1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan yang kepemilikan sahamnya sebagian dimiliki oleh publik, manajemen dituntut dan harus bekerja profesional. Dengan cara tersebut, perusahaan akan memberikan informasi dengan baik dan transaparan kepada publik. Informasi tersebut dapat pula menjadi sinyal yang salah satunya mempengaruhi harga saham perusahaan baik secara positif atau negatif di bursa. Informasi berperan penting dalam memproyeksikan harga saham pada pasar sekunder. Pasar sekunder saham Indonesia berlangsung di Bursa Efek Indonesia (BEI). Reaksi yang cepat terhadap informasi yang diberikan kepada pasar, dapat diartikan bahwa pasar telah efisien. Pasar akan bereaksi terhadap suatu informasi untuk mencapai suatu harga keseimbangan yang baru (Jogiyanto, 2011). Informasi mengenai perusahaan sangat penting bagi pemegang saham (stockholder), hal ini banyak dimanfaatkan oleh pihak manajemen untuk mempertahankan harga saham agar tidak mengalami undervalue (harga saham yang terjadi di pasar lebih rendah dari harga wajarnya atau yang biasa disebut nilai fundamental saham). Harga saham yang terus meningkat merupakan salah satu faktor yang mendukung perusahaan dinilai memiliki kinerja yang baik. Hubungan antara naik-turunnya harga saham salah satunya dapat dipengaruhi oleh kinerja perusahaan tersebut. Peran informasi yang berpengaruh dalam mempresentatifkan harga saham di bursa, mendorong pemerintah Indonesia
2 melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), sekarang melebur ke dalam satu dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengeluarkan suatu aturan bagi perusahaan publik mengenai keterbukaan informasi yang harus diumumkan kepada publik. Dalam peraturan Bapepam-LK No: X.K.I, disebutkan beberapa jenis informasi yang harus segera diumumkan kepada publik. Informasi tersebut berkaitan dengan aksi-aksi perusahaan yang biasa disebut corporate action. Salah satu alasan perusahaan dalam melakukan corporate action adalah untuk meningkatkan Earning Per Shares (EPS). Peraturan tersebut menjelaskan bahwa pembelian kembali saham atau buy back termasuk ke dalam kategori corporate action. Buy back adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh emiten maupun perusahaan publik untuk membeli kembali saham yang telah ditawarkan kepada masyarakat, baik melalui bursa maupun di luar bursa. Buy back dapat juga dipandang sebagai suatu bentuk lain dari dividen karena keduanya merupakan cara utama dalam mendistribusikan kas yang dimilikinya. Jumlah dollar dari transaksi Open Market Repurchase (OMR) mencapai 650% dan 750%, masing-masing pada tahun 1985 dan 1996. Grullon dan Ikenberry (2002) menemukan bahwa pada tahun 1998, nilai pembelian kembali saham (buy back) oleh perusahaan-perusahaan industri benar-benar melebihi nilai dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham. Grullon dan Michaely (2002) menemukan bahwa buy back telah tumbuh pada tingkat ratarata sekitar 28%, sedangkan dividen tumbuh lebih rendah pada tingkat rata-rata sebesar 7,5%. Persentase penghasilan yang dibayarkan kepada para pemegang
3 saham relatif konstan antara 26% dan 28%, tetapi proporsi pembayaran dari buy back terus meningkat (Jagannathan, et al, dalam Maxwell dan Stephens, 2003). Di Swedia, buy back dianggap sebagai informasi yang berharga dan sangat menguntungkan bagi pelaku pasar, maka pemegang saham dapat langsung bertransaksi pada setiap pengumuman buy back dengan menggunakan metode Open Market Repurchase (OMR) (Rasbrant, 2011). Sejak tahun 1998, Indonesia melalui Bapepam-LK mengeluarkan peraturan Nomor XI.B.2 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik, menyatakan bahwa saham yang dibeli kembali oleh emiten atau perusahaan publik dapat dijual kembali kepada direktur atau karyawan melalui employee stock option plan atau employee stock purchase plan yang telah disetujui oleh Rat Umum Pmegang Saham (RUPS) yang dengan memperhatikan Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Dalam peraturan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan memberikan sinyal kepada para perusahaan go-public yang telah menerbitkan dan menjual sahamnya di bursa untuk melakukan aksi buy back. Hal ini juga merefleksikan bahwa manajer tidak dapat menggunakan peraturan ini untuk kepentingan manajemen semata. Peraturan tersebut hanya dapat digunakan dalam beberapa kondisi yang memungkinkan perusahaan melakukan aksi buy back. Selain itu, pihak manajemen harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan wajib mempublikasikan mengenai rencana pembelian saham kembali.
4 Krisis keuangan di Amerika Serikat pada tahun 2008 yang dipicu oleh subprime mortgage crisis mengakibatkan ditutupnya beberapa institusi keuangan raksasa dunia, diikuti dengan anjloknya Indeks Dow Jones hingga mencapai level terendah selama 7 (tujuh) tahun terakhir dan mempengaruhi kinerja indeks saham di seluruh dunia, tidak terkecuali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI. Krisis Eropa yang berpengaruh signifikan terhadap aktivitas perdagangan di BEI, mendorong pemerintah Indonesia melalui Bapepam-LK menerbitkan peraturan No.: XI.B.3 Tahun 2008 tentang Pembelian Kembali Saham Emiten atau Perusahaan Publik dalam Kondisi Berpotensi Krisis, menyatakan bahwa kondisi pasar dimana IHSG pada BEI mengalami penurunan yang signifikan dalam jangka waktu paling kurang 20 (dua puluh) hari bursa akibat kondisi perekonomian yang tidak mendukung pergerakan harga pasar Efek yang wajar dan dapat bersifat sistemik, Emiten atau Perusahaan Publik dapat melakukan pembelian kembali sahamnya tanpa persetujuan RUPS, pembelian kembali saham paling banyak 20% dari modal disetor. Kemudian peraturan tersebut dicabut melalui keputusan Nomor: Kep-105/BL/2010 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik, merupakan penyempurnaan peraturan sebelumnya Nomor XI.B.2. Krisis perekonomian global masih terjadi sampai Agustus 2013 diperburuk oleh beberapa masalah di Amerika Serikat (AS) seperti isu anggaran pemerintah AS yang sempat menyebabkan government shutdown, batas utang, dan isu pengurangan stimulus moneter oleh The Fed (Tapering) berakibat terhadap penurunan indeks bursa di dunia. Penurunan IHSG sejak tanggal 20 Mei
5 2013 sampai dengan tanggal 27 Agustus 2013 sebesar 1.247,134 poin atau 23,91% oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan sebagai Kondisi Lain. OJK kembali mengeluarkan peraturan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan, menyatakan bahwa kondisi pasar dianggap berfluktuasi secara signifikan jika IHSG di BEI selama 3 (tiga) hari bursa berturut-turut turun 15% atau lebih, atau kondisi lain yang ditetapkan OJK, emiten atau perusahaan publik dapat melakukan pembelian kembali sahamnya sampai batas maksimal 20% dari modal disetor tanpa persetujuan RUPS, hasil pembelian kembali dapat dialihkan antara lain dengan cara dijual, baik di bursa maupun di luar bursa dengan ketentuan dilaksanakan setelah 30 hari bursa sejak pembelian kembali dan harga pengalihan saham tidak boleh lebih rendah dari harga rata-rata pembelian, dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. 1.2. Identifikasi, Perumusan, dan Batasan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah Dalam situs tempo.co.id dikatakan bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah memasuki level psikologis yang tidak rasional, dana asing yang keluar dari Indonesia sudah mulai melambat seharusnya penurunan IHSG tidak sebesar yang terjadi. Penurunan indeks saham di Indonesia masuk kategori terburuk dan telah memasuki irrational psychological. IHSG sempat
6 menyentuh level 3.994 dan hampir mendekati bottom, penurunan IHSG mulai dari 22 Mei hingga 22 Agustus 2013 sudah mencapai 20 persen. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal yang menyebabkan dana asing keluar senilai total Rp 32 triliun. Pertama, outflow terjadi karena kekhawatiran terjadinya quantitative easing (QE) Amerika dari US$ 85 miliar ke US$ 60 milliar, kedua yakni inflasi bulan Juli yang tinggi 3,2 persen dan inflasi tahunan yang melebihi ekspektasi pemerintah sepanjang tahun sebesar 8,61 persen atau lebih tinggi dari APBN, dan ketiga yaitu defisit transaksi berjalan mencapai 4,4 persen dan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 3,3 miliar. Semua sektor perdagangan ditutup di zona merah bahkan mencapai 10%, hanya sektor mining yang mengalami peningkatan 0,39%. Sektor industri dasar melemah 4,7 persen, sektor properti melemah 4,5. Sebanyak 13 indeks sektoral mengalami penurunan diatas 7% dan indeks yang paling banyak penurunannya adalah indeks Pefindo25 mencapai 16,02%. Krisis perekonomian global yang berpengaruh signifikan terhadap aktivitas perdagangan di BEI, mendorong pemerintah Indonesia melalui OJK mengeluarkan satu peraturan baru terkait dengan buy back yaitu peraturan nomor OJK Nomor:02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan. Peraturan tersebut bertujuan untuk melindungi harga saham perusahaan jika IHSG pada bursa efek di Indonesia mengalami penurunan dalam kondisi pasar dianggap berfluktuasi secara signifikan jika IHSG di BEI selama 3 hari bursa berturut-turut secara kumulatif turun 15% atau lebih,
7 atau kondisi lain yang ditetapkan oleh OJK. Selain itu pembelian kembali saham baru dapat dilakukan setelah menyampaikan keterbukaan informasi kepada OJK dan BEI paling lambat 7 (tujuh) hari bursa setelah terjadi kondisi pasar sebagaimana dimaksud. Penelitian ini menggunakan data pengumuman informasi buy back perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sesuai dengan peraturan Nomor XI.B.2, Nomor XI.B.3 dan Nomor: 02/POJK.04/2013 dari Otoritas Jasa Keuangan periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Selain itu, dibutuhkan juga data harga saham dan volume penjualan harian perusahaan terkait yang didapat dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Tujuan penelitian ini untuk mengkonfirmasi salah satu hasil yang ditemukan oleh peneliti sebelumnya dengan uji statistik yang sama terhadap salah satu komponen variabel yang diteliti oleh Rasbrant (2011) dalam sampel yang berbeda. Peristiwa buy back merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan terkait. Penelitian ini dengan tujuan apakah pengumuman informasi buy back mempengaruhi abnormal return dan trading volume trading dalam populasi dan sampel yang berbeda pada kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Ketika transaksi buy back dipandang sebagai suatu sinyal informasi menguntungkan bagi pihak pemegang saham, maka peristiwa tersebut akan dipandang sebagai momentum yang baik dalam berspekulasi. Apakah pemegang saham akan tetap mempertahankan investasinya atau malah memanfaatkan momentum tersebut untuk menjual saham yang dimiliki.
8 Penelitian ini menguji apakah transaksi buy back mempengaruhi reaksi pasar sesuai hasil yang didokumentasikan pada penelitian sebelumnya, yaitu pasar bereaksi positif naik terhadap return saham (Stephens & Maxwell, 2003; Rahma, 2009; Nishikawa et al, 2011; & Rasbrant, 2011). Pengujian variabel Trading Volume Activity (TVA) mengacu pada penelitian sejenis yang dilakukan Rinaningtias (2009) dan Amalia (2010) terkait dengan event study yang menguji pengaruh suatu peristiwa terhadap aktivitas volume perdagangan (trading volume activity) menunjukkan reaksi pasar yang signifikan. Berdasarkan pandangan di atas maka topik penelitian ini adalah: Studi Respon Pasar terhadap Pembelian Kembali Saham (Buy Back) pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2009-2013. Banyak penelitian yang dilakukan untuk menganalisis kegiatan buy back yang dilakukan di berbagai negara. Hasil Maxwell dan Stephens (2003) menyatakan bahwa rata-rata return sebesar 1,72% signifikan untuk pemegang saham perusahaan yang melakukan pengumuman buy back. Penelitian Rasbrant (2011) juga menunjukkan hasil yang signfikan terhadap abnormal return sebesar 1,94%. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Rahma (2009) mendokumentasikan bahwa nilai Average Abnormal Return (AAR) perusahaan yang melakukan buy back tidak mengalami kenaikan return yang signifikan. Namun jika melihat Average Cumulative Abnormal Return (ACAR), return yang dihasilkan perusahaan akibat adanya transaksi buy back cenderung positif dan signifikan.
9 Selain melihat abnormal return, reaksi pasar akibat pengumuman suatu peristiwa juga diukur dengan melihat aktivitas perdagangan dengan menghitung trading volume activity (Ariyanto dan Rinaningtias, 2009). Budiman (2009) menyatakan trading volume activity dapat digunakan sebagai indikator minat investor dalam berinvestasi saham. Penelitian Rinaningtias (2009) dan Amalia (2010) menemukan perbedaan yang signifikan antara aktivitas volume perdagangan sebelum dan sesudah pengumuman peristiwa. Penelitian Ariyanto (2009) mendokumentasikan hasil yang berbeda, suatu pengumuman peristiwa tidak memiliki pengaruh terhadap Trading Volume Activity (TVA). 1.2.2. Perumusan Masalah Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dinyatakan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dpat dituliskan sebagai berikut : 1. Apakah pengumuman informasi buy back memiliki pengaruh terhadap abnormal return perusahaan yang terkait di Bursa Efek Indonesia (BEI)? 2. Apakah pengumuman informasi buy back memiliki pengaruh terhadap trading volume activity perusahaan yang terkait di Bursa Efek Indonesia (BEI)? 1.2.3. Batasan Masalah Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat dibuat suatu batasan masalah, sebagai berikut: 1. Pada saat pembelian kembali saham (buy back), perusahaan tersebut tidak melakukan corporate action atau pengumuman informasi penting lain seperti
10 pembagian dividen, stock split dan aksi korporasi lainnya serta sudah tercatat di BEI lebih dari 1 tahun agar tidak menimbulkan bias informasi. 2. Batasan waktu pengujian tingkat pengembalian tidak normal (abnormal return) lima hari sebelum pengumuman pembelian kembali saham (buy back) dan lima hari setelah pengumuman pembelian kembali saham (buy back). 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Penelitian dilakukan dengan maksud memperoleh bukti empiris tentang pengaruh dan signifikansi peristiwa pengumuman pembelian kembali saham (buy back) terhadap respon pasar pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2009 sampai dengan 2013. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini bermaksud : 1. Menguji ada atau tidaknya pengaruh pengumuman buy back terhadap abnormal return saham perusahaan. 2. Menguji ada atau tidaknya pengaruh pengumuman buy back terhadap trading volume activity perusahaan. 3. Menganalisis perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman buy back berlangsung. 4. Menganalisis perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman buy back berlangsung.
11 1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.4.1. Manfaat Penelitian : 1. Memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan investasi dalam pasar modal. 2. Memberikan masukan kepada perusahaan ketika akan melakukan buy back pada saat sahamnya mengalami penurunan harga. 1.4.2. Kegunaan Penelitian : Penelitian ini berguna pada aspek teoritis (keilmuan) secara spesifik yaitu : Bagi peneliti, sebagai pengetahuan Dapat menjadi referensi dan pedoman bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan pengumuman buy back. 1. Bagi peneliti, sebagai pengetahuan (in-depth knowledge) dalam memahami manajemen keuangan khususnya investasi di pasar modal serta respon pasar modal terhadap pengaruh pengumuman pembelian kembali saham (buy back). 2. Bagi akademisi, sebagai referensi penelitian mengenai pasar modal dengan metode event study terkait pengumuman pembelian kembali saham (buy back). Penelitian berguna pada aspek praktis (guna laksana) yang secara spesifik yaitu:
12 1. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengkajian mengenai studi reaksi pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap informasi peristiwa penting yang dipublikasikan. 2. Bagi pihak emiten, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam merencanakan strategi bisnis secara khusus ketika akan melakukan buy back pada saat sahamnya mengalami penurunan harga. 1.5. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab ini akan dibahas secara garis besar ide dasar mengenai penelitian yang dilakukan. BAB II : Pasar Modal Indonesia Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian pasar modal, peran, manfaat dan sifat pasar modal, struktur pasar modal Indonesia, pelaku pasar modal, dan sejarah perkembangan Bursa Efek Indonesia (BEI). BAB III : Tinjauan Pustaka Membahas mengenai teori-teori yang menjadi acuan peneliti, hasil dari penelitian-penelitian terdahulu, kerangka pemikiran penelitian, dan hipotesis penelitian.
13 BAB IV : Metode Penelitian Bab ini akan dibahas mengenai variabel penelitian dan definisi operasional variabel, jenis dan sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis yang akan digunakan. BAB V : Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bab kelima ini akan membahas mengenai proses pengolahan data serta analisis terhadap hasil yang diperoleh dari penelitian. BAB VI : Kesimpulan dan Saran Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari penelitian, keterbatasanketerbatasan dalam penelitian yang dilakukan, dan saran yang diberikan peneliti sehingga dapat berguna untuk penelitian-penelitian selanjutnya.