BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dwi Ratnaningdyah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan kajian kuikulum pada pelajaran IPA, materi kelistrikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Pada hakikatnya ada tiga hal yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran sains yang sangat erat kaitannya dengan

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kompleksnya tingkat berpikir siswa,

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mei Indah Sari, 2013

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melvie Talakua, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data hasil belajar di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung kelas

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran di

2016 PENGEMBANGAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL PERPINDAHAN KALOR DAN PENGGUNAANNYA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA YANG BERORIENTASI PENGUBAHAN KONSEPSI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hamdani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. panduan penyusunankurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Siswa sulit untuk mengaplikasikan hasil pembelajaran fisika dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA yang merupakan ilmu dasar yang dikembangkan berdasarkan hasil penemuan ilmiah terkait dengan peristiwa alam yang terjadi dalam keseharian. Sesuai dengan sifatnya maka orientasi pembelajaran IPA lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan keterampilan sains, dan pengembangan keterampilan berpikir, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip. Sund dan Trowbribge (1973) merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone (1969) menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint". Sains sebagai proses merujuk langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut meliputi merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis dan akhirya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi, artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas. Kelompok mata pelajaran sains, termasuk di dalamnya fisika, diselenggarakan di sekolah dalam rangka mengenalkan sains secara utuh baik proses maupun produk kepada para peserta didik. Pendidikan fisika diharapkan 1

dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut penerapannya dalam kehidupan seharihari. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA) bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: 1) Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep, dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 2) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; 3) Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan berpikir sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya; 4) Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi (Depdiknas, 2006). Salah satu kompetensi yang dibangun melalui pembelajaran Fisika di tingkat SMA adalah penguasaan pengetahuan, konsep, hukum, azas, dan prinsip pada materi ajar Fisika, atau yang sering dikenal sebagai kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi (Anderson et al, 2001). Untuk mencapai penguasaan materi ajar yang optimum, maka kegiatan pembelajaran harus dikreasi sedemikian rupa sehingga dapat memfasilitasi berbagai keadaan awal siswa yang beragam. Mereka datang ke kelas dengan kondisi yang beragam, termasuk keragaman dalam konsepsi awalnya. Ada sebagian siswa yang sama sekali belum memiliki konsepsi awal terkait konsep yang akan dipelajari, ada sebagian siswa yang sudah memiliki konsepsi awal tetapi tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah dan ada pula sebagian siswa yang sudah memiliki konsepsi awal dan sesuai dengan konsepsi ilmiah. Karena pembelajaran itu dilakukan dengan misi mengubah keadaan siswa dan proses pengubahan itu bergantung pada keadaan awal siswa, maka sudah semestinya 2

pembelajaran yang dilaksanakan mengandung proses-proses yang dapat memfasilitasi seluruh siswa dengan keragamannya untuk belajar. Sayangnya pelaksanaan pembelajaran fisika yang terjadi di lapangan selama ini masih jauh dari harapan, hal ini setidaknya teramati oleh penulis selama melakukan studi lapangan di salah satu SMA Negeri di kota Pekanbaru Riau, yang menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran fisika masih bersifat tradisional yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dengan menggunakan metode ceramah. Penggunaan metode pembelajaran tradisional ini juga terlihat dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun guru di sana yang juga menunjukkan pembelajaran yang berpusat pada guru. pembelajaran yang dilaksanakan kurang mempertimbangkan keragaman kemampuan menganalisis dan juga dapat memfasilitasi keragaman keadaan 3 Proses keadaan konsepsi awal siswa, semua siswa datang ke kelas dianggap sama, tidak memiliki konsepsi awal dan dianggap seperti tong kosong yang siap diisi pengetahuan. Orientasi metode ceramah yang bersifat informasi bukanlah pada penguatan kemampuan memahami dan menganalisis materi ajar Fisika malainkan lebih pada kemampuan mengingat hal-hal yang diinformasikan dalam pembelajaran. Karena orientasinya seperti itu maka dalam prosesnya siswa tidak banyak diajak berinteraksi, baik dengan sesama siswa maupun dengan guru. Proses pembelajaran seperti ini tentu tidak mendukung terhadap pencapaian kemampuan kognitif secara optimum, khususnya kemampuan memahami dan menganalisis. Observasi langsung dari kedua kemampuan ini dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis. Hasilnya menunjukkan bahwa keadaan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis para siswa di sekolah tersebut rata-rata berada pada tingkat yang rendah, hanya mencapai skor rata-rata 30,25 untuk kemampuan memahami dan skor rata-rata 24,50 untuk kemampuan menganalisis dari skor total 100. Perlu dilakukan ujicoba penerapan model atau strategi pembelajaran inovatif yang memiliki orientasi pada pengokohan kemampuan memahami dan

konsepsi awal siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimum. Kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis materi ajar yang kokoh salah satunya dapat dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada penemuan atau konstruksi konsepsi oleh siswa melalui kegiatan penyelidikan empiris sebagaimana para ilmuwan dahulu menemukan atau mengkonstruksi hukum, prinsip dan azas Fisika. Ketika konsep, hukum atau prinsip yang tertanam di benak siswa diperoleh dari hasil konstruksi sendiri melalui serangkaian kegiatan penyelidikan, biasanya pengetahuan dan pemahaman yang mereka peroleh akan lebih melekat kuat dan apa yang mereka pahami akan sesuai dengan konsepsi ilmuwan sehingga mereka akan terhindar dari kekeliruan konsepsi (miskonsepsi). Salah satu strategi pembelajaran yang didesain dengan pendekatan inkuiri, setingnya kooperatif, dilandasi oleh faham konstruktivisme dan dapat memfasilitasi terjadinya konstruksi pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi adalah strategi PDEODE (Predict, Discuss, Explain, Observe, Discuss, Explain. Costu (2008) menyatakan bahwa, strategi pembelajaran PDEODE terdiri dari enam tahapan, yaitu: (1) Prediction, guru menyajikan masalah atau fenomena dan siswa secara individu diminta membuat hipotesis untuk masalah yang disajikan. (2) Discuss I, siswa mendiskusikan prediksi individu atas masalah atau fenomena yang disajikan tersebut secara berkelompok untuk menghasilkan kesepakatan prediksi dan penjelasan kelompok. (3) Explain I, kelompok siswa diminta untuk mengungkapkan prediksi masing-masing kelompok dan argumentasinya. (4) Observe, siswa secara berkelompok melakukan observasi untuk membuktikan prediksi yang diajukan kelompoknya melalui kegiatan percobaan (5) Discuss II, siswa bersama kelompoknya kembali mendiskusikan hasil percobaan yang mereka peroleh dan membandingkan dengan prediksi yang telah mereka ajukan, untuk kemudian diambil kesepakatan baru jika perlu serta penjelasannya dan (6) Explain II, kelompok siswa memaparkan kembali hasil kesepakatan kelompoknya beserta argumentasinya. 4

Dalam strategi PDEODE siswa dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuan dengan pengalamannya dan bertukar pendapat serta mencari sendiri alternatif jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Siswa juga diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran ilmiah melalui kegiatan observasi secara langsung. Dengan cara demikian, pembekalan kemampuan memahami dan menganalisis siswa bisa difasilitasi. Kolari et al (2005) menyebutkan bahwa penggunaan strategi PDEODE secara terus menerus mampu memberikan umpan balik yang positif dan mengembangkan pembelajaran ke arah student centered, yang memberikan kesempatan kepada siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran serta mampu memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan kognitif siswa. Keberhasilan penggunaan strategi PDEODE 5 telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, diantaranya Costu (2008) menyatakan bahwa penggunaan strategi PDEODE dalam pembelajaran sains fisika dapat meningkatkan pemahaman konseptual dan mengaplikasikan konsep dalam konteks dunia nyata, dan Noviani (2010) menyatakan bahwa penerapan strategi PDEODE dalam pembelajaran fisika dapat meningkatkan rata-rata pencapaian pemahaman konsep fisika siswa. Untuk optimalisasi penerapan strategi PDEODE diperlukan media yang dapat menampilkan fenomena atau peristiwa fisis. Untuk materi fisika yang bersifat mikroskopis (abstrak) seperti materi Rangkaian Listrik Arus Searah dibutuhkan media yang dapat memvisualkan dan memodelkan perilaku yang tidak bisa diamati menjadi bisa diamati. Salah satu media yang dapat digunakan adalah program PHET Simulation yang dikembangkan di Universitas Collorado USA yang dapat digunakan sebagai media praktikum maya (Wieman et al, 2010). Materi ajar yang bersifat mikroskopis akan lebih sulit untuk dipahami siswa tanpa bantuan media. Media yang dibutuhkan adalah yang bisa memodelkan atau memvisualkan keadaan fenomena mikroskopis menjadi seoalah-seolah fenomena makroskopis yang dapat dilihat oleh siswa untuk dipahami. Memahami suatu fenomena yang dapat diamati akan lebih mudah dari pada memahami fenomena yang tidak dapat diamati.

Beberapa hasil penelitian terkait penggunaan media simulasi maya menunjukkan hasil yang positif. Penelitian yang dilakukan Tuysuz (2010) menunjukkan bahwa penggunaan komputer dalam pengajaran sains sangat tepat, terutama untuk materi yang mikroskopis, fenomena yang sulit dan abstrak dapat divisualkan menjadi lebih konkrit sehingga lebih mudah untuk dipahami. Hasil penelitian yang dilakukan Finkelstein et al. (dalam Baser, 2010) menunjukkan bahwa penggunaan media simulasi komputer dapat memahamkan konsep rangkaian listrik lebih baik terhadap peserta didik dibandingkan penggunaan peralatan riil. Selain itu Shaire & Dillon (dalam Babateen, 2011) mengatakan bahwa Pendidikan profesional mementingkan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran sains, untuk memfasilitasi siswa dalam mempelajari fenomena ilmiah yang tidak bisa dipelajari secara eksperimental karena berbahaya, biaya tinggi, fenomenanya tidak dapat diamati, atau terlalu panjangnya waktu untuk menyelesaikan eksperimen nyata. Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penerapan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya dalam pembelajaran Fisika untuk membekalkan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis siswa SMA terkait materi ajar Rangkaian Listrik Arus Searah. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana peningkatan kemampuan memahami materi ajar rangkaian listrik arus searah siswa SMA sebagai efek penerapan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan menganalisis materi ajar rangkaian listrik arus searah siswa SMA sebagai efek penerapan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya? 6

3. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya dalam pembelajaran fisika materi rangkaian listrik arus searah? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan kemampuan memahami materi ajar rangkaian listrik arus searah siswa SMA sebagai efek penerapan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya. 2. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan kemampuan menganalisis materi ajar rangkaian listrik arus searah siswa SMA sebagai efek penerapan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya. 3. Mendapatkan gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya dalam pembelajaran fisika materi rangkaian listrik arus searah. 1.4. Manfaat Penelitian Data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris tentang potensi strategi PDEODE berbantuan praktikum maya dalam meningkatkan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis siswa terkait materi ajar rangkaian listrik arus searah yang bersifat abstrak, yang nantinya dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan dan dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan sepeti guru, mahasiswa LPTK, dosen, peneliti dalam bidang pendidikan, dan lain-lain, sebagai bahan pembanding, pendukung, maupun rujukan. 1.5. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam judul dan variabel penelitian, maka perlu dilakukan 7

pendefinisian secara operasional terhadap istilah-istilah yang digunakan baik dalam judul maupun variabel penelitian ini, sebagai berikut: 1. Strategi PDEODE berbantuan praktikum maya Strategi PDEODE merupakan salah satu strategi pembelajaran yang berlandaskan faham konstruktivisme dimana siswa membentuk atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara mandiri dalam kontak dengan lingkungannya. Strategi ini memiliki enam tahapan pembelajaran, yaitu: (1) Prediction, guru memperkenalkan masalah atau fenomena dan siswa secara individu membuat prediksi jawaban atas fenomena yang disajikan. (2) Discuss I, siswa mendiskusikan jawaban atas fenomena yang disajikan tersebut secara berkelompok untuk menghasilkan jawaban sementara, (3) Explain I, setiap kelompok siswa diminta untuk mengungkapkan jawaban sementara tersebut, (4) observe, siswa dibawah bimbingan guru melakukan kegiatan pengamatan (praktikum) untuk mengkonstruksi pengetahuan yang mereka perlukan untuk memberikan jawaban yang pasti terhadap fenomena yang disajikan guru, (5) Discuss II, siswa bersama kelompoknya kembali mendiskusikan jawaban atas fenomena yang disajikan guru berdasarkan pengetahuan/pemahaman yang mereka dapatkan dari kegiatan observasi, dan (6) Explain II, setiap kelompok siswa memberikan penjelasan akhir atas fenomena yang disajikan guru. Guru memberikan koreksi, penegasan serta penguatan. Praktikum maya digunakan pada tahap observasi, dimana praktikum maya yang digunakan adalah PhET Simulation tentang circuit construction kit DC virtual lab.yang dikembangkan di Universitas Colorado USA. Keterlaksanaan strategi PDEODE berbantuan praktikum maya dalam pembelajaran fisika materi rangkaian listrik arus searah diamati oleh beberapa observer dengan menggunakan acuan lembar observasi. 2. Kemampuan Memahami Kemampuan memahami didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam memaknai isi (pesan) dari materi yang dipelajari dalam pembelajaran yang 8

ditandai dengan penguasaan terhadap setiap indikator memahami sebagaimana yang dikemukakan oleh Bloom yang direvisi oleh Anderson, yaitu menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menginferensi, membandingkan, dan menjelaskan. Indikator-indikator yang akan digunakan sebagai penanda kemampuan memahami dalam penelitian ini dibatasi hanya yang benar-benar dibangun dalam pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan strategi PDEODE, Kemampuan memahami siswa terhadap materi ajar rangkaian listrik arus searah pada saat sebelum dan sesudah penerapan strategi PDEODE diukur dengan menggunakan tes kemampuan memahami. Peningkatan kemampuan memahami materi ajar antara sebelum dan sesudah penerapan strategi PDEODE dihitung dengan menggunakan persamaan rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) yang dirumuskan oleh Hake. 3. Kemampuan Menganalisis Kemampuan menganalisis didefinisikan sebagai kecakapan seseorang dalam mengurai materi ajar kedalam bagian-bagian konstituennya dan dapat menentukan bagaimana antar bagian tersebut saling berelasi satu sama lain dan bagaimana bagian-bagian itu berhubungan dengan struktur materi secara keseluruhan dan penggunaannya. Kemampuan menganalisis dapat diindikasikan oleh penguasaan terhadap indikator-indikator menganalisis yang dikemukakan Bloom yang direvisi Anderson, yaitu membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing). Indikator-indikator yang akan digunakan sebagai penanda kemampuan menganalisis dalam penelitian ini disesuaikan dengan yang benar-benar dibangun dalam pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan strategi PDEODE. Kemampuan siswa dalam menganalisis materi ajar rangkaian listrik arus searah pada saat sebelum dan sesudah penerapan strategi PDEODE diukur dengan menggunakan tes kemampuan menganalsisis. Peningkatan kemampuan siswa dalam menganalsis materi ajar antara sebelum dan sesudah penerapan strategi 9

PDEODE dihitung dengan menggunakan persamaan rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) yang dirumuskan oleh Hake. 10