BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

SKRIPSI EVALUASI SISTEM PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI KAPAL PENUMPANG KM. LAMBELU PT. PELAYARAN NASIONAL INDONESIA (PT.

Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana

Rancangan Sistem Assessment Keselamatan Kebakaran Kapal Penyeberangan Roll On Roll Off

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERANCANGAN SISTEM ASSESSMENT KESELAMATAN KEBAKARAN KAPAL FERRY ROLL ON ROLL OFF

LAMPIRAN 2. LEMBAR OBSERVASI Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Kapal Penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI Tahun 2008

Evaluasi Kesesuaian Life-Saving Appliances (LSA) dan Pembuatan Simulasi Sistem Evakuasi Pada Kapal Perintis 1200 GT Menggunakan Software Pathfinder

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI

Evaluasi Sistem Proteksi Aktif, Sistem Proteksi Pasif, dan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Kapal Tanker X Tahun 2013

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

128 Universitas Indonesia

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

1. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat SUBSTANSI MATERI

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Bagian Tata Usaha. Bidang Tata Operasional

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang dibutuhkan untuk pengoperasian dan pemeliharaan. Teknologi yang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.

JUDUL : Managemen Tanggap Darurat

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.

BAB 1 : PENDAHULUAN. sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

BAB I PENDAHULUAN.


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

APLIKASI PENERAPAN PERATURAN SOLAS DALAM PERENCANAAN PERALATAN KESELAMATAN KMP LEGUNDI PADA LINTASAN MERAK-BAKAUHENI

PENERAPAN PENGGUNAAN ALAT KESELAMATAN PADA SAAT BERLAYAR UNTUK KELOMPOK NELAYAN MADURA

PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL ABSTRAK

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

WAKTU EVAKUASI MAKSIMUM PENUMPANG PADA KAPAL PENYEBERANGAN ANTAR PULAU

BAB I PENDAHULUAN.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

BAB V PEMBAHASAN. Area kerja di PT. Lotte Chemical Titan Nusantara meliputi Area 1 (Train

BAB V GAMBARAN UMUM PT. PELAYARAN NASIONAL INDONESIA (PT. PELNI)

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.

No. : Juni 2016

Latar Belakang. Luaran yang Diharapkan Metodologi. Hasil analisa Kesimpulan dan Rekomendasi

Kantor SAR Propinsi Jawa Tengah

STUDI PERENCANAAN MODEL EVAKUASI SEDERHANA PADA KAPAL PENUMPANG

ANALISIS TIGA FAKTOR DOMINAN SISTEM PROTEKSI AKTIF DAN PASIF SERTA SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI GEDUNG VOKASI UI TAHUN 2013

Pedoman Penyusunan Program Kedaruratan PLB3

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE

DESAIN KESELAMATAN TERHADAP RISIKO KEBAKARAN (FIRE SAFETY ENVIRONMENT AREA) PADA LINGKUNGAN PERUMAHAN & PERMUKIMAN DI DKI JAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. sebuah pemikiran dan upaya dalam menjamin keutuhan baik jasmani maupun

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT SURVIVAL CRAFT AND RESCUE BOAT (SCRB)

BABl PENDAHULUAN. Keselamatan pelayaran merupakan hal yang sangat penting dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

gedung bioskop berbeda tingkat kerawanannya dibandingkan dengan perumahan. Jika

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGGANTIAN BIAYA OPERASI SEARCH AND RESCUE (SAR)

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

EVALUASI SARANA MENYELAMATKAN DIRI KEADAAN DARURAT PADA BANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KEBAKARAN

BAB II LANDASAN TEORI

PROSEDUR KEADAAN DARURAT KEBAKARAN B4T ( BALAI BESAR BAHAN & BARANG TEKNIK)

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

ISM Code (International Safety Management Code)

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha, tentulah diikuti dengan risiko. Apabila risiko tesebut datang

ANALISIS UPAYA PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI GEDUNG BOUGENVILLE RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.

PROCEDURE PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

ROOT CAUSE ANALYSIS PADA KEBAKARAN KMP. NUSA BHAKTI

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Dalam

5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB II TINJAUN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK disegala kebutuhannya, IPTEK berkembang dengan pesat hampir di seluruh negara. Dari negara maju sampai negara berkembang seperti Indonesia yang sedang memperkenalkan IPTEK disegala bidang dan pekerjaannya. Dimulai dari bidang industri yang bergerak dibidang produksi, manufaktur, perakitan sampai industri penyedia jasa. Namun didalam setiap penerapan IPTEK selalu terkait terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1970 Bab II pasal 2 tentang ruang lingkup keselamatan kerja, bahwa aspek keselamatan kerja perlu diimplementasikan dalam segala tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Hal ini dilakukan karena setiap penerapan IPTEK tidak terlepas dari segala risiko dan konsekuensi yang berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja disetiap pekerjaannya sehingga dapat menimbulkan kerugian atau bencana. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui laut. Salah satunya adalah aktifitas 1

2 dalam memindahkan barang atau orang dari satu pulau ke pulau lainnya dan harus melewati laut. Oleh karena itu dibutuhkan industri penyedia jasa seperti pelayaran kapal laut, namun industri penyedia jasa seperti pelayaran kapal laut pun tidak terlepas dari konsekuensi dan risiko yang besar disetiap pekerjaannya. International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk menjamin keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan polusi seperti MARPOL, International Safety Management Code (ISM Code), Safety of Life at Sea (SOLAS), Internasional Industry Codes of Practices and Guidelines, dll. ISM Code yang dibukukan dalam konvensi SOLAS chapter IX (6) telah menjadi keharusan sejak 1 Juli 1998 akan mengharuskan 128 negara dan hampir 97% kapal niaga di dunia untuk mengikuti aturan-aturan yang ada didalamnya, termasuk didalamnya adalah kapal penumpang, kapal penumpang cepat, kapal tanker dan pengangkut gas, kapal curah dan kapal-kapal lainnya. ISM Code juga dimaksudkan sebagai standar internasional dalam pengoperasian dan manajemen kapal dengan memberikan aturan-aturan keselamatan dalam pengoperasian kapal serta lingkungan/kondisi kerja yang aman, pengamanan terhadap semua potensi risiko yang teridentifikasi, pengembangan secara berkelanjutan terhadap kemampuan manajemen keselamatan personil di kapal dan di darat. (Ketutbuda, 2006) Kebakaran merupakan salah satu risiko yang dapat terjadi kapan saja dan dimana saja didalam kegiatan pelayaran kapal laut, kebakaran kapal pun dapat diklasifikasikan sebagai kecelakaan kapal laut. Kerugian yang

3 ditimbulkan dari risiko ini pun meliputi kerugian finansial yang cukup besar bahkan memakan korban jiwa yang tidak sedikit. Sebagaimana disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Laut H. Harijogi, dalam rangka keselamatan pelayaran nasional 2007 bahwa pada tahun 2007 hingga Juni kasus kecelakaan laut telah mencapai 119 kali, diantaranya kapal tenggelam 58 kali, kebakaran 12 kali, tubrukan kapal 10 kali, kerusakan mesin 1 kali, kapal kandas 14 kali dan kejadian lainnya 9 kali. Selama enam bulan terakhir korban jiwa di laut telah mencapai 124 orang dengan kerugian muatan 3.949 ton. (www.kapanlagi.com, 19 Agustus 2007) Hal ini menggambarkan bahwa dari seluruh jumlah kasus kecelakaan laut, risiko terjadinya kebakaran di kapal laut cukup besar karena jumlah kasus kebakaran menduduki peringkat kedua setelah jumlah kasus tenggelamnya kapal. Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi dari sebuah sistem manajemen yang ada di kapal dan dibantu oleh sistem proteksi kebakaran yang ada serta penghuni di kapal tersebut untuk dapat menanggulangi kebakaran di kapal. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep 186/Men/1999 tentang Unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja, pasal 2 ayat 1 dan 2 yang mewajibkan kepada pengurus atau pengusaha untuk mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran dan wajib memiliki unit penanggulangan kebakaran dengan tugas dan tanggung jawab masingmasing. PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PT. PELNI) yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan jasa kapal laut yang berlokasi

4 di Jakarta Utara dan sudah beroperasi sejak tahun 1952. Perusahaan ini pun tidak terlepas dari risiko dan telah mengalami kasus kebakaran yaitu terbakarnya KM. Lawit pada tahun 2007 yang mengakibatkan terbakarnya badan kapal, namun tidak ada korban jiwa. Tentu saja hal ini dapat dicegah, namun kurangnya sarana pemadam kebakaran dan sumber daya manusia yang memadamkan kobaran api di KM. Lawit tersebutlah yang memperparah kejadian ini. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kerugian finansial dikarenakan hangusnya kapal dan kerugian pemasukan bagi perusahaan, walaupun tidak ada korban jiwa tetap saja kejadian ini dapat berdampak terhadap pandangan masyarakat kepada PT. PELNI dalam menggunakan jasa pelayanan pelayaran kapal laut. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem penanggulangan kebakaran di atas kapal. Sistem tersebut mencakup sarana proteksi kebakaran, sarana penyelamat jiwa dan manajemen penanggulangan kebakaran di atas kapal. Keberadaan sistem proteksi kebakaran di atas kapal sangat kritis, karena sistem tersebut adalah sistem penanggulangan kebakaran awal di kapal. Namun sistem proteksi kebakaran di kapal harus diperkuat dengan manajemen penanggulangan kebakaran yang meliputi organisasi, prosedur dan latihan penanggulangan kebakaran di kapal. Karena itulah dibutuhkan perhatian yang lebih terhadap suatu sistem manajemen penanggulangan kebakaran di kapal sehingga pencegahan kebakaran dapat dilakukan untuk meminimisasi risiko terjadinya kebakaran di kapal. Perhatian tersebut dapat berupa perawatan dan inspeksi berkala yang terjadwal dan rutin terhadap semua sistem penanggulangan kebakaran di atas kapal, sedangkan pelatihan

5 seperti fire drill di kapal dapat dilakukan dalam rangka pelatihan terhadap sumber daya manusia yang berada di kapal tersebut. Tugas dan tanggungjawab tim penanggulangan kebakaran di kapal pun harus selalu ditinjau demi terlaksananya koordinasi selama penanggulangan kebakaran, maka peran nahkoda dalam hal ini sangatlah penting karena sebagai komando tertinggi di kapal dapat mempengaruhi kelangsungan sistem manajemen penanggulangan kebakaran berjalan dengan baik. Suatu sistem penanggulangan kebakaran tidak terhenti sebatas kegiatan penanggulangan kebakaran di atas kapal. Evakuasi penumpang kapal merupakan hal kedua yang harus dilakukan karena merupakan tugas dan tanggung jawab tim penanggulangan kebakaran untuk melindungi keselamatan penumpang kapal. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam suatu sistem penanggulangan kebakaran meliputi sarana proteksi kebakaran aktif, sarana proteksi kebakaran pasif yang termasuk didalamnya sarana penyelamat jiwa dan manajemen penanggulangan kebakaran di atas kapal. Kesiapan sarana proteksi kebakaran aktif dan pasif pun harus selalu dipastikan setiap saat ketika sebelum atau sesudah kapal berlayar maupun ketika kapal bersandar dengan melakukan inspeksi dan perawatan berkala. Karena itulah penulis ingin mengevaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI dengan memasukkan variabel pada sarana proteksi aktif, berupa: detektor dan alarm, hidran dan fire pump, sprinkler dan APAR; sarana proteksi pasif, berupa: escape (pintu, tangga, petunjuk arah dan jalan keluar darurat) emergency

6 lights (penerangan darurat), muster station (tempat berkumpul), fire door (pintu tahan api), lifebuoy (pelampung), lifejacket (jaket pelampung) dan survival craft (lifeboat, rescue boat dan liferaft); sedangkan manajemen penanggulangan kebakaran, berupa: organisasi penanggulangan kebakaran, prosedur penanggulangan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran. 1.2. Rumusan Masalah Terkait dengan tingginya tingkat risiko kebakaran yang dapat terjadi di kapal laut dan menyebabkan kerugian finansial yang cukup besar bahkan sampai menelan korban jiwa yang jumlahnya tidak sedikit, maka diperlukan sebuah sistem proteksi kebakaran untuk menanggulangi kebakaran awal dan manajemen penanggulangan kebakaran di atas kapal untuk menghindari dampak kebakaran yang ditimbulkan lebih besar lagi. Terkait apakah sistem penanggulangan kebakaran di kapal berjalan sesuai dengan prosedur yang ada, termasuk didalamnya apakah sarana proteksi aktif, sarana proteksi pasif dan manajemen penanggulangan dalam kondisi baik dan dapatkah berfungsi apabila terjadi kebakaran serta kesesuaian dari sistem penanggulangan kebakaran dengan sumber bahaya yang ada di kapal tersebut. Oleh karena itulah penulis ingin mengetahui lebih detail tentang evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI tahun 2008.

7 1.3. Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian yang didapatkan dari rumusan masalah diatas: 1. Bagaimanakah identifikasi sumber-sumber potensi bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI? 2. Bagaimanakah sarana proteksi kebakaran aktif di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI? 3. Bagaimanakah sarana proteksi kebakaran pasif di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI? 4. Bagaimanakah manajemen penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui sumber-sumber potensi bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI. 2. Mengetahui sarana proteksi kebakaran aktif di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI.

8 3. Mengetahui sarana proteksi kebakaran pasif di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI. 4. Mengetahui manajemen penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI. 1.5. Manfaat Penelitian Memberikan masukan terhadap institusi terkait terhadap sistem proteksi kebakaran yang baik dan sesuai dengan sumber bahaya yang ada dan standar yang diberlakukan untuk menjamin keselamatan angkutan laut khususnya kapal penumpang. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. PELNI selama bulan April sampai Mei 2008 dengan melibatkan sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI dengan rute Jakarta-Surabaya pada tanggal 23 sampai 24 Mei 2008. Penelitian ini dilakukan di beberapa dek kapal untuk mengevaluasi sistem penanggulangan kebakaran meliputi identifikasi sumber ignisi, sarana proteksi kebakaran aktif, sarana proteksi kebakaran pasif dan manajemen penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM. Lambelu, PT. PELNI. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung, wawancara dan penggunaan checklist.