AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

DAFTAR PUSTAKA. Asikin, Zainal & Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Mataram: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT.

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, disimpulkan bahwa

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB III PENUTUP. sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS PERAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN IDENTIFIKASI PERILAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI DI POLRES KOTA MALANG)

DAFTAR PUSTAKA. A. Abidin, Farid, Zainal, 1995, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika.

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

DAFTAR PUSTAKA. Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

DAFTAR PUSTAKA. Grafika, Jakarta Grafika, Anton M.Moelijono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam. Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

DAFTAR KEPUSTAKAAN., Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2010;, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2004;

BAB III PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Proses pengambilan sidik jari dalam suatu perkara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus Dasar-Dasar Hukum Pidana dalam Sudarto, Hukum Pidana I. Semarang: Badan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah, FH UNDIP

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

Transkripsi:

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK Zulfan kurnia Ainun Najib Dosen Pembimbing I : Dr. Pujiyono, SH., M.Hum Dosen Pembimbing II : Bambang Dwi Baskoro, SH., M.Hum Abstrak Kegiatan pembangunan pada dasarnya merupakan upaya peningkatan taraf hidup manusia dengan memanfaatkan sumber kekayaan alam disekitar lingkungan hidupnya dan mendayagunakan berbagai sumber daya manusia sehingga beraneka ragam hasilnya dapat dinikmati dan dirasakan oleh masyarakat. Seiring dengan laju pembangunan tersebut apabila distribusi pembangunannya tidak menyentuh seluruh lapisan masyarakat, maka akan timbul suatu problema-problema di dalam masyarakat. Salah satu usaha pembangunan yang dilakukan pemerintah adalah pembangunan di bidang hukum. Hal ini terbukti dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dan ada pula yang masih dalam bentuk rancangan. Kata Kunci : Penghentian Penyidikan Penuntut Umum dan Pihak Ketiga Pra Peradilan 1

Pendahuluan Seiring dengan laju pembangunan tersebut apabila distribusi pembangunannya tidak menyentuh seluruh lapisan masyarakat, maka akan timbul suatu problema-problema di dalam masyarakat. Untuk itu di dalam peningkatan kegiatan pembangunan tersebut perlu adanya keseimbangan dan keselarasan dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu aspek hukum; politik; ekonomi dan sosial. Dari salah satu aspek tersebut yakni aspek hukum merupakan masalah besar yang timbul di dalam masyarakat. I.S. Susanto mengemukakan, bahwa hal ini dikarenakan hukum merupakan salah satu bentuk dari kebijaksanaan umum yang mengatur tingkah laku dan aktivitas dari seluruh anggota masyarakat yang dirumuskan dan ditata oleh kelompok masyarakat yang dapat memasukkan kepentingan kelompok masyarakat yg mempunyai power untuk menentukan kebijaksanaan umum. 1 Berkaitan dengan tema penulisan skripsi ini, sebagai bahan analisa penulis akan melihat realita yang dipraktikkan di Kepolisian Negara Republik Indonesia, Resor Kota Semarang Barat. Akan tetapi mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis maka pembahasan akan dibatasi pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi alasan sehingga suatu perkara harus dilakukan penghentian penyidikan? 2. Bagaimanakah akibat hukum dari tindakan penghentian penyidikan tersebut? 3. Bagaimanakah permasalahan yang timbul dalam praktik dikaitkan dengan prinsip negara hukum dan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut? Penyidikan 1 I.S. Susanto, Kriminologi, (Semarang : Fakultas Hukum UNDIP, Tahun 1995), halaman 80. 2

Salah satu aparat penegak hukum yang melakukan fungsi penyidikan dalam perkara pidana adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa polisi merupakan penyidik dalam tindak pidana umum, hal ini dapat dilihat di dalam bunyi Pasal 6 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan sebagai berikut : Penyidik adalah : a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Dalam melakukan penyidikan ini polisi dituntut untuk mengambil kebijaksanaan dengan membuat suatu pertimbangan, langkah apa yang akan diambil dalam saat yang singkat pada penanganan pertama suatu delik. Oleh karena itu, menurut Andi Hamzah bahwa dimulainya suatu penyidikan haruslah sudah dapat ditentukan dan diperkirakan delik apa yang telah dilakukan. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (5) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. Penyelidik setelah melakukan suatu penyelidikan menyerahkan hasil yang diperoleh kepada penyidik untuk dipelajari dan diteliti peristiwanya berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari penyelidikan tersebut, maka penyidik menentukan sikap, apakah tindakan penyidikan dapat dilanjutkan atau dihentikan. Jika penyidikan dilanjutkan maka penyidik segera melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan wewenangnya untuk memproses perkara tersebut. Akan tetapi setelah dilakukan suatu penyidikan ternyata dalam perkara tersebut tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan 3

merupakan tindak pidana, dan demi hukum penyidikan tersebut dapat dihentikan, maka penyidik tidak melanjutkan penyidikan. 2 Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian penghentian penyidikan adalah suatu penghentian dari proses penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik dengan tidak diteruskan ke tahap selanjutnya atau ke tahap penuntutan (Kejaksaan). Metode Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, yaitu dengan menggunakan cara berfikir induktif, yakni berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus dan kongkrit itu kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum. 3 Hasil dan pembahasan Alasan-alasan Suatu Perkara Harus Dilakukan Penghentian Penyidikan Dalam praktiknya setelah diadakan suatu proses penyidikan terhadap perkara yang telah dilakukan penyidikan oleh penyidik ternyata tidak sedemikian rupa bisa diteruskan ke tahap penuntutan. Dalam hal-hal tertentu penyidik dengan suatu alasan, dapat melakukan penghentian penyidikan karena : 1. Tidak cukup bukti. 2. Peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana. 3. Perkara ditutup demi hukum, karena adanya : ne bis in idem, pengaduan, tersangka/terdakwa meninggal dunia. 2 3 Suryono Sutanto, Ibid, halaman 64. Sutrisno Hadi, Op. Cit, halaman 42. 4

Akibat Hukum Dari Penghentian Penyidikan Suatu penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, dalam arti penghentian penyidikan tersebut berdasarkan pada kenyataankenyataan yang terjadi yang oleh hukum hal itu harus dihentikan penyidikannya. Apabila penghentian tesebut dihentikan dengan tanpa adanya suatu alasan yang patut, hal ini akan menimbulkan citra buruk terhadap korp kepolisian selaku penyidik di mata masyarakat. Di samping itu, hal tersebut dapat diajukan ke sidang pra peradilan, baik atas permohonan pihak penuntut umum atau dari pihak ke tiga yang berkepentingan, untuk dinilai apakah tindakan penghentian penyidikan tersebut secara hukum dapat dibenarkan atau tidak. Sebab tidak menutup kemungkinan terhadap perkara yang dihentikan penyidikannya itu apabila kemudian ternyata ada alasan baru penyidik dapat melakukan penyidikan terhadap tersangka. Alasan baru termasuk berasal dari keterangan tersangka, saksi, benda atau petunjuk yang baru kemudian diketahui atau didapat. Permasalahan yang Timbul Dalam Praktik Dikaitkan Dengan Prinsip Negara Hukum dan Upaya-upaya Mengatasi Permasalahan Dalam praktik hukum di Indonesia dijumpai pula sebelum perkara itu sampai ke pengadilan, perkara tersebut ternyata dihentikan proses penyidikannya oleh penyidik, yang menjadi persoalan di sini apakah praktik yang demikian dapat atau sesuai dengan prinsip negara hukum yang dianut oleh negara Republik Indonesia? Mengenai hal tersebut kita dapat melihat ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana di dalam Pasal 7 ayat (1) huruf i dikatakan, bahwa pada dasarnya penyidik karena kewajibannya dapat mengadakan penghentian penyidikan serta dengan mengingat ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP dengan alasanalasan tertentu penyidikan itu dapat dihentikan. 5

Adapun upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, agar penyidik tidak ragu-ragu menghentikan penyidik jika ternyata alasan-alasan cukup kuat dan atas perkara-perkara yang penyidikannya terkendala dilakukan gelar perkara dengan mengundang kejaksaan negeri setempat. Jika terdapat keragu-raguan apakah perkara yang sedang dalam penyidikan merupakan perkara perdata atau daluarsa segera mengirimkan lapju kepada Dit Serse Polda dan Diskum Polda memintakan pendapatnya, sehingga hasil petunjuk dapat dipergunakan menentukan langkah kebijaksanaan berikutnya. Suatu hal yang harus di garis bawahi adalah : penghentian penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya penyidikan kembali jika diterima alat bukti baru. Simpulan Setelah penulis menguraikan akibat hukum penghentian penyidikan dan permasalahannya dalam praktik, maka berdasarkan uraian-uraian tersebut secara umum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, telah ada beberapa reformasi yang bersifat fundamental dalam menegakkan ketentuan hukum pidana. Reformasi tersebut menyangkut juga mengenai siapa aparat negara yang diberi wewenang untuk menegakkan ketentuan hukum pidana, khususnya petugas penyidik dalam proses perkara pidana. Dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa aparatur negara yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan dalam perkara pidana adalah Polri, khususnya dalam tindaktindak pidana umum serta Pegawai Negeri Sipil tertentu yang menyangkut tindak pidana khusus. Daftar Pustaka 6

Buku Achmad S. Soemodiprodjo, Rd., S.H., Pokok-pokok Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Alumni Bandung, Tahun 1981. Andi Hamzah, S.H., DR., Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Tahun 1984. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1996. Bismar Siregar, S.H., Hukum Acara Pidana, Penerbit Bina Cipta, Bandung, Tahun 1983. Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta, Tahun 1982. Departemen Pertahanan Keamanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, Jakarta, Tahun 1982. I.S. Susanto, Kriminologi, Fakultas Hukum UNDIP Semarang, Tahun 1955. Leden Marpaung, S.H., Proses Penanganan Perkara Pidana, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Tahun 1992. M. Karyadi, Tindakan dan penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara, Penerbit Politeia Bogor, Tahun 1996. P.A.F. Lamintang, S.H., Drs., dan S. Djisman Samosir, S.H., Hukum Pidana Indonesia., Penerbit Sinar Baru, Bandung, Tahun 1983. Roeslan Saleh, Mr., Prof., Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Penerbit Aksara Baru, Jakarta, Tahun 1983. Ronny Hanitijo Soemitro, S.H., Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia, Tahun 1983. Satjipto Rahardjo, S.H., Prof., DR., Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Penerbit Sinar Baru, Bandung, Tahun 1982. Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Jakarta, Tahun 1981. Sudarto, S.H., Prof., Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni Bandung, Tahun 1986. Suryono Sutarto, S.H., Buku Pegangan Kuliah Mahasiswa Hukum Acara Pidana, Penerbit UNDIP Semarang, Tahun 1994. 7

Susilo Yuwono, S.H., Penyelesaian Perkara Pidana berdasarkan KUHAP, Penerbit Alumni Bandung, Tahun 1982. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 jo Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 8