BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas.

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Lokasi Kampung Pulo Sumber: hasil olahan pribadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

PERANCANGAN RUMAH SUSUN DENGAN KONSEP URBAN FARMING DI JAKARTA PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pada dasarnya hunian tidak dapat dilihat sebagai tempat hidup saja

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar yang harus diwujudkan untuk melangsungkan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam

lib.archiplan.ugm.ac.id

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Penduduk. Baciro ,62. Demangan ,16. Klitren ,75. Kota Baru ,74. Terban 80 9.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RUMAH SUSUN SEDERHANA DI SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami

BAB I. Jakarta berbondong-bondong untuk tinggal, belajar, dan bekerja di ibukota. Hal ini

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

Solusi Hunian Bagi Pekerja dan Pelajar di Kawasan Surabaya Barat Berupa Rancangan Desain Rusunawa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan % dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

KAJIAN PERSEBARAN RUMAH SUSUN SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI JAKARTA. Freddy Masito S. Su Ritohardoyo

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Persentase penduduk lansia di dunia, Asia dan Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perancangan Rumah Susun Sederhana di Kota Kediri BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap kepadatan penduduk sekaligus berpengaruh pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

PENDAHULUAN. Salah satunya adalah lingkungan yang bersih. Sikap dan perilaku hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi dan kecenderungan perkembangan kawasan di perkotaan khususnya

PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA RUMAH SUSUN PEKUNDEN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS DIPONEGORO RUSUNAWA DI KOTA SEMARANG (PENEKANAN DESAIN SUSTAINABLE ARCHITECTURE) TUGAS AKHIR ERWIN TOMMY H.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta sendiri memiliki luas 662,33 km². Pada tahun 2010, penduduk Jakarta berjumlah 9,78 juta jiwa dengan kepadatan penduduknya mencapai 14,6 ribu jiwa/km². Proyeksi pada tahun 2011 jumlah penduduk meningkat menjadi 10,18 juta jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 15,38 ribu jiwa/km². Jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun 2010-2011 ini menjadikan provinsi DKI Jakarta sebagai wilayah terpadat penduduknya di Indonesia (sumber: BPS 2010). Tingginya angka pertumbuhan jumlah dan kepadatan penduduk ini mempengaruhi kualitas hidup dan lingkungan suatu kawasan, maka dari itu dalam penanganannya diperlukan kesadaran bersama mengenai dampak dari perubahan populasi (sumber: United Nations Document). Dampak tersebut diantaranya, bertambahnya jumlah penduduk dengan luas lahan yang tetap menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk dalam suatu kawasan. Akibatnya, makin besar perbandingan antara jumlah penduduk dan luas lahan, sehingga lahan untuk perumahan makin sulit didapat. Itulah sebabnya di Jakarta ini, banyak yang mendirikan bangunan tak resmi, bahkan ada pula yang membuat tempat tinggal sementara dari plastik atau dari kardus di pinggir sungai atau di bawah kolong jembatan yang mengakibatkan adanya sebuah permukiman yang kumuh dan liar (sumber: Ditjen Cipta Karya dalam buku Rusunawa Komitmen Bersama Penanganan Permukiman Kumuh). Dari data yang ada (BPS DKI Jakarta, 2012) diketahui bahwa dari 264 Rukun Warga (RW) kumuh yang ada di ibukota sekitar 12 persen dalam kondisi kumuh berat dan kumuh sedang, dan umumnya masyarakat lapisan bawah ini berlokasi di permukiman padat yang tersebar di kawasan Jakarta. Perhatikan tabel berikut: 1

2 Tabel 1.1 data kependudukan DKI (sumber BPS 2010, Jakarta dalam angka) diakses pada tanggal 29 maret 2014 Pada tahun 2010, berdasarkan data dari BPS mengenai jumlah dan kepadatan kependudukan per kawasan, Jakarta Timur memiliki jumlah penduduk tertinggi yakni 2,69 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 14,30 ribu jiwa/km². Kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada kawasan Jakarta Pusat, yaitu sebesar 18,68 ribu jiwa/km² dengan jumlah penduduk yang relatif kecil, 899,51 ribu jiwa. Kepadatan penduduk di Jakarta Pusat paling tinggi dari Jakarta Timur dan kawasan lainnya, karena Jakarta pusat merupakan pusat pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa. Pusat kota jasa ini menjadi arus tujuan dari kawasan lain yang menyebabkan kepadatannya menjadi sangat tinggi (misi kotamadya pada dinas tata kota). Sedangkan kawasan Jakarta Timur sendiri menjadi kawasan yang mengembangkan permukiman dan mempertahankan kawasan hijau sebagai resapan air, karena kualitas hidup dan lingkungannya yang relatif rendah dibanding Jakarta Pusat. Perhatikan tabel berikut: Tabel 1.2 Data rumah tangga DKI (sumber BPS 2010 Jakarta dalam angka)diakses pada tanggal 29 maret 2014

3 Tabel 1.3 Data klasifikasi kumuh (sumber BPS 2011 Jakarta dalam angka)diakses pada tanggal 29 maret 2014 Pada tabel 1.2 menjelaskan jumlah rumah tangga miskin di kawasan Jakarta Timur adalah 71,46 ribu rumah tangga dengan jumlah RW kumuh sebanyak 77 RW pada tabel 1.3. Lebih banyak dari jumlah rumah tangga miskin di Jakarta Pusat yang sebesar 31,67 ribu rumah tangga dengan jumlah RW kumuh sebanyak 69 RW. Namun jumlah RW kumuh di Jakarta Timur masih lebih rendah dibandingkan dengan di Jakarta Utara dan Barat. Jika dilihat dari jumlah rata-rata klasifikasi masyarakat lapisan bawah berdasarkan jumlah kekumuhan dan jumlah rumah tangga miskin, maka perbandingan 2 kawasan yang angkanya hampir mendekati adalah Jakarta utara dan Jakarta Timur, dengan angka kemiskinan dan kekumuhan terbesar jatuh pada kawasan Jakarta Utara. Namun Jakarta Timur lebih terpilih sebagai kawasan pengembangan permukiman dan area hijau, karena jumlah kependudukan dan kepadatannya lebih tinggi dari Jakarta Utara. Sehingga kawasan ini cocok sebagai kebijakan pemerintah DKI terkait penyediaan rumah bagi masyarakat lapisan bawah. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah DKI mencoba alternatif penyediaan perumahan yang meminimalisir penggunaan luas lahan, yaitu hunian vertikal berupa rumah susun. Namun faktanya tak mudah bagi masyarakat lapisan bawah ini untuk memilih rusun sebagai hunian mereka. Ini dikarenakan kebiasaan/ budaya pola hidup mereka yang biasa dikenal dengan pola hidup komunal/ bermasyarakat dan guyub/ kebersamaan. (jurnal Purwanto yang berjudul Pola Ruang Komunal di Rusun Bandaharjo Semarang), selain itu tak jarang budaya hidup saat tinggal di hunian

4 sebelumnya ikut terbawa kedalam hunian rumah susun. Budaya yang muncul adalah perilaku menguasai/ pengakuan seorang individu atas suatu ruang, yang biasa dikenal dengan perilaku teritorialitas. Contoh kasusnya muncul pada beberapa rumah susun di Petamburan dan Kebon Kacang. Contoh perilakunya seperti menambah luas ruang unit dengan menggunakan ruang selasar/ ruang bersama, guna kebutuhan pribadinya. Hal ini menyebabkan ketidakteraturan pada rumah susun. Tindakan seperti ini jelas menyalahi aturan. Untuk mencegah hal - hal seperti itu adalah dengan melakukan perubahan bentuk dan fungsi yang jelas pada ruang bersama yang menyesuaikan budaya hidup penghuni di hunian sebelumnya, agar dalam penggunaannya dapat mengantisipasi perilaku teritori yang muncul dan dapat digunakan untuk kepentingan bersama guna mendukung budaya guyub daerah asal. Perubahan atau yang biasa dikenal dengan transformasi ini akan diaplikasikan ke satuan unit rumah susun guna mengantisipasi perilaku teritori penghuni dan saat proses pengaturan tata letak gubahan masa bangunan guna mendukung budaya guyub/ kebersamaan di antara penghuni. 1.2 Rumusan Masalah Kepadatan yang tinggi terjadi di dalam satu kawasan maupun lingkungan sekitar kawasan tersebut, menyebabkan terbatasnya lahan untuk hunian horizontal. Di satu sisi hunian vertikal berupa rusun mampu memecahkan masalah pembangunan perumahan di perkotaan dengan lahan yang sempit, namun di sisi lainnya pemecahan tersebut tidak selamanya dapat dikatakan berhasil terutama pada pemecahan masalah-masalah budaya hidup penghuninya, dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana mentransformasi ruang komunal yang dapat mencerminkan budaya kebersamaan penghuninya? Budaya hidup penghuni menghasilkan perilaku positif/ negatif. Perilaku negatif muncul jika dikaitkan dengan masalah yang ada pada rusun adalah penyalahgunaan selasar untuk menambah luas unit (kasusnya rusun di Kebon Kacang) dan pemanfaatan ruang bersama untuk kepentingan personal (kasus di rusun Dakota). Perilaku positif adalah budaya kebersamaan warga dihunian asal.

Bagaimana mentransformasi ruang komunal sebagai cara untuk mengantisipasi munculnya perilaku teritorialitas penghuni? 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mentransformasi ruang komunal yang dapat mencerminkan budaya kebersamaan penghuninya dan dapat mengantisipasi munculnya perilaku teritorialitas pada penghuni seperti penambahan luas unit dalam penggunaannya 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup pembahasan penelitian mengenai penyediaan rumah susun masyarakat kalangan menengah ke bawah di lokasi Jakarta Timur, dan perancangan ruang komunal pada rumah susun kalangan menengah ke bawah. 1.5 Sistematika Penulisan Karya tulis pada proses perencanaan dan perancangan Rumah Susun di Jakarta Timur ini disusun dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Latar belakang diperlukannya Rumah Susun, latar belakang perlunya didirikan Rumah Susun di Jakarta Timur, dan pemilihan topik arsitektur berkelanjutan sebagai solusi dalam perancangan untuk menjawab permasalahan, tujuan dan maksud penelitian, ruang lingkup penelitian, sistematika penulisan, serta tinjauan pustaka yang mendasari pemilihan topik dan tema. Bab 2 Landasan Teori Landasan teori umum terhadap proyek Rumah Susun dan tinjauan khusus mengenai topik sustainable human settlement dengan Transformasi Ruang Komunal sebagai pendekatan perancangan arsitektur, disertai beberapa studi literatur dan studi kasus lapangan terhadap proyek sejenis dengan tujuan sebagai pembanding.

6 Bab 3 Metode Penelitian Menjelaskan analisis metode yang digunakan, cara mendapatkan data, serta menjelaskan konsep, pendekatan, dan proses dalam melakukan perancangan dan mencari solusi desain. Bab 4 Hasil dan Bahasan Analisis permasalahan terhadap aspek manusia, lingkungan, dan bangunan yang dirumuskan melalui pendekatan perancangan dan topik sustainable human settlement penyesuaian ruang komunal terhadap perilaku penghuni. Hasil analisis kemudian akan menghasilkan alternatif penyesuaian pola ruang komunal yang akan diterapkan sebagai dasar untuk merencanakan dan merancang bangunan dan lingkungan. Bab 5 Simpulan dan Saran Simpulan berisi hasil penelitian yang akan digunakan untuk menjawab masalah penelitian yang disampaikan pada bab 1 yaitu masalah yang berhubungan dengan Rumah Susun dan pola ruang komunal. Bagian Saran berisi hasil dan usulan pada penelitian ini. 1.6 State Of The Art Menurut Labombang dan Rifai dalam jurnal Manajemen Pemeliharaan Rumah Susun Sederhana Sewa di Kecamatan Palu Barat, menjelaskan Kondisi ekonomi yang rendah berdampak pada kemampuan mengelola lingkungan sehingga mengakibatkan munculnya permukiman kumuh. Konsep penanganan permukiman kumuh ialah membangun Rusunawa untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pemeliharaan Rusunawa di Kelurahan Ujuna Kecamatan Palu Barat. Metode penelitian yang dipakai adalah melakukan pengumpulan data primer melalui observasi, dan wawancara kepada 96 responden sebagai penghuni Rusunawa dan 3 responden sebagai pejabat pengelola Rusunawa. Serta mengumpulkan data yang telah tersedia dari pihak UPTD Rusunawa Ujuna sebagai data sekunder. Pengolahan data menggunakan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pemeliharaan pada UPTD Rusunawa Ujuna belum maksimal, dalam hal prasarananya.

7 Menurut Aziz dalam jurnal Flat Layouts and Children Outdoor Activities membahas penataan kawasan rumah susun di Malaysia dikaitkan dengan konsep ruang bersama untuk anak. dalam hunian vertikal ini, ketentuan dan keteraturan ruang dalam setiap blok menyebabkan kebutuhan akan ruang luar untuk aktivitas anak-anak. Penelitian ini meninjau mengenai perbedaan antara anak-anak yang mempunyai kegiatan di luar unit hunian namun dalam satu blok dengan anak yang mempunyai kegiatan di luar hunian. Sebagian besar anak-anak membutuhkan wadah komunal tersendiri yang terpisah dari blok hunian, karena mereka mempunyai kegiatan di luar unit hunian, maka dihasilkan pola susunan blok hunian dengan memperhatikan ruang yang menunjang kegiatan anak-anak. Menurut Purwanto dalam jurnal Pola Ruang Komunal di Rumah Susun Bandarharjo Semarang, menyatakan bahwa dibalik itikad baik pemerintah membangun rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata terjadi reduksi esensi kehidupan sosial budaya penghuninya. Reduksi yang dimaksud terjadi pada interaksi sosial, yang pada awalnya hidup bertetangga dalam suasana perkampungan, kemudian berubah menjadi suasana keterasingan dan keterbatasan karena hidup dan tinggal di rumah susun berlantai banyak. Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik kualitatif, yang bertujuan mengungkap pola-pola ruang komunal sebagai ruang interaksi sosial penghuni, diharapkan hasilnya akan menjadi bahan evaluasi desain rumah susun berikutnya. Penelitian tentang pola ruang komunal ini mengambil kasus di rumah susun yang terletak di kawasan Bandarharjo. Lebih dari delapan belas tahun, penghuni mencoba membangun interaksi sosial dengan tetangga meskipun tidak lagi dilakukan di loronglorong jalan seperti halnya di kampung-kampung. Upaya yang mereka lakukan adalah memanfaatkan fungsi-fungsi selasar tiap lantai bangunan dan ruang-ruang terbuka di sekitar lantai dasar bangunan untuk berinteraksi sosial antar penghuni. Pemanfaatan fungsi-fungsi ruang telah menghasilkan sebuah pola-pola ruang komunal berkelompok dengan intensitas penggunaan tinggi, sedang, dan rendah. Ruang komunal dengan intensitas penggunaan tinggi cenderung dekat dengan huniannya. Menurut Mustafa dalam thesisnya yang berjudul Komparasi Perilaku Penghuni Rumah Susun dengan Penghuni Permukiman Kumuh( Studi Kasus:

8 Rusunawa Mariso Kota Makassar), Rusunawa Mariso dibangun bagi masyarakat penghuni permukiman kumuh Mariso, untuk mengatasi kepadatan dan kekumuhan di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskusikan perubahan perilaku penghuni rumah susun dibandingkan dengan penghuni permukiman kumuh Mariso, dilihat dari tiga karakteristik perilaku, yaitu perilaku domestik, perilaku ekonomi, dan perilaku sosial. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Lette Kota Makassar. Data dikumpulkan secara acak dari 50 sampel di rumah susun dan 50 sampel di permukiman Mariso. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan tematik eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan perilaku domestik pada penghuni rumah susun. Hal ini disebabkan karena hadirnya ruang ruang untuk mengakomodasi perilaku domestik di hunian rumah susun. Untuk perilaku ekonomi terjadi peningkatan pemanfaatan ruang untuk aktivitas ekonomi di rumah susun. Perubahan juga terjadi pada lokus perilaku ekonomi di rumah susun yang memanfaatkan fasilitas bersama. Sementara itu untuk perilaku sosial perubahan terjadi dalam bentuk semakin kecilnya intensitas penggunaan unit hunian sebagai sarana interaksi sosial warga. Menurut Aziz dalam jurnal Flats Outdoor Space as a Vital Social Place, menjelaskan rumah susun sebagai hunian harus mempunyai ruang di luar unit yang berfungsi sebagai wadah kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan sosial penghuni. Dalam sebuah perancangan wadah seperti ini telah diabaikan. Data berasal dari pengamatan rumah susun, yang meninjau lebih jauh mengenai penggunaan ruang bersama dan menemukan bahwa adanya ruang tersebut karena dipengaruhi adanya kegiatan domestik dan sosial yang menghasilkan aktifnya ruang ini. dorongan akan kegiatan tersebut dipengaruhi oleh susunan ruang yang ada pada rumah susun. Hasilnya ruang bersama lebih dipengaruhi oleh kegiatan sosial dengan jarak jangkau yang dekat dengan unit hunian seperti koridor dan tangga. Kesimpulan yang diperoleh dari beberapa penelitian sebelumnya adalah, hunian vertikal berupa rumah susun merupakan jawaban atas masalah keterbatasan penggunaan lahan untuk hunian di kota Jakarta. Rumah susun mencakup sarana dan prasarana seperti ruang komunal yang berfungsi sebagai wadah para penghuni bersosialisasi. Ruang ruang tersebut disediakan dengan pertimbangan kebiasaan hidup berkomunal mereka saat

9 hidup di pemukiman horizontal. Ruang yang biasa sering mereka gunakan adalah ruang yang dekat dengan unit mereka seperti selasar dan ruang bersama. Namun ada kebiasaan negatif yang muncul dalam penggunaan ruang bersama, yaitu kebiasaan memanfaatkan ruang publik untuk kepentingan pribadi. Hal ini mendorong ketidakteraturan penghuni dalam memelihara prasarana rumah susun. Hal ini membuktikan bahwa kebiasaan hidup mereka di lingkungan dengan kualitas yang kurang sebelumnya terbawa hingga mereka menetap dilingkungan dengan kualitas hidup yang lebih baik. Seharusnya rumah susun yang ada mempunyai bentuk ruang yang tidak mendorong perilaku negatif para penghuninya, namun tetap mempunyai wadah berkomunal untuk penghuni dalam semua umur, termasuk anak anak.

10 1.7 Kerangka Berpikir TOPIK POPULATION AND SUSTAINABLE HUMAN SETTLEMENTS DEVELOPMENT TEMA Sustainable Human Settlement JUDUL Transformasi Ruang Komunal pada Rumah Susun di Jakarta ANALISIS Penyesuaian pola ruang komunal terhadap perilaku penghuni masyarakat lapisan bawah POLA RUANG KOMUNAL Sistem Data Input RUMAH SUSUN Perancangan yang menyesuaikan pola ruang komunal terhadap perilaku penghuni Studi kasus dengan metode perbandingan pola ruamg komunal di rumah susun Petamburan, Kebon kacang dan Dakota Analisis masalah yang ada pada penggunaan ruang komunal pada rumah susun KESIMPULAN ANALISIS SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN