REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

dokumen-dokumen yang mirip
POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci : Rhizobium, Uji VUB kedelai, lahan kering

Formulir PuPS versi 1.1

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering)

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Kandungan protein kedelai sangat tinggi, sekitar 35%-40%

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

III. BAHAN DAN METODE

KOMPONEN TEKNOLOGI PIUHAN

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan kedelai di Indonesia selalu mengalami peningkatan seiring

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

Imam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi segar.

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

SOSIALISASI REKOMENDASI TEKNOLOGI PTT BERDASARKAN KALENDER TANAM TERPADU MT II TAHUN 2014 BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PEMUPUKAN KEDELAI

III. METODE PENELITIAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

BAB III METODE PENELITIAN. Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

MODEL PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN LAHAN KERING MASAM

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

HASIL DAN PEMBAHASAN

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO)

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK CAIR DI TANAH ULTISOL

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP

Transkripsi:

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata produktivitas kedelai nasional tidak mengalami perkembangan berarti dan stagnan di kisaran 1,1 1,3 t/ha. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui program PTT produksi kedelai di tingkat petani bisa mencapai 1,7 3,2 t/ha. Beberapa varitas kedelai yang telah dilepas, produktivitasnya bisa mencapai lebih dari 3 t/ha. Senjang produktivitas yang cukup lebar ini merupakan indikasi penerapan teknologi budidaya kedelai oleh petani belum berada pada rel yang benar. Dengan demikian, produksi kedelai nasional sejak tahun 1992 terus merosot dan lebih banyak ditentukan oleh luas areal panen (Gambar 1). 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Areal (juta ha) Produktivitas (t/ha) Produksi (Juta ton) 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Gambar 1. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman kedelai di Indonesia 1990-2005 Luas panen dan produksi kedelai nasional pernah mencapai puncak pada tahun 1992 yaitu 1,67 juta ha, dengan total produksi 1,87 juta ton. Namun luas panen terus mengalami kemerosotan menjadi 621 ribu ha pada 2005. Saat ini

luas tanam dan panen kedelai diperkirakan masih dalam kisaran 650 ribu ha. Sementara itu produksi kedelai nasional terjun bebas menjadi 671 ribu ton pada 2003, dan saat ini produksi kedelai nasional masih dalam kisaran 700-800 ribu ton. Upaya meningkatkan produksi kedelai nasional dapat ditempuh dengan tiga pendekatan yaitu 1) peningkatan produktivitas, 2) peningkatan intensitas tanam dan 3) perluasan areal tanam. Upaya peningkatan produktivitas dapat ditempuh melalui perbaikan varietas, perbaikan teknik budidaya dan menekan kehilangan hasil melalui perbaikan sistem panen dan pasca panen. Peningkatan intensitas tanam dengan menanam kedelai berturut-turut ditengarai kurang baik karena ada efek alelopati terhadap tanaman kedelai yang kedua. Perluasan areal dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan suboptimal (marjinal) yang potensi luasannya sangat besar. Teknologi budidaya kedelai pada lahan ini sudah cukup mantap namun perlu diseminasi intensif agar dapat diterapkan secara luas oleh petani. Untuk tanah-tanah yang tergolong masam, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2001-2003 telah melepas varietas unggul kedelai yang adaptif di lahan kering masam di Sumatera dan Kalimantan, yaitu Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai, dan Seulawah yang memiliki potensi hasil lebih dari 2 t/ha. Upaya peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan perbaikan kondisi lahan dengan ameliorasi, pemupukan berimbang dan terpadu, penggunaan varietas unggul dan perbaikan tata air. Alternatif teknologi ameliorasi dan pemupukan telah tersedia namun perlu disesuaikan dengan kondisi lahan setempat mengingat adanya variasi potensi kesesuaian lahannya. Potensi pengembangan tanaman kedelai diarahkan ke lahan lahan yang sesuai untuk tanaman ini seperti lahan sawah, tegalan dan lahan alang-alang. Lahan perkebunan dan kebun campuran tidak menjadi target pengembangan karena tidak memungkinkan untuk dikonversi. Berdasarkan kelas kesesuaian, masing-masing lahan digolongkan lahan berpotensi tinggi, sedang dan rendah.

I. Lahan Sawah Berdasarkan kelas kesesuaian lahannya, lahan sawah dibedakan menjadi lahan sawah berpotensi tinggi, sedang dan rendah. Lahan sawah yang berpotensi tinggi adalah lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan S1 untuk kedelai. Lahan ini tergolong tidak memiliki kendala berarti untuk budidaya kedelai. Sawah yang berpotensi sedang adalah lahan sawah yang memiliki kelas kesesuaian lahan S2 untuk kedelai. Sedangkan sawah berpotensi rendah adalah lahan yang mempunyai kelas kesesuaian S3. Pada lahan sawah, kedelai bisa ditanam setelah tanaman padi pada pola tanam padi-padi-palawija atau padi-palawija-palawija. Dosis pemupukan NPK spesifik lokasi ditetapkan berdasarkan hasil uji tanah di laboratorium atau uji cepat menggunakan PUTS (perangkat uji tanah sawah). Namun untuk kepentingan perencanaan di tingkat kabupaten, rekomendasi pemupukan ditetapkan berdasarkan kesesuaian lahan untuk kedelai atau potensinya. Berdasarkan hal tersebut, lahan sawah dapat digolongkan menjadi sawah berpotensi tinggi, sedang dan rendah. 1.1. Pola: Padi-Padi-Kedelai Tanaman kedelai yang ditanam langsung setelah padi bisa mendapatkan manfaat dari residu hara dari pemupukan padi. Oleh karenanya, kedelai yang ditanam setelah padi memerlukan lebih sedikit pupuk dibandingkan ditanam setelah palawija lainnya. Rekomendasi pemupukan serta pengelolaan tanah yang diperlukan ditampilkan pada Tabel 1. Pupuk N praktis tidak diperlukan pada lahan sawah berpotensi tinggi, sedangkan pada sawah berpotensi sedang dan rendah diperlukan 25 kg urea/ha sebagai pertumbuhan. Kebutuhan N tanaman bisa dipenuhi dari hasil fiksasi N dari udara oleh bakteri Rhizobium. Untuk meyakinkan proses tersebut terjadi dengan baik, diperlukan inokulasi Rhizobium dengan dosis 200 g untuk 40 kg benih. Produk inokulum yang baik adalah inokulum yang juga mengandung bakteri pelarut fosfat, kalium dan hormon pertumbuhan, selain bakteri pengikat N udara. Pemakaian inokulum yang baik dapat menekan 100% kebutuhan N dan 50% kebutuhan pupuk P dan K. Inokulan Rhizobium juga ada yang berbentuk

granul yang diaplikasikan dengan cara ditugal dekat benih dengan dosis 200 kg/ha. Pupuk P diberikan dalam bentuk pupuk tunggal SP-36 diberikan dengan dosis 0 50 kg/ha. Sedangkan pada sawah berpotensi sedang dan rendah masing-masing dianjurkan 50 100 kg/ha dan 100 150 kg/ha. Bila menggunakan inokulan bakteri pelarut P, dosis pemupukan P bisa ditekan sampai batas minimal yaitu 0 kg untuk sawah berpotensi tinggi, 50 kg SP-36 untuk sawah berpotensi sedang dan 100 kg SP-36 untuk sawah berpotensi rendah. Bila tidak menggunakan inokulum tersebut, tanaman perlu pupuk SP-36 dengan dosis tertinggi agar polong yang terbentuk bisa mengisi dengan sempurna. Tabel 1. Rekomendasi pemupukan dan pengelolaan tanaman kedelai pada tipe penggunaan lahan sawah dengan pola tanam padi-padi-kedelai No. Masukan Potensi Lahan Tinggi Sedang Rendah Urea O 25 25 SP-36 0-50 50-100 100-150 KCl 0-50 50-75 75-100 Inokulum Rhizobium 200 g 200 g 200 g Kapur*) - - - Bahan Organik Mulsa jerami Mulsa Jerami 5 t Pengolahan Tanah TOT Pengelolaan Air Mulsa Jerami 5 t Saluran drainase berjarak 5 m dan keliling *)Keterangan : kapur diperlukan jika sawahnya adalah sawah rawa dan sawah bukaan baru. Pupuk K diberikan dalam bentuk pupuk tunggal KCl diberikan dengan dosis 0 50 kg/ha pada sawah berpotensi tinggi. Sedangkan sawah berpotensi sedang diperlukan 50 75 kg/ha, dan sawah berpotensi rendah diperlukan 75 100 kg KCl/ha. Bila inokulan pelarut K digunakan, tanaman kedelai pada sawah berpotensi tinggi tidak perlu pupuk K sama sekali. Sedangkan pada sawah berpotensi sedang dan tinggi masih diperlukan dengan dosis minimal (Tabel 1).

Inokulum bakteri pelarut K yang biasanya sudah dicampur dalam inokulum Rhizobium. Bila tidak menggunakan inokulum tersebut, tanaman masih perlu pupuk KCl dengan dosis maksimal agar pertumbuhan tanaman kekar dan tidak mudah terserang penyakit. Pupuk majemuk standar yang ada di pasaran saat ini tidak efisien untuk tanaman kedelai karena tanaman kedelai hanya membutuhkan N dalam jumlah kecil, disisi lain kebutuhan P dan K cukup tinggi. Aplikasi minimal pupuk majemuk NPK Phonska (15-15-15), Pelangi (20-10-10) dosis 100 kg/ha masih memberikan unsur N yang berlebih. Dilain pihak hara P dan K tidak terpenuhi sehingga harus ditambahkan pupuk tunggal SP-36 dan KCl. Pemberian N yang tinggi akan menghambat proses fiksasi N oleh bakteri bintil akar pada tanaman kedelai. Apabila pupuk majemuk terpaksa harus digunakan, sebaiknya berpatokan pada kadar N dimana dosis pupuk majemuk yang diberikan dihitung berdasarkan kebutuhan N tanaman kedelai. Konsekuensinya adalah masih perlu menambahkan pupuk tunggal yang mengandung P dan K untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Alternatif lain adalah membuat pupuk majemuk NPK dengan formulasi 5-15-10 Untuk alasan efisiensi waktu dan biaya, direkomendasikan untuk menerapkan pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah. Tanam dapat dilakukan dengan sistem tugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm. Untuk mengurangi penguapan dan menekan pertumbuhan gulma sangat disarankan untuk menggunakan jerami sebagai mulsa. Sementara itu, untuk menghindari adanya genangan air apabila hujan, perlu dibuat saluran drainase di sekeliling dan tengah petak sawah dengan interval 5 10 m. 1.2. Pola: Padi-Palawija-Kedelai Tanaman kedelai yang ditanam setelah setelah tanaman palawija lainnya, akan memerlukan pupuk lebih banyak dibandingkan ditanam setelah padi. Rekomendasi pemupukan serta pengelolaan tanah yang diperlukan ditampilkan pada Tabel 2. Pupuk N praktis tidak diperlukan pada sawah berpotensi tinggi, tetapi pada sawah berpotensi sedang dan rendah masih diperlukan 25 kg urea/ha sebagai starter pertumbuhan. Kebutuhan N tanaman bisa dipenuhi dari hasil

fiksasi N dari udara oleh bakteri Rhizobium. Untuk meyakinkan proses tersebut terjadi dengan baik, diperlukan inokulasi Rhizobium dengan dosis 200 g untuk 40 kg benih. Produk inokulum yang baik adalah inokulum yang juga mengandung bakteri pelarut fosfat, kalium dan hormon pertumbuhan, selain bakteri pengikat N udara. Pemakaian inokulum yang baik dapat menekan 100% kebutuhan N dan 50% kebutuhan pupuk P dan K. Tabel 2. Rekomendasi dosis pemupukan dan pengelolaan tanaman kedelai pada tipe penggunaan lahan sawah dengan pola padi-palawija-kedelai No. Masukan Potensi Lahan Tinggi Sedang Rendah 1 Urea 0 25 25 2 SP-36 50-75 100-150 150-200 3 KCl 25-50 50-75 75-100 4 Inokulum Rhizobium 200 g 200 g 200 g 5 Kapur*) - - - 6 Bahan Organik Mulsa Jerami 5 t Mulsa Jerami 5 t Mulsa Jerami 5 t 7 Pengolahan Tanah TOT 8 Pengelolaan Air Saluran drainase berjarak 5 m dan keliling *)Keterangan : kapur diperlukan jika sawahnya adalah sawah rawa dan sawah bukaan baru. Pupuk P diberikan dalam bentuk pupuk tunggal SP-36 diberikan dengan dosis 50-75 kg/ha pada sawah berpotensi tinggi. Sedangkan pada sawah berpotensi sedang dan rendah masing-masing dianjurkan 100 150 kg/ha dan 150 200 kg/ha. Bila menggunakan inokulan bakteri pelarut P, dosis pemupukan P bisa ditekan sampai batas minimal yaitu 50 kg untuk sawah berpotensi tinggi, 100 kg SP-36 untuk sawah berpotensi sedang dan 150 kg SP-36 untuk sawah berpotensi rendah. Bila tidak menggunakan inokulum tersebut, tanaman perlu pupuk SP-36 dengan dosis tertinggi agar polong yang terbentuk bisa mengisi dengan sempurna. Pupuk P juga diberikan dengan dosis maksimal, bila kedelai ditanam pada sawah rawa (lahan potensial maupun sulfat masam)

Pupuk K diberikan dalam bentuk pupuk tunggal KCl diberikan dengan dosis 25 50 kg/ha pada sawah berpotensi tinggi. Sedangkan sawah berpotensi sedang diperlukan 50 75 kg/ha, dan sawah berpotensi rendah diperlukan 75 100 kg KCl/ha. Bila inokulan pelarut K digunakan, tanaman kedelai pada sawah berpotensi tinggi tidak perlu pupuk K sama sekali. Sedangkan pada sawah berpotensi sedang dan tinggi masih diperlukan dengan dosis minimal (Tabel 2). Inokulum bakteri pelarut K yang biasanya sudah dicampur dalam inokulum Rhizobium. Bila tidak menggunakan inokulum tersebut, tanaman masih perlu pupuk KCl dengan dosis maksimal agar pertumbuhan tanaman kekar dan tidak mudah terserang penyakit. Pupuk K juga diberikan dengan dosis maksimal bila kedelai ditanam pada sawah tadah hujan. Pupuk majemuk standar yang ada di pasaran saat ini tidak efisien untuk tanaman kedelai karena tanaman kedelai hanya membutuhkan N dalam jumlah kecil, disisi lain kebutuhan P dan K cukup tinggi. Aplikasi minimal pupuk majemuk NPK Phonska (15-15-15), Pelangi (20-10-10) dosis 100 kg/ha masih memberikan unsur N yang berlebih. Dilain pihak hara P dan K tidak terpenuhi sehingga harus ditambahkan pupuk tunggal SP-36 dan KCl. Pemberian N yang tinggi akan menghambat proses fiksasi N oleh bakteri bintil akar pada tanaman kedelai. Apabila pupuk majemuk terpaksa harus digunakan, sebaiknya berpatokan pada kadar N dimana dosis pupuk majemuk yang diberikan dihitung berdasarkan kebutuhan N tanaman kedelai. Konsekuensinya adalah masih perlu menambahkan pupuk tunggal yang mengandung P dan K untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Alternatif lain adalah membuat pupuk majemuk NPK dengan formulasi 5-15-10 Untuk alasan efisiensi waktu dan biaya, direkomendasikan untuk menerapkan pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah. Tanam dapat dilakukan dengan sistem tugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm. Untuk mengurangi penguapan dan menekan pertumbuhan gulma sangat disarankan untuk menggunakan jerami sebagai mulsa. Sementara itu, untuk menghindari adanya genangan air apabila hujan, perlu dibuat saluran drainase di sekeliling dan tengah petak sawah dengan interval 5 10 m.

II. Tegalan Tegalan adalah tipe penggunaan lahan kering yang umum ditanami dengan tanaman semusim. Tipe penggunaan lahan ini terdapat pada berbagai jenis klasifikasi tanah, tapi yang paling banyak adalah Inceptisols, Ultisols, Oxisols dan Alfisols. Oleh karenanya potensi lahan ini untuk budidaya kedelai bisa digolongkan menjadi potensi tinggi, potensi sedang dan potensi rendah. Lahan tegalan di Indonesia bagian barat yang memiliki curah hujan tinggi, tanahnya bereaksi masam karena kation basa-basa tercuci secara intensif. Seringkali komplek jerapan didominasi oleh kation masam yang beracun seperti Al dan Fe yang memiliki kemampuan menjerap unsur hara, khususnya P, sangat tinggi. Akibatnya, walaupun kadang-kadang tanah ini mengandung P total yang tinggi, ketersediaanya untuk tanaman tetap rendah. Pada kondisi seperti ini diperlukan pemberian bakteri pelarut P untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P. Senyawa P yang semula terfiksasi dalam bentuk Al-P dan Fe-P akan dilepaskan oleh adanya senyawa organik hasil metabolisme bakteri. Rekomendasi pemupukan pada lahan kering tegalan dapat ditetapkan berdasarkan hasil uji cepat dengan PUTK (perangkat uji tanah kering) atau berdasarkan sifat tanah secara empiris. Rekomendasi pemupukan dan pengelolaan tanaman kedelai di lahan tegalan untuk perencanaan tingkat kabupaten ditampilkan pada Tabel 3. Seperti pada lahan sawah, pupuk N untuk tanaman kedelai pada tegalan, baik yang berpotensi tinggi, sedang maupun rendah diperlukan 25 kg urea/ha sebagai starter pertumbuhan. Kebutuhan N tanaman bisa dipenuhi dari hasil fiksasi N dari udara oleh bakteri Rhizobium. Untuk meyakinkan proses tersebut terjadi dengan baik, diperlukan inokulasi Rhizobium dengan dosis 200 g untuk 40 kg benih. Produk inokulum yang baik adalah inokulum yang juga mengandung bakteri pelarut fosfat, kalium dan hormon pertumbuhan, selain bakteri pengikat N udara. Pemakaian inokulum yang baik dapat menekan 100% kebutuhan N dan 50% kebutuhan pupuk P dan K.

Tabel 3. Rekomendasi dosis pemupukan dan pengelolaan tanaman kedelai pada tipe penggunaan lahan tegalan. No. Masukan Potensi Lahan Tinggi Sedang Rendah 1 Urea 25 25 25 2 SP-36 100 150 250 3 KCl 50 100 150 4 Inokulum Rhizobium 200 g 200 g 200 g 5 Kapur 500 1000 2000 6 Bahan Organik 2 t pupuk kandang 2 t pupuk kandang 7 Pengolahan Tanah Minimum - sempurna 5 t pupuk kandang 8 Pengelolaan Air Saluran drainase atau guludan searah lereng Pupuk P diberikan dalam bentuk pupuk tunggal SP-36 diberikan dengan dosis 100 kg/ha pada tegalan berpotensi tinggi. Sedangkan pada tegalan berpotensi sedang dan rendah masing-masing dianjurkan 150 kg/ha dan 250 kg/ha. Bila menggunakan inokulan bakteri pelarut P, dosis pemupukan P bisa ditekan sampai sampai 50%. Pada lahan tegalan yang tanahnya masam, sumber P dapat menggunakan fosfat alam. Penggunaan fosfat alam (rock phosphate) lebih menguntungkan karena selain harganya lebih murah, juga bisa meningkatkan ph tanah. Dosis fosfat alam yang direkomendasikan adalah 350 500 kg/ha. Pupuk K diberikan dalam bentuk pupuk tunggal KCl diberikan dengan dosis 50 kg/ha pada tegalan berpotensi tinggi. Sedangkan tegalan berpotensi sedang diperlukan 100 kg/ha, dan tegalan berpotensi rendah diperlukan 150 kg KCl/ha. Penentuan dosis pemupukan K secara lebih akurat bisa menggunakan PUTK Pupuk majemuk standar yang ada di pasaran saat ini tidak efisien karena tanaman kedelai hanya membutuhkan N dalam jumlah kecil, disisi lain kebutuhan P dan K cukup tinggi. Penggunaan pupuk majemuk tidak disarankan untuk lahan tegalan karena akan terjadi inefisiensi penggunaan pupuk.

Untuk mengurangi tingkat kemasaman tanah, disarankan menggunakan amelioran kapur (kaptan) masing-masing 500, 1000 dan 2000 kg/ha untuk tegalan berpotensi tinggi, sedang dan rendah. Penggunaan kapur juga berfungsi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan. Penentuan dosis kapur yang tepat sebaiknya menggunakan PUTK. Karena lahan kering pada umumnya miskin bahan organik, maka perlu penambahan bahan organik kompos atau pupuk kandang sebanyak 2 5 t/ha. Pengolahan tanah direkomendasikan untuk menerapkan pengolahan tanah yang baik, sekaligus untuk menekan pertumbuhan gulma. Tanam dapat dilakukan dengan sistem tugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm. Untuk mengurangi penguapan dan menekan pertumbuhan gulma sangat disarankan untuk menggunakan mulsa. Saluran drainase perlu dibuat memotong arah lereng untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi air. II. Lahan Alang-alang Lahan alang-alang adalah tipe tutupan lahan kering yang didominasi oleh rumput alang-alang (Imperata sp.). Lahan alang-alang adalah salah satu ciri dari kondisi lahan yang telah mengalami degradasi dan merosotnya status kesuburan tanah. Sebagian besar lahan alang-alang memiliki potensi rendah sampai sedang. Rekomendasi pemupukan dan pengelolaan lahan untuk tanaman kedelai pada lahan alang-alang ditampilkan pada Tabel 4. Seperti pada lahan sawah, pupuk N untuk tanaman kedelai pada lahan alang-alang, baik yang berpotensi tinggi, sedang maupun rendah diperlukan 25 kg urea/ha sebagai starter pertumbuhan. Kebutuhan N tanaman bisa dipenuhi dari hasil fiksasi N dari udara oleh bakteri Rhizobium. Untuk meyakinkan proses tersebut terjadi dengan baik, diperlukan inokulasi Rhizobium dengan dosis 200 g untuk 40 kg benih. Produk inokulum yang baik adalah inokulum yang juga mengandung bakteri pelarut fosfat, kalium dan hormon pertumbuhan, selain bakteri pengikat N udara. Pemakaian inokulum yang baik dapat menekan 100% kebutuhan N dan 50% kebutuhan pupuk P dan K.

Tabel 3. Rekomendasi dosis pemupukan dan pengelolaan tanaman kedelai pada tipe penggunaan lahan alang-alang. No. Masukan Potensi Lahan Alang-alang Tinggi Sedang Rendah 1 Urea 25 25 25 2 SP-36 100 200 300 3 KCl 50 100 150 4 Inokulum Rhizobium 200 g 200 g 200 g 5 Kapur 500 1000 2000 6 Bahan Organik 2 t pupuk kandang 7 Pengolahan Tanah Sempurna 2 t pupuk kandang 5 t pupuk kandang 8 Pengelolaan Air Rorak, mulsa vertikal, teras gulud memotong lereng Pupuk P diberikan dalam bentuk pupuk tunggal SP-36 diberikan dengan dosis 100 kg/ha pada alang-alang berpotensi tinggi. Sedangkan pada alangalang berpotensi sedang dan rendah masing-masing dianjurkan 200 kg/ha dan 300 kg/ha. Bila menggunakan inokulan bakteri pelarut P, dosis pemupukan P bisa ditekan sampai sampai 50%. Pada lahan alang-alang yang tanahnya masam, sumber P dapat menggunakan fosfat alam. Penggunaan fosfat alam (rock phosphate) lebih menguntungkan karena selain harganya lebih murah, juga bisa meningkatkan ph tanah. Dosis fosfat alam yang direkomendasikan adalah 350 500 kg/ha. Pupuk K diberikan dalam bentuk pupuk tunggal KCl diberikan dengan dosis 50 kg/ha pada alang-alang berpotensi tinggi. Sedangkan alang-alang berpotensi sedang diperlukan 100 kg/ha, dan alang-alang berpotensi rendah diperlukan 150 kg KCl/ha. Penentuan dosis pemupukan K secara lebih akurat bisa menggunakan PUTK Pupuk majemuk standar yang ada di pasaran saat ini tidak efisien karena tanaman kedelai hanya membutuhkan N dalam jumlah kecil, disisi lain kebutuhan

P dan K cukup tinggi. Penggunaan pupuk majemuk tidak disarankan untuk lahan alang-alang karena akan terjadi inefisiensi penggunaan pupuk. Sama seperti pada lahan tegalan, untuk mengurangi tingkat kemasaman tanah, disarankan menggunakan amelioran kapur (kaptan) masing-masing 500, 1000 dan 2000 kg/ha untuk lahan alang-alang berpotensi tinggi, sedang dan rendah. Penggunaan kapur juga berfungsi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan. Penentuan dosis kapur yang tepat sebaiknya menggunakan PUTK. Karena lahan kering pada umumnya miskin bahan organik, maka perlu penambahan bahan organik kompos atau pupuk kandang sebanyak 2 5 t/ha. Pengolahan tanah direkomendasikan untuk menerapkan pengolahan tanah yang baik dengan mengangkat seluruh akar alang-alang, sekaligus untuk menekan pertumbuhan gulma. Tanam dapat dilakukan dengan sistem tugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm. Untuk mengurangi penguapan dan menekan pertumbuhan gulma sangat disarankan untuk menggunakan mulsa dari alangalang. Pengawetan air menjadi bagian penting dalam budidaya di lahan alang. Saluran drainase perlu dikombinasikan dengan mulsa vertikal dibuat memotong arah lereng untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi air. Pada lahan miring perlu dibuat teras gulud atau teras kredit atau sistem alley cropping dan pembuatan rorak (dapat dikombinasikan dengan mulsa vertikal)