BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta ditinjau dari prinsip ekonomi yang sudah dijalankan pedagang kaki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan,

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia dewasa ini kondisinya dirasakan sangat

I. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena dalam era globalisasi informasi ini, hakekatnya suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km

BAB 1 PENDAHULUAN. berlomba-lomba menciptakan terobosan untuk meningkatkan daya saing demi

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sebuah pembangunan dapat mendatangkan dampak berupa manfaat yang

PENDAHULUAN. Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki kontribusi yang cukup. penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Fenomena persaingan yang ada telah membuat para pengusaha

BAB 1 PENDAHULUAN. pangsa pasar dan mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, perusahaan harus

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat yang pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan cara lebih memuaskan konsumen dari pada yang dilakukan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian terhadap perlindungan sosial bagi para pekerja di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi sekarang ini perkembangan sektor jasa semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan investasi dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berasal

BAB I PENDAHULUAN. ( /30621/4/chapter%20i.pdf)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dimilikinya. Dengan bekerja, individu dapat melayani kebutuhan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. fungsional dalam proses produksi yang bertindak sebagai faktor produksi. Sisi

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan pedagang. makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam memasarkan produknya untuk mencari cara yang baru,

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. penting, karena dalam berwirausaha kreativitas, inovasi dan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PEDAGANG BAKSO DI TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Sektor UMKM adalah salah satu jalan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

PENGARUH MODAL DAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP LABA USAHA PEDAGANG KAIN

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

MAKALAH HUKUM KEWIRAUSAHAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang sering dihadapi

2016 MODEL KEMITRAAN BISNIS DONAT MADU CIHANJUANG

BAB I PENDAHUALAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan dibidang perekonomian selama ini telah banyak

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan. pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. minuman salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang memicu orang-orang untuk mencari pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyaknya penyakit yang muncul akibat kurangnya kontrol dan

BAB I PENDAHULUAN. produk yang berkualitas tinggi agar sanggup memberi kepuasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. satunya di pasar. Mereka berpikir, pasar adalah tempat tujuan bagi para. konsumen untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya sehari hari.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia lebih mengacu kepada keadaan berupa kekurangan hal-hal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. dikunjungi serta memiliki fasilitas yang memadai untuk bersantai bersama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat seiring

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sektor ekonomi dan budaya juga ikut. terpengaruh perubahan kebudayaan juga tidak dapat dihindari,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari. oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. negara. Khususnya bagi industri-industri, perusahaan dan pelaku ekonomi lainnya

I. PENDAHULUAN. berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pengangguran di Indonesia. merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. Dalam negara maju,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keluar untuk mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. UMKM di. ditampung sehingga tingkat pengangguran semakin berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan

STRATEGI BISNIS PEDAGANG KAKI LIMA ( Studi pada Pedagang Kaki Lima di FoodCourt Urip Sumaharjo Surabaya) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini kota Bandung menjadi salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, pembangunan merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara Indonesia dalam melakukan pembangunan cenderung mengutamakan kota (urban bias) dengan cara investasi industri (Gusti Muhtadin, 3:1998). Kebijakan yang bersifat urban bias tersebut berakibat semakin melebarnya perbedaan dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, khususnya perbedaan pendapatan antar daerah perkotaan yang menjadi pusat pengembangan industrialisasi dengan daerah pedesaan. Adanya kesenjangan pendapatan inilah yang menyebabkan timbulnya kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Kemiskinan dan pengangguran merupakan dua masalah yang saling terkait. Pengangguran merupakan salah satu pemicu dari terjadinya kemiskinan, di lain sisi pengangguran dapat disebabkan oleh kondisi miskin. Sepanjang tahun 2009 hingga tahun 2010, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) hanya mampu menurunkan 1,5 persen dari total pengangguran yang ada, dan memasuki tahun 2011 pengangguran yang ada meningkat pada angka 9,25 juta jiwa (Jarno, 2011: http://kompas.com diakses Senin, 21 November 2011) 1

2 Sementara itu, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2011 Wilayah Jumlah penduduk Miskin (Juta Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Kota 10,95 9,09 Desa 18,94 15,59 Kota + Desa 29,89 12,36 Sumber: BPS Tahun 2012 Berdasarkan data di atas diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia untuk wilayah kota sebanyak 10,95 juta jiwa (9,09%), sedangkan jumlah penduduk miskin untuk wilayah desa sebanyak 18,94 (15,59%), sehingga total penduduk miskin di Indonesia untuk wilayah kota dan desa sebanyak 29,89 (12,36%). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Kota Yogyakarta tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin di Kota Yogyakarta Tahun 2011 Wilayah Jumlah penduduk Miskin (Juta Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Kota 298,92 12,88 Desa 265,31 22,57 Kota + Desa 564,23 16,14 Sumber: BPS Tahun 2012 Berdasarkan data di atas diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Yogyakarta untuk wilayah kota sebanyak 298,92 juta jiwa (12,88%), sedangkan jumlah penduduk miskin untuk wilayah desa sebanyak 265,31 juta

3 jiwa (22,57%), sehingga total penduduk miskin di Yogyakarta untuk wilayah kota dan desa sebanyak 564,23 (16,14%). Fenomena kemiskinan Kota Yogyakarta merupakan fenomena yang kompleks dan tidak dapat secara mudah diatasi oleh pemerintah. Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata seiring dengan perkembangan kota memiliki daya tarik yang kuat terhadap urbanisasi yang berpengaruh terhadap jumlah penduduk. Keberagaman budaya masyarakat menyebabkan kondisi dan permasalahan kemiskinan dan pengangguran di Kota Yogyakarta menjadi sangat beragam. Salah satu cara untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran yaitu dengan mengembangkan sektor informal. Sektor informal memberikan nafas baru bagi masyarakat yang tidak memilki kompetensi maupun kesempatan untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Ketergantungan masyarakat terhadap lapangan pekerjaan akan berkurang ketika masyarakat mampu menciptakan usahanya sendiri. Artinya masyarakat dapat menghasilkan nafkah bagi dirinya sendiri dan tidak lagi bergantung pada kondisi-kondisi yang fluktuatif sehingga dapat menuju ke arah kemapanan. Apabila masyarakat yang berada pada potensi pengangguran dapat mencapai kemapanan melalui usaha kecil, beberapa aspek dapat tercakup. Aspek tersebut di antaranya masalah kemiskinan, pengangguran, maupun angka ketergantungan (Ikhwan, 2011: 4). Salah satu bagian dari sektor informal adalah pedagang kaki lima (PKL). PKL termasuk dalam usaha kecil yang berorientasi pada laba (profit)

4 layaknya sebuah kewirausahaan (entrepreneurship). PKL mempunyai cara tersendiri dalam mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan. PKL menjadi manajer tunggal yang menangani usahanya mulai dari perencanaan usaha, menggerakkan usaha sekaligus mengontrol atau mengendalikan usahanya, padahal fungsi-fungsi manajemen tersebut jarang atau tidak pernah mereka dapati dari pendidikan formal. Manajemen usahanya berdasarkan pada pengalaman dan alur pikir mereka yang otomatis terbentuk sendiri berdasarkan arahan ilmu manajemen pengelolaan usaha, hal inilah yang disebut learning by experience (belajar dari pengalaman). Kemampuan bisnis memang sangat diperlukan PKL guna mengembangkan usahanya (Mulyanto, 2004: 74). Pandangan para pejabat kota terhadap PKL pun mendua. Di satu pihak mereka mengakui bahwa PKL merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja di kota, bahkan dalam pidato-pidato para pejabat kerapkali menyatakan bahwa PKL merupakan satu-satunya alternatif bagi banyak orang agar terhindar dari kemiskinan, pengangguran, dan kriminalitas. Akan tetapi mereka juga memandang PKL sebagai gangguan yang membuat kota menjadi kotor dan tidak rapi, menyebabkan kemacetan lalu lintas, serta mengganggu para pejalan kaki. Karena itu menurut para pejabat PKL harus ditertibkan dari wilayah-wilayah kota paling mewah dan paling elite (Didik J. Rachbini, 1991: 9). Selama ini dalam menjalankan bisnisnya, para PKL di Yogyakarta cenderung hanya memiliki keberanian, kreativitas dinamis, dan belum

5 memahami kebutuhan. Mereka memerlukan berbagai sarana, bantuan dan perlindungan agar tidak berakhir dengan kegagalan. Jiwa wiraswasta tidak bisa berdiri dalam dirinya sendiri. PKL berkaitan dengan suatu sistem ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kreativitas agar usaha para PKL yang selama ini telah dijalankan dapat berkembang. Kemampuan kewirausahaan PKL sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diduga berasal dari dalam diri PKL (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor internal yang dipandang penting yaitu umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman usaha, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal yang dipandang esensial adalah modal, keluarga, lingkungan kerja, jumlah konsumen, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan-bahan untuk usaha PKL pemakai gerobak usaha makanan (Sapar, 2006: 13). Begitu juga yang dialami dengan PKL di Yogyakarta khususnya di kawasan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). PKL di kawasan UNY merupakan tenaga kerja yang sebenarnya tidak mempunyai keterampilan dan mempunyai modal kecil dan berusaha mempertahankan hidup di tengah ganasnya kehidupan kota. Dari sinilah PKL berkecambah dan menjamur memadati ruas-ruas jalan tempat utama lalu-lalangnya masyarakat perkotaan di kawasan UNY. Mengenai penentuan lokasi berdagang, PKL memilih tempat-tempat strategis yang dekat dengan para konsumen seperti kawasan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Universitas Negeri Yogyakarta merupakan

6 Universitas yang berkembang menjadi kawasan terpadu dengan didukung adanya pelayanan pendidikan, olahraga, serta perdagangan. Terlebih Universitas Negeri Yogyakarta saat semakin melebarkan sayap dengan perluasan area dan pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. PKL pun menjamur di sekitar kawasan tersebut, padahal sebagai Universitas yang memberikan pelayanan pendidikan, kawasan tersebut menuntut kondisi yang steril atau bersih baik dari segi sosial ataupun fisik kawasan. Visual kemegahan Universitas Negeri Yogyakarta seakan ternodai dengan keberadaan PKL. Selain itu, keberadaannya yang berlokasi secara linier di sepanjang jalan di sekitar pintu masuk Universitas Negeri Yogyakarta menimbulkan berbagai masalah, diantaranya: kemacetan, kesan tidak teratur semrawut, dan penumpukan aktivitas. Perkembangan PKL yang paling pesat berlokasi di sepanjang Jalan Colombo Yogyakarta. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa hingga saat ini pada jalan tersebut telah terdapat sekitar 60 PKL. Banyaknya jumlah PKL yang berdagang di kawasan UNY mendorong para PKL untuk mampu bersaing dengan pedagang lainnya. Oleh karena itu, para PKL harus memperhatikan kemajuan bisnisnya. Bisnis skala kecil maupun besar harus menjaga kualitas produksi barang dan kepuasan konsumen akan barang dagangannya. Semakin lama persaingan bisnis semakin banyak, baik yang sama jenis usahanya maupun yang berbeda. Seorang pedagang harus mempunyai strategi bisnis untuk bisa tetap menjalankan bisnisnya. Meskipun dalam bisnis ini banyak persaingan serta

7 hambatan yang beraneka ragam, namun bagaimana seorang pedagang beretika untuk menjalankan bisnisnya (Pengamatan langsung pada tanggal 15 November 2011). Dalam kehidupan bisnis yang makin marak di masyarakat sering dijumpai hal-hal yang telah dan mungkin akan terus terjadi penyimpanganpenyimpangan atau pelanggaran-pelanggaran yang masih saja dilakukan oleh para pelaku bisnis. Penyimpangan-penyimpangan tersebut sering dilakukan karena faktor-faktor cara pandang dan ruang lingkup ukuran atau tolok ukur yang dipergunakan untuk menilai benar tidaknya perilaku bisnis. Praktek bisnis yang umum terjadi antara lain: tujuan bisnis yang sangat kuat pada orientasi maksimalisasi profit, kinerja diukur dominan dengan tolak ukur ekonomi dan finansial, kurang pada kualitas cara meraih sukses bisnis, kepentingan masyarakat lain kurang diperhatikan, kegiatan bisnis hanya mengutamakan prinsip ekonomi dan kurang memperhatikan unsur moralitas, dan kegiatan bisnis yang dapat melanggar etika moral sering dianggap wajar oleh pelaku bisnis serta bukan tanggung jawab bisnis (Muslich, 2004: 15-16). Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus memiliki etika bisnis yang baik agar konsumen mau dan suka membeli produk dan jasa yang mereka tawarkan. Pemberian pelayanan kepada konsumen, harga yang terjangkau, tempat yang strategis merupakan hal-hal yang diperhatikan konsumen dalam memilih tempat yang cocok dan sesuai, sehingga konsumen merasa puas dan pedagang dapat bersaing dengan pedagang lain dalam memasarkan produknya.

8 Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti Etika Bisnis Pedagang Kaki Lima di Kawasan Universitas Negeri Yogyakarta. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Kebijaksanaan yang bersifat urban bias berakibat semakin melebarnya perbedaan pendapatan antar daerah perkotaan yang menjadi pusat pengembangan industrialisasi dengan daerah pedesaan. 2. Fenomena kemiskinan Kota Yogyakarta merupakan fenomena yang kompleks dan tidak dapat secara mudah diatasi oleh pemerintah. 3. Para PKL pada umumnya tidak mempunyai keterampilan dan mempunyai modal sangat kecil berusaha mempertahankan hidup di tengah ganasnya kehidupan kota. 4. PKL dianggap sebagai gangguan yang membuat kota menjadi kotor dan tidak rapi, menyebabkan kemacetan lalu lintas, serta mengganggu para pejalan kaki. 5. Selama ini dalam menjalankan bisnisnya, para PKL cenderung hanya memiliki keberanian, kreativitas dinamis, dan belum memahami kebutuhan. 6. Persaingan bisnis PKL di kawasan Universitas Negeri Yogyakarta sangat ketat.

9 7. Salah satu bentuk penyimpangan yang tidak sesuai dengan etika bisinis adalah adanya tujuan bisnis yang sangat kuat pada orientasi maksimalisasi profit sehingga kurang memperhatikan unsur moralitas. C. Pembatasan Masalah Mengingat begitu banyak permasalahan yang harus diatasi, agar penelitian ini dapat membahas lebih tuntas dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, penelitian ini lebih memfokuskan pada etika bisnis pedagang kaki lima di kawasan Universitas Negeri Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Bagaimana etika bisnis pedagang kaki lima di kawasan Universitas Negeri Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui etika bisnis pedagang kaki lima di kawasan Universitas Negeri Yogyakarta.

10 F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam rangka menerapkan teori-teori yang diterima selama kuliah. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengambilan keputusan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka pengaturan dan penertiban PKL di kota Yogyakarta. b. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti yang lain, yang tertarik pada masalah sektor informal.