BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana.

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: Agus Supriono 2, Dance J. Flassy 3, Sasli Rais 4 ABSTRAK PENDAHULUAN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara tepat, modal sosial akan melahirkan serangkaian nilai-nilai atau

RINGKASAN DOKUMEN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

Gerakan Nasional Revolusi Mental

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

PENGANTAR PERKOPERASIAN

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mandiri Pedesaan itulah proses hegemoni terjadi, pelibatan masyarakat dalam

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA GOTONG ROYONG SEBAGAI BUDAYA INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang;

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

Profil Lulusan Program Studi Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN

BAB II LANDASAN TEORI. tidak dapat dilihat sebagai bagian yang berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan kepada karyawan, jika mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan target-target

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelurahan Gadang Kota Banjarmasin adalah masyarakat yang majemuk.

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB 10 KELOMPOK DAN TIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

I. PENDAHULUAN. dalam suatu perusahaan dirasakan jauh lebih besar daripada sumber-sumber

STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ujian Akhir Sekolah Tahun 2007 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

Selamat Datang MANDOR PEMBESIAN/ PENULANGAN BETON 1.1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH ALTERNATIF. (Studi Etnografi di SMP Alternatif Bumi Madania Salatiga)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Social (Social Capital) Menurut para ahli modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). Sedangkan Burt (1992) mendefinisikan, modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Adapun Putnam (2000) mendefinisikan, modal sosial adalah penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Fukuyama (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Adapun Cox (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Sejalan dengan pendapat dari Fukuyama dan Cox, Partha (1999) mendefinisikan, modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Pada jalur yang sama Solow (1999) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat 13

mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Adapun menurut Cohen dan Prusak (2001), modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Sependapat dengan penjelasan dari Cohen dan Prusak, Hasbullah (2006) menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), hubungan timbal balik dan aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Dari pengertian para ahli di atas, maka menurut saya modal sosial (social capital) secara umum adalah hubungan-hubungan yang tercipta berupa jaringan, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi yang membentuk kualitas dan kuantitas serta efisiensi masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan dengan memfasilitasi tindakantindakan yang terkoordinasi serta sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan diantara anggota masyarakat luas secara bersama-sama. Modal sosial juga adalah sebuah potensi yang dimana dapat meningkatkan kesadaran bersama tentang banyaknya kemungkinan peluang yang bisa dimanfaatkan dan juga kesadaran bahwa nasib bersama akan saling terkait dan ditentukan oleh usaha bersama yang dilakukan. 2.1.1. Dimensi Modal Sosial Dimensi modal sosial disini membahas bahwa sebenarnya Modal sosial (social capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan modal manusia (human capital) (Fukuyama, 1995). Bentuk human capital adalah pengetahuan dan keterampilan manusia. Bentuk nyata dari human capital adalah dalam bentuk seperti halnya pendidikan di sekolah 14

atau universitas, pelatihan programmer computer, kursus bahasa atau menyelenggarakan bentuk-bentuk pendidikan lainnya. Sedangkan modal sosial adalah kemampuan atau keahlian yang muncul dari adanya kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu didalamnya. Modal sosial juga dapat dilembagakan dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok masyarakat paling besar seperti halnya negara (bangsa). Modal sosial diterapkan atau dihubungkan melalui mekanisme-mekanisme kultural atau budaya seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Fukuyama, 2000). Akuisisi atau bentuk positif dari modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas yang dalam konteksnya sekaligus dapat mengadopsi nilai-nilai kebajikan seperti kesetiaan dan kejujuran serta menjadi suatu hal yang dapat dipercayai dan dipertanggungjawabkan serta pada akhirnya modal sosial lebih didasarkan pada kebajikankebajikan sosial umum. Dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian anggotanya (Woolcock dan Narayan, 2000). Oleh karena pendapat itu Adler dan Kwon (2000) menyatakan, dimensi modal sosial adalah merupakan gambaran dari keterikatan internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan keterkaitan satu sama lain dan keuntungankeuntungan bersama dari proses dinamika sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Sejalan dengan pendapat di atas maka dimensi modal sosial juga dapat menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat dapat membentuk sebuah kelompok untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan perasaan senasib yang di mana didalamnya diikat oleh nilai-nilai kepercayaan dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Dimensi modal sosial berhubungan erat dalam struktur hubungan sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban 15

sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi dan menetapkan norma-norma serta sanksi-sanksi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut (Coleman, 1999). Namun demikian Fukuyama (1995, 2000) dengan tegas menyatakan, belum tentu norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dipedomi sebagai acuan bersikap, bertindak dan bertingkah laku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust). Dimana kepercayaan ini adalah harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur (kebajikan) dan keadilan. Dengan mendasarkan konsepsi-konsepsi di atas sebelumnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan pengertian bahwa dimensi dari modal sosial adalah sebuah proses yang dimana memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas hidup kedepannya agar senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus kearah yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya. Di dalam proses suatu perubahan dan upaya dalam mencapai tujuan tersebut, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini sebagai acuan dalam bersikap, bertindak dan bertingkah laku serta berhubungan atau membangun jaringan dengan pihak lain. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan modal sosial antara lain: sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun 16

dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Inilah bentuk dari jati diri modal sosial yang sebenarnya yang mampu menopang kekuatan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu menurut Hasbullah (2006), dimensi inti dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerja sama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antara sesama individu yang dibangun di atas kepercayaan dan ditopang oleh aturan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. 2.1.2. Tipologi Modal Sosial Para ahli yang memiliki perhatian terhadap modal sosial pada umumnya tertarik untuk mengkaji kedekatan kaitan hubungan sosial dimana sebuah kelompok masyarakat terlibat didalamnya, terutama kaitannya dengan pola-pola interaksi sosial atau hubungan sosial antar anggota masyarakat atau kelompok dalam suatu kegiatan sosial. Cara dan ciri perbuatan dari keanggotaan dan aktivitas mereka dalam suatu hubungan sosial merupakan hal yang selalu menarik untuk dikaji. Dimensi lain yang juga sangat menarik perhatian adalah yang berkaitan dengan tipologi modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk terikat (bonding/exclusive) atau menjembatani (bridging/inclusive). Keduanya memiliki pengertian, pemahaman dan implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam sebuah proses kehidupan dan pembangunan masyarakat. 17

(a) Modal Sosial Terikat (Bonding Social Capital) Modal sosial terikat adalah modal sosial yang cenderung bersifat eksklusif (Hasbullah, 2006), dimana yang menjadi karakteristik dasar, ciri khas, konteks ide, relasi dan perhatian pada tipologi ini adalah lebih berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan dengan berorientasi keluar (outward looking). Beraneka ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada umumnya serba sama (homogeneous) atau cenderung bersifat homogen. Di dalam bahasa lain bonding social capital ini dikenal pula sebagai ciri dari masyarakat yang memeiliki aturan atau tempat keramat yang dianggap suci dan harus senantiasa dipatuhi dan dijaga nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Menurut Putnam (1993), pada masyarakat sacred society dogma tertentu mendominasi dan mempertahankan struktur masyarakat yang bersangkutan dengan pemerintah setempat, hierarkis dan tertutup. Di dalam pola interaksi sosial sehari-hari selalu dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang menguntungkan level tingkatan kedudukan kelompok tertentu dan feodal. Hasbullah (2006) menyatakan, pada mayarakat yang bonded atau inward looking maupun sacred, meskipun hubungan sosial yang tercipta memiliki tingkat kaitan satu sama lain yang kuat, akan tetapi kurang merefleksikan kemampuan masyarakat tersebut untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang tumbuh sekedar dalam batas kelompok dalam keadaan dan kondisi tertentu, struktur tingkatan kedudukan yang feodal serta tingkatan yang berkaitan satu sama lain yang bersifat terikat (bonding). Secara umum gambaran pemahaman yang diatas akan lebih banyak membawa pengaruh negatif dibandingkan dengan pengaruh positifnya. Kekuatan interaksi sosial terkadang berkecenderungan untuk menjauhi, menghindar bahkan pada situasi yang luar biasa mengandung unsur kebencian terhadap masyarakat lain yang di luar dari kelompok masyarakat, group, asosiasi dan suku tersebut. Oleh karena itu di dalam kaitannya dengan 18

upaya pembangunan masyarakat di negara-negara berkembang saat ini, mengidentifikasi dan mengetahui secara teliti tentang kecenderungan dan konfigurasi modal sosial di masingmasing daerah menjadi salah satu kebutuhan utama. Dapat ditarik suatu asumsi hubungan bahwa terdapat kekeliruan jika pada masyarakat tradisonal yang socially inward looking kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk dikatakan tidak memiliki modal sosial. Modal sosial itu ada, akan tetapi kekuatannya terbatas pada satu dimensi saja, yaitu dimensi yang berkaitan satu sama lain dalam kelompok. Keterkaitan satu sama lain dalam kelompok tersebut terbentuk karena adanya faktor keeratan hubungan emosional ke dalam yang sangat kuat. Keeratan tersebut juga disebabkan oleh pola nilai yang melekat dalam setiap proses hubungan interaksi yang juga berpola tradisional. Kelompok tersebut juga kurang atau sama sekali tidak paham dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat modern yang mengutamakan efisiensi produktivitas dan kompetisi yang dibangun atas prinsip pergaulan yang bersifat sederajat dan bebas. Konsekuensi lain dari sifat dan tipologi ketertutupan sosial ini adalah sulitnya mengembangkan ide baru, orientasi baru dan nilai-nilai serta norma baru yang memperkaya nilai-nilai dan norma yang telah ada. Kelompok bonding social capital yang terbetuk pada akhirnya memiliki resistensi kuat terhadap perubahan. Pada situasi tertentu, kelompok masyakakat yang demikian bahkan akan menghambat hubungan yang kreatif dengan negara, dengan kelompok masyarakat lain, serta menghambat pembangunan masyarakat itu sendiri secara keseluruhan. Dampak negatif lain yang sangat menonjol di era moderen ini adalah masih kuatnya dominasi kelompok masyarakat bonding social capital yang mewarnai kehidupan masyarakat atau bangsa (Putnam, dkk: 1993). Konsekuensi yang kuat pula akan tingkat akomodasi masyarakat terhadap berbagai perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh anggota kelompok terhadap kelompok lain atau negara yang berada di luar kelompok mereka. 19

(b) Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital) Menurut Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani ini ini biasa juga disebut bentuk moderen dari suatu pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Prinsipprinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang; persamaan, kebebasan serta nilai-nilai yang terdiri dari beberapa bagian dan merupakan kesatuan (kemajemukan) dan sifat kemanusiaan (humanitarian) yang terbuka dan mandiri. Prinsip persamaan, bahwasannya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok pada dasarnya harus berdasarkan kesepakatan yang sederajat dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok. Prinsip kebebasan, bahwasannya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Suasana kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam tubuh kelompok, yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut. Prinsip kemajemukan dan humanitarian yang pada dasar bahwasannya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok suatu masyarakat. Maksud kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, memahami perasaan dan situasi yang dihadapi oleh orang lain merupakan dasar-dasar ide humanitarian. Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya cenderung bersifat berlainan jenis (heterogen) dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat 20

berkembang dengan kemampuan menciptakan akses jaringan yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan hubungan timbal balik yang lebih variatif serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal. Bila dibandingkan dengan Coleman (1999), tipologi masyarakat bridging social capital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada dimensi berjuang untuk (fight for). Yaitu mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh suatu kelompok (pada situasi tertentu, termasuk problem di dalam kelompok atau problem yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat berjuang melawan (fight against) yang bersifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbul-simbul dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar pengertian dan perasaan kesetiakawanan (solidarity making). Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging capital social) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Hasilhasil kajian di banyak negara menunjukkan bahwa dengan tumbuhnya bentuk modal sosial yang menjembatani ini memungkinan perkembangan di berbagai dimensi kehidupan, terkontrolnya korupsi, semakin efisiennya pekerjaan-pekerjaan pemerintah, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia akan meningkat dan bangsa menjadi jauh lebih kuat (Suparman, 2012). Terdapat perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk terikat (bonding/exclusive) atau menjembatani (bridging/inclusive). Keduanya memiliki pengertian, pemahaman dan implikasi yang berbeda pada hasil-hasil 21

yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam sebuah proses kehidupan dan pembangunan masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Modal Sosial Terikat dan Modal Sosial Menjembatani Bonding Social Capital Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif. Perbedaan yang kuat antara orang kami dan orang luar. Hanya ada satu alternatif jawaban. Sulit menerima arus perubahan. Kurang akomodatif terhadap pihak luar. Mengutamakan kepentingan kelompok. Mengutamakan solidaritas kelompok Bridging Social Capital Terbuka. Memiliki jaringan yang lebih fleksibel. Toleran. Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah. Akomodatif untuk menerima perubahan. Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitaristik, dan universal. Sumber: Hasbullah (2006) 2.2. Elemen-Elemen Modal Sosial Dilihat dari aspek sosiologis maka elemen-elemen modal sosial terdiri dari : 1. Jaringan Sosial (Social Networks) Jaringan (network) diartikan sebagai berikut (1) adanya ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (media sosial). Hubungan ini diikat dengan kepercayaan; (2) adanya kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama; (3) seperti halnya sebuah jaringan (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar simpul itu pasti kuat menahan beban bersama dan lebih banyak; (4) dalam kerja jaringan itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri, malah kalau satu simpul saja putus, maka keseluruhan jaringan itu tidak bisa berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki lagi. Semua simpul itu menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat; (5) media (benang dan kawat) dan simpul tidak dapat 22

dipisahkan. Atau antara orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan; (6) ikatan atau pengikat (simpul) dalam kapital sosial adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan (Lawang, 2004:50). Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan (connectedness) antara individu dan komunitas. Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal maupun pada tingkat yang lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama anggota dalam kelompok, mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan. Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok formal. Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat dalam konteks pengelolaan sumber daya milik bersama, karena hal tersebut dapat mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan yang bersifat timbal balik, itulah yang dikatakan Putnam dalam Lubis (2001) tentang jaringan sosial sebagai salah satu elemen dari modal sosial. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa jaringan sosial merupakan media sosial yang dimana menghubungkan dan mengikat antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok agar dapat berdiri dan menjadi satu. Melalui jaringan sosial sesama individu atau kelompok akan saling tahu, saling menginformasikan sesuatu yang bermakna dan menguntungkan, saling mengingatkan satu sama lain, saling bantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah. 2. Nilai dan Norma Timbal Balik Setiap kehidupan sosial senantiasa ditandai dengan adanya aturan-aturan pokok yang mengatur perilaku anggota-anggota masyarakat yang terdapat di dalam lingkungan sosial tersebut. Dalam kehidupan manusia terdapat seperangkat pola hubungan yang tertata dengan baik yang tidak disamai dengan mahluk lain. Pola-pola tersebut meliputi; (a) segala sesuatu yang menjadi dasar-dasar tujuan kehidupan sosial ideal atas dasar pola-pola yang terbentuk di 23

dalam realitas sosial tersebut; (b) Sesuatu yang menjadi pola-pola pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial, yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berikut sanksinya yang dinamakan sistem norma. Nilai dan norma merupakan susunan imajinasi artinya sebuah susunan yang hanya ada karena dibayangkan di dalam pikiran-pikiran dan banyak dipengaruhi oleh daya kreatif mental. Nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama di dalam kehidupan sosial adalah konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dicita-citakan, diinginkan atau dianggap baik. Adapun norma merupakan penjabaran dari nilai-nilai secara terperinci ke dalam bentuk polapola kehidupan sosial yang berisi perintah, anjuran dan larangan yang dijabarkan baik dalam bentuk tata aturan yang bernilai informal maupun nonformal. Menurut lawang nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. Norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan, kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antar dua orang. Sifat norma adalah muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan (Blau 1963 dan Fukuyama 2000), artinya kalau dalam pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang muncul bukan hanya satu pertukaran saja. Kalau dari beberapa kali pertukaran prinsip saling menguntungkan dipegang teguh, maka dari situlah muncul norma dalam bentuk kewajiban sosial, yang intinya membuat kedua belah pihak merasa diuntungkan dari pertukaran, dengan demikian hubungan pertukaran itu dipelihara (Blau dalam Lawang, 2004). 3. Hubungan antar Individu/Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Perilaku individu manusia yang saling terkait dan saling mempengaruhi melalui alat komunikasi disebut 24

sebagai interaksi sosial (Here dalam Outhwaite, 2008:397). Interaksi berarti semua kata, simbol dan isyarat yang dipakai orang untuk saling merespon atau menanggapi suatu hal yang saling berhubungan satu sama lain. Teori pertukaran sosial (social exchange) menjelaskan interaksi sosial dalam bentuk imbalan dan biaya. Teori ini lebih banyak berhubungan dengan interaksi dua orang. Interaksi terjadi jika dua orang bertemu, kemudian ia saling menegur sapa, berjabat tangan saling berbicara, bahkan sampai terjadi perkelahian, pertengkaran dan sebagainya. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial bahkan interaksi merupakan inti dari suatu kehidupan sosial, artinya tidak ada kehidupan yang sesungguhnya apabila tidak ada interaksi. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan terjadinya interaksi sosial adalah karena adanya kesadaran masing-masing pihak sehingga dari kesadaran tersebut menyebabkan adanya perubahan-perubahan diantara mereka seperti reaksi terhadap suatu bau keringat bau parfum atau kesan tentang diluar dirinya terhadap orang lain. Jika dua orang saling mengadakan interaksi maka dalam proses sosial tersebut akan bertemu dua kepribadian yang berbeda. Dalam proses interaksi sosial akan ditemukan kepentingan, pemikiran, sikap, cara-cara bertingkah laku keinginan, tujuan dan sebagainya yang dipertemukan dalam suatu wadah yang namanya komunitas sosial. 4. Kepercayaan (Trust) Menurut Fukuyama (1995) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Menurut Cox (1995) bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. 25

Kepercayaan/trust sebagai salah satu elemen paling penting dan pokok dalam modal sosial, yang diartikan sebagai keyakinan atau juga rasa percaya. Rasa percaya ini mutlak menyangkut akan orang, akan kelompok, akan keluarga, masyarakat bahkan negara. (Lawang, 2004:36) menyebutkan bahwa inti kepercayaan antar manusia terdapat tiga hal yang saling terkait yaitu; (a) Hubungan sosial antara dua orang atau lebih, termasuk dalam hubungan ini adalah institusi yang dalam pengertian ini diwakili orang; (b) Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak; (c) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. 5. Institusi dan Asosiasi Institusi adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat melakukan interaksi menurut pola-pola yang sudah terstruktur di dalam masyarakat dalam sosiologi disebut pranata sosial, bangunan sosial atau lembaga kemasyarakatan. Dalam Bahasa Indonesia institusi adalah lembaga yang seringkali disamakan artinya dengan konsep pranata atau institution. Padahal antara pranata dan lembaga memiliki perbedaan yang tajam, yakni pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai aktivitas masyarakat khusus yang berupa perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku, sedangkan lembaga atau institute adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu (Setiadi dan Kolip, 2010). Jika istilah lembaga diperhatikan lebih mendalam dan dihubungkan dengan istilah kelompok atau perkumpulan, maka lembaga adalah perkumpulan yang khusus. Wadah sebagai tempat manusia beraktivitas dalam rangka hidup bersama adalah lembaga atau institusi. Jadi lembaga bermanfaat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, pada hakekatnya, modal sosial (social capital) merupakan dasar berpijak 26

yang kokoh, yang apabila dijalankan secara baik akan meringankan biaya pembangunan. Selama ini kita sering salah kaprah terhadap peran uang dalam pembagunan pedesaan. Uang memang dibutuhkan, tapi uang memberi sumbangan yang paling sedikit dalam memperbaiki proses (Cernea, 1988). Penunjang berupa uang tidak pernah secara ampuh menggantikan yang bukan uang. Variabel yang terlewatkan misalnya adalah variabel sosiobudaya dan kelembagaan. 2.3. Potensi Modal Sosial Kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola hubungan satu sama lain yang timbal balik dan saling menguntungkan (resiprocity dan dibangun di atas kepercayaan (trust) yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat (Hasbullah, 2006). Kajian empiris tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan dengan para perempuan manajer. Responden dalam penelitian tersebut adalah para perempuan manajer di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan perempuan manajer terkait dengan beberapa hal. Pertama, nilai-nilai spiritual yang menjadi fondasi bisnis yang dijalankannya. Kedua, perempuan manajer memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang baik. Ketiga, mereka memiliki kemampuan menjaga hubungan dengan orang lain atau pelanggan. Hal keempat adalah bahwa para perempuan manajer cenderung memiliki tingkat kepedulian sosial yang tinggi. Mereka mempunyai naluri berempati dan bersimpati atas masalah-masalah yang dialami orang lain. Secara umum potensi-potensi untuk peduli, bersimpati, berempati, bermultiperan, berinteraksi dan berelasi dengan lingkungan merupakan potensi-potensi yang lebih dekat dengan sosok perempuan. Potensi-potensi tersebut dikenal dengan istilah modal sosial. Modal sosial berkaitan dengan kekayaan personal yang melekat pada diri individu. Banyak peneliti 27

modal sosial seperti Coleman, Putnam, Fukuyama, Nahapiet dan Ghoshal menjelaskan bahwa mereka yang memiliki modal sosial tinggi cenderung memiliki kinerja yang tinggi. Dalam konteks di Indonesia, Djamaludin Ancok dan Wisnu Prajogo melihat bahwa modal sosial yang tinggi konsisten meningkatkan kinerja. Masyarakat bisnis melihat kemampuan, keterampilan dan sikap profesionalisme menjadi hal yang lebih penting. Sesungguhnya, para perempuan manajer memiliki potensi luar biasa yang tidak kalah dengan laki-laki untuk berperan menjadi manajer-manajer bisnis yang handal. Dengan kekayaan modal sosial yang dimilikinya, perempuan manajer berpotensi untuk semakin berperan dalam mengelola bisnis. Hal ini juga dimiliki oleh seluruh individu baik yang bekerja dimanapun tak terkecuali buruh bangunan, yang diharapkan juga mampu menciptakan dan mengembangkan sikap dan potensi modal sosial yang mereka miliki. 2.4. Peranan Modal Sosial Dalam Pembangunan Perkembangan paradigma dan teori pembangunan telah mengalami perubahan sejak 30 tahun lalu. Perubahan ini dipicu oleh ketidakpuasan pada perkembangan pembangunan di banyak negara berkembang dan negara miskin di benua Asia dan Afrika. Paradigma pembangunan yang ada sebelumnya telah menjerumuskan negara-negara tersebut dalam kemiskinan akibat lemahnya kontrol negara terhadap pengaruh dan intervensi negara asing dalam bidang perekonomian, perdagangan, industri, budaya dan politik yang berimbas pada lemahnya kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Perubahan paradigma yang terjadi kemudian, banyak negara belum juga berdampak positif bagi masyarakat. Upaya penanggulangan kemiskinan dan upaya membebaskan bangsa dari keterbelakangan senantiasa tidak menghasilkan sesuatu yang optimal. Hal ini erat kaitannya dengan tidak dimasukkannya modal sosial sebagai faktor penting dalam 28

mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kebijakan. Kenyataan ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya dimensi kultural dan pendayagunaan peran lembaga-lembaga yang tumbuh dalam masyarakat untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses-proses pembangunan. Fukuyama (2002) misalnya menyebutkan faktor kultural, khususnya modal sosial menempati posisi yang sangat penting sebagai faktor yang menentukan kualitas masyarakat (Inayah 2012 dalam Jurnal Pengembangan Humaniora hal 46-47). 2.4.1. Modal Sosial dan Pembangunan Manusia Putnam dalam Hasbullah (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial mempunyai pengaruh yang besar sebab beberapa dimensi pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Hal ini terbangun oleh adanya rasa saling mempercayai, kohesifitas, tindakan proaktif, dan hubungan internal-eksternal dalam membangun jaringan sosial didukung oleh semangat kebajikan untuk saling menguntungkan sebagai refleksi kekuatan masyarakat. Situasi ini akan memperbesar kemungkinan percepatan perkembangan individu dan kelompok dalam masyarakat tersebut. Bagaimanapun juga kualitas individu akan mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat itu berarti pembangunan manusia paralel dengan pembangunan sosial. 29

2.4.2. Modal Sosial dan Pembangunan Sosial Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Dengan saling percaya, toleransi, dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik di dalam kelompok masyarakatnya maupun dengan kelompok masyarakat lainnya. Masyarakat tradisional diketahui memiliki asosiasi-asosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki nilai-nilai, norma, dan etika kolektif sebagai sebuah komunitas yang saling berhubungan. Hal ini merupakan modal sosial yang dapat mendorong munculnya organisasiorganisasi modern dengan prinsip keterbukaan, dan jaringan-jaringan informal dalam masyarakat yang secara mandiri dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup bersama dalam kerangka pembangunan masyarakat. Berkembangnya modal sosial di tengah masyarakat akan menciptakan suatu situasi masyarakat yang toleran, dan merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap kelompok masyarakat di luar kelompoknya. Hasbullah (2006) memaparkan mengenai jaringan-jaringan yang memperkuat modal sosial akan memudahkan saluran informasi dan ide dari luar yang merangsang perkembangan kelompok masyarakat. Hasilnya adalah lahirnya masyarakat peduli pada berbagai aspek dan dimensi aktifitas kehidupan, masyarakat yang saling memberi perhatian dan saling percaya. Situasi yang mendorong kehidupan bermasyarakat yang damai, bersahabat dan tenteram. 2.4.3. Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi Modal sosial sangat tinggi pegaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Fukuyama (2002) menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai negara yang menunjukkan bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai 30

sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi. Hasbullah (2006) memberikan contoh perkembangan ekonomi yang sangat tinggi di Asia Timur sebagai pengaruh pola perdagangan dan perekonomian yang dijalankan pelaku ekonomi Cina dalam menjalankan usahanya memiliki tingkat kohesifitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh koneksi-koneksi kekeluargaan dan kesukuan, meskipun demikian pola ini mendorong pembentukan jaringan rasa percaya (networks of trust) yang dibangun melewati batas-batas keluarga, suku, agama dan negara. Budaya gotong-royong, tolong menolong, saling mengingatkan antar individu dalam entitas masyarakat desa merefleksikan semangat saling memberi (reciprocity), saling percaya (trust) dan adanya jaringan-jaringan sosial (sosial networking). Hal ini membangun kekompakan pada masyarakat desa untuk bersama-sama dalam memulai bercocok tanam bersama-sama untuk menghindari hama, membentuk kelompok tani untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan dan mencari solusi bersama dalam rangka meningkatkan perekonomian pertanian. Pembangunan industri pada masyarakat dengan modal sosial tinggi akan cepat berkembang karena modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan menumbuhkembangkan dunia usaha. Investor asing akan tertarik untuk menanamkan modal usaha pada masyarakat yang menjunjung nilai kejujuran, kepercayaan, terbuka dan memiliki tingkat empati yang tinggi. Modal sosial, berpengaruh kuat pada perkembangan sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan, jasa, konstruksi, pariwisata dan lainnya (Inayah 2012 dalam Jurnal Pengembangan Humaniora hal 46-47). 31

2.5. Modal Sosial dalam Produktivitas Satu konsep lain yang dekat dengan modal sosial adalah konsep Kualitas Masyarakat. Menurut Dahlan dalam Rajoki Simarmata (2009) kualitas masyarakat perlu untuk mewujudkan kemampuan dan prestasi bersama. Hal ini mencakup ciri-ciri yang berhubungan dengan kelangsungan masyarakat itu sendiri. Kualitas masyarakat ditelaah atas beberapa kelompok dengan detail sebagai berikut: Perihal kehidupan bermasyarakat yang dilihat dari keserasian sosial, kesetiakawanan sosial, disiplin sosial dan kualitas komunikasi sosial. Kehidupan sosial politik melalui level demokrasi, keterbukaan akses untuk partisipasi politik, kepemimpinan yang terbuka, ketersediaan sarana dan prasarana komunikasi politik, serta keberadaan media massa. Kehidupan kelompok, kualitas lembaga dan pranata kemasyarakatan dengan mempelajari kemutakhiran institusi dan kualitas, kemampuan institusi menumbuhkan kemandirian masyarakat dan menjalankan fungsi yang baik, kualitaspemahaman terhadap hak dan kewajiban tiap orang, struktur institusi yang terbuka, dan mekanisme sumber-sumber yang potensial dalam membangkitkan daya kemasyarakatan secara berkelanjutan. Pembangunan atau pengembangan dalam hal ini bukan suatu kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusia, dalam hal ini masyarakat lokal. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan juga masyarakat sekitarnya. Jadi pembangunan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan serta kemampuan untuk merealisasikannya. Artinya, pengembangan lebih kepada motivasi dan pengetahuan (M.T. Zen, 2001 dalam Rajoki Simarmata). Beberapa konsep mengenai produktivitas : 1. Konsep ekonomi adalah produktivitas merupakan usaha manusia untuk menghasilkan barang yang beguna bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia. 32

2. Konsep fisiologis adalah produktivitas mengandung pandangan hidup, sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan keadaan esok harus lebih baik dari hari ini. 3. Konsep sistem adalah produktivitas mengandung arti pencapaian suatu tujuan harus ada kerja atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai suatu sistem. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Produktivitas orang yang bekerja pada lingkungan kerja yang baik dan nyaman lebih tinggi produktivitasnya dari pada lingkungan kerja yang tidak menyenangkan. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain (Sinungan, 2005) : 1. Motivasi, termasuk motivasi berprestasi, motivasi terhadap mutu kerja dan kehidupan. 2. Kecakapan, termasuk menggunakan peralatan dan teknologi, manajerial antara hubungan manusia, pemecahan masalah dari hasil pendidikan, pengalaman, dan penelitian. 3. Kepribadian, termasuk pandangan terhadap nilai-nilai, etos kerja, disiplin pendidikan, kerja sama, partisipasi pada pekerjaan. 4. Peran, pandangan terhadap peran yang dilakukan terhadap pengembangan dan pembangunan yang di pengaruhi rasa ikut memiliki, pengalaman serta solidaritas kelompok. 2.6. Konsep Buruh Bangunan Sebelum membahas lebih lanjut tentang potensi modal sosial buruh bangunan, perlu diperjelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan pengertian buruh bangunan itu sendiri. Undang-undang No.13 tahun 2003 (tentang ketenagakerjaan) mendefinisikan pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja pada si pemberi pekerjaan dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja yang saya maksud disini adalah pekerja bangunan, tukang atau kenek yang pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan fisik yang 33

kuat, kemampuan dan keahliannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya dari si pemberi kerja, pengusaha atau majikan. Menurut ILO, buruh adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/badan hukum dan mendapatkan upah sebagai imbalan atas jerih payahnya menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan padanya, dengan kata lain semua orang yang tidak memiliki alat produksi dan bekerja pada pemilik alat produksi maka bisa dikatakan sebagai buruh. Konsepsi ini juga sejalan dengan pemikiran Karl Marx tentang borjuis dan proletar, pada hakikatnya di dunia ini hanya ada dua kelas yaitu borjuis dan proletar, borjuis adalah pemilik alat produksi dan proletar adalah orang yang tidak memiliki alat produksi. Tidak ada kelas menengah karena sebenarnya kelas menengah adalah pecahan dari kelas proletar. Dari berbagai sumber definisi, buruh bukan hanya pekerja kasar bangunan tetapi juga semua orang yang bekerja di bawah perintah kekuasaan orang lain dan menerima upah. Jadi pegawai negeri sipil maupun eksekutif pun sebenarnya adalah buruh juga. Tapi definisi ini sengaja dikaburkan di jaman Orde Baru sebagai upaya pengkotak-kotakan dan pemecah belahan, sehingga definisi terpecah menjadi buruh, pekerja, pegawai, kaum profesional dan sebagainya. Tujuannya supaya kekuatan buruh tidak bersatu sehingga tidak bisa mempengaruhi kekuasaan politik penguasa saat itu. Di Indonesia, pada tataran praktis ketika kita berbicara tentang buruh, maka yang dimaksud adalah pekerja berkerah biru (blue collar) yang selalu diidentikkan dengan kemiskinan, kumuh, untuk makan harus gali lobang tutup lobang dan selalu terpinggirkan. Buruh inilah yang kemudian dilihat dari tingkat kesejahteraannya berada pada level bawah masyarakat. 2.6.1. Mandor/kepala tukang Mandor atau kepala tukang adalah orang yang membawahi belasan hingga ratusan tukang dan kenek. Jika menggunakan sistem borongan maka ia adalah orang yang membayar 34

gaji tukang yang ditagih ke kontraktor sebagai pelaksana. Pada prakteknya, seorang mandor akan mencari tukang dan kenek untuk dipekerjakan. Hubungan kerja antara mandor dan tukang tidak mempunyai ikatan formal atau tidak ada kontrak hitam di atas putih. 2.6.2. Tukang Tukang adalah pekerja atau buruh bangunan yang pekerjaannya membangun rumah atau bangunan. Keahliannya juga berbeda-beda mulai dari tukang batu, tukang kayu, tukang besi, tukang cor, tukang listrik, finishing dan lain-lain. Untuk membantu tugas tukang biasanya seorang mandor atau tukang akan mempekerjakan seorang kenek. Kenek adalah pekerjaan di bawah tukang yang bertugas membantu apa saja pekerjaan tukang. 2.6.3. Kriteria pencarian proyek kerja Seorang mandor ketika mendapatkan pekerjaan akan mencari tukang untuk dipekerjakan. Dalam prakteknya, seorang mandor akan mencari tukang berdasarkan kriteriakriteria tertentu. Diantaranya yaitu spesifikasi keahlian tukang, upah tukang dan wilayah proyek kerja. 2.6.4. Spesifikasi Keahlian Tukang Tenaga kerja tukang yang dibutuhkan dalam suatu proyek konstruksi untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada di lapangan akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) perbedaan ini disebabkan karena setiap jenis pekerjaan konstruksi yang dilakukan membutuhkan keahlian tenaga kerja yang berbeda-beda. Untuk itu seorang mandor akan mencari tukang berdasarkan keahlian yang dibutuhkan di lapangan. Adapun pembagian spesifikasi tukang berdasarkan keahliannya adalah sebagai berikut: a. Tukang Rangka Baja b. Tukang Kayu c. Tukang Listrik / Instrumen d. Tukang Besi 35

e. Tukang Keramik f. Tukang Batu g. Tukang Cat h. Tukang Batu i. Tukang Pemasang Pipa j. Dan lain sebagainya Biasanya seorang tukang hanya dapat mendalami satu keahlian saja, namun ada juga tukang yang dapat menguasai lebih dari satu keahlian atau biasa disebut multifungsi. Contohnya tukang keramik dapat mengerjakan tugas dari tukang batu namun tidak semua tukang batu dapat mengerjakan tugas seorang tukang keramik. Keahlian-keahlian ini didapatkan dari pendidikan formal maupun non formal. Sebuah lembaga pemerintah yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJK) bertugas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja jasa konstruksi. Pendidikan formal tersebut akan membentuk suatu Badan Sertifikasi Keterampilan Institusi Diklat yaitu Badan penyelenggara sertifikasi yang independen dan mandiri, yang menyelenggarakan pengujian keterampilan kerja untuk proses sertifikasi keterampilan kerja tertentu. Dengan itu seorang tukang yang telah mendapatkan sertifikasi suatu bidang keahlian telah mendapat pengakuan tertulis tentang keahliannya tersebut. Selain dari pendidikan formal keahlian ini juga bisa didapatkan dari pendidikan non formal seperti pengalaman kerja. Biasanya sebelum menjadi seorang tukang, seorang buruh bangunan dipekerjakan sebagai kenek terlebih dahulu. Lama kelamaan kenek akan mahir dan bisa naik menjadi tukang dengan keahlian tertentu (skripsi buruh.pdf diakses pada tanggal 17 oktober 2012 pada jam 14:05). 2.6.5. Upah kerja Biasanya seorang mandor akan membayar tukang dan kenek dengan upah yang dihitung secara harian. Besarnya upah harian tukang dan kenek berdasarkan kesepakatan 36

antara kedua pihak. Salah satu pertimbangan tukang menerima suatu pekerjaan dari seorang mandor ataupun sebaliknya yaitu berdasarkan kesepakatan besar upah harian yang diberikan mandor kepada tukang. Belum adanya standarisasi upah terkadang dapat membuat adanya kemungkinan salah satu pihak dirugikan. 2.6.6. Wilayah kerja Terkadang seorang mandor tetap mempertahankan tukang yang pernah dipekerjakan untuk melaksanakan proyek kerja baru. Tak jarang jika ada proyek di luar kota mandor akan memboyong tukang-tukang ini untuk dipekerjakan. Biasanya para tukang ini akan mendapatkan upah lebih karena wilayah kerja yang berada di luar kota. Wilayah kerja merupakan salah satu kriteria dalam pencarian kerja. Karena tak selamanya seorang tukang bersedia kerja diluar kota karena berbagai alasan diantaranya upah kerja yang tak dapat menutupi biaya hidup di luar kota, jauh dari keluarga dan lain sebagainya. 2.7. Penelitian Terdahulu Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian maka peneliti juga mencamtumkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai bahan rujukan yang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Penelitian terdahulu No Judul/ peneliti/ tahun/ tujuan Metodologi Hasil penelitian 1. Penguatan modal sosial untuk Penelitian ini Secara historis dapat dikatakan pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam pengelolaan agroekosismenggunakan pendekatan bahwa kerusakan ALK di desa- desa (boyolali) bagian hulu DAS dinilai tem lahan kering /Tri Pranadji / kualitatif sudah sangat parah,kemampuan 2006 / Tujuan penelitian : dengan masyarakat pedesaan dalam mengurangi 1.Menjelaskan adanya hubungan penganalisaan tekanan terhadap ALK 37

Erat antara kerusakan ALK terhadap tingkat melemahnya modal sosial setempat. 2.Menganalisis pengaruh penerapan model pengelolaan ALK yang dikembangkan pemerintah terhadap tingkat kehidupan dan cara masyarakat pedesaan setempat. 3. Menganalisis elemen modal sosial dilandaskan pada nilai- nilai budaya, manajemen sosial, kepemimpinan, penyelenggaraan, pemerintah desa. 2. Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat / Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran /2008 / 1. Mengidentifikasi dan mengukur kondisi modal sosial di Jawa Barat. 2. Menganalisis keterkaitan antara modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat. 3. Merumuskan desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinanjawa Barat. secara croossection. Analisis data dilakukan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Data yang diperoleh dalam studi kepustakaan dan focus group discussion dianalisis dengan teknik analisis kualitatif berupa interpretasi dipengaruhi oleh kekuatan modal sosialyang berhasil diwujudkan oleh masyarakat pedesaan setempat. Desa yang memiliki modal sosial yang paling kuat adalah adalah desa yang masyarakatnya memiliki modal sosial yang relatif kuat, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya cenderung tinggi dan proses tranformasi sosial ekonominya berlangsung lebih cepat. Modal sosial yang ada, baik di kalangan masyarakat rural maupun urban masih dalam tahap bonding (sebagai pengikat saja), belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh potensi warga. Hal ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok yang terbentuk mayoritas berdasarkan persamaan baik karena kekerabatan, persamaan etnik, persamaan agama, persamaan strata ekonomi, dsb; (b) kerjasama yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota. 2. Kapasitas modal sosial yang tersedia belum secara optimal dimanfaatkan untuk penanggulangan 38

3. Making Democracy Work civic Traditions in Modern Italy / Robert Putnam / 1993 / bertujuan untuk: pertama mengetahuhi hubungan antara modal sosial dengan tradisi kewargaan di tingkat lokal, kedua mengetahui pengaruh desentralisasi di kawasan Italy Utara dan Italy Selatan. 4. Modal Sosial sebagai Sarana Pengembangan Masyarakat (Studi kasus di kecamatan Wonomulyo, kabupaten Polewali Mamasa, Provinsi Sulawesi Selatan) / Masdin AP / 2002 / bertujuan Pertama, Untuk mengetahui bentuk dan peran modal sosial dalam pengembangan masyarakat yang dikhususkan pada aspek pertanian, Kedua mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi tumbuhnya modal sosial pada aspek pertanian di dalam pengembangan Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif untuk mencari fakta dengan interpretasi yang tepat kemiskinan karena kelompokkelompok yang tersedia memiliki keterbatasan akses untuk memberdayakan anggotanya. 3. Desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat dapat dirumuskan melalui 3 (tiga) model, yakni: (a) model rural-pertanian; (b) model ruralpesisir; dan (c) model urban-industri. Pertama, Desentralisasi menumbuhkan modal sosial dan tradisi kewargaan di tingkat lokal. Kedua, kawasan Italia Utara jauh lebih unggul dan maju ketimbang kawasan Italia Selatan, dari sisi desentralisasi, demokrasi lokal, modal sosial, tradisi kewargaan, kinerja pembangunan ekonomi. Bentuk modal sosial dapat diketahui dengan tingginya nilai-nilai kemasyarakatan yang ditandai dengan sikap gotong royong di desa sumberjo dan bentuk modal sosial di dalam masyarakat petani adalah dengan adanya organisasi lokal seperti kelompok tani dan peran modal berhasil di dalam mengembangkan masyarakat khususnya masyarakat tani. Faktor- faktor yang mendorong dan mempengaruhi tumbuhnya modal sosial ditentukan dari tindakan bersama masyarakat, 39