SISTEM INTERLOCKING PONDASI TAPAK PADA RUMAH SEDERHANA SATU LANTAI

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM SAMBUNGAN PADA PONDASI TAPAK BETON BERTULANG

KONSTRUKSI PONDASI TAPAK DAN SLOOF PADA STRUKTUR BAWAH RUMAH SEDERHANA SATU LANTAI (171S)

PEKERJAAN SAMBUNGAN ANTARA STRUKTUR PEDESTAL, KOLOM DAN BALOK ATAS

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Dalam perancangan struktur gedung perkantoran dengan Sistem Rangka Gedung (Building Frame System)

Oleh : AGUSTINA DWI ATMAJI NRP DAHNIAR ADE AYU R NRP

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dibidang pembangunan gedung bertingkat semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

TONNY RIZKYA NUR S ( ) DOSEN PEMBIMBING :

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB I PENDAHULUAN. manajemen konstruksi. Setidaknya upaya yang dilakukan merupakan usaha untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU.

I. PENDAHULUAN. Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

BAB 1 PENDAHULUAN. proyek pembangunan. Hal ini karena beton mempunyai banyak keuntungan lebih

BAB I PENDAHULUAN. syarat bangunan nyaman, maka deformasi bangunan tidak boleh besar. Untuk. memperoleh deformasi yang kecil, gedung harus kaku.

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UGM KOMPLEKS KINANTI MENGGUNAKAN METODE PRACETAK (PRECAST) DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

menggunakan ketebalan 300 mm.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bangunan gedung biasanya dibangun dengan metode konvensional dimana

BAB I PENDAHULUAN. pesat, terutama terjadi di daerah perkotaan. Seiring dengan hal tersebut,

Prinsip dasar sistem prategang sebenarnya telah diterapkan di dunia konstruksi sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 1886, insinyur dari California

Struktur dan Konstruksi II

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG GEDUNG KANTOR TUJUH LANTAI DI PONTIANAK. Arikris Siboro 1), M. Yusuf 2), Aryanto 2) Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDY PERBANDINGAN PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG METODE PELAKSANAAN PRECAST

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PONDASI. 1. Agar kedudukan bangunan tetap mantab atau stabil 2. Turunnya bangunan pada tiap-tiap tempat sama besar,hingga tidak terjadi pecah-pecah.

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

ANALISIS DAN KONSEP PENGEMBANGAN KOMPONEN DINDING PREFABRIKASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan teknologi konstruksi di Indonesia saat ini mengalami

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) C-41

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INSPEKSI PROSES PELAKSANAAN DAN CACAT PADA DINDING PANEL PRACETAK SUATU PROYEK APARTEMEN

Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Tower C Apartemen Aspen Admiralty Jakarta Selatan Dengan Menggunakan Baja Beton Komposit

Kata Kunci : halfslab, plat komposit bondek, metode plat lantai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata kunci : metode bekisting table form

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGUJIAN KAPASITAS LENTUR DAN KAPASITAS TUMPU KONSTRUKSI DINDING ALTERNATIF BERBAHAN DASAR EPOXY POLYSTYRENE (EPS)

Laporan Tugas Akhir Rekayasa Nilai Pembangunan RS Mitra Husada Slawi 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan bangunan semakin meningkat. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

DESAIN PERMODELAN DINDING BETON RINGAN PRECAST RUMAH TAHAN GEMPA BERBASIS KNOCKDOWN SYSTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB)

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK

BAB I PENDAHULUAN. runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PRODUKTIVITAS KERJA STRUKTUR KOLOM, BALOK, DAN PLAT DI PROYEK TUNJUNGAN PLAZA 6

PERBANDINGAN ANTARA METODE PELAKSANAAN PELAT CAST IN SITU DAN PELAT PRECAST DITINJAU DARI SEGI WAKTU DAN BIAYA PADA GEDUNG SMPN 43 SURBAYA

SMART SOLUTIONS FOR MULTISTOREY BUILDINGS OLEH : IR. H. SULISTYANA, MT

STUDI KEGAGALAN STRUKTUR PRECAST PADA BEBERAPA BANGUNAN TINGKAT RENDAH AKIBAT GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sebagai salah satu kota yang berkembang dengan pesat di dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR RC

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melihat sejarah panjang gempa bumi di Indonesia, wilayah Jakarta

Rumah Tahan Gempa (Bagian 2) Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Didalam sebuah bangunan pasti terdapat elemen-elemen struktur yang

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) KOTA PROBOLINGGO DENGAN METODE SISTEM RANGKA GEDUNG

KEGAGALAN STRUKTUR DAN PENANGANANNYA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut.

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI

BAB I KOLOM BAJA, BALOK BAJA DAN PLAT LANTAI

RING BALK. Pondasi. 2. Sloof

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan

ANALISA PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA AKTUAL PADA PEKERJAAN BETON MENURUT SNI 7394:2008 DENGAN ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN (AHSP) 2012

Transkripsi:

SISTEM INTERLOCKING PONDASI TAPAK PADA RUMAH SEDERHANA SATU LANTAI Alesandro 1, Rangga 2, Sentosa Limanto 3, JohanesSuwono 4 ABSTRAK: Pondasi merupakan suatu bagian penting dalam proses pembangunan rumah tinggal maupun bangunan konstruksi lainnya yang waktu pengerjaannya cukup lama. Dansekarang ini sangat menuntut kita untuk bekerja cepat, tepat dan efektif. Peneliti mencari solusi atas permasalahan tersebut, yaitu dengan meneliti bagaimana sistem interlockingantara pondasi tapak, sloof dan pedestal yang efektif sehingga pengerjaan konstruksi rumah sederhana satu lantai lebih cepat. Penelitian ini tentang bagaimana hubungan antara pondasi dengan sloof dan pedestal tetap stabil dengan waktu pengerjaan yang singkat.sistem interlocking tipe 3 yang menggunakan coakan beton dapat memikul beban horizontal sebesar 720 kg, dan tipe 4 yang menggunakan pen mampu memikul beban horizontal sebesar 500kg. Sistem interlocking ini hanya dapat dipakai jika beban kolom sebesar 1 3 ton pada jenis tanah keras KATA KUNCI: interlocking, precast, pondasi tapak 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini, karena sistem ini mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem konvensional. Dan zaman sekarang ini sangat menuntut kita untuk bekerja cepat, tepat dan efektif. Sistem precast ini sangat efektif, cepat dan efisien. Juga sangat ramah lingkungan karena waste sisa kontruksi di lapangan menjadi sangat kecil. Pengerjaan kontruksinya tidak memerlukan bekisting. Selain itu mutu beton pada precast bisa dipertahankan, karena langsung dikerjakan di pabrik. Seperti yang kita ketahui bahwa struktur bagian bawah sebuah rumah merupakan suatu bagian yang vital dalam proses pembangunan rumah tinggal maupun bangunan konstruksi lainnya yang waktu pengerjaannya cukup lama. Sebelumnya sudah ada penelitian tentang bagaimana sambungan antara pedestal pondasi dan sloof untuk mempercepat proses kontruksinya (Ciarlini, 1952). Ciarlini membuat pedestal pondasi dengan sloof menjadi satu kesatuan lalu memberi coakan secara dua arah yaitu horisontal dan vertikal. Dimana fungsi dari coakan tersebut untuk menggabungkan pedestal dan pondasi dengan sloof. Lubang coakan tersebut harus kuat untuk menahan gaya gaya yang terjadi, agar lubang tersebut tidak retak bahkan sampai pecah. Penelitian selanjutnya tentang interlocking antara pondasi dan kolom dengan berbagai tipe-tipe koneksi (Martin dan Korkosz, 1982) dalam buku Conection for Precast Prestressed Concrete Buildings yang diterbitkan oleh PCI. Penelitian-penelitian tersebut dikembangkan lebih lanjut tentang sambungan pada pedestal pondasi, kolom, dan sloofbeton bertulang untuk rumah sederhana satu lantai (Danny Wuisan dan Christian Raharjo, Juni 2012). Diharapkan dengan selesainya penelitian ini nantinya proses pengerjaan pondasi rumah sederhana satu lantai akan jauh lebih cepat, efektif, dan ramah lingkungan. Jauh lebih cepat karena system interlockingnya menggunakan precast, yang sangat ramah lingkungan. Selain itu system interlocking ini juga dapat diaplikasikan pada industri-industri perumahan yang semakin berkembang di Indonesia khususnya di Surabaya dan sekitarnya. 1 Mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya, alesandro_luden@ymail.com 2 Mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya, rangga_prakasa_90@hotmail.com 3 Dosen Universitas Kristen Petra Surabaya, leonard@peter.petra.ac.id 4 DosenUniversitas Kristen Petra Surabaya, jsuwono@peter.petra.ac.id 9

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana sistem interlocking antar pondasi tapak tetap stabil dan dapat bekerja dengan baik dan efektif? 1.3Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mendapatkan sistem interlocking pondasi tapak yang baik dan efektif sehingga struktur rumah tetap stabil. 1.4Batasan Penelitian Batas-batas daripada penelitian ini yaitu: 1. Penelitian untuk daerah Surabaya dan sekitarnya 2. Penelitian untuk rumah satu lantai sederhana 3. Daya dukung ijin tanah 3 ton/m 2 1.5Manfaat Penelitian Manfaat yang akan didapatkan apabila penelitian ini berhasil antara lain adalah sebagai berikut : 1. Pembangunan rumah sederhana satu lantai lebih cepat, efektif dan ramah lingkungan. 2. Sistem interlocking dapat diproduksi untuk industri precast di Indonesia 2. LANDASAN TEORI 2.1Desain Interlocking Pondasi Dengan Sloof Untuk mendesain Pondasi dengan sloof, desain pondasi tapak tidak seperti pada umumnya yaitu berbentuk persegi biasa, karena sloof yang mau dipasang merupakan sloof pracetak. Sehingga bentuk pondasi harus dimodifikasi sedemikian rupa agar sloof yang sudah jadi dapat diletakkan di atas pondasi tapak dan menjadi satu kesatuan yang kuat dan kokoh (Bowles, J.E, 1997).. Peneliti mencari system interlocking pondasi tapak, sloof dan kolom dengan membuat menjadi satu kesatuan lalu memberi coakan secara dua arah yaitu horisontal dan vertikal ( Ciarlini, 1952 ). Dimana fungsi dari coakan tersebut untuk menggabungkan pedestal dan pondasi dengan sloof. Lubang coakan tersebut harus kuat untuk menahan gaya gaya yang terjadi, agar lubang tersebut tidak retak bahkan sampai pecah. Berikutnya adalah desain koneksi pondasi dengan kolom dalam buku Conection for Precast Prestressed Concrete Buildings (Martin dan Korkosz, 1982) yang diterbitkan oleh PCI dengan beberapa tipe. Semua tipe mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kekuatan mutu beton juga mempengaruhi kekuatan coakan yang akan dibuat. Semakin baik kekuatan mutu betonnya maka akan semakin kuat juga coakan dalam menahan beban yang terjadi. 2.2Faktor Faktor yang Mempengaruhi Sistem Interlocking Perlu diperhatikan beberapa faktor sebelum peneliti melakukan pendisainan yaitu faktor pekerja, faktor desain pondasi tapak, faktor lingkungan, faktor beban dan luasan bangunan tersebut. 3. METODA PENELITIAN Untuk mencapai tujuan dari penelitian yang diinginkan, maka sangat perlu untuk mendefinisikan 10

kerangka alur penelitian. Terdapat beberapa tahap dalam penelitian ini (lihat Gambar 1). Dengan adanya alur penelitian maka penelitian akan lebih terarah dengan baik. Studi literatur Pencarian literatur yang berkaitan dengan pekerjaan interlocking antara pedestal pondasi tapak dengan europa patent Pencarian dan pengumpulan data data Pencarian dan pengumpulan data data tentang interlocking dan hubungan antara pedestal pondasi tapak dengan sloof Pencetusan ide Mendesain bentuk-bentuk interlocking antara pedestal pondasi tapak dan sloof Pemilihan Sistem Interlocking Pemilihan sistem interloking yang paling efektif dan memungkinkan Analisa Perhitungan dan Desain Analisa perhitungan dan desain gambar sistem interlocking plat pondasi, pedestal dan sloof yang telah dipilih Pembuatan Sampel Pembuatan ampel plat pondasi, Pedestal dan Sloof Pengujian Sampel Kekuatan Sistem Interlocking diuji terhadap beban Lateral Kesimpulan dan Saran Gambar 1. Kerangka Kerja Penelitian 4. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Untuk mendapatkan sampel yang terbaik dari penelitian yang diinginkan, maka sangat perlu untuk mendefinisikan kerangka alur penelitian. Berikut langkah-langkah pelaksanaan penelitian. 4.1 Studi Literatur Sebelum membuat sampel penelitian tentang system interlocking mencari bebrapa literatur yang ada bisa menunjang peneltian ini, literature-literatur tersebut diambil dari berbagai artikel, buku, internet, maupun penelitian-penelitian sebelumnya. Studi literature ini sudah dituangkan pada Bab 2 tentang landasan teori. 4.2 Pencarian dan Pengumpulan Data Peneliti juga mencari dan mengumpulkan data-data yang ada kaitannya dengan sistem interlocking pada pondasi tapak. Data-data ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. 4.3 Pencetusan Ide Langkah berikutnya adalah peneliti merencakan sistem-sistem interlocking yang memungkinkan. Sistem-sistem yang direncakan harus sesuai dengan peraturan-peraturan terkait. Dalam penelitian ini 11

didapatkan ada 4 ide tentang sistem interlocking yang memungkinkan. Peneliti membagi menjadi sistem interlocking 1,2,3 dan 4. 3.4 Pemilihan Sistem Interlocking Terbaik Dari keempat sistem diatas peneliti memilih sistem 3 dan 4 yang akan diteliti secara mendalam dengan membuat sampel masing-masing sistem interlocking. Seperti pada Gambar 4.2 di bawah sistem ketiga menggunakan coakan beton pada sloof sebagai interlockingnya. Gambar 2 Sistem Interlocking Tipe 3 Gambar 3 Sistem Interlocking Tipe 4 Sistem keempat seperti pada Gambar 3 mengandalkan pen dari tulangan atau baja sebagai interlockingnya. Untuk efektifitas biaya, maka peneliti akan merencanakan pengujian kedua sistem tersebut dalam satu rangkaian. Setelah memilih sistem interlocking yang memungkinkan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung dan mendesain sistem interlocking tersebut sesuai dengan ketentuan Departemen Pekerjaan Umum (SNI 03-1726- 2002). 4.5 Pembuatan Sampel Interlocking Desain, gambar, perhitungan dan lokasi pembuatan sampel sudah siap maka langkah selanjutnya adalah membuat sampel Interlocking yang terdiri dari 4 buah sampel pondasi tapak, 4 buah sampel pedestal, dan 4 buah sampel sloof. Langkah-langkah pembuatan sampel ini (Gambar 4 ) sesuai dengan Petunjuk teknis tata cara pengerjaan beton di lapangan ( Pt T-05-2000-C ). Pembuatan Bekisting Penulangan Pembuatan Campuran Beton Pengecoran Pelepasan Bekisting Gambar 4 Proses Pembuatan Sampel Interlocking 12

4.6 Pemasangan Sistem Interlocking Setelah semua sampel penelitian ( sloof, Pedestal, dan Plat pondasi ) mengeras dan mencapai umur beton minimal 7 hari, maka langkah berikutnya adalah memasang sistem interlocking sesuai desain yang sudah direncanakan. Pemasangan sistem interlocking ini seperti pada Gambar 5 dangambar 6 dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan yang baik pada proyek yang sebenarnya. Gambar 5. Pemasangan Interlocking Sistem 3 Gambar 6. Pemasangan Sistem Interlocking Sistem 4 4.7 Pengujian Beban Arah Aksial Untuk mengetahui apakah sistem interlocking telah memenuhi syarat peraturan gempa Indonesia, maka sampel sistem interlocking diuji terhadap beban horisontal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat jack yang dirangkai sedemikian rupa seperti pada Gambar 7 dibawah. Alat jack diletakkan diantara kedua plat pondasi, yang dibantu dengan silinder beton dan paving. Gambar 7. Rangkaian Pengujian Sampel Berikut langkah-langkah pengujian sampel interlocking tersebut: a. Alat jack disiapkan, kedua kabel disambungkan pada alat pompanya. b. Beton silinder dan paving disiapkan dan diletakkan diantara kedua plat pondasi. c. Alat jack kemudian diletakkan diantara paving dan plat beton. d. Setelah semua sudah siap, alat jack kemudian dipompa perlahan-lahan sampai salah satu atau kedua sambungan sistem interlockingnya retak, pecah, atau rusak. e. Pada tahapan terakhir tegangan yang terjadi dicatat dengan melihat angka yang ditunjukan pada dial. 4.8 Diskusi Hasil dan Analisis 4.8.1 Berat Masing-Masing Komponen Dalam pelaksanaan konstruksi beton precast, salah satu hal yang sangat penting untuk dianalisa adalah berat masing-masing komponen (Elliot, K.S, 1995). Dengan mengetahui berat setiap 13

komponen maka kita bisa menentukan jumlah pekerja yang akan digunakan pada konstruksi tersebut. Demikian pula pada penelitian ini peneliti juga menganalisa tentang berat setiap komponen. Komponen tersebut yaitu Plat pondasi, Sloof, dan Pedestal(Hardiyatmo, H.C, 2002). Berikut perhitungan berat masing-masing komponen. Berat setiap komponen: a. Plat pondasi = ((1 x 1 x 0.12) (0.2 x 0.2 x 0.12)) x 2400 = 276.48 Kg b. Pedestal Sistem ketiga = 0.2 x 0.2 x 0.47 x 2400= 45.12 Kg Sistem keempat = (0.2 x 0.2 x 0.47 + 0.1 x 0.1 x 0.2 x 4 ) 2400= 64.32 Kg c. Sloof = ( 0.1 x 0.1 x 1.8 + 0.1 x 0.1 x 1.4 ) x 2400= 76.8 Kg 4.8.2 Waktu Pengerjaan dan Pelaksanaan Hal lain yang juga penting dalam pelaksanaan sebuah kontruksi beton precast adalah durasi pengerjaan setiap komponen maupun lamanya pelaksanaan kontruksinya. Karena ini menyangkut produktivitas pekerja dan pelaksanaannya. Dengan mengetahui lama waktu yang diperlukan untuk pengerjaan dan pelaksanaan, maka julah hari kerja untuk pelaksanaan suatu proyek dapat diprediksi dengan baik. Pengetahuan ini juga dapat membantu untuk persiapan tender suatu proyek tertentu. Selain menganalisa durasi pengerjaan sampel interlocking peneliti juga membandingkan durasi pemasangan kedua sistem interlocking yang sudah direncanakan. Perbandingan ini dimaksudkan untuk menganalisa sistem interlocking mana yang paling efektif untuk variabel durasi pelaksanaan. Tabel 1. Durasi Pemasangan No sistem interlocking Durasi 1 Tipe ketiga 12" 2 Tipe keempat 16" Dari Tabel 1 dapat kita lihat bahwa sistem interlocking ketiga yang menggunakan coakan plat pondasi sebagai sistem interlockingnya lebih cepat proses pemasangannya. Hal ini dikarenakan bentuk pedestalnya yang sederhana sehingga memudahkan dalam pemasangan. Sedangkan sistem keempat bentuk pedestalnya lebih modif dengan coakan di keempat sisinya, sehingga cukup menyulitkan saat pemasangannya. Faktor lain yaitu pedestal sistem keempat lebih berat dibandingkan dengan sistem ketiga dan sistem keempat menggunakan pen sebagai sistem interlockingnya yang membutuhkan waktu untuk mencocokkan lubang pennya. 4.8.3 Penggunaan Tenaga Kerja Dalam penelitian ini, peneliti juga menganalisa jumlah pekerja yang diperlukan dalam pelaksaanaan maupun dalam mobilasasi sampel interlockingnya. Untuk pembuatan sampel, dibutuhkan 4 pekerja yaitu 3 tukang batu dan 1 tukang kayu. Kemudian untuk mobilisasi sampel interlockingnya, pedestal dan sloof dibutuhkan masing-masing 2 pekerja, sedangkang untuk plat pondasinya dibutuhkan 4 pekerja. 4.8.4 Kemampuan Sistem Menahan Beban Horisontal Hasil pengujian tegangan horisontal terhadap sampel interlocking, dengan menekan sampel arah horisontal sampai ada bagian beton atau sambungan yang retak atau rusak. Dial yang dipakai menggunakan kalibrasi ton dengan kapasitas mencapai 300 ton. Pada Tabel 2 dibawah dapat kita lihat bahwa tipe interlocking sistem ketiga mampu menahan beban horisontal sebesar 720 Kg, sedangkan tipe interlocking sistem keempat hanya mampu menahan beban 14

Beban Horisontal (Kg) horisontal sebesar 500 Kg. Kedua tipe interlocking telah mampu menahan beban lebih besar dari beban rencana yang hanya sebesar 300 Kg. Jadi secara struktural kedua sistem intelocking yang diteliti telah memenuhi syarat. Tabel 2. Perbandingan Tegangan Horisontal No Tipe interlocking Kekuatan maksimal 1 sistem ketiga 720 Kg 2 sistem keempat 500 Kg Untuk lebih jelasnya peneliti juga menyajikan dalam Grafik 1 tentang perbandingan kemampuan kedua tipe menahan beban horisotal. Grafik 1. Perbandingan Kemampuan Menahan Beban Horisontal 1000 500 0 tipe 3 tipe 4 Sistem Interlocking Peneliti menganalisa bahwa sistem ketiga lebih kuat karena luas penampangnya lebih besar dibandingkan sistem keempat yang sudah dilubangi untuk pen. Sesuai dengan prinsip tegangan dimana tegangan berbanding lurus dengan luas penampang, jadi semakin besar luas penampangnya maka tegangan yang dapat dipikul akan semakin besar. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitianmaupun pengamatan yang dilakukan baik dari studi literatur dan analisis data, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembuatan sampel pondasi dengan cara manual yang mendapatkan mutu K 150 sudah dapat mendapat beban satu kolom seberat 3 Ton. 2. Sistem interlocking tipe 3 dan tipe 4 yang diteliti telah memenuhi persyaratan struktural yaitu mampu menahan beban vertikal sebesar 1-3 ton dan beban horisontal sebesar 500 Kg 3. Dari segi waktu dan durasi pelaksanaan, sistem interlocking tipe 3 yang menggunakan coakan beton sebagai interlockingnya, lebih baik dibandingkan dengan tipe 4 yang menggunakan pen sebagai interlockingnya (Tabel 1). 4. Dari segi kemampuan menahan beban horisontal, sistem interlocking tipe ketiga yang menggunakan coakan beton sebagai interlockingnya lebih baik dibandingkan dengan tipe keempat yang menggunakan pen sebagai interlockingnya (Tabel 2). 5.2 Saran 1. Selalu ada celah untuk mengembangkan teknologi material konstruksi bangunanyang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Para pelaku konstruksi maupun pelaku pendidikan yang berhubungan dengan dunia konstruksi dapat mulai mengenal, mempelajari, dan melakukan inovasi inovasi baru untuk lebih memajukan perkembangan teknologi material konstruksi bangunan saat ini. 15

2. Sistem interlocking ini akan sangat efektif apabila menggunakan beton ringan (Yogiecivil.blogspot.com, 2010). Seperti yang kita ketahui bahwa berat jenis dari beton ringan jauh lebih kecil dibandingkan dengan beton biasa. Berat jenisnya yang hanya 1800 kg/m 3 membuat setiap komponen ( pedestal, sloof, dan plat pondasi ) akan sangat mudah dalam mobilisasinya. Demikian pula jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam mobilisasinya. Seperti pada Tabel 3 dapat kita lihat bahwa selisih berat dengan menggunakan beton biasa dan beton ringan cukup besar yaitu sebesar 25%. No Tabel 3. Perbandingan Berat dengan Beton Ringan dan Beton Biasa Komponen Beton biasa (Kg) Berat Beton ringan (Kg) Selisih berat (Kg) 1 Sloof 76.8 57.6 19.2 2 Pedestal sistem ke3 45.12 33.84 11.28 3 Pedestal sistem ke4 64.32 48.24 16.08 4 Plat pondasi 276.48 207.36 69.12 3. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya juga menganalisa tentang mobilisasi sampelnya. Untuk memudahkan dalam mengangkat sampel interlockingnya, peneliti menyarankan untuk membuatkan pegangan pada setiap komponen. Pegangan ini bisa terbuat dari tulangan yang dicor bersama beton, kemudian dimunculkan sedikit keluar. Prinsipnya seperti pada tiang pancang yang digunakan untuk mengangkat tiangnya. 4. Pondasi ini hanya untuk beban kolom maksimum 3 Ton dan beban horizontal 500 kg, dengan daya dukung tanah 3 ton/m 2 6. DAFTAR REFERENSI Beton ringan (autoclaved aerated concrete/aac). 27 juli 2010 <http://yogie-civil.blogspot.com/2010/07/beton-ringan-autoclaved-aerated.html> Bowles, J.E, (1997). Analisis dan Desain Pondasi, Ed 4, Cet. 3, Jil. I. Pantur Silaban (Pent.).Erlangga Ciarlini, L. (1952). Patent No. 2,618,146. Rome, Italy. Danny Wuisan dan Christian Raharjo. 2012.Sambungan pada Pedestal Pondasi, Kolom, dan Sloof Beton Bertulang untuk Rumah Sederhana Satu Lantai. Surabaya. Departemen Pekerjaan Umum, 2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726- 2002), Yayasan LPMB, Bandung. Elliot, K.S, 1995, Multy-Storey Precast Concrete Frame Structures, Blackwell Gedung (SNI 03-2847-2002) dilengkapi penjelasan [s-2002], ITS press, Surabaya Hardiyatmo, H.C, 2002, Teknik Pondasi 1, Beta Offset, Yogjakarta Martin, L.D dan Korkosz, W.J, 1982.Connections for Precast Prestressed Concrete Buildings. PCI. Washington, D.C 16