dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

Kedokteran Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

POLA KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN INDEKS GLIKEMIK DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR

KADAR HBA1C PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS BAHU KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

JURNAL JURUSAN KEPERAWATAN, Volume, Nomor Tahun 2016, Halaman 1-8 Online di :

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

Kata Kunci : Pendidikan, Pekerjaan, Riwayat Keluarga Menderita Diabetes, Aktifitas Fisik dan Kejadian Diabetes Mellitus tipe 2

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB II METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

Olahraga dengan Kadar Gula Darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dibutuhkan atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

HUBUNGAN AKTIFITAS FISIK, KEPATUHAN MENGKONSUMSI ANTI DIABETIK ORAL DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI FASYANKES PRIMER KLATEN

Kata Kunci: Umur, Jenis Kelamin, IMT, Kadar Asam Urat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus timbul akibat perubahan gaya hidup sedenter yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab


PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PASIEN DM DENGAN KEPATUHAN DALAM MENJALANI DIET KHUSUS DI RS STELLA MARIS MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di 35 Fasyankes primer Klaten

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

Transkripsi:

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OHO (OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR The Relationship Between Level of Physical Activity and Level of Adherence to Take OHD (Oral Hypoglycemic Drug) with Blood Glucose Level on Type II Diabetes Mellitus Patient in the Outpatients Health Centers in City of Makassar Suci Qadrianty S. 1, Veni Hadju 1, Nurhaedar Jafar 1 1 Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (suciqadriantysakinah@gmail.com, vhadju@indosat.net.id, eda_jafar@yahoo.co.id,08135518340) ABSTRAK Berdasarkan Konsensus PERKENI (200), terdapat 4 pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (DM), dua di antaranya ialah meningkatkan aktivitas fisik dan terapi farmakologis. Aktivitas fisik mampu meningkatkan sensitivitas insulin, dan kepatuhan dalam menjalani terapi farmakologis (kepatuhan minum obat) diperlukan agar tidak meningkatkan risiko yang akan memperburuk penyakit DM yang diderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan tingkat kepatuhan minum OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dengan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe II rawat jalan di Puskesmas Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan desain cross-sectional. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas fisik yaitu IPAQ dan untuk mengukur tingkat kepatuhan minum OHO yaitu MMAS- 8. Kadar glukosa darah puasa (GDP) dinilai berdasarkan cut of point menurut PERKENI 200. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 3 orang. Teknik sampling yang digunakan ialah exhaustive sampling. Hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dianalisis dalam bentuk tabulasi silang menggunakan program SPSS dengan uji Fisher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kadar GDP responden (p = 0,51) atau p > 0,05. Selain itu, tingkat kepatuhan minum OHO juga tidak memiliki hubungan dengan kadar GDP responden (p = 0,55). Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan tingkat kepatuhan minum OHO dengan kadar GDP pada responden. Kata Kunci: Tingkat aktivitas fisik, tingkat kepatuhan minum OHO, dan kadar GDP ABSTRACT Based Perkeni Consensus (200), there are four pillars of management of Diabetes Mellitus (DM), two of which is to increase physical activity and pharmacological therapy. Physical activity can improve insulin sensitivity, and compliance in pharmacological therapy (medication adherence) is required in order not to increase the risk that the disease will worsen DM suffered. This study aims to determine the relationship between physical activity level and the level of adherence to take the Oral Hypoglycemic Drug (OHD) with blood glucose levels in people with Type II Diabetes Mellitus outpatient in health center Makassar. This study is an analytic survey with a cross-sectional design. The instrument used to measure the level of physical activity is IPAQ and to measure the level of adherence to take Oral Hypoglicemic Drug (OHD) is MMAS-8. Fasting blood glucose (FBG) assessed based on the cut of point according to PERKENI 200. Sample in this study amounted to 3 people. The sampling technique used is exhaustive sampling. The relationship between the independent variables and the dependent variable was analyzed in the form of a cross tabulation (crosstab) using SPSS with Fisher's exact test. The results showed that there was no relationship between the level of physical activity with FBG levels of respondents (p = 0.51) or p > 0.05. In addition, the level of adherence to take OHD also did not have a relationship with the FBG levels respondents (p = 0.55). It was concluded that there was no association between the level of physical activity and the level of adherence to take OHD with the FBG levels respondents. Keywords: Level of physical activity, levelof adherence to Take OHD, and FBG levels 1

PENDAHULUAN Makan berlebihan dan aktivitas fisik yang kurang berperan terhadap timbulnya penyakit degeneratif. Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah karena gangguan metabolisme akibat hormon insulin rendah atau inefisiensi insulin. 1 Dalam Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, disebutkan bahwa Diabetes Melitus telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat global. 2 Sedangkan menurut WHO (2013), sekitar 90% dari penduduk di seluruh dunia mengidap DM tipe 2. 3 Diperkirakan pula sebanyak 171 juta orang di dunia menderita DM pada tahun 2000 dan pada tahun 2030 angka ini akan meningkat menjadi 3 juta. 4 Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi DM di Indonesia yang terdiagnosis dokter atau gejala, Sulawesi Selatan menempati urutan ketiga tertinggi (3,4%). 2 Di tahun 2010, DM menjadi penyebab kematian tertinggi PTM di Sulawesi Selatan yaitu sebesar 41,5%. 5 Peningkatan kasus DM juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. Di Makassar, DM menempati peringkat ke-5 dari sepuluh penyebab utama kematian di kota ini pada tahun 2007 sebanyak 5 kasus. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Makassar (2013), angka kejadian penyakit Diabetes Mellitus pada tahun 2011 yaitu 5700 kasus dan meningkat di tahun 2012 mencapai 7000 kasus. Sementara itu, jumlah penderita DM di Kota Makassar yang melakukan pemeriksaan di puskesmas pada tahun 2011 sebanyak 10.917 jiwa dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 14.07 jiwa. Salah satu pilar penatalaksanaan penyakit Diabetes Melitus menurut PERKENI tahun 200 ialah aktivitas fisik. 7 Aktivitas fisik merupakan pergerakan yang dilakukan oleh otot dan sistem penunjangnya yang mampu meningkatkan metabolisme. 8 Di Indonesia, proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 2,1 persen. Sementara di Sulawesi Selatan, sebanyak 31% penduduknya yang melakukan aktivitas fisik tergolong kurang aktif. 2 Selain aktivitas fisik, intervensi farmakologis juga merupakan suatu pilar penatalaksanaan DM. 7 Smet dalam Safitri menyatakan bahwa dalam menjalani serangkaian pengobatan maupun pengaturan pola hidup, kepatuhan menjadi tolak ukur bagi penderita DM tipe II untuk tidak memperburuk kesehatannya, karena dalam pengobatannya membutuhkan waktu yang lama. 9 Hasil penelitian yang didapatkan oleh Qurratuaeni menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan pengendalian kadar gula darah pasien DM. 10 Sedangkan hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Putri dan Isfandiari yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan pengobatan dengan rerata kadar gula darah. 11 2

Setelah dilakukan studi pendahuluan sebelumnya, puskesmas Kassi-Kassi memiliki pencatatan yang sangat baik dan lengkap mengenai daftar pasien rawat jalan yang mengidap DM tipe II. Hal tersebut memudahkan peneliti dalam proses pengambilan sampel. Sementara itu, kecamatan Tamalate yang merupakan lokasi puskesmas Jongaya memiliki angka kejadian DM tertinggi kedua setelah kecamatan Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan tingkat kepatuhan minum OHO dengan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe II rawat jalan di Puskesmas Kota Makassar. BAHAN DAN METODE Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Jongaya dan Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar pada bulan Mei-Agustus 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif survei analitik dengan desain studi cross-sectional. Variabel independen dari penelitian ini adalah tingkat aktivitas fisik dan tingkat kepatuhan minum OHO (Obat Hipoglikemik Oral). Adapun variabel dependen dari penelitian ini adalah kadar glukosa darah. Populasi penelitian ini yaitu penderita DM Tipe II rawat jalan atau yang datang berkunjung di Puskesmas Puskesmas Jongaya dan Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 3 orang yang merupakan penderita DM Tipe II rawat jalan di Puskesmas Kassi-Kassi dan Puskesmas Jongaya. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi identitas dan karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, serta BB dan TB untuk menentukan IMT), data tingkat aktivitas fisik, dan data tingkat kepatuhan minum obat. Nilai status gizi berdasarkan IMT dibagi menjadi kategori, yang merujuk pada Depkes RI yakni sangat kurus (< 17 kg/m 2 ), kurus (17 18,4 kg/m 2 ), normal (18,5 25 kg/m 2 ), gemuk (25,1 27 kg/m 2 ), dan obesitas (> 27 kg/m 2 ). Tingkat aktivitas fisik diukur dengan menggunakan IPAQ dan tingkat kepatuhan minum OHO diukur menggunakan MMAS-8, masing-masing kuesioner tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dimodifikasi sesuai kebutuhan. Untuk tingkat aktivitas fisik, dikatakan rendah jika skor METs < 00 METs/menit/minggu, sedang jika 00 1499 METs/menit/minggu, dan tinggi jika > 1500 METs/menit/minggu. Adapun kategori tingkat kepatuhan minum OHO yaitu dikatakan rendah jika skor MMAS-8 > 3, sedang jika skornya 1 2, dan tinggi jika skornya 0. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium Klinik Prodia yakni kadar GDP, Profil Puskesmas Kassi-Kassi dan Puskesmas Jongaya, dan data rekam medik pasien rawat jalan yang telah didiagnosa Diabetes Mellitus tipe II. Adapun kategori 3

kadar GDP yang digunakan ialah berdasarkan PERKENI 200, yakni 80 125 mg/dl terkontrol, serta < 80 mg/dl tidak terkontrol (hipoglikemi) dan > 12 mg/dl tidak terkontrol (hiperglikemi). Pengolahan dan penyajian data menggunakan program SPSS version 1 for Windows. Analisis data menggunakan uji Fisher. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel silang antara variabel independen dan variabel dependen disertai narasi. HASIL Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden merupakan perempuan yaitu sebanyak 32 orang (88,9%). Pada kelompok umur, sebanyak 24 orang (,7%) responden termasuk dalam kelompok umur 50-4. Pada tingkat pendidikan responden, terdapat 28 orang (77,8%) responden yang memiliki pendidikan rendah (SD hingga SMP) sedangkan responden yang memiliki pendidikan tinggi (SMA) sebanyak 8 orang (22,2%). Adapun berdasarkan pekerjaan, dapat diketahui bahwa responden yang bekerja sebagai IRT yakni sebanyak 32 orang (88,9%) sedangkan lainnya (yang terdiri dari sopir, wiraswasta, dan tidak bekerja) sebanyak 4 orang (11,1%). Dan berdasarkan status gizi, sebanyak 20 orang (55,%) responden dengan status gizi normal (Tabel 1). Dilihat dari tingkat aktivitas fisik, diketahui bahwa dari 3 responden, sebanyak 21 orang (58,3%) yang tingkat aktivitas fisiknya tinggi (Tabel 2). Berdasarkan tingkat kepatuhan minum OHO responden, hanya 5 orang (22,2%) responden yang memiliki tingkat kepatuhan tinggi (Tabel 2). Dan berdasarkan kadar GDP, terdapat 30 orang yang memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol; di mana dari 30 orang tersebut sebanyak 2 orang (5,%) yang memiliki kadar GDP kurang dari 80 mg/dl dan sebanyak 28 orang (77.8%) yang memiliki kadar GDP lebih dari atau sama dengan 12 mg/dl (Tabel 2). Sebesar 100% responden dengan tingkat aktivitas fisik rendah memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol dan 80% responden dengan tingkat aktivitas fisik sedang-tinggi memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui juga bahwa tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik responden dengan kadar glukosa darah puasa responden. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis bivariat berdasarkan uji Fisher diperoleh nilai p = 0,51 (p > 0,05). Meskipun demikian, hasil menunjukkan bahwa responden dengan tingkat aktivitas rendah cenderung memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol, dan responden dengan tingkat aktivitas tinggi cenderung memiliki kadar GDP yang terkontrol (Tabel 3). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebesar 90% responden dengan tingkat kepatuhan minum OHO yang rendah memiliki kadar glukosa darah puasa yang tidak 4

terkontrol, dan sebanyak 80,8% responden dengan tingkat kepatuhan minum OHO sedangtinggi yang memiliki kadar GDP tidak terkontrol. Hal tersebut berarti bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kepatuhan minum OHO responden dengan kadar glukosa darah puasa responden. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis bivariat berdasarkan uji Fisher diperoleh nilai p = 0,55 (p > 0,05). Meskipun demikian, hasil menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat kepatuhan minum OHO rendah cenderung memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol (Tabel 3). PEMBAHASAN Seluruh (100%) responden dengan tingkat aktivitas fisik rendah memang memiliki kadar glukosa darah puasa yang tidak terkontrol. Akan tetapi, sebanyak 7,2% responden dengan tingkat aktivitas fisik tinggi justru memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol. Setelah dilakukan analisis bivariat cross sectional terhadap kedua variabel dan dilakukan uji Fisher, didapatkan p-value = 0,51 atau p > 0,05 Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Qurratuaeni yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik pasien dengan pengendalian kadar gula darah (p value = 0,503). 10 Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh beberapa peneliti yang lain. Seperti hasil penelitian Ramadhanisa yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar HbA1c pada pasien DM tipe 2 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. 12 Diabetes Melitus ialah penyakit kronis akibat defisiensi insulin atau resistensi insulin yang ditandai dengan tidak terkendalinya kadar glukosa di dalam darah. Jika makan akan mengakibatkan bertambahnya konsentrasi glukosa di dalam darah, bergerak atau melakukan aktivitas fisik justru berdampak sebaliknya. Menurut WHO 2007, aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). 4 Aktivitas fisik juga mampu meningkatkan sensitivitas insulin. 13 Aktivitas fisik berbeda dengan olahraga/latihan jasmani. Aktivitas fisik adalah semua gerakan otot bergaris yang membakar energi tubuh. Sedangkan olahraga ialah gerakan tubuh yang berirama dan teratur untuk memperbaiki dan meningkatkan kebugaran. Olahraga meliputi segala macam pelatihan. Sedangkan aktivitas fisik mencakup semua olahraga, semua gerakan tubuh, semua pekerjaan, rekreasi, kegiatan sehari-hari, sampai pada kegiatan pada waktu berlibur atau waktu senggang. 14 Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas fisik menggunakan IPAQ, diketahui bahwa jenis olahraga yang umumnya dilakukan responden ialah berjalan kaki. Hanya seorang responden 5

yang melakukan olahraga berat yakni senam aerobik dan seorang responden yang melakukan olahraga sedang yakni bulutangkis berpasangan (masing-masing 2,8%). Menurut Suiraoka, ketiga jenis olahraga tersebut merupakan olahraga yang memiliki sifat ketahanan (endurance) yang dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat seseorang lebih bertenaga. Untuk memperoleh ketahanan tubuh yang baik, olahraga ini dilakukan minimal selama 30 menit dalam 4-7 hari per minggu. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian responden pada penelitian ini. 14 Adapun yang tidak melakukan olahraga berjalan, sedang, maupun berat, mereka tetap melakukan aktivitas fisik jenis kelenturan (flexibility) yakni dengan melakukan kegiatan sehari-hari, seperti mengepel lantai, mencuci pakaian, serta aktivitas fisik jenis kekuatan (strength) seperti mengangkat beban berat dan membawa belanjaan. Oleh karena itu, lebih dari sebagian responden (58,3%) yang memiliki tingkat aktivitas fisik tinggi. Meskipun aktivitas fisik pada dasarnya berpengaruh terhadap kadar glukosa darah, namun aktivitas fisik bukanlah satu-satunya penentu terkendali atau tidaknya kadar gula darah seseorang. Ada banyak variabel atau faktor perancu (confounding factor) yang turut andil dalam mempengaruhi pengendalian kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe II yang tentunya tidak dapat diabaikan. Salah satu faktor risiko diabetes melitus ialah umur, yang merupakan faktor yang tak dapat diubah. Budiyanto dalam Suiraoka menyebutkan bahwa dengan semakin bertambahnya umur kemampuan jaringan mengambil glukosa darah semakin menurun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada orang berumur di atas 40 tahun daripada orang yang lebih muda. 14 Dunstan et al dalam Mihardja juga mengatakan bahwa semakin lanjut usia seseorang, produksi insulin juga semakin berkurang. Sementara itu, dilihat dari karakteristik responden pada penelitian ini, kebanyakan umur responden ialah 50-4 tahun (,7%). 15 Selain itu, obesitas yang merupakan faktor yang dapat diubah juga bisa meningkatkan risiko terhadap penyakit DM. Salah satu kriteria pengendalian kadar gula darah ialah mempertahankan IMT di bawah 25 kg/m 2. 7 Ditinjau dari status gizi menurut IMT, sebesar 100% responden yang gemuk dan sebesar 2,5% responden yang obesitas memang memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol. Hal ini sesuai dengan laporan IDF tahun 2004 yang menyebutkan bahwa 80% dari penderita diabetes mempunyai berat badan yang berlebihan. 14 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 90% responden yang rendah tingkat kepatuhannya minum OHO memang memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol. Akan tetapi, sebanyak 80,8% responden dengan tingkat kepatuhan minum OHO sedang-tinggi justru memiliki kadar GDP tidak terkontrol. Sehingga, tidak ada hubungan antara tingkat kepatuhan

minum OHO responden dengan kadar glukosa darah puasa responden. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis bivariat berdasarkan uji Fisher diperoleh nilai p = 0,55 (p > 0,05). Meskipun demikian, jika melihat distribusi kadar GDP berdasarkan tingkat kepatuhan minum obat, diketahui bahwa responden yang rendah tingkat kepatuhannya dalam minum OHO cenderung memiliki kadar GDP yang tidak terkontrol. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan beberapa hasil riset yang lain. Di antaranya, Puspitasari menemukan ada perbedaan yang signifikan (< 0,05) terhadap nilai HbA1c dan MMAS-8 antara sebelum dan 8 minggu setelah pemberian intervensi. 1 Tetapi, hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Qurratuaeni, bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan obat pasien (p = 0,503) dengan pengendalian kadar gula darah. 10 Safitri mendefinisikan kepatuhan sebagai kecenderungan perilaku pasien untuk melaksanakan perintah yang disarankan oleh orang yang berwenang, di sini adalah dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya. Dilihat dari frekuensi tingkat kepatuhan minum OHO, sebagian besar responden memiliki kepatuhan yang cukup (tingkat kepatuhan sedang) dan hanya sedikit yang rendah kepatuhannya. 9 Hal tersebut dibuktikan dengan frekuensi kelupaan dalam pengobatan responden yang menunjukkan bahwa lebih banyak responden (75%) yang tidak pernah atau jarang mengalami kelupaan dalam menjalani pengobatan. Dan dilihat dari kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter/tim medis, hanya 25% responden yang berhenti minum obat jika merasa bahwa kondisinya membaik atau memburuk. Akan tetapi, berdasarkan aspek kemampuan pengendalian diri untuk tetap minum obat, sebesar 3,9% responden tidak mampu mengendalikan dirinya. KESIMPULAN DAN SARAN Tingkat aktivitas fisik pada penderita Diabetes Melitus Tipe II rawat jalan di Puskesmas Kota Makassar yaitu 1,7% rendah; 25% sedang; dan 58,3% tinggi. Prevalensi tingkat kepatuhan minum OHO pada penderita Diabetes Melitus Tipe II rawat jalan di Puskesmas Kota Makassar yaitu 27,8% rendah; 50% sedang; dan 22,2% tinggi. Tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada penderita Diabetes Melitus Tipe II rawat jalan di Puskesmas Kota Makassar. Tidak ada hubungan antara tingkat kepatuhan minum OHO dengan kadar glukosa darah puasa pada penderita Diabetes Melitus Tipe II rawat jalan di Puskesmas Kota Makassar. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan agar menganalisis faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah, seperti faktor genetik, faktor psikologi, 7

dan riwayat penggunaan obat-obatan lain serta mengambil sampel dalam jumlah yang lebih banyak dengan karakteristik yang lebih bervariasi. Disarankan kepada responden yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah dan kurang patuh dalam minum OHO, agar meningkatkan aktivitas fisiknya, seperti membiasakan melakukan aktivitas fisik sedang berupa olahraga endurans seperti jogging sekurang-kurangnya 30 menit dalam sehari, dengan frekuensi minimal 3 kali dalam seminggu, serta meningkatkan kepatuhannya dalam minum OHO dengan cara mengendalikan diri untuk tetap minum OHO. DAFTAR PUSTAKA 1. Almatsier S, Soetardjo S, Soekarti M. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2011. 2. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar Tahun 20132013. 3. WHO. Diabetes. 2013 [1 Mei 2014]; Available from: http://www.who.int/. 4. WHO. Diabetes. 2007 [5 November 2013]; Available from: http://www.who.int. 5. Dinas-Kesehatan-Provinsi-Sulawesi-Selatan. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan2012.. Dinas-Kesehatan-Kota-Makassar. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Makassar Tahun 20132013. 7. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni; 200. 8. Eko A. Hubungan Aktivitas Fisik Dan Istirahat Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo [Skripsi]. Purwekerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2010. 9. Safitri IN. Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Ditinjau Dari Locus of Control. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. 2013;1(2). 10. Qurratuaeni. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terkendalinya Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta Tahun 2009 [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2009. 11. Putri NHK, Isfandiari MA. Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2013;1(2):234 43. 12. Ramadhanisa A, Larasati T, Mayasari D. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. 2013 4 Februari 2013;2(4). 13. Jafar N. Sindroma Metabolik di Indonesia Potret Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan. Yogyakarta: Penerbit Ombak; 2011. 14. Suiraoka I. Penyakit Degeneratif: Mengenal, Mencegah, dan Mengurangi Faktor Risiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012. 15. Mihardja L. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. [Artikel Penelitian]. 2009;59(9):418-24. 1. Puspitasari AW. Analisis Efektivitas Pemberian Booklet Obat Terhadap Kepatuhan Ditinjau Dari Kadar Hemoglobin Terglikasi (HbA1c) dan Morisky Medication Adherence Scale (MMAS)-8 pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Bakti 8

Jaya Kota Depok [Tesis]. Depok, Jakarta: Universitas Indonesia; 2012 9

LAMPIRAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Pendidikan, Jenis Pekerjaan, dan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi dan Puskesmas Jongaya Kota Makassar Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok Umur 30-49 Tahun 50-4 Tahun Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Jenis Pekerjaan IRT Lainnya Status Gizi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 2. Jumlah n = 3 % 4 32 12 24 28 8 32 4 1 1 20 8 11.1 88.9 33.3.7 77.8 22.2 88.9 11.1 2.8 2.8 55. 1.7 22.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Aktivitas Fisik, Tingkat Kepatuhan Minum OHO (Obat Hipoglikemik Oral), dan Kadar Glukosa Darah Puasa di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi dan Puskesmas Jongaya Kota Makassar Variabel Penelitian Tingkat Aktivitas Fisik Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kepatuhan Minum OHO Rendah Sedang Tinggi Kadar Glukosa Darah Puasa Tidak terkontrol (hipoglikemi) Tidak terkontrol (hiperglikemi) Terkontrol Sumber: Data Primer, 2014 Jumlah n = 3 % 9 21 10 18 8 2 28 1.7 25.0 58.3 27.8 50 22.2 5. 77.8 1.7 10

Tabel 3. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dan Tingkat Kepatuhan Minum OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi dan Puskesmas Jongaya Kota Makassar Variabel Independen Penelitian Tingkat Aktivitas Fisik Rendah Sedang-Tinggi Tingkat Kepatuhan Minum OHO Rendah Kadar Glukosa Darah Puasa Total Tidak Terkontrol Terkontrol n % n % n % 24 100 80 0 0 20 30 1.7 83.3 Sedang-Tinggi 9 21 90 80.8 1 5 10 19.2 10 2 27.8 72.2 Total 30 83.3 1.7 3 100 Sumber: Data Primer, 2014 * uji Fisher p * 0.51 0.55 11