BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam

MANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

Definisi Forensik Kedokteran Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

PERAN REKAM MEDIK GIGI SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap berbagai bencana alam karena secara geologis Indonesia terletak di pertemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rekam medis harus memuat informasi yang cukup dan akurat tentang identitas

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di

2014, No Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 11

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

2011, No Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kedokteran Kepolisian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepo

Surjit Singh Instalasi/SMF Kedokteran Forensik dan Medicolegal Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan/FK-USU Medan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA. No.251, 2013 KESEHATAN. Pelayanan. Operasional. Kemenhan. TNI. POLRI.

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

PENDAHULUAN BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

GAMBARAN DATA ODONTOGRAM REKAM MEDIK GIGI DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

Suci Rahmasari UNAND Abstrak. Kata kunci : Dental Record, Pengetahuan, Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, jumlah. kriminalitas yang disertai kekerasan juga ikut

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

Pelayanan Forensik Klinik terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara

RIATI ANGGRIANI,SH,MARS,MHum ANGGOTA PERHUKI DKI

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

GAMBARAN REKAM MEDIS GIGI PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO DITINJAU DARI STANDAR NASIONAL REKAM MEDIK KEDOKTERAN GIGI

BAB I PENDAHULUAN. jalan yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri pada tahun 2008

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

Ilmu Forensik? Ruang Lingkup. Kriminalistik

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas.

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

Forensic Identification Based on Both Primary and Secondary Examination Priority in Victim Identifiers on Two Different Mass Disaster Cases

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 13 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MALINGPING

Definisi dan Jenis Bencana

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

Pengelolaan Bencana. Nama : Hamid Faqih Umam NPM : Fakultas : Kedokteran Kelas : PB 39

PERAN DOKTER AHLI FORENSIK DALAM MENGUNGKAP PERKARA PIDANA SAMPAI PADA TINGKAT PENYIDIKAN. Skripsi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CONTOH CONTOH INSIDEN. No. INSTALASI INDIKATOR JENIS

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

5. HAKEKAT PERMENKES 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG RM dan PERTAURAN TERKAIT LAINNYA LILY WIDJAYA,SKM.,MM D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

BAB I PENDAHULUAN. dan kesimpangsiuran informasi dan data korban maupun kondisi kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang:

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).

DISASTER PLAN. Oleh : dr. Iryani R ambarwati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009). Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kesehatan,

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada kasus korban bencana alam atau kecelakaan, sering ditemukan masalah dalam proses identifikasi, disebabkan

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu Periode 1 Januari Desember 2013

BAB II LANDASAN TEORI

Evaluasi Penggunaan Software Simpus Kota Semarang Sebagai Sistem Informasi Rekam Medis Gigi Dan Identifikasi Manusia.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dalam upaya

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab. terbanyak terjadinya cedera di seluruh

SURAT KETERANGAN MEDIS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orang tuanya. Identitas seseorang yang dapat dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan) (Gani, 2002). Pada dasarnya prinsip identifikasi adalah membandingkan data antemortem (data semasa hidup) dan data postmortem (data setelah kematian) pada orang yang tidak dikenal. Data yang diduga sebagai orang hilang terkadang kurang lengkap, bahkan tidak ada. Identifikasi dilakukan melalui berbagai metode, seperti sidik jari, medik, odontologi (ilmu gigi dan mulut), anthropologi sampai dengan pemeriksaan biomolekuler. Pada kasus bencana massal dengan potongan tubuh yang sulit dikenal, memerlukan keahlian kedokteran forensik yang meliputi berbagai bidang keilmuan dan bidang keahlian penunjang untuk dapat melakukan identifikasi. Identifikasi korban tak dikenal dalam pelaksanaannya dapat bekerja 15

sama dengan berbagai disiplin ilmu, antara lain keahlian bidang forensik patologi, forensik odontologi, forensik anthropologi, ahli sidik jari, ahli DNA, radiologi dan fotografer (Mun im, 1997). Forensik odontologi merupakan salah satu metode penentuan identitas individu. Keunggulan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar (Atmadja, 2004). Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi adalah sebagai berikut : 1) Gigi geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antropologis dan morphologis mempunyai letak yang terlindungi dari otot-otot bibir dan pipi sehingga apabila trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu. 2) Gigi geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami nekrotik, biarpun dikubur umumnya organ-organ tubuh lain bahkan tulang telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh). 3) Gigi geligi di dunia ini tidak ada yang sama kerena kemungkinan sama satu banding dua milyar. 4) Gigi geligi mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak atau berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi bahkan setiap ras mempunyai ciri yang berbeda. 16

5) Gigi geligi tahan panas, apabila terbakar sampai 400 derajat celcius gigi tidak akan hancur terbukti pada peristiwa Parkman yaitu seorang dokter dari Aberdeen dibunuh oleh Professor JW Webster. Pada kasus ini korban dibunuh, lalu tubuhnya dipotong-potong lalu dibakar di perapian, tetapi giginya masih utuh. 6) Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya memakai gigi palsu dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat ditelusuri atau di identifikasi (Lukman, 2006). Menurut Atmadja (2004) seorang dokter gigi forensik harus memiliki beberapa kualifikasi diantaranya, kualifikasi sebagai dokter gigi umum yaitu kualifikasi terpenting yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi forensik memiliki latar belakang kedokteran gigi umum yang luas, meliputi semua spesialisasi kedokteran gigi. Pengetahuan tentang bidang forensik terkait yaitu seorang dokter gigi forensik harus mengerti sedikit banyak tentang kualifikasi dan bidang keahlian forensik lainnya yang berkaitan dengan tugasnya, seperti penguasaan akan konsep peran dokter spesialis forensik, cara otopsi, dsb. Pengetahuan tentang hukum yaitu seorang dokter gigi forensik harus memiliki pengetahuan tentang aspek legal dari odontologi forensik, karena akan banyak berhubungan dengan para petugas penegak hukum, dokter forensik dan pengadilan. Dalam hal kasus kriminal juga harus paham mengenai tata cara penanganan benda bukti yang merupakan hal yang amat menentukan untuk dapat diterima atau tidaknya suatu bukti di pengadilan. Menurut Supari (2007) setiap propinsi di Indonesia memiliki tim Identifikasi Korban Bencana (Disaster Victim Identification/DVI) untuk mengenali korban bencana massal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Keberadaan tim DVI di propinsi ini sangat penting untuk mengatasi kendala waktu dan transportasi saat terjadi bencana alam (natural 17

disaster) maupun bencana yang disebabkan manusia (man made disaster). Identifikasi korban bencana diperlukan untuk menegakkan HAM, membantu proses penyidikan dan memenuhi aspek legal sipil. Saat ini lembaga yang sudah dibentuk, perlu segera direplikasi disetiap propinsi yang ada di Indonesia. Sejak kejadian bom Bali tahun 2002, penanganan korban mati massal pada bencana mulai mendapat perhatian yang serius, baik dari pihak Depkes maupun Polri. Kedua lembaga ini telah membuat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dengan Kapolri 1087/Menkes/SKB/IX/2004 tentang Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada bencana massal yang ditandatangani pada tanggal 29 September 2004. TIM DVI INDONESIA terdiri dari beberapa anggota POLRI (DOKPOL), DEPKES RI, FK/FKG Universitas, Instalasi Kedokteran Forensik dan ahli-ahli lainnya. Tim DVI Indonesia yang dibentuk dengan sistem regionalisasi (4 region) merupakan badan yang bertanggung jawab terhadap penanganan korban mati pada suatu bencana, terutama yang terjadi di regionnya. Tim DVI regional adalah perpanjangan tangan dari Tim DVI Nasional sebagai koordintor bagi Provinsi dalam wilayah kerjanya, sedangkan Tim DVI Provinsi merupakan pelaksana identifikasi terhadap semua korban mati pada bencana. Pemerintah berkewajiban melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana, baik mendukung dana, sarana dan prasarananya (sesuai UU No 24 Tahun 2007). Kegiatan identifikasi korban (DVI) pada bencana massal yang lalu telah terbukti dapat berjalan dengan baik. Contohnya pada kasus terbakarnya bus di Situbondo, tsunami Aceh dan Nias, bom Bali II, jatuhnya pesawat Mandala Airlines di Medan dan pesawat Garuda Indonesia di Yogyakarta, pengeboman Kedubes Australia di Jakarta, gempa DIY dan Jateng hingga bencana alam meletusnya gunung Merapi dan lainnya. 18

Hambatan yang didapat pada setiap identifikasi jenazah biasanya karena hancurnya jenazah tersebut sehingga susah diidentifikasi. Jenazah yang terbakar sangat sulit di identifikasi, seperti satu-satunya yang tersisa adalah tulang atau abu. Data-data antemortem yang didapat pada kebanyakan orang Indonesia juga tidak begitu lengkap, sebagai contoh foto rontgen gigi tidak semua orang Indonesia mempunyai, bila dibandingkan di luar negeri hampir semua orang mempunyai data-data medis tersebut. Hal ini yang membuat terhambatnya proses identifikasi jenazah. Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap kesehatan masih kurang, terutama seperti general check up atau sekedar mengecek kesehatan. Masyarakat akan pergi ke pelayanan kesehatan bila sakit. Alasan lain tertundanya identifikasi jenazah dikarenakan masih minimnya dokter forensik di Indonesia. Seperti contohnya yang terjadi pada bencana merapi oktober-november 2010, dokter-dokter forensik di RS.DR.Sardjito hampir kewalahan menangani banyaknya korban merapi yang perlu diidentifaksi dengan jeli karena banyaknya korban merapi yang terbakar sampai derajat 4, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antar dokter forensik di seluruh Indonesia, sehingga tidak hanya kiriman bantuan dokter emergency saja namun juga dokter forensik (Tridamayanti, 2010). Adapun ayat Al-Quran yang berhubungan dengan kematian dan bencana adalah sebagai berikut : Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir 19

tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (An Nisa : 78) B. Perumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang di atas adalah, Bagaimana gambaran identifikasi korban massal open disaster dan close disaster di tim DVI (Disaster Victim Identification) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan data gigi (odontogram) secara studi kasus? C. Keaslian Penelitian Penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan. Contoh penelitian lain tersebut adalah sebagai berikut : 1. Effects of high temperature on different restorations in forensic identification: Dental samples and mandible. Karya Kalpana A Patidar, Rajkumar Parwani, and Sangeeta Wanjari, Journal of Forensic Dental Sciences 2010 Jan Jun; 2(1): 37 43. Jurnal ini membahas tentang peran ilmu odontologi forensik dalam membantu mengidentifikasi korban yang terbakar dengan temperatur tinggi. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa material dan komposisi dalam suatu restorasi gigi dapat bertahan dalam kondisi apapun sekalipun dalam keadaaan suhu dengan temperatur tinggi. Dari berbagai macam jenis bahan restorasi yaitu emas, amalgam, silikat dan sebagainya, memiliki perbedaan resistensi dalam temperatur tinggi. Hasilnya adalah tidak ada kerusakan ataupun perubahan dalam restorasi gigi dari berbagai macam jenis bahan restorasi dalam suhu temperatur tinggi bahkan sampai hangus. Pada penelitian karya tulis ini akan mengkaji tentang peran odontologi forensik dalam membantu mengidentifikasi korban dari kecelakaan pesawat garuda dan 20

meletusnya gunung merapi dengan metode pengambilan data sekunder dari data identifikasi para korban yang dapat teridentifikasi dengan menggunakan gigi. Perbedaan penelitian saya dengan jurnal ini adalah saya tidak hanya mengambil data korban yang dapat teridentifikasi dengan tambalan restorasi saja tetapi secara keseluruhan dengan menggunakan data gigi baik ante mortem maupun post mortem. 2. Forensic odontologists successfully identify tsunami victims in Phuket, Thailand. Karya P. Schuller-Gotzburg, J. Suchanek, Journal of Forensic Science International 2006. Jurnal ini membahas tentang identifikasi forensik dengan menggunakan dental record dalam bencana tsunami di Thailand pada tahun 2005 dari data penelitian sebagian besar korban dapat teridentifikasi dengan data AM (Ante Mortem) dan PM (post mortem) data giginya dan sisanya teridentifikasi dengan menggunakan identifikasi sarana primer dan sekunder lainnya. Akan tetapi pada penelitian ini ditemukan lebih banyak yang teridentifikasi dengan menggunakan data PM (Post Mortem) data gigi daripada AM (Ante Mortem) data giginya. Pada penelitian karya tulis ini mengkaji secara keseluruhan dari semua data tim DVI dalam pelaporan korban yang dapat teridentifikasi. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran identifikasi korban massal open disaster dan close disaster di tim DVI provinsi yogyakarta dengan menggunakan data odontogram berdasarkan pada studi kasus. 21

2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran identifikasi korban masal dengan menggunakan data odontogram. b. Mengetahui bagaimana odontogram dapat membantu dalam identifikasi korban masal. c. Mengetahui bagaimana kerja dokter gigi dalam membuat data rekam medis khususnya odontogram. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan masukan pengetahuan kepada dokter gigi tentang kualitas rekam medis khususnya odontogram yang baik. b. Memberikan masukan pengetahuan kepada dokter gigi tentang pentingnya peran dokter gigi dalam membantu mengidentifikasi korban massal. c. Memberikan masukan informasi pada masyarakat dan dokter gigi bahwa data gigi sangat penting, sehingga masyarakat dihimbau untuk rajin memeriksakan giginya ke dokter gigi dan dokter gigi dapat mengisikan rekam medis pasien dengan lengkap dan jelas. 2. Manfaat praktis Meningkatkan kualitas dalam pembuatan rekam medis khususnya pengisian odontogram oleh dokter gigi. 22