BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. martabat serta hak-hak asasi yang harus dijunjung tinggi. 1 Hak-hak asasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. secara utuh dilindungi hak asasinya termasuk yang masih dalam kandungan. Setiap anak

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

BAB I PENDAHULUAN. maupun dewasa bahkan orangtua sekalipun masih memandang pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, hakhak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Undangundang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. 1 Dalam upaya pembinaan dan perlindungan terhadap anak, dihadapkan pada permasalahan dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang 1 Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tim Pengarusutamaan Gender Kota Yogyakarta, Tanpa Penerbit, Yogyakarta, 2006, hlm. 39-40.

dijumpai penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum, tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Di samping itu, terdapat pula anak yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik, mental maupun sosial. Oleh karena itu, baik sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindakan atau berperilaku yang dapat merugikan dirinya dan atau masyarakat. 2 Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali, orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya. 3 Kejahatan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku, nampaknya semakin lama kian meningkat. Penanganan anak yang sedang 2 Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3 dalam Darwan Prinst, S.H.,2003, Hukum Dan anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 201. 3 Ibid., hlm. 202.

menjalani proses hukum tidaklah sama dengan penanganan orang dewasa, karena anak-anak masih berada dalam masa tumbuh kembang, baik secara fisik maupun psikologis. Penanganan yang salah pada masa tumbuh kembang ini akan berdampak pada perkembangan kepribadiannya di masa yang akan datang. Pada masa ini, anak yang sedang berurusan dengan persoalan hukum, hendaknya dapat ditangani dengan cara-cara edukatif dan sesuai dengan perlindungan hukum untuk tetap memberikan hak-hak anak. Setiap institusi yang menangani anak harus tetap berpedoman pada undang-undang dan tidak boleh melanggar hak-hak anak. Dengan demikian, setiap penanganan dan pelayanan yang diberikan pada anak, harus berorientasi pada hak dasar anak tersebut. 4 Sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah anak dan perlindungan hukum terhadap anak, antara lain: a. Undang-undang Dasar 1945, Pasal 28B ayat (2) mengatur tentang setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 5 b. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Bab II, Pasal 6, mengatur tentang anak yang mengalami masalah kelakuan 4 M.G. Endang Sumiarni, dalam Pekan Studi Dewan Karya Pastoral KAS dengan tema Keluarga dari Sisi Hukum Sipil dan Gereja, Psikologi, Sosial, dan Budaya, diselenggarakan oleh Dewan Karya Pastoral KAS Semarang, Pemahaman Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Tanpa Tahun, hlm. 1-2. 5 Tim Redaksi Pustaka Pergaulan, 2006, UUD 1945 Naskah Asli dan Perubahannya, Pustaka Pergaulan, Jakarta, Cetakan VI, hlm. 78.

termasuk terhadap anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berhak diberi pelayanan dan asuhan. 6 c. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Bab I, Pasal 4, mengatur tentang batas umur anak yang dapat diajukan ke Sidang Anak. Pasal 6 mengatur tentang hakim, penuntut umum, penyidik dan penasihat hukum tidak menggunakan toga pada Sidang Anak. Bab II, Pasal 21 mengatur tentang wewenang Sidang Anak. 7 d. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Bab II, Pasal 2 dan Pasal 3, mengatur tentang asas dan tujuan perlindungan anak, salah satu asasnya adalah kepentingan yang terbaik bagi anak. Bab III, Pasal 16 ayat (3), mengatur tentang penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Bab IX, Pasal 64, mengatur tantang perlindungan khusus terhadap anak yang sedang berhadapan dengan hukum. 8 Seorang anak yang melakukan perbuatan menyimpang dari peraturan dan tergolong sebagai tindak pidana, misalnya memukul temannya sampai luka, membawa senjata api, atau mengompas-menodong siswa lain agar memberikan barangnya, maka perbuatan itu dapat menjadi perkara pidana yang penyelesaiannya melalui sidang pengadilan, 9 tetapi dalam 6 Darwan Prinst, Op. cit., hlm. 259. 7 Ibid., hlm, 180, 184. 8 Tim Pengarusutamaan Gender Kota Yogyakarta, Op. cit., hlm. 11, 12, 14, 26. 9 Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, hlm.9-10.

menghadapkan anak sebagai pelaku tindak pidana ke muka pengadilan, sebaiknya hanya sebagai langkah terakhir atau ultimum remidium. Tindakan membawa anak ke dalam sidang pengadilan juga apakah sudah mencerminkan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak atau tidak, mengingat bahwa sifat-sifat emosional anak masih belum stabil serta masih belum dapat membedakan perbuatan mana yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus dalam rangka memberikan perlindungan dan kesejahteraan anak. Namun di sisi lain, banyak kasus yang terjadi anak yang melakukan tindak pidana, meskipun baru diduga melakukan tindak pidana, langsung dilakukan upaya terakhir, yaitu membawa perkaranya ke muka sidang pengadilan, tanpa memikirkan dampak psikologis terhadap tumbuh kembang anak di masa yang akan datang. Salah satu contoh tindak pidana dengan pelaku anak yang masih hangat diberitakan adalah tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh sepuluh orang anak yang terjadi Tangerang. Kesepuluh anak tersebut diduga melakukan tindak pidana perjudian, yang akhirnya membawa mereka ke muka sidang di Pengadilan Negeri Tangerang. Kesepuluh anak tersebut didakwa dengan Pasal 303 KUHP tentang perjudian yang diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. 10 Di sisi lain juga, anak-anak tersebut 10 http://politikana.com/baca/2009/07/28/sarapan-politikana-sayembara-teroris-10-anakberjudi-divonis-bersalah-koruptor-dihukum-3-tahun-penjara.html, 10 Anak Berjudi Divonis Bersalah, Selasa, 1 September 2009.

harus menanggung dampak psikologis, bahwa mereka adalah pesakitan yang harus menjalani proses persidangan. 11 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan penulis, bahwa anak sebagai pelaku tindak pidana tidak boleh ditangani sama seperti menangani orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam menangani perkara pidana yang pelakunya adalah anak. Oleh karena itu, penulis membahas permasalahan anak sebagai pelaku tindak pidana dalam penelitian hukum dengan judul Penerapan Asas Demi Kepentingan yang Terbaik bagi Anak terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Perjudian di Tangerang. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dikemukakan adalah: 1. Bagaimanakah penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang? 2. Apakah ada hambatan dalam penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah: 11 http://epaper.republika.co.id/berita/65613/kasus_judi_anak_kuasa_hukum_ajukan_bandi ng, Kurniawan Tri Yunanto, Divonis Bebas Bersyarat, Pengacara 10 Anak Ajukan Banding, Selasa, 1 September 2009.

1. Untuk mengetahui penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang. 2. Untuk mengetahui hambatan dalam penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang Hukum Pidana, tentang Peradilan Anak di Indonesia. 2. Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi aparat penegak hukum yang menangani perkara-perkara yang korban maupun pelakunya adalah anak, agar dalam menjalankan tugasnya masing-masing lebih memperhatikan tugas dan wewenangnya sesuai dengan prosedur yang telah diatur. b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu penyadaran dan pemahaman bahwa masyarakat memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan perlindungan anak. c. Bagi orang tua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan agar orang tua lebih memperhatikan perkembangan anak

dan kesejahteraan anak, sehingga proses tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan baik. E. Keaslian Penelitian Penulis menyatakan bahwa penelitian dengan judul, Penerapan Asas Demi Kepentingan yang Terbaik bagi Anak terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Perjudian di Tangerang, yang mempunyai kekhususan tujuan, yaitu untuk mengetahui penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian, khususnya tindak pidana perjudian yang terjadi di Tangerang, dan untuk mengetahui hambatan dalam penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian, bukanlah duplikasi atau plagiasi dari peneliti lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu : 1. Theresia Yudhi Kartika Sari, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Tahun 2007, Nomor Mahasiswa 03 05 08224, dengan judul penelitian Pelaksanaan Rehabilitasi Anak Nakal Demi Kepentingan yang Terbaik Bagi Anak, tujuan penelitian adalah memperoleh data untuk mengetahui pelaksanaan rehabilitasi anak nakal demi kepentingan yang terbaik bagi anak. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat hak-hak anak yamg telah dipenuhi dan belum dipenuhi terhadap pelaksanaan rehabilitasi anak nakal demi kepentingan yang terbaik bagi anak antara Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang dengan Lapas Anak Kutoarjo. Panti

Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang telah memenuhi hal-hak anak di bidang kesejahteraan jasmani dan rohani, bidang pengajaran keterampilan, bidang sosialisasi dengan sesama dan orang tua/ keluarga, bidang pencatatan dan pemantauan perkembangan anak, sedangkan hak anak yang belum diberikan adalah hak untuk menerima pendidikan umum. Lapas Anak Kutoarjo telah memenuhi hak-hak anak di bidang kesejahteraan rohani, bidang pendidikan dan pengajaran, sedangkan hak anak yang belum diberikan adalah hak di bidang kesejahteraan jasmani, bidang sosialisasi dengan sesama dan orang tua/ keluarga. 2. Tinorma Ramayana, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Tahun 2006, Nomor Mahasiswa 02 05 07984, dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis terhadap Proses Penjatuhan Pidana Penjara Bagi Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana, tujuan penelitian Penulis adalah untuk melihat dan mengetahui faktor-faktor penyebab anak menjadi pelaku tindak pidana dan proses penjatuhan pidana penjara bagi anak sebagai pelaku tindak pidana. Hasil penelitian tersebut adalah tindak pidana yang pelakunya adalah ana disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor rumah tangga dan keluarga, ekonomi, kurangnya penghayatan agama maupun pengaruh lingkungan, serta dipengaruhi oleh dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perubahan gaya hidup orang tua. Dalam proses penjatuhan pidana, penahanan, penyidikan, penjatuhan hukuman penjara bagi anak sebagai

pelaku tindak pidana harus dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat. Putusan hakim yang berupa pemidanaan kurang memberi manfaat bagi kesejahteraan dan perkembangan anak di masa yang akan datang. F. Batasan Konsep Penulis memberikan batasan konsep tentang Penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang. a. Pengertian penarapan menurut KBBI adalah cara menerapkan. 12 b. Asas hukum adalah dasar umum yang merupakan dasar pikiran dan ratio legis dari kaidah hukum. 13 c. Pengertian kepentingan menurut KBBI adalah keperluan. 14 d. Pengertian terbaik menurut KBBI adalah paling baik. 15 e. Menurut Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal (anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan) telah mencapai umur 8 12 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, Edisi Ketiga, hlm. 1180. 13 Tim Pengajar Pengantar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, 1995, Pengantar Ilmu Hukum, Universitas Katolik Parahyangan, hlm.116. 14 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op. cit., hlm 851. 15 Ibid., hlm. 91.

(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 16 f. Pengertian pelaku menurut KBBI adalah orang yang melakukan suatu perbuatan. 17 g. Perbuatan pidana atau sering disebut juga tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan itu. 18 h. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (terjemahan Prof. Moeljatno, S.H.) Pasal 303 ayat (3) jo Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, permainan judi adalah tiap-tiap permainan yang pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir, termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya, yang diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah. 19 i. Menurut penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan kepentingan yang 16 Darwan Prinst, Op. cit., hlm. 178. 17 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op. cit., hlm. 682. 18 Moeljatno, 2000, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 54. 19 Redaksi Sinar Grafika, Loc. cit., hlm. 104, 105.

terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. 20 Dengan demikian, yang dimaksud dengan Penerapan Asas Demi Kepentingan yang Terbaik bagi Anak terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Perjudian adalah cara menerapkan dasar umum yang merupakan dasar pikiran untuk kepentingan yang paling baik bagi anak, harus menjadi pertimbangan utama terhadap Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin, yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai ancaman pidana tertentu, yaitu terhadap anak yang melakukan permainan yang pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir, termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya, yang diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah. 20 Tim Pengarusutamaan Gender Kota Yogyakarta, Loc. cit., hlm. 41.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum dengan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari norma hukum positif yang berlaku yang berupa diskripsi, sistematisasi, analisis, interpretasi, dan nilai hukum positif secara vertikal dan horizontal terhadap permasalahan yang menyangkut tentang penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang. 2. Bahan hukum Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, sehingga memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari hukum positif Indonesia yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan obyek penelitian yang sifatnya mengikat, yang meliputi: 1. Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, Pasal 28B ayat (2). 2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (terjemahan Prof. Moeljatno, S.H.), yang selanjutnya disebut dengan KUHP, Pasal 303 ayat (3).

3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Pasal 6. 4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 21. 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 16 ayat (3), dan Pasal 64. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum yang diperoleh melalui buku, makalah, hasil penelitian, internet, ahli hukum, praktisi hukum, dan surat kabar yang relevan dengan penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang. Selain itu, bahan hukum yang dipakai juga berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan kamus hukum. 3. Narasumber Narasumber adalah individu yang berwenang dan mempunyai keterkaitan dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah Ibu Indri Murtini, S.H. selaku hakim anak di Pengadilan Negeri Yogyakarta. 4. Metode pengumpulan bahan hukum

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian hukum normatif adalah melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku/literatur, makalah, hasil penelitian, internet, ahli hukum, praktisi hukum, dan surat kabar yang relevan dengan penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang, serta wawancara dengan narasumber baik secara lisan maupun secara tertulis. 5. Metode analisis bahan hukum Dari bahan hukum primer, selanjutnya dilakukan diskripsi yang disusun secara sistematis, yang meliputi isi maupun struktur hukum positif. Secara vertikal ada sinkronisasi tentang perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu antara Undang-undang Dasar 1945 dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, digunakan prinsip penalaran hukum subsumsi, yaitu prinsip penalaran yang menyatakan adanya hubungan logis antara dua aturan dalam hubungan aturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, sehingga tidak perlu asas berlakunya peraturan perundang-undangan. Undang-undang Dasar 1945, Pasal 28B ayat (2) yang merumuskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 dan 3 merumuskan tentang asas dan tujuan dari penyelenggaraan perlindungan anak mengutamakan prinsip-prinsip seperti nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak,

hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, dan penghargaan terhadap pendapat anak. Pasal 16 merumuskan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir, dan Pasal 64 merumuskan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum atau anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Secara horizontal tidak ada harmonisasi, sehingga prinsip penalaran hukumnya non kontradiksi, yaitu aturan khusus mengalahkan aturan yang umum Lex spesialis derogat legi generalis, dengan membandingkan antara KUHP khususnya Pasal 303 ayat (3) dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 303 ayat (3) KUHP mengatur bahwa permainan judi adalah tiap-tiap permainan, yang pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir, termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainlainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Permainan judi diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah. Berdasarkan definisi menurut KUHP, permainan judi atau perjudian

diatur secara umum, tidak diatur antara pelaku dewasa dan pelaku anak, tidak ada pengaturan tentang perbedaan perlakuan antara dewasa dan anak dan tidak ada pembedaan penjatuhan sanksi pidananya, sehingga anak yang melakukan tindak pidana perjudian akan diperlakukan sama dengan orang dewasa yang melakukan perjudian. Namun, dengan berlakunya Undangundang Pengadilan Anak, maka terhadap anak yang melakukan tindak pidana, dalam hal ini tindak pidana perjudian, pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak adalah paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa (Pasal 26 ayat (1)). Menurut Pasal 64 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Perlindungan Anak, terhadap anak yang berhadapan dengan hukum diberikan perlindungan khusus, yaitu perlakuan atas anak secara manusiawi dengan martabat dan hak-hak anak, penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak, penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga, dan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. Langkah selanjutnya, dari norma hukum yang dipergunakan sebagai dasar hukum diinterpretasikan secara gramatikal, yaitu mengartikan suatu terminologi hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. Selain itu, dilakukan interpretasi sistematik, dengan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum, serta dilakukan interpretasi teleologi, yaitu bahwa setiap peraturan perundang-undangan

mempunyai tujuan tertentu. Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum yang diperoleh melalui buku, makalah, hasil penelitian, internet, ahli hukum, praktisi hukum, dan surat kabar didiskripsikan, sehingga diperoleh pengertian atau pemahaman, kesamaan pendapat, perbedaan pendapat, sehingga diperoleh suatu abstraksi tentang penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian, khususnya terhadap proses hukum 10 (sepuluh) orang anak yang melakukan perjudian di Tangerang. Langkah selanjutnya adalah membandingkan antara bahan hukum primer yang berupa Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum yang diperoleh dari buku, makalah, hasil penelitian, internet, ahli hukum dan surat kabar, sehingga diperoleh pemahaman atau pengertian yang jelas tentang penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang. Langkah terakhir, menarik kesimpulan dengan proses berpikir secara deduktif, yaitu bertolak dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus. Dalam hal ini yang umum berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana, khususnya tindak pidana perjudian, yang dikaitkan dengan asas demi

kepentingan yang terbaik bagi anak dan yang khusus adalah untuk mengetahui penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian serta hambatan dalam penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian di Tangerang. H. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan, batasan konsep, metoda penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Pembahasan Pada bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum mengenai penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak, tinjauan umum mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian, serta hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian dan untuk mengetahui hambatan dalam penerapan asas demi kepentingan yang terbaik bagi anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian Bab III : Penutup

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan oleh penulis, dan berisi saran penulis berhubungan dengan kesimpulan terakhir yang dicapai dari hasil penelitian.