Overpass (Flyover) vs Underpass

dokumen-dokumen yang mirip
Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemui diberbagai kota kota besar di Indonesia khususnya di DKI Jakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. system jaringan jalan. Jembatan digunakan sebagai akses untuk melintasi sungai,

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LAYANG SUMPIUH - BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KASUS 2 BUAH STRUKTUR TEROWONGAN DAN MASALAH 2 YANG MEMERLUKAN SOLUSI TEKNIS

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan yang di bahas pada tugas akhir ini terletak di Ngargogondo,

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV - 1

LAMPIRAN. Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pembangunan Proyek STS Bintaro Permai ini berdasarkan dari pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

Bab 4 KAJIAN TEKNIS FLY OVER

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

UCAPAN TERIMA KASIH...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Didalam sebuah bangunan pasti terdapat elemen-elemen struktur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

9- STRUKTUR BASEMENT

BAB III METODE PELAKSANAAN

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. jurang, lembah, jalanan, rel, sungai, badan air, atau hambatan lainnya. Tujuan

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

DESAIN FLY OVER PADA PERLINTASAN SEBIDANG JALAN KERETA API DI JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

PONDASI. Prinsip pondasi : 1. Harus sampai ke tanah keras. 2. Apabila tidak ada tanah keras harus ada pemadatan tanah/perbaikan tanah.

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir Citra Kania Laras Sakti

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan jumlah kendaraan di Indonesia dari tahun ke tahun terus

BAB I PENDAHULUAN. Bab I - Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi global menuntut adanya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum 1.2. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan yang dibahas terletak di Desa Lebih Kecamatan Gianyar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN FLY OVER PERLINTASAN JALAN RAYA DAN JALAN REL DI BENDAN PEKALONGAN

RETAINING WALL DAN BASEMENT

BAB I PE DAHULUA 1.1 Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA

INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak

5- PEKERJAAN DEWATERING

Ketentuan gudang komoditi pertanian

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH KERETAKAN PADA BETON. Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

Transkripsi:

Overpass (Flyover) vs Underpass Sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan kemacetan lalu-lintas pada persimpangan padat di kawasan perkotaan, dapat dipertimbangkan pengadaan suatu sistem struktur persimpangan tak sebidang yang memadai guna menjamin kelancaran arus lalu lintas dari berbagai asal dan tujuan untuk menghindari konflik arus yang mengakibatkan kemacetan. Berikut ini, diuraikan 2 buah alternatif sistem struktur persimpangan lalu lintas tak sebidang dalam bentuk overpass (flyover) dan underpass yang masing 2 memiliki kecocokan ataupun keberatan/ permasalahan, sbb. : A. Sistem Overpass (Flyover) Overpass/ flyover umumnya dibangun pada areal dimana lokasi persimpangan tsb. sudah amat terbatas dan tidak memungkinkan penambahan lajur ataupun pelebaran ruas jalan, sebagai akibat keberadaan bangunan 2 permanen disekitarnya. Flyover dikonstruksikan pula dengan tujuan mengalirkan lalu lintas dari persimpangan 2 padat (kawasan kumuh, pasar, sungai, dan daerah rawa 2 ) yang tanah bawahnya umumnya memiliki kuat geser rendah (akibat selalu terendam air) yang menyebabkan struktur jalan raya yang dibangun diatasnya rawan terhadap masalah penurunan yang berlebihan. Hal tersebut dapat dihindari dengan membangun struktur flyover yang melintas diatas tanah yang kurang bersahabat tadi. Selanjutnya, tinjauan terhadap kecocokan dan keberatan/ permasalahan flyover berikut ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan lebih lanjut didalam menentukan sistem konstruksi yang relevan pada lokasi ybs. a.l. sbb. : Gambar 1. Flyover Semanggi, Jakarta. Keberadaan konstruksi flyover meningkatkan kapasitas persimpangan dan tentunya meningkatkan kelancaran lalu lintas karena pertemuan antara arus lalu lintas yang berpotongan (merging dan diverging) dapat dihindarkan,

Kelancaran lalu lintas yang tercipta berimbas pada penurunan emisi gas buangan pada kendaraan sehingga meningkatkan kwalitas lingkungan; efisiensi konsumsi bahan bakar, mengurangi stop dan delay lalu-lintas, yang pada gilirannya menurunkan biaya ekonomi transportasi setempat. Berbagai alasan memicu peningkatan volume dan mobilitas kendaraan pribadi, sehingga dengan flyover tsb., potensi kemacetan dalam dalam jangka waktu lebih panjang dapat diperkirakan dan diantisipasi lebih dini, Tergantung dari design-nya, maka keberadaan flyover dapat juga mengganggu estetika bahkan merusak pemandangan kota, menghalangi cahaya matahari langsung menyinari permukaan tanah, Berpotensi mengundang kekumuhan akibat munculnya gubug 2 dan penghuni 2 liar di bawah dan sekitar flyover, Rawan terhadap gangguan tindak kejahatan/ kriminalitas, terutama bila penerangan tak menjamin areal bawah flyover tsb., Dapat menimbulkan blocking lalu lintas pada saat hujan akibat digunakannya lajur dibawah flyover sebagai tempat berteduh, terutama oleh pengguna sepeda motor. Flyover dikonstruksikan menggunakan balok 2 girder struktural yang menerima pembebanan langsung dari lalu lintas melalui plat lantai kendaraan diatasnya, dimana balok 2 girder tersebut harus direncanakan mampu memikul gaya 2 geser, normal, maupun momen yang timbul akibat pembebanan yang bekerja. Penggunaan prestressed concrete box girder akan menghasilkan jembatan dengan bentang yang lebih panjang dan berat persatuan panjang yang lebih ringan dibandingkan struktur beton bertulang konvensional; akibat gaya prategang internal yang telah diberikan sebelumnya. Pemberian tegangan internal dilakukan dengan menarik baja prategang baik dengan metode pre-tension ataupun post-tension.

Gambar 2. Jembatan Box Girder. B. Sistem Underpass Alternatif lain yang dapat dipertimbangkan adalah perencanaan sistem underpass yang dapat dibuat terutama di kawasan perkotaan, perbukitan, dasar sungai, dan selat. Terowongan juga umum dibangun sebagai jalan pintas di kawasan pegunungan sebagai jalan kendaraan ataupun kereta api, sehingga panjang jalan dapat direduksi. Karenanya, untuk memenuhi tujuannya, terowongan perlu direncanakan dan dikonstruksikan tanpa harus mengganggu kondisi jalan raya dan bangunan yang terletak diatasnya. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan terowongan, a.l. sbb. : Pengetahuan mengenai stratifikasi dan kondisi serta karakteristik tanah bawah maupun batuan pada lokasi setempat merupakan hal mendasar, sehingga diperlukan investigasi intensif yang cukup untuk mengungkapkan sifat 2 fisik dan mekanis tanah ataupun batuan pada lokasi setempat sehingga mengurangi ketidakpastian dalam perencanaan dan resiko pengerjaan struktur terowongan, Diperlukan data survey dan pengamatan secara berkala terhadap kondisi geologi, kontur tanah, vegetasi disekitar area konstruksi, frekuensi curah hujan, dan fluktuasi muka air tanah; baik pada saat perencanaan, selama proses konstruksi, maupun monitoring saat pelayanan fasilitas (prasarana) underpass tsb. Terowongan nantinya harus memiliki sistem penerangan yang baik. Penerangan yang cukup dan memadai akan mereduksi potensi kecelakaan lalu lintas (khususnya pada saat malam hari), menurunkan potensi tindak kriminalitas ataupun pelanggaran hukum lain yang mungkin terjadi,

Diperlukan pula sistem ventilasi yang handal dan memadai untuk mengatur panas dan tingkat kelembaban dalam terowongan baik pada saat proses konstruksi, terlebih pada saat terowongan dioperasikan kelak. Pengendalian dan pengaturan udara segar yang baik akan menghindarkan para pekerja konstruksi dan pengguna terowongan dari debu hingga emisi gas buangan knalpot dari kendaraan yang amat berpotensi mengganggu kenyamanan, pernafasan, dan akibat 2 yang berhubungan dengan kesehatan lainnya, Struktur terowongan juga perlu dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran (hydrant) yang handal, khususnya diperlukan saat terjadi kecelakaan lalu lintas, Beberapa terowongan modern umumnya juga menyiapkan beberapa ruang khusus bagi pengguna terowongan yang berfungsi sebagai tempat evakuasi yang tentunya memiliki akses menuju permukaan tanah, Mengingat pengkonstruksian yang dilakukan dibawah tanah, sistem terowongan umumnya tidak mengganggu estetika/ pemandangan kota seperti halnya pada sebagian flyover yang designnya mengabaikan estetika, Potensi banjir perlu diantisipasi agar struktur terowongan tidak terendam air. Pengadaan sistem drainase yang memadai di permukaan tanah akan menghindarkan penetrasi air ke dalam tanah. Selain itu kekedapan struktur lining hendaknya mendapatkan perhatian, khususnya pada lokasi joint/ sambungan untuk mengatasi rembesan air pada dinding 2 terowongan akibat hujan ataupun muka air tanah. Pelaksanaan struktur terowongan tidak terlepas dari konstruksi galian, khususnya pada saat pembuatan shaft (portal masuk dan keluar) dan stasiun 2 pemberhentian. Beberapa metode galian yang umumnya dipakai dalam pembuatan terowongan a.l. adalah sbb. : 1) Metode Galian Terbuka (Cut & Cover) Metode cut & cover merupakan metode konvensional yang tidak memakan biaya relatif banyak dan umumnya dilaksanakan pada struktur terowongan dengan kedalaman galian dangkal. Ada dua pendekatan yang digunakan jika digunakan metode galian terbuka yang selanjutnya diilustrasikan melalui Gambar 3, sbb. :

Step 1 : Preliminary survey dalam bentuk : Investigasi tanah, hidrologi, perencanaan galian terowongan di lapangan, dll. Step 2 : Gali sebagian dan melaksanakan sistem perkuatan tanah Step 1 : Preliminary survey dalam bentuk : Investigasi tanah, hidrologi, perencanaan galian terowongan di lapangan, dll. Step 2 : Membuat/ menginstal sistem dinding 2 terowongan Step 3 : Gali hingga elevasi dasar terowongan Step 4 : Pembuatan struktur lining terowongan Step 3 : Membuat atap terowongan yang ditopang oleh dinding 2 terowongan Step 4 : Membuat struktur lining sembari menggali tanah dalam terowongan, dan memperkeras dasar terowongan Step 5 : Menimbun kembali tanah hingga mencapai elevasi semula Step 5 : Menimbun kembali tanah hingga mencapai elevasi semula Gambar 3. Metode galian terbuka. Diperlukan analisis terhadap kestabilan lereng ataupun galian, sehingga bilamana perlu dapat dilakukan perkuatan 2 tertentu untuk menjaga kestabilan lereng pada saat pembuatan dinding 2, lantai, dan atap terowongan. Cara kedua diatas, umumnya lebih relevan untuk diterapkan di daerah perkotaan mengingat gangguan terhadap lingkungan akan lebih kecil dibandingkan dengan cara pertama, namun biaya konstruksi cara kedua umumnya relatif lebih mahal. 2) Mesin Bor Terowongan, TBM (Tunnel Boring Machine). Penggunaan TBM (Tunnel Boring Machine) memungkinkan terowongan untuk dibuat tanpa memindahkan tanah/ batuan diatasnya. TBM memiliki sistem yang dapat men-support kestabilan tanah dipermukaan dan umumnya menggunakan sistem lining beton/ baja yang memiliki kekedapan lebih baik terhadap penetrasi air.

Gambar 4. Mesin Bor Terowongan, TBM (Tunnel Boring Machine). Pada tanah lunak, terkadang dibutuhkan proses pengerasan/ pembekuan tanah dan ataupun sistem grouting (jika ditemukan tanah non-kohesif berkonsistensi lepas) untuk mereduksi potensi kelongsoran selama proses pemboran. Sedangkan problem yang sering terjadi jika pemboran dilaksanakan pada tanah keras/ cadas adalah tersangkutnya TBM akibat batuan keras ataupun pondasi bekas bangunan yang sebelumnya tidak terekam dalam investigasi tanah maupun batuan, sehingga blasting terkadang diperlukan dalam pelaksanaan. Maintenance berkala pada alat TBM dan tenaga operator yang handal merupakan elemen 2 penting yang diperlukan jika metode ini nantinya akan dipilih dan digunakan. 3) NATM (The New Austrian Tunneling Method) Salah satu inovasi terbaru dari pekerjaan konstruksi terowongan adalah dengan menggunakan NATM. Untuk menyokong struktur terowongan, metode ini mengandalkan 2 sistem penyokong, yakni initial lining (terdiri dari gelagar kisi/ lattice girder dan rockbolts) yang ditutup shotcrete dan final lining yang terbuat dari beton bertulang tradisional. Initial lining didesain cukup fleksibel dan diijinkan untuk mengalami deformasi dalam batas 2 yang masih dapat diterima. Proses penggalian (ekskavasi) dilakukan dalam 2 tahap, pada tahap pertama lubang terowongan hanya digali setengah (kira 2 membentuk setengah lingkaran) untuk penginstalan initial lining. Selanjutnya pada tahap kedua galian dilanjutkan hingga mencapai ukuran lubang terowongan yang sebenarnya, penggalian pada tahap kedua ini seringkali disebut sebagai bench excavation untuk keperluan pemasangan final lining. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas, tahapan konstruksi menggunakan NATM selanjutnya diilustrasikan melalui Gambar 5, sbb. :

Gambar 5. New Austrian Tunneling Method (NATM). C. Penutup Pada akhirnya, pengoperasian dan pengendalian sistem persimpangan lalu lintas merupakan upaya alternatif untuk mengantisipasi permasalahan persimpangan lalu lintas dari kemacetan hingga kecelakaan. Pemilihan sistem struktur beserta sistem galian yang tepat dan relevan diyakini akan mengatasi tantangan dan problem persimpangan yang telah, akan, dan yang senantiasa ditingkatkan dari waktu ke waktu. Oleh : Yehezkiel A. Sucipto, Foundation Engineer, Testana Engineering, Inc., Surabaya.