PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

PENGARUH PENGADUKAN PADA KOAGULASI MENGGUNAKAN ALUM

KOAGULASI MENGGUNAKAN ALUM DAN PACl

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

EFISIENSI PROSES KOAGULASI DI KOMPARTEMEN FLOKULATOR TERSUSUN SERI DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH. Ignasius D.A. Sutapa

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng

APLIKASI KOAGULAN CAIR HASIL EKSTRAKSI 0,4 MOL H 2 SO 4 UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

Teori Koagulasi-Flokulasi

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN AIR SUNGAI KALIMAS SURABAYA MENJADI AIR BERSIH

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

BAGIAN IV: PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KECAP SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN

Oleh : Aisyah Rafli Puteri Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Nieke Karnaningroem, MSc

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN KOAGULAN CAIR HASIL EKSTRAKSI LEMPUNG ALAM DESA CENGAR MENGGUNAKAN LARUTAN H 2 SO 4

Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC)

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT

THE EFFECTS OF GRADIENT VELOCITY AND DETENTION TIME TO COAGULATION FLOCCULATION OF DYES AND ORGANIC COMPOUND IN DEEP WELL WATER

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN KOAGULAN (AIR ASAM TAMBANG DAN ALUMINIUM SULFAT DALAM PENGOLAHAN AIR RUN OFF PERTAMBANGAN BARU BARA)

PROSES RECOVERY LOGAM Chrom DARI LIMBAH ELEKTROPLATING

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL

EFFECTS OF ROTATION AND SLUDGE ADDITION ON ROTATING SEDIMENTATION PERFORMANCE IN REMOVING TURBIDITY

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr.

PENGGUNAAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT UNTUK PENGOLAHAN AWAL DEGRADASI FENOL PADA LINDI TPA BENGKALA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

APLIKASI KOAGULAN POLYALUMINUM CHLORIDE DARI LIMBAH KEMASAN SUSU DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN DAN WARNA AIR GAMBUT

PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN MEMBRAN: PENGARUH WAKTU PENGADUKAN PELAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT TERHADAP KINERJA MEMBRAN

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

II.2.1. PRINSIP JAR TEST

Abstrak. 1. Pendahuluan

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu Hanifah 2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

FLOKULASI 10. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI

NTU, wama = 162 Pt Co dan kadar besi = 0.6 mg/l. Hal ini menunjukkan

PERBANDINGAN EFISIENSI KOAGULAN POLY ALUMUNIUM CHLORIDE

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh... 54

KEEFEKTIFAN FERRI CHLORIDA (FeCl 3 ) DALAM MENURUNKAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK CV. BROTOSENO MASARAN SRAGEN

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

Aisyah Rafli Puteri. Abstrak

RESIRKULASI FLOK UNTUK KEKERUHAN RENDAH PADA KALI PELAYARAN SIDOARJO DENGAN SISTEM BATCH. Widyaningsih, H.A. 1) Syafei, A.D.

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

KINETICS OF TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) REMOVAL IN PDAM TIRTAWENING BANDUNG RAW WATER WITH ALUM-BASED COAGULANT MADE OF ALUMINUM USED CAN CAPS

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F193

KOAGULASI 9. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

UJI KEMAMPUAN PIPA ALUMUNIUM DAN TEMBAGA PADA REAKTOR DESALINASI ELEKTROGRAVITASI UNTUK MENURUNKAN KLORIDA

Keyword: Catalyst; Alum; Lime; Turbidity

Kata kunci : Instalasi pengolah air modular, Poly Aluminium Chloride, TSS, Kekeruhan

PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl 3

Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Harimbi Mawan Dinda Rakhmawati

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM 5

UJI COBA PROSES KOAGULASI-FLOKULASI AIR BAKU UNTUK PDAM DANAU TELOKO DAN TELUK GELAM DI KAYU AGUNG KABUPATEN OKI PROPINSI SUMATERA SELATAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-272

EFFEKTIFITAS PAC DAN TAWAS UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN PADA AIR PERMUKAAN

PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN POLYALUMUNIUM CHLORIDE(PAC) DAN FILTER KARBON AKTIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan semua makhluk hidup butuh air. Air merupakan material yang membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara langsung maupun dalam jangka panjang. Berdasarkan sumbernya, limbah

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

Transkripsi:

Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, Desember 2009, pp. 40-45 ISSN: 1829-6572 PENGARUH PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Rachmawati S.W., Bambang Iswanto, Winarni Indomas Mulia, Konsultan Air Bersih dan Sanitasi, Jakarta 12430, Indonesia E-mail: rachma_wardani25@ymail.com Abstrak Koagulasi terjadi karena adanya interaksi antara koagulan dengan kontaminan seperti partikel koloid. Proses koagulasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain, dosis koagulan, serta kekeruhan larutan. Dalam penelitian ini dilakukan studi untuk mengetahui pengaruh parameter dan dosis pada proses koagulasi dan flokulasi dengan menggunakan koagulan aluminum sulfat (Al 2 (SO 4 ) 3.. 14,3H 2 O ) dan ferri klorida (FeCl 3. 6H 2 O). Air baku yang digunakan adalah suspensi air baku sintetis menggunakan kaolin, dengan variasi suspensi kekeruhan tinggi (124 NTU) dan suspensi kekeruhan sedang (51 NTU). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengaruh dan dosis pada koagulan aluminum sulfat sangat signifikan, sedangkan ferri klorida memberikan rentang operasi yang lebih besar dibandingkan dengan aluminum sulfat. Abstract Influence of in the Coagulation Process Using Aluminum Sulphate and Ferric Chloride. Coagulation occurs by interaction of coagulant with the contaminant such as colloidal particles. Coagulation process influences by several factors i.e., dosages, and turbidity. This research studies the influence of and dosages in the coagulation and flocculation process using aluminum sulphate (Al 2 (SO 4 ) 3.. 14,3H 2 O ) and ferric chloride (FeCl 3. 6H 2 O). Artificial suspensions using kaolin represents high turbidity suspension (124 NTU) and medium turbidity suspensions (51 NTU) are prepared in this research. Result suggests and dosages has significant impact for aluminum sulphate, whereas ferric chloride provides a wider range of than aluminum sulphate. Keywords : colloid, destabilization,, dosages, sweep flocculation. 1. Pendahuluan Keberhasilan dalam proses pengolahan air minum berkaitan erat dengan penurunan kekeruhan dan kontaminan lainnya yang terkandung dalam air baku. Koagulan, terutama alum dan garam besi, umumnya digunakan untuk menghasilkan penurunan kekeruhan. Selain itu diinginkan pula koagulan yang dapat memberikan penurunan kekeruhan secara ekstensif dengan biaya rendah. Partikel koloid merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam suspensi air baku, dan partikel inilah yang merupakan penyebab utama kekeruhan. Stabilitas koloid tergantung pada ukuran koloid serta muatan elektrik yang dipengaruhi oleh kandungan kimia pada koloid dan pada media dispersi (seperti kekuatan ion, dan kandungan organik dalam air). Koagulasi adalah proses penambahan koagulan pada air baku yang menyebabkan terjadinya destabilisasi dari partikel koloid agar terjadi agregasi dari partikel yang telah terdestabilisasi tersebut. Dengan penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat dihancurkan sehingga partikel koloid dapat menggumpal [1] dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar, sehingga dapat dihilangkan pada unit sedimentasi. Terdapat 4 mekanisme destabilisasi partikel, yaitu (i) pemampatan lapisan ganda, (ii) adsorpsi untuk netralisasi muatan, (iii) penjebakan partikel dengan koagulan, serta (iv) adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel melalui penambahan polimer. Derajat keasaman () adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses koagulasi. Bila proses koagulasi dilakukan tidak pada rentang optimum, maka akan mengakibatkan gagalnya proses pembentukan flok dan rendahnya kualitas air yang 40

dihasilkan. Kisaran yang efektif untuk koagulasi dengan alum pada 5,5 8,0 [2,3,4]. Gambar 1 menunjukkan bahwa presipitat alumunium hidroksida (Al(OH) 3 ) terbentuk pada dosis alum 10 100 mg/l. Gambar ini juga memperlihatkan mekanisme koagulasi yang terjadi pada kombinasi antara dan dosis alum. [4]. Flok yang terbentuk dari koagulan senyawa besi lebih kuat dibandingkan dengan flok yang dihasilkan dari koagulan alum.[3]. Keuntungan penggunaan ferri klorida dibandingkan dengan alum adalah karena ferri klorida bekerja pada rentang yang lebih luas yaitu pada 4 12.[5]. Gambar 2 menunjukkan area terbentuknya presipitat feri hidroksida (Fe(OH) 3 ) dalam pengolahan air.[6]. Agar proses koagulasi dapat memberikan hasil yang optimum di instalasi pengolahan air (IPA), maka dampak penggunaan koagulan untuk suatu kualitas air baku tertentu harus dapat diprediksi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh dan dosis terhadap proses koagulasi menggunakan koagulan aluminum sulfat (alum) dan ferri klorida pada penurunan kekeruhan pada skala laboratorium. Gambar 1. Diagram Kelarutan Aluminium Hidroksida [4] Gambar 2. Diagram Kelarutan Ferri Hidroksida [6] 41

2. Metode Penelitian Air baku yang digunakan adalah air sintetis, untuk mencegah diperolehnya nilai kekeruhan air baku alami yang bervariasi, sehingga dapat dilakukan kontrol terhadap air baku yang digunakan. Kaolin digunakan untuk membentuk kekeruhan (suspended solid) suspensi yang diinginkan sesuai dengan kondisi umum badan sungai. Dua model suspensi air baku sintetis yang digunakan yaitu (i) air baku dengan kekeruhan 51,5 ± 3,2 NTU mewakili kekeruhan sedang dengan dosis kaolin yang digunakan adalah 400 mg/l, dan (ii) air baku dengan kekeruhan 124 ± 22,45 NTU (kekeruhan tinggi) dengan dosis kaolin 800 mg/l. Model suspensi disiapkan sehari sebelum percobaan, menggunakan air perpipaan (PAM Jaya). Dilakukan pengadukan selama 8 jam agar ukuran kaolin menjadi lebih kecil sehingga dapat melayang lebih lama di larutan. Kemudian dilakukan pengendapan selama 17 jam yang bertujuan untuk mengendapkan partikel yang berukuran besar agar kondisi air baku menjadi stabil dan mencapai kekeruhan yang diinginkan. Penelitian dilakukan secara batch dalam skala laboratorium dengan menggunakan jar-test, yang merupakan simulasi operasional proses pengolahan konvensional (koagulasi, flokulasi, dan pengendapan). Jar-test dilakukan pada suhu kamar dalam 2 replikat untuk tiap seri jar-test, dimana dalam 1 seri adalah pada kondisi konstan dengan variasi dosis koagulan, yaitu dosis alum 2 90 mg/l dan dosis ferri klorida 2 90 mg/l. Variasi koagulasi (4, 5, 6, 7 dan 8) dilakukan pada seri jar-test yang berbeda, dan pengaturan dilakukan melalui penambahan HCl 1N atau NaOH 1N. 3. Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian ini dilakukan 20 seri jar-test yang dilakukan duplo untuk tiap seri, dengan 240 pemeriksaan sample hasil proses jar-test. Pada Gambar 3 diberikan presentasi tipikal hasil jar-test pada berbagai kondisi untuk suspensi kekeruhan tinggi. Berdasarkan hasil tipikal percobaan jar-test di atas, dapat digambarkan grafik sisa kekeruhan vs dengan variasi dosis koagulan, seperti ditunjukkan pada Gambar 4 untuk air baku dengan suspensi kekeruhan tinggi dan Gambar 5 untuk suspensi kekeruhan rendah. Terlihat dengan jelas bahwa penurunan kekeruhan menggunakan alum mulai terjadi pada 5, dan hasil terbaik terjadi pada sekitar 6. Sedangkan ferri klorida memberikan penurunan sisa kekeruhan pada seluruh variasi (4 8) dengan hasil terbaik pada rentang 6-8. Pengaruh. Monomer dan polimer aluminum hadir pada kondisi yang rendah, dan keberadaan spesies ini akan menurun drastis pada 4,5. Pembentukan presipitat Al(OH) 3 mulai terjadi pada sekitar 4,5 yang akan meningkat pesat sejalan kenaikan, dimana presipitat Al(OH) 3 ini merupakan spesies yang paling dominan.[7,8]. Pada < 4,5 dan > 8,0 sebagian besar aluminum hadir sebagai spesies terlarut, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Sehingga dapat dijelaskan bahwa penurunan kekeruhan menggunakan alum berkaitan dengan kehadiran yang dominan dari presipitat Al(OH) 3 pada rentang ini 4,5 8,0. Serta kelarutan aluminum terendah terjadi pada 6 menjelaskan mengapa kondisi terbaik untuk koagulasi terjadi pada 6. 10 8 10 8 0 20 40 60 80 100 Dosis alum, mg/l 4 5 6 7 8 0 20 40 60 80 100 Dosis ferri klorida, mg/l 4 5 6 7 8 Gambar 3. Tipikal Hasil Jar Test pada Suspensi Kekeruhan Tinggi Menggunakan Koagulan Alum dan Ferri Klorida 42

10 8 4 5 6 10 8 7 8 2 mg/l 15 mg/l 45 mg/l 60 mg/l 70 mg/l 90 mg/l 0 20 40 60 80 100 Dosis ferri klorida, mg/l 4 5 6 7 8 Gambar 4. Sisa Kekeruhan pada Suspensi Kekeruhan Tinggi dengan Variasi dan Dosis Koagulan Dari Gambar 2, terkait dengan kelarutan ferri, terlihat bahwa pada 4 mulai terdapat kehadiran presipitat Fe(OH) 3 serta spesies Fe(OH) - 4 terlarut. Pembentukan presipitat Fe(OH) 3 ini akan meningkat pesat sejalan dengan peingkatan. Pada < 4, ion Fe hadir dalam bentuk Fe(OH) 2+ terlarut. Pada > 12 keberadaan presipitat Fe(OH) 3 mulai berkurang serta - terlihat mulai terbentuknya spesies Fe(OH) 4 terlarut. Kehadiran yang dominan dari presipitat Fe(OH) 3 pada rentang 4-12 inilah yang mendorong terjadinya koagulasi.[6]. Adapun rentang 6-8 memberikan hasil terbaik dapat dijelaskan juga pada Gambar 2, terlihat dari kelarutan terendah terdapat pada 7. Lebih lanjut dapat dilakukan pengkajian dalam bentuk diagram isoremoval (isopleth) persentase penurunan kekeruhan. Gambar 6 menunjukkan garis isoremoval penurunan kekeruhan sebesar 9 pada tiap suspensi menggunakan koagulan alum dan ferri klorida. Garis ini menghubungkan titik-titik dengan penurunan kekeruhan 9 yang merupakan hasil kombinasi dari dan dosis koagulan dimana dan dosis koagulan merupakan variabel yang indipenden. Metoda presentasi data ini memberikan gambaran umum yang lebih mudah dalam pengambilan keputusan mengenai kondisi yang dibutuhkan oleh IPA guna pencapaian efisiensi penurunan kekeruhan yang ditargetkan. Dari Gambar 6 dapat dengan jelas terbaca bahwa untuk proses koagulasi dengan alum, pada 6 dicapai kondisi operasional optimum yang memberikan dosis koagulan minimum. Untuk koagulan ferri kloridam rentang 5 8 merupakan kondisi operasional yang optimum. Implikasi dari hal ini adalah pada proses koagulasi menggunakan alum dengan operasional lebih besar dari 6 dan juga di bawah 6, untuk mencapai efisiensi penurunan kekeruhan yang sama (9), dibutuhkan dosis alum yang lebih tinggi dibandingkan dosis yang dibutuhkan pada operasi = 6. Dan juga terlihat bahwa dosis ferri klorida yang diperlukan pada kedua suspensi akan lebih besar pada < 5 guna pencapaian efisiensi penurunan kekeruhan yang sama. Sisa kekeruhan, NTU 10 8 10 8 4 5 6 7 8 2 mg/l 15 mg/l 45 mg/l 60 mg/l 70 mg/l 90 mg/l 4 5 6 7 8 2 mg/l 5 mg/l 15 mg/l 45 mg/l 60 mg/l 90 mg/l Gambar 5. Sisa Kekeruhan pada Suspensi Kekeruhan Rendah dengan Variasi dan Dosis Koagulan 43

Dosis Koagulan. Secara umum juga dapat dilihat bahwa penurunan kekeruhan berbanding lurus dengan dosis koagulan. Semakin tinggi dosis koagulan diperoleh tingkat penurunan kekeruhan yang semakin baik. Selain itu juga dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5 bahwa kenaikan dosis koagulan dapat memperlebar rentang operasi dalam penurunan kekeruhan. Sebagai contoh dapat dilihat Gambar 4(a), koagulasi dengan alum pada suspensi kekeruhan tinggi, dimana optimum 6 terjadi pada pembubuhan dosis koagulan 2 mg/l alum. Sedangkan dengan dosis 15 mg/l diperoleh optimum yang lebih lebar, yaitu antara 6 7. Demikian juga halnya untuk koagulan ferri klorida, peningkatan dosis koagulan tampak memperlebar rentang operasi, namun hal ini tidak tampak terlalu signifikan mengingat koagulan ini bekerja dengan baik pada rentang yang lebar.. Penambahan dosis koagulan dapat menyebabkan adanya (i) peningkatan pembentukan presipitat, yang akan diikuti dengan (ii) peningkatan frekuensi tumbukan antar partikel sehingga dapat membentuk flok yang lebih besar. Sehingga dosis yang lebih tinggi akan memperlebar rentang operasi. ) Dosis alum (mg/l Dosis ferri klorida (mg/l) 100 80 60 40 20 0 3 4 5 6 100 80 60 40 20 100 NTU 50 NTU 0 3 4 5 6 100 NTU 50 NTU 7 8 7 8 Gambar 6. Garis Penurunan Penurunan Kekeruhan 9 Konsentrasi koloid yang tinggi berkorelasi dengan jumlah partikel yang tinggi di larutan, sehingga dapat meningkatkan frekuensi tumbukan dari partikel yang telah terdestabilisasi. Hal ini dapat memperbaiki kinetika flokulasi pada operasi rendah. Dengan kata lain, jika konsentrasi partikel koloid terdispersi di larutan rendah maka kesempatan untuk terjadi tumbukan antar partikel yang telah terdestabilisasi yang akan memacu pembentukan flok sangat kecil. Karena itu dibutuhkan dosis yang tinggi guna pembentukan inti flok dan mengisi larutan dengan partikel terdispersi agar kontak antar partikel dapat terjadi. Sedangkan pada operasi tinggi, partikel koloid akan bertindak sebagai inti dan memicu pembentukan agregasi (sweep floc). Kekeruhan Air Baku. Gambar 6 menunjukkan bahwa dosis koagulan (alum dan ferri klorida) yang dibutuhkan untuk memberikan penurunan kekeruhan 9 pada suspensi air baku 100 NTU ternyata lebih rendah daripada dosis yang dibutuhkan dalam proses koagulasi suspensi kekeruhan sedang (50 NTU). Mekanisme Koagulasi. Penurunan kekeruhan yang terjadi pada rentang optimum terutama disebabkan oleh kehadiran presipitat dominan, yaitu Al(OH) 3 atau Fe(OH) 3 yang mendorong bekerjanya mekanisme sweep coagulation atau penjebakan dalam presipitat. Mekanisme ini menghasilkan flok berukuran besar, mudah mengendap, sehingga memberikan penurunan kekeruhan dengan efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan mekanisme netralisasi muatan. Pada operasi yang lebih rendah, jumlah presipitat metal yang terbentuk bersaing dengan kehadiran spesies terlarut, dan dalam jumlah yang tidak sebanyak pada optimum (kelarutan terendah). Mekanisme yang bekerja pada keadaan ini adalah netralisasi muatan, dimana presipitat bermuatan positif akan teradsopsi ke permukaan partikel koloid yang bermuatan negatif, dan hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik permukaan partikel, yang dilanjutkan dengan terjadinya mereduksi gaya tolak yang mampu memicu terjadinya koagulasi. Hal ini diperkuat oleh Dentell dan Dossett [6] yang menunjukkan bahwa netralisasi muatan pada partikel bermuatan negatif hanya terjadi setelah kelarutan Al(OH) 3 dilampaui. Flok yang terbentuk dari mekanisme ini berukuran lebih kecil dan lebih halus dibandingkan dengan sweep flocs. 4. Kesimpulan Kondisi optimum pada proses koagulasi menggunakan alum adalah sekitar 6. Dan koagulan ferri klorida memberikan rentang kondisi optimum yang lebih lebar dibanding alum ( 4 8). Hal ini berhubungan erat dengan kelarutan aluminum dan ferri. 44

Rentang operasi yang lebih lebar dengan menggunakan koagulan ferri klorida sangat menguntungkan dalam proses operasi IPA mengingat kondisi air baku yang bervariasi. Sehingga dengan menggunakan koagulan ferri klorida, variasi tersebut dapat diredam dan tidak menyebabkan kegagalan dalam unit koagulasi-flokulasi-sedimentasi. Kenaikan dosis koagulan meningkatkan penurunan kekeruhan serta memperlebar rentang operasi, karena kenaikan dosis ini mengaselerasi pembentukan presipitat (Al(OH) 3 atau Fe(OH) 3 ) dan meningkatkan frekuensi tumbukan. Konsentrasi koloid yang tinggi akan mereduksi dosis koagulan karena partikel koloid bertindak sebagai inti yang akan memicu pembentukan sweep floc. Daftar Acuan [1] L.D. Benefield, Process Chemistry For Water and Waswater Treatment, Prentice Hall Inc., New Jersey, 1982. [2] W.W.Jr. Eckenfelder, Industrial Water Pollution Control, McGraw Hill Co., New York, 1989. [3] C.R. Schulz, D.A. Okun, Surface Water Treatment For Communities In Developing Countries, John Wiley & Son Inc., Canada, 1984. [4] A. Amirtharajah, K.M. Mills, Jour. Amer. Water Works Assoc. 74 (1982) 210 [5] D.T. Reynolds, Unit Operations and Process In Environmental Engineering, PWS Publishing, Boston, 1982 [6] S.K. Dentel, J.M. Gosset, Jour. Amer. Water Works Assoc. 80 (1988) 187. [7] T.R. Hundt, C.R. O Melia, Jour. Amer. Water Works Assoc. 80 (1988) 176. [8] J.E Van Benschoten, J.K Edzwald, Water Research 24 (1990) 1519. 45