan berupa agroforestry dan kebun monokultur dilakukan di Kabupaten Bantaeng dengan menggunakan metode RaCSA (Rapid Carbon Stock Assessment) merujuk pada (Hairiah et al. 2011). Petak contoh berukuran 5 m x 40 m dalam petak 20 m x 100 m sebanyak 10 buah, yang terdiri dari 6 petak pada agroforestry dan 4 petak pada monokultur tanaman tahunan dibuat untuk mengamati semua jenis pohon. Pohon berdiameter antara 5-30 cm diukur pada petak 5 m x 40 m dan pohon berdiameter lebih dari 30 cm diukur pada petak m x 100 m. Persamaan allometri digunakan untuk mengitung biomassa pohon, dan selanjutnya biomasa pohon ditransformasikan ke dalam cadangan carbon berdasarkan kandungan karbon biomasa sebanyak 47%. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Distribusi Kepemilikan Lahan Rata-rata kepemilikan lahan dari rumah tangga petani agroforestry adalah 1,02 ha, sementara petani non agroforestry 1,34 ha. Namun. apabila dilihat secara rinci terhadap lahan yang dikelola oleh petani non agroforestry adalah hampir sama dengan petani agroforestry yaitu 1,05 ha yang terdiri dari agroforestry berbasis buah-buahan 0,14 ha, agroforestry berbasis kakao 0,05 ha dan ladang jagung 0,86 ha. Sementara sisanya. yaitu 0,29 ha berupa semak belukar yang belum dikelola (Gambar 2). Berdasarkan pada pemanfaatan lahan, terlihat jelas bahwa petani agroforestry cenderung memanfaatkan lahannya yang relatif lebih sempit untuk diversifikasi tanaman, sedangkan petani 360 Prosiding Seminar Nasional Agroforestri ke-5

Kepemilikan lahan (Ha) non agroforestry cenderung tidak melakukan diversifikasi penggunaan lahan meskipun lahan yang dimiliki lebih luas. Pola diversifikasi penggunaan lahan pada petani yang memiliki lahan sempit dilakukan dengan mengkombinasikan antara tanaman semusim yaitu sawah sebagai strategi penyediaan pangan rumah tangga dengan tanaman berbasis pohon yaitu kakao, cengkeh, kopi dan buah-buahan sebagai strategi untuk menghasilkan pendapatan. 100% 80% 60% 40% 20% 0% 1.34 1.02 0.29 0.65 0.86 0.20 Non agroforestri Agroforestri Semak belukar Agroforestri kopi Agroforestri cengkeh Agroforestri buah-buahan Agroforestri coklat Ladang jagung Sawah Gambar 2. Rata-rata distribusi kepemilikan lahan pada petani non agroforestry dan agroforestry B. Sumbangan agroforestry terhadap pendapatan petani Pada luasan pemanfatan lahan yang hampir sama, yaitu 1,02 ha untuk petani agroforestry dan 1,05 ha untuk petani non agroforestry pendapatan dari kedua sistem tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan. Petani agroforestry memperoleh pendapatan hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan petani non agroforestry, yaitu Rp. 23.849.300 per tahun dan Rp 13.011.750 per tahun. Sumbangan pendapatan dari sistem agroforestry pada petani agroforestry mencapai 45%, sedangkan pada petani non agroforestry adalah setengahnya, yaitu 22%. Sektor non pertanian merupakan sumber mata pencaharian yang memberikan sumbangan cukup besar pada pendapatan masyarakat, baik untuk petani agroforestry maupun non agroforestry, yaitu 44% dan 50% (Gambar 3). Secara lebih rinci, sumbangan masing-masing pola pengelolaan lahan untuk petani agroforestry dan non agroforestry disajikan pada Tabel 1. Pada petani agroforestry sumber terbesar diperoleh dari agroforestry berbasis buah-buahan yaitu 29,5%, sedangkan pada petani non agroforestry dari ladang jagung sebesar 28%. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri ke-5 361

Komposisi pendapatan petani 100% 80% 60% 40% 20% non pertanian agroforestry tanaman pangan 0% non agroforestry Kelompok petani agroforestry Gambar 3. Komposisi pendapatan petani dari sistem agroforestry, tanaman pangan ( non agroforestry ) dan non pertanian Tabel 1. Distribusi Pendapatan Petani Agroforestri dan non Agroforestri Sumber Pendapatan Rata-rata pendapatan per rumah tangga petani non agroforestry agroforestry Rupiah % Rupiah % 1. Pertanian tanaman pangan 3.688.182 28,3 2.578.933 10,8 Sawah 0 0 2.519.550 10,6 Ladang jagung 3.688.182 28,3 59.383 0,2 2. Sistem Agroforestry 2.859.101 21,9 10.776.052 45 Agroforestry kakao 284.208 2,2 153.817 0,6 Agroforestry buah-buahan 334.467 2,6 7.045.085 29,5 Agroforestry cengkeh 0 0 2.179.617 9,1 Agroforestry kopi 1.059.110 8,1 5.550 0 Pertanian lainnya 511.383 3,9 507.983 2,1 Kayu bakar 669.933 5,1 884.000 3,7 2. Non pertanian 6.464.467 49,7 10.494.300 44 Upahan 1.582.133 12,2 2.292.667 9,6 Usaha 636.667 4,9 3.186.000 13,4 Profesional 454.000 3,5 1.390.667 5,8 Lainnya 1.111.667 8,5 3.131.633 13,1 Kiriman 2.680.000 20,6 493.333 2,1 3. Total pendapatan per tahun 13.011.750 23.849.285 Apabila dilihat dari nilai uang, pada luasan 0,65 ha agroforestry berbasis buah-buahan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 7.045.085, sementara dengan luasan 0,85 ha ladang jagung menghasilkan pendapatan setengahnya, yaitu Rp. 3.688.182. Hal ini membuktikan bahwa secara ekonomi pola agroforestry berbasis pohon buah-buahan memberikan manfaat lebih tinggi bila dibandingkan dengan pola monokultur tanaman semusim. 362 Prosiding Seminar Nasional Agroforestri ke-5

Pendapatan per kapita per hari (Rp) Tidak hanya pendapatan rumah tangga petani, tetapi pendapatan per kapita per hari untuk petani agroforestry juga dua kali lebih tinggi dibandingkan petani non agroforestry, yaitu Rp.18.000 (US$ 2,05) dan Rp.8.500 (US$ 0,96); dengan nilai tukar rupiah tahun 2010, US$ 1 = IDR 9.000 (Gambar 4). 20000 18,034 15000 10000 8,491 5000 0 Non agroforestry Agroforestry Gambar 4. Pendapatan per kapita per hari pada kelompok petani non agroforestry dan agroforestry C. Sumbangan tiap komoditas agroforestry terhadap pendapatan petani Salah satu alasan petani agroforestry menanam berbagai jenis tanaman adalah untuk diversifikasi pendapatan dan menghindari resiko gagal panen, sehingga pemilihan jenis yang ditanam tergantung pada tujuan masing-masing petani. Total pendapatan petani pada agroforestry kompleks lebih tinggi bila dibandingkan dengan pola sederhana dan tersebar pada semua komoditi yang ditanam, meskipun sumbangan terbesar berasal dari komponen utamanya, yaitu kakao, buahbuahan dan cengkeh yang mencapai 83%. Sementara, pada agroforestry sederhana sumbangan pendapatan lebih terkonsentrasi pada satu jenis komoditas, misalnya kakao menyumbang 75% pendapatan pada agroforestry kakao dan cengkeh 64% pada agroforestry cengkeh (Tabel 2). Tabel 2. Sumbangan tiap komoditas pada pola agroforestry terhadap pendapatan petani Jenis komoditas Agroforestri buahbuahan Pendapatan per ha Agroforestri kakao Agroforestri cengkeh Rupiah % Rupiah % Rupiah % Kakao 2.581.190 27 3.998.203 75 1.942.326 18 Buah-buahan 2.350.041 24 1.035.948 19 183.721 2 Cengkeh 3.052.517 32 - - 6.930.930 64 Lada 631.854 6 - - - - Kayu-kayuan 348.947 4 - - - - Pisang 186.201 2 68.627 1 - - Tanaman semusim 535.447 5 270.261 5 1.821.395 16 Total 9.686.198 100 5.373.039 100 10.878.372 100 D. Agroforestry sebagai Pilihan Mata Pencaharian untuk Strategi Adaptasi Keputusan petani untuk menanam dengan pola agroforestry kompleks, yaitu agroforestry, berbasis buah-buahan atau agroforestry sederhana yang berupa agroforestry kakao, cengkeh dan Prosiding Seminar Nasional Agroforestri ke-5 363

Cadangan karbon di atas tanah (ton ha -1 ) kopi, tergantung pada tujuan petani. Secara umum, petani berlahan sempit cenderung memilih berinvestasi dengan resiko rendah, yaitu menerapkan pola agroforestry kompleks. Apabila salah satu jenis tanaman mengalami gagal panen, masih ada harapan pada jenis tanaman lainnya. Berdasarkan indikator-indikator kesejahteraan petani, yaitu pendapatan rumah tangga dan pendapatan per kapita dapat dikatakan bahwa pola agroforestry layak sebagai strategi bagi petani yang hanya menguasai lahan rata-rata 1 hektar per rumah tangga. Diversifikasi pola agroforestry pada lahan sempit yang dimiliki petani, mulai pola agroforestry sederhana kakao, kopi, cengkeh, hingga agroforestry kompleks berbasis pohon buah-buahan bercampur kayu dapat meningkatkan pendapatan, meminimalkan resiko fluktuasi harga komoditas, mengurangi resiko kegagalan panen, pengendalian hama dan penyakit serta menghindari pengaruh negatif dari iklim. E. Peran Ekologi Agroforestry dalam Keberlanjutan Lingkungan Agroforestry adalah pola penanaman dengan memadukan berbagai jenis tanaman pada sebidang lahan, sehingga menyerupai kondisi di hutan alam. Cadangan karbon yang diturunkan dari penghitungan biomasa tumbuhan pada suatu sistem penggunaan lahan digunakan sebagai indikator lingkungan, karena berkaitan erat dengan proses ekologi yang terjadi pada penggunaan lahan tersebut, mulai dari kondisi kesuburan tanahnya, tata air yang terjadi di permukaan maupun di dalam tanah dan siklus karbon yang menjadi isu dalam era perubahan iklim. Rata-rata cadangan karbon pada pola agroforestry kompleks dan sederhana adalah 52 ton ha -1 atau sepertiga dari hutan tidak terganggu di lokasi yang sama, tetapi dua kali lebih besar bila dibandingkan dengan pola monokultur tanaman tahunan, yaitu 27 ton ha -1 dan 25 kali lebih besar dari tanaman semusim, seperti jagung (Gambar 5). 160 140 140 120 100 80 60 40 20 0 53 27 Hutan alam Agroforestry Tanaman tahunan monokultur 2 Tanaman semusim monokultur Gambar 5. Cadangan karbon pada berbagai penggunaan lahan Nilai cadangan karbon pada suatu penggunaan lahan menujukkan bahwa penggunaan lahan tersebut telah menyerap karbondioksida 3,5 kalinya. Sementara, cadangan karbon dapat menjadi indikator kerapatan tutupan lahan pada suatu sistem penggunaan lahan yang berimplikasi pada kemampuannya melindungi tanah dari terpaan air hujan, kemampuannya menyimpan air di dalam tanah, dan menunjukkan kandungan bahan organik dalam tanah terutama yang berasal dari seresah yang lapuk. Selain cadangan karbon, agroforestry kompleks dengan berbagai jenis tanaman menghasilkan kualitas seresah yang beragaman. Seresah yang mudah lapuk akan meningkatkan kesuburan tanah, dan seresah yang lambat lapunk akan melindungi tanah. Agroforestry kompleks dengan tajuk yang berlapis menyediakan tempat bagi berbagai jenis hewan yang berperan penting dalam proses ekologi seperti penyerbuk, pemencar biji dan pemangsa. 364 Prosiding Seminar Nasional Agroforestri ke-5

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Agroforestry kompleks dapat meningkatkan pendapatan petani dan merupakan strategi mata pencaharian yang layak bagi petani berlahan sempit, rata-rata 1 hektar per rumah tangga. Agroforestry kompleks juga mampu menjaga kondisi lingkungan secara berkelanjutan melalui kemampuannya menyerap karbondioksida dari udara, melindungi tanah serta sistem tata air dan menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. DAFTAR PUSTAKA Hairiah K. Ekadinata A. Sari RR and Rahayu S. 2011. Pengukuran cadangan karbon dari tingkat lahan ke bentang lahan. Edisi ke 2.. Bogor. Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF. SEA Regional Office. 90 p. Khususiyah N. Janudianto. Isnurdiansyah S. Roshetko JM. 2012. Livelihood strategies and land use system dynamics in South Sulawesi. ICRAF Working Paper (Agroforestry and Forestry in Sulawesi series). 155: 47. Khususiyah N. Janudianto. Isnurdiansyah. Suyanto S and Roshetko JM. 2013. Seri Agroforestri dan Kehutanan di Sulawesi: Strategi mata pencaharian dan dinamika sistem penggunaan lahan di Sulawesi Selatan. Working paper 164:40 p. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri ke-5 365