BAB V. Model Perencanaan Pendidikan Partisipatif Berbasis Kewilayahan (PPPBK),

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab II Perencanaan Kinerja

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Sehingga dalam kaitan dengan kinerja pegawai, mahsun (2013:25), menjelaskan kinerja (performance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

LD NO.15 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB IV TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

2012, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERANGKA NASIONAL PENG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang telah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu,

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

1 Pendahuluan. Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Kab. Pasuruan 1

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

KATA PENGANTAR INSPEKTUR, Drs. Zat Zat Munazat, M.Si NIP Inspektorat Kabupaten Garut

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Transkripsi:

BAB V MODEL PERENCANAAN PENDIDIKAN PARTISIPATIF BERBASIS KEWILAYAHAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH UNTUK MENINGKATKAN INDEKS PENDIDIKAN DALAM MENUNJANG PENCAPAIAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI PROPINSI JAWA BARAT A. KARAKTERISTIK Model Perencanaan Pendidikan Partisipatif Berbasis Kewilayahan (PPPBK), merupakan representasi proses perencanaan pendidikan yang melibatkan seluruh kepentingan (stakeholders), sebagai alternatif penyempurnaan terhadap model perencanaan yang sudah ada pada saat ini dilengkapi dengan penggunaan Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam penentuan prioritas berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan. Partisipatif, masyarakat dan sektor swasta diikut-sertakan di dalam persiapan, perencanaan, pelaksanaan pembangunan pendidikan maupun di dalam pengoperasian dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunannya. Selain itu rencana, program, dan informasi pembangunan ditempatkan di dalam domain publik (disebar-luaskan). Selanjutnya masyarakat dan sektor swasta diberi kesempatan untuk ikut di dalam pendanaan pembangunan dan dimungkinkan adanya komersialisasi terhadap fasilitas publik yang tentunya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Yang penting juga adalah bahwa masyarakat diikutsertakan di dalam pengambilan keputusan pada saat pemilihan prioritas. Inisiatif masyarakat dan sektor swasta di dalam pembangunan pendidikan perlu didorong untuk selanjutnya difasilitasi, diarahkan dan diatur. 182

183 Karena hal baru/perubahan kearah menjadi lebih baik sehingga untuk dapat diimplementasikan perlu disiapkan strategi dan agenda komunikasi yang efektif khususnya terhadap pihak internal Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Beberapa penjelasan berkaitan dengan Model Perencanaan Partisipatif Berbasis Kewilayahan ini adalah sebagai berikut: 1. Legal dan etikal, dalam hal ini perencanaan dan penganggaran pembangunan pendidikan dilakukan dengan mengacu pada semua peraturan dan norma yang berlaku, menjunjung tinggi etika dan tata nilai masyarakat, tidak memberi peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan serta implementasi rencana pembangunan melalui tata administrasi negara. 2. Berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, yaitu rencana disiapkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam hal ini masyarakat tahu dan sepakat terhadap apa yang akan dibangun ditinjau dari segi lokasi maupun waktu pembangunan. 3. Interaktif dan dinamis, fokus pada proses perencanaan, bukan pada rencana, rencana pembangunan harus mencerminkan kepentingan dan tata nilai dari semua pihak yang terkait, proses perencanaan pembangunan berlangsung secara berkelanjutan, obyektivitas yang rasional dalam pembangunan perlu dipenuhi dengan penerpapan konsep akseptabilitas yang tercermin di dalam subyektivitas yang konsisten. Kondisi masa lampau dan masa kini serta prediksi tentang masa depan akan digunakan sebagai masukan untuk merancang masa depan dan mencari jalan untuk mewujudkannya. Dan yang paling penting tugas perencana bukan lagi merencana untuk orang lain, tetapi membantu orang lain merencana bagi diri mereka sendiri.

184 4. Integratif sinergis, Berkelanjutan, pembangunan terdahulu menjadi persiapan bagi pembangunan lain di masa depan, demokratis, perencanaan pembangunan berlangsung secara demokratis. 5. Holistik, tuntas, komprehensif, dan utuh, simultan, perencanaan pembangunan pendidikan perlu dijalankan secara bersamaan dan menyeluruh pada semua tingkatan; interdependen, perencanaan pembangunan pendidikan dilakukan dengan memperhatikan interaksi yang terjadi di antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). 6. Wawasan global, tindakan lokal, mau belajar dari pengalaman bangsa lain, bekerja dengan standar internasional, adaptif yaitu pandai memilih untuk ditiru hal-hal yang terbaik dari bangsa lain, untuk kemudian disesuaikan dengan kondisi lokal sebelum diterapkan serta peka terhadap kondisi lokal. B. TUJUAN Tujuan pemodelan Sistem Perencanaan Pendidikan Partisipatif Berbasis Kewilayahan (PPPBK) adalah untuk memperbaiki kinerja perencanaan pendidikan di Propinsi Jawa Barat yang secara langsung akan meningkatkan pencapaian target pembangunan di bidang pendidikan di Propinsi Jawa Barat. Dari sisi akademik, model berguna untuk menjelaskan fenomena atau obyek-obyek; dalam hal ini model berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila teorinya sudah ada maka model dipakai sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap teori tersebut. Dari sisi manajerial, model berfungsi sebagai alat pengambil keputusan, komunikasi, belajar dan memecahkan masalah.

185 C. ASUMSI Untuk mewujudkan visi dan misi Jawa Barat Tahun 2005-2025 khususnya dalam bidang pendidikan melalui perencanaan pendidikan partisipatif yang berbasis kewilayahan, dibutuhkan prasyarat: 1. Pembagian urusan pendidikan antara pusat, propinsi dan kabupaten/kota sudah sangat jelas sehingga bentuk organisasi pengelola pendidikan, distribusi kuantitas dan kualitas SDM pengelola pendidikan dan penganggaran merupakan implikasi dari kewenangan tersebut. 2. Propinsi merancang dan melaksanakan kegiatan berfokus kepada urusan yang menjadi tanggung jawabnya terutama pertimbangan skala urusan, 3. Model menjadi acuan bersama yang disepakati oleh berbagai pihak terutama kesepakatan antara Pemerintah Propinsi dengan DPRD Propinsi Jawa Barat. 4. Keselarasan visi dan misi (alignment vision and mission) antara propinsi dan kabupaten/kota; 5. Komitmen bersama antara propinsi dan kabupaten/kota melalui kepemimpinan Gubernur dan Bupati/Walikota, melalui prinsip-prinsip: kebersamaan (togetherness), kemandirian (selfhelp), dan keberlanjutan (sustainability). Ketiga prinsip tersebut diwujudkan melalui pendekatan secara komprehensif yaitu: peningkatan modal sosial (social capital), pemberdayaan (empowerment), tata kelola kepemerintahan (good governance), membangun saling kepercayaan (trust each others), dan komunikasi yang sehat (health of communication).

186 D. KOMPONEN MODEL DAN SALING KETERKAITANNYA Komponen sistem berperan sesuai dengan fungsinya (Pemimpin dan yang dipimpin, pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah, perencana, pelaksana, pengendali dsb). Spesialisasi sesuai dengan bidangnya secara profesional sesuai bidang tugasnya. Pemerintah secara bertahap kembali ke core competency-nya yaitu regulator, fasilitator sehingga dituntut kehandalannya. Untuk menjamin berjalannya model perencanaan sampai dengan penyusunan anggaran dibuat aturan dan kode etik yang jelas sampai petunjuk teknisnya, hindari toleransi terhadap pelangaran aturan, keistimewaankeistimewaan dijelaskankan secara terbuka/transparan atau menjadi fasilitas karena jabatan kalau memang diperlukan. Mekanisme/prosedur penyusunan perencanaan sampai penyusunan program yang didahului oleh penyusunan evaluasi diri, dapat menggunakan model Perencanaan Pendidikan Partisipatif Berbasis Kewilayahan sebagaimana gambar berikut:

Gambar 5.1 MODEL PERENCANAAN PENDIDIKAN PARTISIPATIF YANG BERBASIS KEWILAYAHAN 187

188 Penjelasan Model 1. Umum : Untuk mampu mengantisipasi persaingan global dan bervariasinya kondisi serta karakteristik wilayah/daerah, Pemerintah Indonesia memahami pentingnya untuk memberikan hak dan kewenangan berjenjang kepada pemerintah daerah dalam mengelola daerah secara lebih mandiri melalui pemberian otonomi daerah. Lebih jauh, otonomi daerah merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk penyelenggaraan suatu organisasi pemerintahan yang sehat, efektif, efisien, dan berbasis pada output dan outcomes serta mampu melakukan kompetisi. Dalam keleluasaan kewenangan tersebut, pemerintah daerah perlu menyikapinya dengan merancang dan melaksanakan program yang berkualitas dengan akuntabilitas yang tinggi, karena keberlanjutan dari suatu organisasi akan sangat bergantung pada kualitas layanan dari organisasi itu kepada stakeholdersnya dan akuntabilitas dari organisasi dalam menggunakan dana publik. Hal ini sejalan dengan perubahan lingkungan strategis yang menuntut adanya perbaikan bagi seluruh organisasi baik pemerintah maupun non pemerintah untuk dapat memahami dan mengimplementasikan konsep Good Governance (kepemerintahan yang baik), Reinventing Government (mewirausahakan birokrasi) dan Community based Development (pembangunan berbasis masyarakat) yang bermuara kepada peningkatan etika, efektivitas, pembelajaran dan penguatan tata kelola dan demokrasi khususnya di pemerintahan dalam pengelolaan pembangunan pendidikan.

189 Untuk hal tersebut perlu dibangun budaya yang sesuai dengan kondisi saat ini secara bertahap, melalui perbaikan proses dengan mengimplementasikan Model Perencanaan Pendidikan Partisipatif Berbasis Kewilayahan (PPPBK) sebagai refleksi dan tanggapan pemerintah daerah dalam mengadaptasi perubahan lingkungan strategis dan mengantisipasi masa depan. Tahap awal pelaksanaan PPPBK, kepada setiap kabupaten/kota pengusul diwajibkan untuk melakukan evaluasi diri sebagai dasar guna menyusun program pengobatan terhadap masalah yang dihadapi secara sistematis, dengan didukung oleh studi kelayakan. PPPBK diharapkan dapat membina kerjasama antar SKPD untuk memenuhi tuntutan memecahkan masalah secara komprehensif, sekaligus diharapkan dapat menggairahkan semangat kabupaten/kota serta SKPD untuk berkompetisi secara sehat dengan menunjukkan keunggulan kinerjanya. Apabila pemerintah kabupaten/kota telah terbiasa menyusun program berbasis evaluasi dirinya, maka output yang diharapkan adalah pemerintah daerah dapat menyusun rencana program kerja dengan fisibilitas yang tinggi dengan tujuan akhirnya adalah peningkatan IPM daerah guna mendukung pencapaian IPM 80 Jawa Barat pada tahun 2015. Budaya tersebut merupakan fondasi dalam membentuk budaya dan semangat baru dari pemerintah kabupaten/kota untuk menjalankan program secara bertanggungjawab serta akuntabilitas tinggi. Kemampuan melakukan evaluasi diri serta menyusun rencana kerja dan anggaran dengan fisibilitas tinggi merupakan kemampuan dasar bagi Pemerintah

190 Kabupaten/Kota untuk menyusun Rencana Strategis Jangka Panjang dengan fisibilitas tinggi dalam menghadapi tantangan global. Setelah budaya tersebut tumbuh, SKPD/pemerintah daerah diharapkan dapat menjalankan program-program dengan menekankan pada pencapaian kualitas yang tinggi. 2. Model Perencanaan Pendidikan Partisipatif Berbasis Kewilayahan (PPPBK) 1) Merupakan model perencanaan untuk bantuan pendanaan bagi program dan kegiatan yang berdampak kepada akselerasi peningkatan IPM Jawa Barat khususnya Indeks Pendidikan, secara berkelanjutan karena melibatkan kepentingan berbagai stakeholders yang relevan. 2) Merupakan model untuk menseleksi program yang berbasis aktivitas (activity-based) sesuai dengan kebutuhan nyata dengan indikator keberhasilan terukur, inovatif, dan dikelola dengan akuntabilitas tinggi. 3) Model interaktif untuk menyusun program dan dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, swasta, dan komunitas perguruan tinggi setempat. 4) Sumber pendanaan bersifat on top diluar pendanaan bantuan reguler dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat, yang dikompetisikan melalui penilaian proposal pengusul, berbasis keunggulan kinerja kabupaten/kota dan memenuhi kriteria seleksi 3. Proposal disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bersama-sama dengan masyarakat, swasta/dunia usaha, Perguruan Tinggi dan/atau lembaga

191 pendidikan tinggi setempat sesuai dengan tahapan seleksi dan diusulkan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur. 4. Pengusul proposal untuk program diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kluster berbasis pada: 1) Pencapaian IPM oleh kabupaten/kota pada tahun dasar (40%) 2) Peningkatan IPM yang dicapai oleh kabupaten/kota selama 5 tahun terakhir (30%) 3) Pencapaian IPM kabupaten/kota saat ini terhadap target IPM kabupaten/kota yang direncanakan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat (30%) 5. Kluster adalah pengelompokkan wilayah kabupaten/kota yang berkompetisi berdasarkan parameter tertentu. Kegunaan kluster adalah untuk menyandingkan suatu wilayah kabupaten/kota pada posisi yang seimbang dan adil dalam berkompetisi dengan wilayah kabupaten/kota lainnya. Masingmasing kluster mempunyai misi pendanaan tertentu yang tidak sama, sesuai dengan tingkat pencapaian IPM-nya. Masing-masing pendanaan dikemas dalam bentuk Program Pendanaan 1 (untuk Kluster 1), PP2 (untuk Kluster 2), dan PP3 (untuk Kluster 3). 6. Tahap seleksi terdiri dari 5 (lima) tahap, yaitu: 1) Tahap Seleksi Proposal Evaluasi Diri (PED) 2) Tahap Seleksi Proposal Komprehensif (PP1/2/3) 3) Tahap Konfirmasi melalui Kunjungan Lapangan (KKL) 4) Tahap Seleksi Proposal Implementasi Program (PIP)

192 5) Tahap Costing 7. Pada setiap tahap seleksi dilakukan penilaian kualitas usulan sesuai dengan dokumen proposal yang disampaikan oleh reviewer, berdasarkan kriteria pada masing-masing tahapan yang sudah ditentukan. Hasil seleksi pada setiap tahapan digunakan sebagai dasar rekomendasi calon pemenang program yang diajukan Tim Reviewer kepada Gubernur. Tim Reviewer bersama Tim Satlak Propinsi pada setiap akhir tahapan melakukan evaluasi untuk bahan perbaikan apabila diperlikan, sehingga menjamin berjalannya tahapan berikutnya sesuai dengan rencana dan melaporkan kepada Gubernur 8. Tim Reviewer dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur dengan struktur organisasi terdiri dari: Pimpinan terdiri dari Pengarah/Narasumber Utama, Ketua, Wakil Ketua, dan dua orang Sekretaris Tim Reviewer merangkap sebagai anggota. Pimpinan dan Anggota Tim Reviewer diangkat dan diberhentikan melalui Keputusan Gubernur. Dalam pelaksanaan tugasnya, Pimpinan dan Anggota Tim Reviewer mengacu kepada Kode Etik Tim Reviewer dan peraturan lainnya yang berlaku untuk PPK dan memperoleh imbalan berbasis kinerja. Tim Reviewer bertugas untuk melaksanakan pendampingan, monitoring dan evaluasi Pasca Program selama 2 (dua) tahun berturut-turut Anggota Tim Reviewer terdiri atas unsur masyarakat profesional, unsur Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan unsur perguruan tinggi yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.

193 Dalam melaksanakan tugasnya, Pimpinan Tim Reviewer dapat meminta bantuan dari berbagai pihak yang relevan dengan Program sebagai narasumber 9. Satuan Pelaksana (Satlak) Program Propinsi merupakan aparatur pemerintah propinsi yang bertugas melaksanaan perencanaan dan penyelenggaraan administrasi Program pada tingkat propinsi, penyelenggaraan sosialisasi, layanan konsultasi dan pendampingan terhadap para pelaksana program, kompilasi data serta menyusun perencanaan dan pelaksanaan monitoring serta evaluasi program. E. STRATEGI IMPLEMENTASI Implementasi Model Perencanaan Pendidikan Partisipatif merupakan bagian dari pengelolaan perubahan baik pada lingkungan internal maupun eksternal, sehingga perlu proses komunikasi yang efektif disertai dengan pencitraan. Setiap kali sebuah perubahan mulai digulirkan, selalu saja muncul dua pihak: mereka yang ketakutan (takut kehilangan jabatan, kehilangan kenikmatankenikmatan) terutama di pihak internal dan mereka yang menaruh banyak harapan. Ekspektasi berubah warna menjadi hasrat harapan antara lain karena proses komunikasi yang dibumbui oleh pencitraan. Harapan sesungguhnya adalah modal yang bagus untuk merangsang perubahan, kalau tujuannya melibatkan mereka sebagai salah seorang aktor dalam perubahan itu sendiri. Tetapi akan menjadi beban manakala peserta pasif dan hanya menunggu atau mendengar.

194 Oleh karena itu, meski sebagian besar orang memiliki harapan yang realistis, masih banyak orang yang menaruh ekspektasi terlalu tinggi. Ekspektasi dan harapan akan menimbulkan kekecewaan atau kepuasan manakala ia bertemu dengan realitas. Pemimpin perubahan tentu tidak dapat memenuhi harapan semua orang. Selain karena harapan setiap orang berbeda-beda, kadang-kadang ditemui sejumlah orang yang datang dengan harapan yang berlebihan dan tidak realistis. Tapi manusia umumnya tidak semata-mata menilai apa yang ia terima, melainkan juga upaya-upaya yang telah dilakukan para pemimpin perubahan, pendekatanpendekatannya, serta pengorbanan-pengorbanan yang diberikan. Oleh karena itu, pemimpin perubahan bukan hanya perlu mengomunikasikan hasil dari perubahan itu sendiri, melainkan juga upaya-upaya yang sedang dilakukan serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Bahkan dalam banyak hal, para pengikut jauh lebih menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan daripada hasilnya itu sendiri. Dengan kata lain, manusia mampu dan rela menyesuaikan (melakukan adjustment) terhadap harapan-harapannya sehingga lebih siap menerima realitas yang berada di bawah harapannya semula, sepanjang ia dapat mengerti faktor-faktor penyebab yang dapat diterima oleh akal.