Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MATA KULIAH : METODE PENELITIAN MATERI KULIAH : METODE PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : MANAJEMEN SEMESTER : GENAP

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pergeseran dimensi pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya

BAB I PENDAHULUAN Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Wujud otonomi daerah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang telah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu,

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

LAPKIN SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 BAB II

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

B. Struktur Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

3.1.1 Tahap Persiapan Pada tahap ini rencana kerja yang akan dilakukan meliputi tahap tahap antara lain sebagai berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peraturan yang ada diantaranya adalah; Peraturan Pemerintah (PP)

B. Maksud dan Tujuan Maksud

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB 1 P E N D A H U L U A N. kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran

Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BIRO ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan

APA ITU DAERAH OTONOM?

ISU-ISU PENDIDIKAN DIY Oleh Dr. Rochmat Wahab, MA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya

BAB III ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Bappeda Kotabaru

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABl PENDAHULUAN. Upaya pembangunan nasional jangka panjang lebih mengandalkan pada

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

docking kapal perikanan; (2) mengkaji kelayakan finansial di bidang usaha pelayanan jasa docking kapal perikanan sebagai bagian upaya dalam

III. METODE PENELITIAN

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB I PENDAHULUAN. paradigma yang sangat signifikan sejak diberlakukannya Undang-Undang

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

Kebijakan Daerah harus disusun secara arif dan berkualitas:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen,

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

Panduan diskusi kelompok

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program

Manajemen Kurikulum Drs. Toto Ruhimat, M.Pd. Salah satu aspek yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, melindungi kehidupan bangsa serta mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai

BAB 4 VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATGEI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

L A P O R A N K I N E R J A

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN

1 KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2017 a.n Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan, Kepala Bidang Sinkronisasi Kebijakan

Transkripsi:

DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 Sulit dihindari bahwa pengaruh globalisasi dunia dan tekanan arus reformasi yang mendorong berkembangnya iklim demokratisasi secara nasional, telah menjadi isu utama di tengah masyarakat Indonesia. Harus disadari bahwa kondisi ini pula yang telah membawa terjadinya dinamika yang cukup tinggi di kalangan masyarakat. Sejalan dengan itu, memahami posisi Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang sudah berjalan selama ini, secara faktual dapat dikatakan menghadapi berbagai permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan penyelesaian secara konkrit dan konsisten. Dalam konteks permasalahan dimaksud, tentunya tidak terlepas dari pengaruh dinamika akibat adanya perubahan atau terbukanya fenomena cara pandang di kalangan masyarakat itu sendiri. Menghadapi permasalahan yang timbul sebagai implikasi penerapan otonomi daerah, sesungguhnya memiliki dimensi yang luas dan bersifat komplikatif, khususnya menyangkut aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam kapasitas peran dan fungsinya, pada kenyataannya para penyelenggara pemerintahan harus berada di tengah persoalan yang terjadi dan berkembang secara nasional dan di hampir semua Daerah saat ini. Dalam hal ini tanggungjawab penetapan dan penyelenggaraan kebijakan yang mengatur penyelenggaraan otonomi daerah, termasuk berbagai kebijakan publik adalah dilakukan oleh para penyelenggara pemerintahan ini. Atas pertimbangan dimaksud, Pemerintah seyogianya mampu menjadi motivator dan fasilitator yang handal dalam upaya percepatan otonomi daerah, 1

sekaligus menjadi mediator bagi kepentingan hajat hidup masyarakat secara luas. Ini semua tentunya dapat diwujudkan melalui suatu kearifan dalam perumusan langkah dan kebijakan yang secara berkualitas dapat menjadi payung dan tuntunan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di era otonomi daerah saat ini. Disinilah dukungan jejaring atau stakeholders pemerintahan sangat diperlukan dalam mengemban posisi strategis tersebut sesuai dengan kapasitasnya masingmasing, baik dalam lingkungan institusi pemerintahan itu sendiri maupun nonpemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut, penetapan kebijakan harus didukung oleh berbagai pertimbangan yang kuat dan mendasar. Sementara itu, dalam kenyataannya penetapan kebijakan selama ini cenderung menimbulkan permasalahan, yang antara lain disebabkan oleh: Adanya tumpang tindih dan ke-tidaksinkron-an antar kebijakan, baik yang se-level maupun antar tingkatan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. Persoalan penetapan kebijakan tersebut tidak saja terjadi antar institusi sektoral di tingkat Pusat saja, tetapi juga antar unit sektoral di lingkungan Pemerintah Daerah. Kebijakan yang ditetapkan terkadang tidak dapat menyelesaikan masalah utama, dan bahkan justru berpotensi menimbulkan masalah baru yang membebani masyarakat, sehingga akhirnya menghambat laju pertumbuhan daerah. Di sisi lain, berbagai persoalan sebagai implikasi penyelenggaraan otonomi daerah, yang seharusnya mendapat solusi dari adanya langkah dan kebijakan secara konkrit belum dapat terselesaikan secara tuntas, seperti antara lain: 1. Terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah dan antar wilayah serta rendahnya tingkat keberdayaan atau produktivitas ekonomi lokal maupun masyarakat yang diakibatkan oleh masih rendahnya kesadaran pemerintah daerah dan para stakeholder-nya dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. 2

2. Belum efektifnya sistim perencanaan program dan anggaran serta mekanisme koordinasi perencanaan pembangunan baik ditingkat daerah maupun ditingkat nasional. 3. Indikasi rendahnya profesionalisme dan lambatnya proses reformasi birokrasi pemerintahan daerah dengan masih banyaknya Perda bermasalah dan kebijakan yang cenderung kontra-produktif terhadap berkembangnya kualitas pelayanan publik dan produktivitas ekonomi lokal. Berbagai persoalan dimaksud belum termasuk isu-isu permasalahan yang menyentuh aspek sosial-politik, dan penyelenggaraan pemerintahan seperti: isu-isu kepemimpinan daerah; konflik kewenangan antar level pemerintahan; konflik sosial politik yang bergejolak di beberapa daerah yang mengancam keutuhan NKRI; dan sebagainya. Dikaitkan dengan berbagai persoalan dan perkembangan isu strategis dimaksud, maka keberadaan dan peran penelitian dan pengembangan semestinya akan menjadi sangat penting dan strategis. Sudah saatnya peran berbagai institusi penelitian dan pengembangan segera dikedepankan sebagai sumber penyedia berbagai rekomendasi kebijakan yang akan ditetapkan oleh para penyelenggara pemerintahan. Dari berbagai institusi inilah diharapkan dapat lahir berbagai kebijakan strategis yang secara tepat mampu mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah dan kepentingankepentingan politik lainnya. II. Peran dan Fungsi Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan merupakan kegiatan dalam rangka mencari kebenaran, baik yang bersifat epistemologi maupun yang bersifat empiris. Untuk itu diperlukan metode penelitian, dimana metode penelitian merupakan cara atau teknik ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara atau teknik ilmiah yang dimaksud adalah dimana kegiatan penelitian itu dilaksanakan berdasarkan ciri-ciri keilmuan, yaitu Rasional, Empiris dan 3

Sistematis (RES). Rasional berarti peneltian dilakukan dengan cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh nalar manusia. Empiris berarti cara atau teknik yang dilakukan selama penenlitian itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara atau teknik atau langkah yang digunakan selama proses penelitian. Sistematis, maksudnya adalah proses yang dilakukan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang logis. Berbagai jenis penelitian yang dapat digunakan untuk penelitian yaitu penelitian yang bersifat akademik (mahasiswa), professional (pengembangan ilmu), dan institusional (penelitian untuk perumusan kebijakan atau pengambilan keputusan). Penelitian akademik merupakan penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam membuat skripsi, tesis dan disertasi. Penelitian ini merupakan sarana edukatif, sehingga lebih nmementingkan validitas terbatas, serta kecanggihan analisis disesuaikan dengan jenjang pendidikan (S1, S2, S3). Penelitian professional merupakan penelitiannya para Dosen dan peneliti lainnya. Tujuannya adalah mendapatkan pengetahuan baru. Variabel penelitian lengkap, kecanggihan analisis disesuaikan untuk kepentingan masyarakat ilmiah. Untuk itu penelitiannya harus dilakukan dengan cara yang betul (validitas internal), dan hasilnya berguna untuk pengembangan ilmu (validitas eksternal). 4

Penelitian institusional merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan pengembangan lembaga. Hasil penelitian akan sangat berguna bagi pimpinan, manajer, direktur untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu hasil penelitian lebih menekankan pada validitas eksternal (kegunaan), variabel lengkap (kelengkapan informasi), dan kecanggihan analisis disesuaikan untuk pengambilan keputusan. Disamping itu jenis penelitian dapat juga diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang diantaranya: Penelitan berdasarkan tujuan ada dua, yaitu: Penelitian Murni, dan Penelitian Terapan. Penelitian menurut metodenya, dapat dikelompokkan menjadi: metode penelitian survey, ex post facto, eksperimen, naturalistic, policy research (penelitian policy), action research (penelitian tindakan), evaluasi dan sejarah. Penelitian menurut tingkat explanasi ( level of explanation) dapat dikelompokkan menjadi: deskriptif, komparatif, dan asosiatif. Penelitian menurut jenis data & analisis terdiri dari: kualitatif dan kuantitatif. Keberadaan penelitian dan pengembangan harus mampu mengungkapkan timbulnya gejala-gejala ketidaklurusan, harus mampu memecahkan segala permasalahan yang berkembang, serta harus mampu memberikan solusi yang tepat dengan jalan menghimpun, mengolah, dan menganalisis data secara representatif, obyektif, valid, dan reliable. Dengan demikian hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan Pemerintah, baik dalam bidang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, maupun pengawasannya. Berkaitan dengan pentingnya peranan penelitian dan pengembangan, maka dalam era otonomi daerah serta era globalisasi yang mendunia, Pemerintah dihadapkan pada berbagai tantangan dan permasalahan yang semakin berat dan kompleks. Sehubungan dengan itu, berbagai langkah dan kebijakan yang akan ditempuh haruslah didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: cepat, tepat dan lugas, serta mampu menyelesaikan masalah; 5

merupakan solusi yang terbaik dan seminimal mungkin tidak menimbulkan ekses negatif di kemudian hari (dalam jangka panjang). Paradigma baru otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 pada prinsipnya menekankan pada adanya pelimpahan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Sasaran yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah: 1. Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di Daerah; 2. Kesetaraan hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah dalam kewenangan dan keuangan; 3. Untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan masyarakat di Daerah; 4. Menciptakan ruang yang luas bagi kemandirian Daerah. Melalui pelimpahan kewenangan tersebut, daerah telah diberikan peluang yang besar untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan secara mandiri atas prakarsa sendiri dan aspirasi masyarakatnya yang selanjutnya oleh Pemerintah Daerah diwujudkan dalam bentuk Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah. Sehubungan dengan itu, dalam rangka pencapaian sasaran otonomi daerah, Pemerintah Daerah harus mampu merumuskan berbagai kebijakan secara berkualitas. Dalam rangka menghasilkan kebijakan yang berkualitas dimaksud, tentunya perlu didukung oleh data yang valid, informasi yang faktual, serta direkomendasikan atas hasil analisis yang akurat. Atas dasar inilah, maka peran dan fungsi penelitian dan pengembangan sangat diperlukan dalam menetapkan skenario kebijakan strategis di daerah. Pertimbangan perlunya hasil penelitian sebagai masukan dalam penyiapan kebijakan adalah: kualitas kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah dapat lebih 6

ditingkatkan bila dilengkapi dengan masukan dan rekomendasi yang diangkat dari hasil penelitian dan pengembangan yang terfokus dan teliti; hasil penelitian dan pengembangan dapat memperkuat landasan proses pengambilan kebijakan strategis di lingkungan pemerintahan melalui penyediaan masukan dan rekomendasi yang diangkat dari hasil penelitian empiris yang relevan dengan kebutuhan setempat; melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, pelaksanaan otonomi daerah berikut kewenangan yang ada dapat diwujudkan ke dalam suatu strategi dan arahan kebijakan yang mampu memicu kemampuan daerah secara lebih mandiri. Sehubungan dengan pertimbangan strategis tersebut, berbagai stakeholder di bidang penelitian dan pengembangan harus mampu membaca berbagai situasi, kondisi, dan berbagai isu-isu strategis yang terjadi, serta mampu beradaptasi dengan berbagai prioritas pembangunan sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen-dokumen perencanaan, baik Nasional maupun Daerah. Di samping itu, dalam menjalankan peran dan fungsinya, berbagai stakeholder di bidang penelitian dan pengembangan juga dituntut untuk mampu dan saling melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait, baik institusi/lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Harus dipahami bersama, bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan memiliki dimensi tugas yang luas, sehingga output yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh beragam pengguna ( user). Dalam kaitannya dengan pengambilan kebijakan publik, institusi penelitian dan pengembangan berperan untuk melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, pengkajian atau telaahan untuk merumuskan berbagai rekomendasi atau masukan, yang oleh jajaran pimpinan pemerintahan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan langkah-langkah operasional secara lebih lanjut. Sejalan dengan itu, peran strategis yang diharapkan dari keberadaan institusi penelitian dan pengembangan di Daerah dalam perwujudan otonomi daerah, juga terkait dengan perannya dalam pembangunan Iptek di daerah adalah sebagai berikut: 7

Sebagai institusi Pemerintah Daerah yang melaksanakan, mengkoordinasikan, dan memfasilitasi seluruh kegiatan penelitian dan pengembangan di daerah dalam rangka sinergi, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengembangan; Sebagai think tank dalam mengkritisi berbagai permasalahan yang berkembang untuk selanjutnya merumuskan berbagai kebijakan peningkatan kapasitas daerah, optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya daerah, dan kebijakan-kebijakan strategis lainnya terkait dengan pelaksanaan pembangunan, yang akhirnya bermuara pada terlaksananya percepatan otonomi Daerah. Sebagai lembaga profesional dan bersifat akademis yang mampu melakukan interaksi dan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan tugas dan fungsinya. Untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya, pembentukan Kantor Penelitian dan Pengembangan perlu ditindaklanjuti dengan dukungan politis dalam rangka pemberdayaannya, antara lain: Mendudukkan peran strategis Kantor Penelitian dan Pengembangan dalam organisasi dan mekanisme kerja pemerintah daerah secara luas, sehingga tidak terjadi duplikasi peran dan fungsi dengan unit kerja lainnya; Pengadaan aparat Pejabat Fungsional Peneliti sebagai pelaksana kegiatan penelitian dan pengembangan; Dukungan anggaran secara memadai bagi penyelenggaraan tugas-tugas kelitbangan; Distribusi SDM aparat/pejabat yang concern di bidang penelitian dan pengembangan. 8