BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

MARI BERANTISIPASI DBD MENGGUNAKAN KELAMBU AIR

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Penyakit yang

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN juta orang saat ini diseluruh dunia. Serta diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

PARTISIPASI REMAJA SMA DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) dan dapat menyebabkan kematian. Nyamuk demam berdarah berkembang biak di tempat-tempat penampungan air bersih di dalam rumah maupun di sekitar lingkungan, seperti bak mandi/wc, tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga/pot tanaman air, kaleng bekas, ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik yang dibuang di sembarang tempat, talang air yang rusak dan saluran air hujan yang tidak lancar, pagar atau potongan bambu yang berlubang, dan sebagainya (Depkes RI, 2007). Potensi penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di antara negaranegara anggota ASEAN cukup tinggi. Dibandingkan wilayah lain, negaranegara Asia Tenggara paling serius terkena dampak DBD. Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN dengan jumlah kasus DBD tahun 2010 sebanyak 150.000 kasus dan jumlah kematian sekitar 1.317 orang (Widiantoro, 2011). Kasus DBD meningkat setiap tahun di beberapa Provinsi di Indonesia. Jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus (IR=59,02%, CFR=0,86%) meningkat menjadi 154.855 kasus (IR=66,48%, CFR=0,89%) pada tahun 2009 (Depkes RI, 2010). Begitu pula di Provinsi 1

Jawa Tengah, penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius. Ini terbukti dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 32.864.563 jiwa. Angka kesakitan/incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 5,74/10.000 penduduk. Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2008 sebesar 5,92/10.000 penduduk dan tahun 2007 sebesar 6,35/10.000 penduduk. Meskipun demikian, angka tersebut masih jauh diatas target IR Nasional yaitu <2/10.000 penduduk (Dinkes Jateng, 2010). Angka kematian/case Fatality Rate (CFR) DBD di Jawa Tengah selalu meningkat. CFR pada tahun 2009 adalah sebesar 1,42%, lebih tinggi bila dibandingkan CFR tahun 2008 sebesar 1,19% dan tahun 2007 sebesar 1,6%. Begitu juga bila dibandingkan dengan target CFR Nasional (<1%), angka ini juga masih berada di atasnya (Dinkes Jateng, 2010). Tingginya angka kesakitan DBD di Provinsi Jawa Tengah disebabkan karena adanya iklim yang tidak stabil dan curah hujan yang cukup tinggi pada musim penghujan yang merupakan sarana potensial perkembangbiakan nyamuk Aedes aegipty, juga didukung dengan tidak maksimalnya kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di masyarakat sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa kabupaten bahkan di beberapa provinsi (Dinkes Jateng, 2010). Kabupaten Sukoharjo termasuk dalam salah satu daerah dengan kasus DBD yang tinggi di Jawa Tengah. Jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo 2

tahun 2009 adalah 843.127 jiwa. Pada tahun 2009 IR DBD sebesar 4,4/10.000 penduduk, hal ini lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 4,48/10.000 penduduk. Sebesar 58,76% (218 kasus) berlokasi di wilayah yang berbatasan dengan Kota Surakarta yaitu Kecamatan Mojolaban, Grogol, Baki, Gatak, dan Kartasura yang merupakan daerah suburban dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Incidence Rate DBD masih belum memenuhi standar Nasional <2/10.000 penduduk (Dinkes Sukoharjo, 2010). Angka kematian DBD di Kabupaten Sukoharjo masih belum memenuhi target (<1%). Dari 371 kasus pada tahun 2009, 11 orang penderita diantaranya meninggal, sehingga angka kematian DBD sebesar 2,9%. Dibandingkan tahun 2008, angka kematian DBD turun (14 kasus kematian dengan angka kematian 3,73%). Jika dicermati lebih jauh kasus kematian DBD terjadi di wilayah kecamatan yang merupakan daerah endemis. Angka kematian tahun 2009 tertinggi di Kecamatan Kartasura (36,4%) dan Mojolaban (18,2%) (Dinkes Sukoharjo, 2010). Tingginya kematian akibat DBD yang terjadi disebabkan karena lemahnya pengetahuan deteksi dini oleh petugas kesehatan yang kurang waspada terhadap setiap kasus demam tinggi, keterlambatan penegakan diagnosis dan keterlambatan membawa penderita ke pusat pelayanan masyarakat. Permasalahan tingginya kasus kejadian sebenarnya dapat dicegah dengan peningkatan surveilans, respons, dan peningkatan penyuluhan kesehatan serta pelaksanaan PSN serentak dengan gerakan 3M seminggu sekali oleh seluruh warga masyarakat. Tenaga kesehatan harus waspada 3

terhadap setiap kasus demam tinggi, penanganan kasus yang profesional dan sesuai dengan prosedur yang berlaku (Dinkes Sukoharjo, 2010). Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Sukoharjo masih jauh dari standar nasional ABJ. ABJ di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 sebesar 85,99% ( 95%), menurun dibandingkan tahun 2008 sebesar 93,20%. Ini merupakan indikator untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan penyakit DBD. Jumlah total rumah/bangunan tahun 2009 yang ada di Sukoharjo sebanyak 203.110 unit dengan rumah/bangunan yang diperiksa sebanyak 74.252 (36,56%), yang bebas jentik sebanyak 63.846 (85,99%) dan yang positif jentik sebanyak 10.406 (14,01%), sehingga diperoleh nilai ABJ sebesar 85,99% (Dinkes Sukoharjo, 2010). Seperti diketahui bersama bahwa peran serta masyarakat sangat penting dalam menanggulangi DBD. Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat agar dapat secara mandiri dan sadar untuk selalu peduli dengan membersihkan sarang nyamuk dan membasmi jentik nyamuk Aedes aegypti (Depkes RI, 2004). Berdasarkan penelitian Rosidi dan Adisasmito (2009), menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara PJB dan ABJ, yaitu nilai p=0,048 (p<0,05). Kegiatan PJB ini sangat efektif dalam upaya memotivasi masyarakat untuk selalu melaksanakan gerakan PSN-DBD dengan 3M. hal tersebut sangat efektif dalam menekan keberadaan jentik nyamuk penular DBD di Kecamatan 4

Sumberjaya, Majalengka, Jawa Barat. Begitu juga untuk sarana pendukung menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sarana pendukung kegiatan PSN-DBD dan ABJ, yaitu nilai p=0,000 (p<0,05). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan PSN-DBD memang telah didukung adanya sarana yang diperlukan seperti senter, format pemantauan, poster dan media penyuluhan lainnya. Berdasarkan endemisitas DBD tahun 2011, di Kabupaten Sukoharjo terdapat 167 desa, 68 desa endemis (40,72%), 79 desa sporadis (47,30%) dan 20 desa potensial (11,98%). Desa yang endemis tersebut terdapat di Kecamatan Weru sebanyak 2 desa, di Bulu 1 desa, di Tawangsari 1 desa, Sukoharjo 10 desa, Nguter 2 desa, Bendosari 5 desa, Polokarto 5 desa, Mojolaban 10 desa, Grogol 13 desa, Baki 5 desa, Gatak 5 desa, dan Kartasura sebanyak 9 desa (Dinkes Sukoharjo, 2011). Berdasarkan peningkatan jumlah kasus selama tiga tahun terakhir (2007-2009) kecamatan endemis di Kabupaten Sukoharjo yaitu di wilayah Kecamatan Grogol, Mojolaban, Baki, Gatak dan Kartasura, rata-rata mengalami peningkatan jumlah kasus hampir dua kali lipat. Misalnya di Kecamatan Grogol pada tahun 2007 terdapat kasus DBD sebanyak 22 kasus (0,02%) meningkat menjadi 72 kasus (0,07%) pada tahun 2008 dan menjadi 70 kasus (0,07%) pada tahun 2009. Besarnya ABJ di Kecamatan Grogol tahun 2009 yaitu 78,66%. Jumlah kasus terbanyak masih selalu di Kecamatan Grogol dan Kartasura, yang berbatasan dengan Kota Solo. Kecamatan Grogol mempunyai kader kesehatan, tetapi ABJ masih dibawah standar Nasional 5

( 95%). Kecamatan Grogol mempunyai 14 desa, namun 13 desa (92,86%) termasuk sebagai daerah endemis (Dinkes Sukoharjo, 2010). Penelitian ini akan membandingkan pelaksanaan PJB antara daerah endemis dan nonendemis. Kecamatan Grogol dijadikan sebagai contoh daerah endemis dan sebagai pembandingnya Kecamatan Bulu sebagai contoh daerah nonendemis. Seperti Kecamatan Grogol, Kecamatan Bulu juga mempunyai kader kesehatan dengan ABJ 92,50%. Dipilihnya Kecamatan Bulu sebagai pembanding Kecamatan Grogol karena Kecamatan Bulu mempunyai 12 desa, namun hanya 1 desa (8,33%) yang termasuk sebagai daerah endemis (Dinkes Sukoharjo, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik dan terdorong untuk mengadakan penelitian mengenai pelaksanaan PJB oleh kader kesehatan pada daerah endemis dan daerah nonendemis DBD di Kabupaten Sukoharjo. B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan pelaksanaan PJB oleh kader kesehatan pada daerah endemis dan daerah nonendemis DBD di Kabupaten Sukoharjo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Mengetahui perbedaan pelaksanaan PJB oleh kader kesehatan pada daerah endemis dan daerah nonendemis DBD di Kabupaten Sukoharjo. 6

2. Tujuan khusus a. Mengetahui perbedaan fasilitas dalam pelaksanaan PJB oleh kader kesehatan antara daerah endemis dan daerah nonendemis DBD di Kabupaten Sukoharjo. b. Mengetahui perbedaan frekuensi pelaksanaan PJB oleh kader kesehatan antara daerah endemis dan daerah nonendemis DBD di Kabupaten Sukoharjo. c. Mengetahui perbedaan aktivitas kader kesehatan dalam pelaksanaan PJB antara daerah endemis dan daerah nonendemis DBD di Kabupaten Sukoharjo. d. Mengetahui perbedaan ABJ antara daerah endemis dan nonendemis DBD di Kabupaten Sukoharjo. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi tambahan dalam usaha mengurangi dan mencegah kasus DBD di Kabupaten Sukoharjo sehingga kasus DBD dapat ditekan serendah mungkin. 2. Bagi kader kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada kader kesehatan dalam rangka mencegah penyakit DBD di Kabupaten Sukoharjo sehingga kader dengan pelaksanaan PJB yang baik dapat dijadikan contoh untuk kader di daerah lainnya. 7

3. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada masyarakat dalam rangka mencegah penyakit DBD di Kabupaten Sukoharjo 4. Bagi peneliti lain Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang sama. 8