BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

Sigap Kurniawan 2, NASKAH SEMINAR ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR ANALISA PERUBAHAN KUALITAS AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOAGULASI FLOKULASI SEDIMENTASI DAN FILTRASI

TUGAS AKHIR ANALISA PERUBAHAN KUALITAS AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOAGULASI FLOKULASI SEDIMENTASI DAN FILTRASI

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISA PERUBAHAN KUALITAS AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOAGULASI FLOKULASI SEDIMENTASI DAN FILTRASI

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai

BAB IV METODE PENELITIAN

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan

BAB 3 METODE PERCOBAAN

II.2.1. PRINSIP JAR TEST

EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LEGUNDI PDAM GRESIK UNIT 4 (100 LITER/ DETIK)

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG. Sulastri**) dan Indah Nurhayati*)

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

The Continuous Peat Water Treatment System To Lower Iron And Manganese as Live Media For Cyprinus carpio

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB III METODE PENELITIAN. (eksperimen sungguhan) dengan desain pretest-posttes dengan kelompok

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN

Oleh : Aisyah Rafli Puteri Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Nieke Karnaningroem, MSc

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PERSYARATAN PENGAMBILAN. Kuliah Teknologi Pengelolaan Limbah Suhartini Jurdik Biologi FMIPA UNY

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL

Rahmat Puji Ermawan¹, Tri Budi Prayogo², Evi Nur Cahya²

BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.2 SPESIFIKASI SUBMERSIBLE VENTURI AERATOR. Gambar 4.1 Submersible Venturi Aerator. : 0.05 m 3 /s

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

BAB III METODE PERCOBAAN. - Kuvet 20 ml. - Pipet Volume 10 ml Pyrex. - Pipet volume 0,5 ml Pyrex. - Beaker glass 500 ml Pyrex

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

BAB III LANDASAN TEORI

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN AIR SUNGAI KALIMAS SURABAYA MENJADI AIR BERSIH

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAGIAN IV: PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

Yannie Isworo, SKM., M.Kes. STIKES Muhammadiyah Samarinda ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6 Gambar 12. dengan bulan Juli 2016, dapat dilihat Lampiran 6 Tabel 5.

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI DI PT EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK...

3. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

DESAIN PROTOTIPE INSTALASI KOAGULASI DAN KOLAM FAKULTATIF UNTUK PENGOLAHAN AIR LINDI (STUDI KASUS TPA BAKUNG BANDAR LAMPUNG)

PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN TEKNOLOGI BIOSAND FILTER DUAL MEDIA

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB V HASIL MONITORING IPAL PT. United Tractor Tbk

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR ABSTRACT INTISARI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

EFISIENSI PROSES KOAGULASI DI KOMPARTEMEN FLOKULATOR TERSUSUN SERI DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH. Ignasius D.A. Sutapa

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr.

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

Luh Putu Widya Kalfika Devi, K. G. Dharma Putra, dan A. A. Bawa Putra. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali ABSTRAK ABSTRACT

Optimasi Penggunaan Koagulan Dalam Proses Penjernihan Air

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi.

PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN KOAGULAN PADA UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH BATUBARA

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

Transkripsi:

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilaksanakan pada tanggal 22 September 2016 dengan pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment melalui segmen 1 koagulasi, flokulasi, segmen 2 sedimentasi, dan segmen 3 filtrasi. Pengambilan hasil sampel pada masing-masing unit pengolahan pada menit ke 0, 10, 20, 30. A. Perubahan Kualitas Air 1. Nilai Kekeruhan Air Tabel 5.1 Hasil pengujian nilai kekeruhan Segmen Kekeruhan Menit 0 Kekeruhan Menit 10 Kekeruhan Menit 20 Kekeruhan Menit 30 Inlet 458 458 458 458 Segmen 1 145 110 168 180 Segmen 2 103 93 128 144 Segmen 3 32 22 38 48 Sumber : Hasil Pengujian BBTKLPP Yogyakarta, 2016 (dalam lampiran III) Gambar 5.1 Grafik nilai kekeruhan menit 0 26

27 Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 0 segmen1 kekeruhan turun menjadi 145 NTU, segmen 2 turun menjadi 103 NTU, segmen 3 turun menjadi 32 NTU. Gambar 5.2 Grafik nilai kekeruhan menit 10 Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.2 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 10 segmen1 kekeruhan turun menjadi 110 NTU, segmen 2 turun menjadi 93 NTU, segmen 3 turun menjadi 22 NTU.

28 Gambar 5.3 Grafik nilai kekeruhan menit 20 Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air input yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 20 segmen1 kekeruhan turun menjadi 168 NTU, segmen 2 turun menjadi 128 NTU, segmen 3 turun menjadi 38 NTU. Gambar 5.4 Grafik nilai kekeruhan menit 30 Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water

29 treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air input yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 30 segmen1 kekeruhan turun menjadi 180 NTU, segmen 2 turun menjadi 144 NTU, segmen 3 turun menjadi 48 NTU. Gambar 5.5 Grafik perbandingan nilai kekeruhan setelah melewati segmen 1, 2, dan 3 selama pengujian pada menit ke 0, 10, 20, dan 30 Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.1, 5.2, 5.3, 5.4, dan 5.5 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan pada setiap segmennya. Dari beberapa pengujian dari menit 0, 10, 20, dan 30 dapat kita lihat nilai penurunan kekeruhan paling besar terjadi pada segmen 1 yaitu pada proses koagulasi-flokulasi sehingga pada segmen 1 sangat efektif untuk menurunkan nilai kekeruhan air yang tinggi. Hasil nilai kekeruhan selama pengujian dari menit ke 0, 10, 20, dan 30 belum memenuhi peryaratan kualitas air bersih menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010 dimana nilai maksimum kekeruhan 5 NTU.

Kadar DO (mg/l) 30 2. Nilai Kadar DO Tabel 5.2 Hasil pengujian kadar DO (Dissolved Oxygen) Segmen DO DO DO DO Menit 0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Inlet 5,1 5,1 5,1 5,1 Segmen 1 5,5 5,6 5,8 6 Segmen 2 5,5 5,7 5,9 5,9 Segmen 3 5,6 5,6 5,8 5,8 Sumber : Hasil Pengujian BBTKLPP Yogyakarta, 2016 (dalam lampiran III) 5,7 5,6 5,5 5,4 5,3 5,2 5,1 5 4,9 4,8 5,6 5,5 5,5 5,1 Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3 Menit ke- 0 Gambar 5.6 Grafik kadar DO menit 0 Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.6 dapat di lihat bahwa setelah air sampel treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 0 segmen 1 naik menjadi 5,5 mg/l, segmen 2 tetap 5,5 mg/l, segmen 3 naik menjadi 5,6 mg/l.

31 Gambar 5.7 Grafik kadar DO menit 10 Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.7 dapat di lihat bahwa setelah air sampel treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 10 segmen 1 naik menjadi 5,6 mg/l, segmen 2 naik menjadi 5,7 mg/l, segmen 3 turun menjadi 5,6 mg/l. Gambar 5.8 Grafik kadar DO menit 20 Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.8 dapat di lihat bahwa setelah air sampel

32 treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 20 segmen 1 naik menjadi 5,8 mg/l, segmen 2 naik menjadi 5,9 mg/l, segmen 3 turun menjadi 5,8 mg/l. Gambar 5.9 Grafik kadar DO menit 30 Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.9 dapat di lihat bahwa setelah air sampel treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 30 segmen 1 naik menjadi 6 mg/l, segmen 2 turun menjadi 5,9 mg/l, segmen 3 turun menjadi 5,8 mg/l.

33 Gambar 5.10 Grafik perbandingan nilai DO (Dissolved Oxygen) setelah melewati segmen 1, 2, 3 selama percobaan menit ke 0, 10, 20, dan 30 Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.6, 5.7, 5.8, 5.9, dan 5.10 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) mengalami perubahan. Nilai Kadar DO pada pengujian menit ke 0, 10, 20, dan 30 mengalami kenaikan kadar DO (Dissolved Oxygen) dimana nilai inlet awal sebesar 5,1 mg/l pada menit ke- 0 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 10 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 20 naik menjadi 5,8 mg/l, pada menit ke- 30 naik menjadi 5,8 mg/l. Dari beberapa pengujian dari menit 0, 10, 20, dan 30 dapat kita lihat nilai kenaikan DO paling efektif terjadi pada segmen 1 yaitu pada proses koagulasi- flokulasi. Hal ini disebabkan karena kecepatan debit yang masuk pada unit segmen 1 cukup besar sehingga terjadi difusi oksigen dalam air, selain itu juga dengan model unit flokulasi menggunakan model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under) dapat memberikan perubahan atau pengaruh terhadap kenaikan kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air karena air yang melewati unit flokulasi ini air akan melewati sekat-sekat yang memiliki pola naik dan turun sehingga dengan debit air yang besar maka terjadi gejolak/gelombang air sehingga terjadi disfusi oksigen dalam air. Hasil nilai DO (Dissolved Oxygen) selama pengujian dari menit ke 0, 10, 20, dan 30 sudah memenuhi peryaratan masuk dalam kategori air kelas 1 menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010.

(ph) 34 3. Kadar Derajat Keasaman (ph) Tabel 5.3 Hasil pengujian kadar derajat keasaman (ph) Segmen ph ph ph ph Menit 0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Inlet 6,7 6,7 6,7 6,7 Segmen 1 6,5 6,5 6,5 6,5 Segmen 2 7,1 6,9 6,7 6,6 Segmen 3 6,4 6,5 6,6 6,5 Sumber : Hasil Pengujian BBTKLPP Yogyakarta, 2016 (dalam lampiran III) 7,2 7,1 7 6,8 6,7 6,6 6,4 6,5 6,4 6,2 6 Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3 Menit ke- 0 Gambar 5.11 Grafik kadar derajat keasaman (ph) menit 0 Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.9 dapat di lihat bahwa setelah air sampel treatment ph dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 0 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 7,1 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,4 mg/l.

35 Gambar 5.12 Grafik kadar derajat keasaman (ph) menit 10 Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.10 dapat di lihat bahwa setelah air sampel treatment ph dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 10 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 6,9 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,5 mg/l. Gambar 5.13 Grafik kadar derajat keasaman (ph) menit 20 Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.11 dapat di lihat bahwa setelah air sampel

36 treatment ph dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 20 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 6,7 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,6 mg/l. Gambar 5.14 Grafik kadar derajat keasaman (ph) menit 30 Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.12 dapat di lihat bahwa setelah air sampel treatment ph dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 30 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 6,6 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,5 mg/l.

37 Gambar 5.15 Grafik perbandingan kadar derajat keasaman (ph) setelah melewati segmen 1, 2, 3 selama percobaan menit ke 0, 10, 20, dan 30 Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.11, 5.12, 5.13, 5.14 dan 5.15 dapat dilihat setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai ph air mengalami fluktuasi, baik mengalami kenaikan dan penurunan di tiap menitnya hal ini di akibatkan oleh perubahan suhu air, koagulan tawas yang terlarut dalam air juga akan mempengaruhi nilai ph, selain itu proses dalam pengolahan air juga mempengaruhi nilai ph setiap waktu. B. Polutan Terendap Pada Alat Uji Tabel 5.4 Hasil Pengujian kadar polutan terendap Segmen Kadar Polutan Terendap (mg) Segmen 1 32,74 Segmen 2 6,10 Segmen 3 7,03 Sumber : Hasil Pengujian, 2016 (dalam lampiran III)

Polutan terendap (mg) 38 35 32,74 30 25 20 15 10 5 6,1 7,03 0 Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3 Kadar Polutan Terendap (mg) Gambar 5.16 Grafik kadar polutan terendap pada alat uji Dilihat dari tabel 5.4 dan gambar 5.16 dapat di simpulkan setelah sampel air selokan mataram yang di uji melalui segmen 1, 2 dan 3 air mengalami penurunan nilai kekeruhan paling maksimal terjadi pada segmen 1 pada unit koagulasiflokulasi, dimana pada unit flokulasi terjadi penumpukan endapan polutan lumpur yang cukup besar. Hal ini menunjukkan segmen 1 koagulasi flokulasi dalam pengolahan air baku menjadi air bersih sangat efektif dalam menurunkan kadar kekeruhan air.