EKSTRAKSI SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DANGKAL UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN TERUMBU KARANG YANG BERKELANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

ANALISIS PENENTUAN EKOSISTEM LAUT PULAU- PULAU KECIL DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT RESOLUSI TINGGI STUDY KASUS : PULAU BOKOR

Analisa Perubahan Luasan Terumbu Karang Dengan Metode Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Pulau Menjangan, Bali) Teguh Hariyanto 1, Alhadir Lingga 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Neritic Vol. 6 No.1, hal 01-06, Maret 2015 ISSN

Analisis Perubahan Luasan Terumbu Karang dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Perairan Pulau Pramuka Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

KLASIFIKASI DARATAN DAN LAUTAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS Studi Kasus di Pesisir Timur Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

APLIKASI DATA SATELIT SPOT 4 UNTUK MENDETEKSI TERUMBU KARANG: STUDI KASUS DI PULAU PARI

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Jatinangor, 10 Juli Matius Oliver Prawira

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

PENENTUAN SEBARAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA LYZENGA DI PULAU MAITARA. Universitas Khairun. Ternate. Universitas Khairun.

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Jurnal Geodesi Undip April 2017

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

PERUBAHAN SEBARAN TERUMBU KARANG DI TELUK BANTEN BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM Oleh : Ipranta C /SPL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Gambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

ABSTRAK. Kata kunci : Citra Satelit Quickbird, Peta Terumbu Karang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

STUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Luas Sedimen Tersuspensi Di Perairan Berau, Kalimantan Timur

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

Ayesa Pitra Andina JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a. Lilik Budi Prasetyo. Abstrak

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

DINAMIKA SPASIAL TERUMBU KARANG PADA PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI PULAU LANGKAI, KEPULAUAN SPERMONDE

RSNI-3 Rancangan Standar Nasional Indonesia-3

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

PEMISAHAN ANTARA RADIANSI DASAR PERAIRAN DAN RADIANSI KOLOM AIR PADA CITRA ALOS AVNIR-2

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4. METODE PENELITIAN

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN LAUT DANGKAL

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Remote Sensing KKNI 2017

INTERPRETASI LAHAN RAWA YANG BELUM DIALIH FUNGSI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias)

ix

MATRIKS SKEMA SERTIFIKASI LSTP MAPIN BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL SUB BIDANG PENGINDERAAN JAUH 2017

label 1. Karakteristik Sensor Landsat TM (Sulastri, 2002) 2.3. Pantai

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

ANALISIS CITRA ALOS AVNIR-2 UNTUK PEMETAAN TERUMBU KARANG (STUDI KASUS: BANYUPUTIH, KABUPATEN SITUBONDO)

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

Diterima: 9 Februari 2008; Disetujui: 9 November 2008 ABSTRACT ABSTRAK

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR BUNGUS TELUK KABUNG, SUMATRA BARAT TAHUN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

Oleh: Irwandy Syofyan, Rommie Jhonerie, Yusni Ikhwan Siregar ABSTRAK

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMETAAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU TABUHAN KAB. BANYUWANGI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD. Reina Damayanti

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

AbdurRahman* 1. UNLAM *

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

ANALISIS PERUBAHAN LUASAN HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

Transkripsi:

Ekstraksi Substrat Dasar Perairan Dangkal...Yang Berkelanjutan (Amri, S.N.) EKSTRAKSI SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DANGKAL UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN TERUMBU KARANG YANG BERKELANJUTAN Syahrial Nur Amri 1) 1) Peneliti pada Pusat Penelitian Sumber Daya Laut dan Pesisir, Balitbang Kelautan dan Perikanan - KKP Diterima tanggal: 19 September 2011; Diterima setelah perbaikan: 11 Oktober 2011; Disetujui terbit tanggal 03 November 2011 ABSTRAK Terumbu karang dan obyek bawah permukaan perairan dangkal bisa diidentifikasi melalui interpretasi citra satelit. Proses interpretasi didasarkan pada karakteristik objek yang terekam oleh sensor satelit apabila berinteraksi dengan radiasi elektromagnetik. Respon tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk jenis obyek karena setiap obyek memiliki respon yang spesifik terhadap radiasi elektomagnetik. Penelitian ini menggunakan citra landsat 5 TM untuk identifikasi substrat dasar perairan dangkal di Pulau Semau. Pengolahan dimulai dengan koreksi geometrik, koreksi radiometrik, transformasi, penajaman, cropping, klasifikasi, uji lapangan, reklasifikasi dan anotasi. Transformasi citra menggunakan algoritma Lysenga yang diuji dengan hasil pengecekan lapangan dan komposit warna 421 dan 542, kemudian klasifikasi ulang. Hasil klasifikasi menunjukkan luasan substrat perairan dangkal sekitar 32,264 ha dengan komposisi karang hidup, lamun/rumput laut, pasir halus, dan karang rusak/rubble. Pemanfaatan lahan perairan dangkal sesuai sebagai kawasan pengembangan budidaya, khususnya pada bagian timur pulau, namun perlu dibuatkan zonasi pemanfaatan agar tidak mengganggu keberadaan terumbu karang. Kata kunci: Terumbu Karang, Penginderaan Jauh, Pengelolaan Pesisir. ABSTRACT Coral reef and under shallow water object can be detected using satellite image interpretation. The process of interpretation is based on the characteristics of the recorded object by satellite sensors when interact with electromagnetic radiation. This response can be used as a guide for the type of objects because each object has a specific response to electromagnetic radiation. This study uses Landsat 5 TM imagery to identify the substrate in the shallow waters of Semau Island. Data processing is started with rectification, correction of radiometric, transformation, enhancement, cropping, classification, ground truth, reclassification and annotation. The transformation of the imagery used Lysenga algorithm and tested by ground truthing and color composite of 421 and 542 channel, then reclassification. The results show the substrate width of shallow water was about 32,264 ha with composition of life coral, seagrass/seaweed, sand, and death coral/rubble. The land use on the shallow water is appropriate for marine culture area, specially on the eastern part of the island, but it needs to develop an utilization zone to avoid the damage the coral reefs. Keywords: Coral Reef, Remote Sensing, Coastal Management. PENDAHULUAN Indonesia memiliki garis pantai sekitar 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, termasuk hak dan kewajiban untuk mengeksploitasi dan mengelola kawasan ekonomi eksklusif dengan ratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki keanekaragaman laut terbesar di dunia. Salah satu potensi tersebut adalah terumbu karang, yang luasnya sebesar 14% luas terumbu karang dari keseluruhan terumbu karang yang terdapat di dunia dengan meliputi luasan sekitar 50.000 km 2 (Priyono, 2007). Indonesia juga merupakan salah satu dari enam negara yang merupakan kawasan segitiga terumbu karang dunia (coral triangle). Kawasan ini Korespondensi Penulis: Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta Utara 14430. Email: sn_amri@yahoo.co.id 105

J. Segara Vol. 7 No. 2 Desember 2011: 105-110 merupakan habitat dari 75% dari seluruh jenis terumbu karang, lebih dari 3.000 ikan demersal, tempat bersinggahnya 6 dan 7 jenis penyu laut dan 22 jenis spesies lainnya. Kawasan ini juga merupakan tempat tinggal lebih dari 100 juta orang yang sangat tergantung pada kesuburan terumbu karang di wilayah pesisir untuk penghidupan mereka (wikipedia). Saat ini, tekanan terhadap kawasan ini semakin besar, tingginya tekanan terhadap eksistensi sumber daya wilayah pesisir dan lautan di Indonesia berakibat terhadap pengrusakan dan penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan, baik sebagian maupun seluruhnya. Konsistensi untuk melestarikan sumber daya laut dan pesisir harus terus ditegakkan. Olehnya itu, nilai keanekaragaman hayati harus dikenali dan dipelajari. Wilayah-wilayah eksosistem harus dikelola dan pola penggunaan sumber daya alamnya harus dipertegas. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengkaji karakteristik laut dan pesisir wilayah meliputi, pengumpulan data dan informasi. Survei-survei yang dilakukan harus dapat menentukan keberadaan, distribusi ekosistem, dan potensi sumber daya. Salah satu metode ekstraksi potensi sumber daya perairan dangkal adalah dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Pemanfaatan citra satelit sangat dibutuhkan karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki, diantaranya luasan cakupan area yang diliput, kemampuan ekstraksi informasi/ objek yang lebih dari foto udara, kemampuan me- liput wilayah yang sama secara reguler, resolusi tinggi semakin dibutuhkan untuk meningkatkan akurasi informasi yang akan diperoleh. Salah satu citra satelit tersebut adalah citra satelit landsat 5 TM. Pulau Semau adalah salah satu pulau yang terletak di sebelah barat pantai kupang, dimana aktifitas budidaya rumput laut dan aktifitas antropogenik di daratan kupang cukup memberi pengaruh terhadap eksistensi terumbu karang di kawasan perairan tersebut. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Juli 2010 dengan lokasi di perairan laut Pulau Semau dan sekitarnya Propinsi Nusa Tenggara Timur (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan citra satelit landsat 5 TM akuisisi 5 Nopember 2009, yang diproses secara sistematis, meliputi langkah-langkah standar pengolahan citra satelit, diantaranya rektifikasi (koreksi geometrik), koreksi radiometrik, transformasi citra, enhancement (penajaman citra), cropping (pemotongan citra), klasifikasi, ground truthing (uji lapangan), reklasifikasi, dan anotasi (Amri, 2010). Pengolahan dan Analisis Data Transformasi citra yang dilakukan untuk mengekstraksi informasi tutupan dasar perairan pantai dengan Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. 106

Ekstraksi Substrat Dasar Perairan Dangkal...Yang Berkelanjutan (Amri, S.N.) Citra Satelit Landsat 5 TM Langkah Standar Interpretasi Citra Satelit Rektifikasi Koreksi Radiometrik Transformasi Citra Enhancement Cropping Komposit Citra RGB 321, 421, 542 Analisis Lysenga Masking Training Site Perhitungan Nilai Varian Band 1 dan Band 2 Perhitungan Nilai Covarian Band 1 dan Band 2 Perhitungan Nilai a ( var B1 var B2) a = 2cov arb1b 2 ( ) Perhitungan Nilai ki/kj ki 2 ( ) 1/ 2 / kj = a + a +1 Algoritma Lysenga Klasifikasi Tak Terselia Ground Truth Uji Ketelitian Re-Klasifikasi Anotasi Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Citra dengan Algoritma Lysenga. memanfaatkan hasil interpretasi citra satelit adalah dengan memanfaatkan teknik penajaman terumbu karang dengan algoritma Lysenga. Metode ini dikembangkan oleh Siregar (1995) diacu dalam Wouthuyzen (2001) yang didasarkan pada persamaan Lysenga (1978) yaitu standard exponential attenuation model. Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk lebih menonjolkan obyek dasar perairan dangkal, maka dilakukan penggabungan secara logaritma natural dua sinar tampak yaitu, kanal 1 dan kanal 2, kombinasi logaritma natural ini akan menghasilkan informasi kanal baru. Untuk lebih jelasnya, diagram alir pengolahan citra dengan algoritma Lysenga disajikan dalam Gambar 2. 107

J. Segara Vol. 7 No. 2 Desember 2011: 105-110 Langkah Transformasi Citra dengan Algoritma Lysenga Adapun langkah transformasi citra dengan menggunakan algoritma Lysenga adalah sebagai berikut: 1. Pemisahan daratan dan perairan (masking); pemisahan tersebut dilakukan dengan menentukan batas nilai pixel darat dan laut dengan menggunakan band 4 sebagai acuan. 2. Penentuan variabel ki/kj; penentuan nilai ki/kj menggunakan komposit RGB 321. Kombinasi band ini cukup baik dalam menampilkan visual obyek dasar perairan dangkal, sehingga memudahkan dalam proses training site. 3. Training site; training site dilakukan untuk mengekstraksi sebanyak mungkin nilai-nilai piksel yang berada di wilayah perairan dangkal. 4. Perhitungan variabel a dan ki/kj; perhitungan ini dilakukan untuk menghitung nilai rata-rata tiap training site dari band 1 dan band 2, menghitung nilai variansi band 1 dan band 2, covariansi band 1 dan band 2. Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai a adalah: ( var B1 var B2) ( 2cov arb1b 2) a =... 1) Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai ki/kj adalah:... 2) Sedangkan persamaan Lysenga adalah:... 3) HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Citra Satelit Klasifikasi citra satelit dilakukan dengan cara tak terselia (unsupervised), dimana hal tersebut dilakukan karena objek di bawah dasar perairan dangkal pada lokasi penelitian belum ada informasi yang cukup. Proses klasifikasi dilakukan dengan menggunakan algoritma Lysenga. Berdasarkan pada hasil klasifikasi dengan algoritma Lysenga diperoleh 6 (enam) kelas kumpulan nilai digital. Penetapan objek dasar perairan dangkal menurut gradasi warna sebagai respon spektral gelombang elektromagnetik pada masing-masing objek dasar perairan selain diperoleh melalui analisis algoritma Lysenga, juga diuji dengan komposit warna citra satelit channel 421 dan 542 (Gambar 3). Hasil ekstraksi warna spektral dari objekobjek dasar perairan dangkal yang teridentifikasi kemudian diuji melalui ground truthing (uji lapangan). Proses pengujian dilakukan dengan menetapkan beberapa objek warna beserta masing-masing koordinat lokasinya, yang kemudian dibawa ke lapangan untuk dicek jenis substratnya sekaligus uji pembenaran terhadap hasil analisis citra satelit. Setelah pengujian lapangan, kemudian dilakukan reklasifikasi untuk menetapkan nama jenis subtrat dasar perairan dangkal pada masing-masing gradasi warna yang telah diperoleh sebelumnya pada saat klasifikasi (Gambar 4). Distribusi dan Luasan Hasil analisis menunjukkan tipe terumbu karang Gambar 3. Ekstraksi substrat dasar perairan dengan analisis Lysenga (a), Komposit Warna 421 dan 542 sebagai acuan (b) (c). 108

Ekstraksi Substrat Dasar Perairan Dangkal...Yang Berkelanjutan (Amri, S.N.) Gambar 4. Hasil Reklasifikasi Sebaran Substrat Dasar Perairan Dangkal Pulau Semau NTT. Gambar 5. Kondisi Terumbu Karang pada Wilayah Perairan Dangkal Pulau Semau NTT. yang membentuk morfologi dasar perairan dangkal Pulau Semau adalah terumbu karang batu tepi (fringing reef). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bappeda Propinsi NTT pada 2007, yang menyatakan bahwa tipe terumbu karang yang tersebar di sepanjang pantai di propinsi Nusa Tenggara Timur adalah terumbu karang tepi (fringing reef). Terumbu karang tipe ini berkembang di sepanjang tepi pantai dengan + 300 meter dari garis pantai dengan kedalaman sekitar 1 15 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan ke arah laut. Sebagai terumbu karang pantai yang dangkal dan banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut air laut dan gelombang, maka habitat ini memiliki kondisi lingkungan yang sangat bervariasi. Luasan masing-masing substrat dasar perairan dangkal adalah: Karang hidup (8,607 ha/26,68%), Lamun/Rumput laut (2,888 ha/8,95%), Pasir Halus (9,729 ha/30,15%), Pasir kasar/rubble/karang mati (11,040 ha/34,22%). Berdasarkan pada persentase luasan tersebut, kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian masih menunjukkan kondisi yang cukup baik (26,68%), namun perlu mendapatkan perhatian serius disebabkan luasan terumbu karang yang rusak juga sangat besar. Dengan wilayah dangkalan yang tidak terlalu luas (32,264 ha), tentunya tanpa pengelolaan dan perlindungan yang optimal, kawasan karang hidup akan semakin sempit bahkan akan hilang. Dari hasil pengukuran langsung di lapangan (reef check), perairan Semau pada Site I didominasi oleh Acropora Branching (ACB) sedangkan pada site II didominasi oleh bentuk pertumbuhan Acropora Tabulate (ACT). Bentuk pertumbuhan ini mengindikasikan tingkat kesuburan dan keamanan terumbu karang pada kawasan ini, hal ini dimungkinkan karena di tempat ini sudah tidak terjadi lagi pemboman ikan selama kurang lebih 7 tahun, kemudian lokasi perai- 109

J. Segara Vol. 7 No. 2 Desember 2011: 105-110 ran ini berada di sebelah selatan pulau dimana kondisi arusnya cukup deras sehingga tidak banyak aktifitas nelayan yang berlabuh jangkar (Gambar 5). Arahan Strategis Pengelolaan Berkelanjutan Kawasan perairan Semau khususnya yang berhadapan langsung dengan Pantai Tablolong Kabupaten Kupang merupakan kawasan yang sangat strategis untuk budidaya rumput laut. Hal ini dimungkinkan karena morfologi kawasan perairan ini membentuk selat, sehingga pengaruh arus dan gelombang bisa minimal pada kawasan ini. Namun sangat penting dilakukan zonasi spasial pada kawasan perairan laut Pulau Semau, khususnya di selat Semau yang menjadi lokasi budidaya rumput laut, sebab kondisi terumbu karang di kawasan ini masih cukup baik. Lahan budidaya rumput laut jangan pada wilayah tumbuh kembang terumbu karang, tetapi pada wilayah dengan substrat pasir. Demikian pula dengan lokasi substrat karang rusak, agar upaya rehabilitasi bias berjalan optimal, sebaiknya tidak pula dijadikan kawasan budidaya laut/rumput laut. Dari hasil analisis citra satelit, luasan lahan yang berpotensi untuk pengembangan budidaya rumput laut di sepanjang perairan dangkal Pulau Semau sekitar 20 ha dan bisa lebih luas lagi pada wilayah perairan yang lebih dalam. Sumber daya Alam Pesisir di Kabupaten Sumba Timur, Manggarai Barat, Belu dan Alor. h t t p : / / e n. w i k i p e d i a. o r g / w i k i / C o r a l _ Triangle#Biodiversity. Diakses Tanggal 5 Desember 2011 pukul 10.35 PM Priyono, J. 2007. Pemetaan Terumbu Karang dengan Satelit Sumber daya Alam. Sutikno Org. Edition of Monday, 24 September 2007. Available from: http://www.sutikno.org /index.php?option=com_ content&task=view&id=48& Itemid=47 Wouthuyzen, S. 2001. Pemetaan perairan Dangkal dengan Menggunakan Citra Satelit 5 Landsat TM Guna dipakai dalam Penggunaan Potensi Ikan Karang: Suatu Studi di Pulau-pulau Padaido. Seminar Sehari: Potensi dan Eksploitasi Sumber daya Alam Nasional Dalam Mendukung Otonomi Daerah. Tanggal 29 Maret 2001. Jakarta KESIMPULAN Tipe terumbu karang yang membentuk morfologi dasar perairan dangkal Pulau Semau adalah terumbu karang batu tepi (fringing reef). Luas keseluruhan substrat dasar perairan dangkal di lokasi penelitian adalah 32.264 ha dengan komposisi luasan masing-masing, diantaranya Karang hidup (8.607 ha/26,68%), Lamun/Rumput laut (2.888 ha/8,95%), Pasir Halus (9.729 ha/30,15%), Pasir kasar/rubble/ karang mati (11.040 ha/34,22%). Pemanfaatan lahan perairan dangkal sesuai sebagai kawasan pengembangan budidaya, khususnya pada bagian timur pulau, namun perlu dibuatkan zonasi pemanfaatan agar tidak mengganggu keberadaan terumbu karang. PERSANTUNAN Penelitian ini dibiayai oleh DIPA Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir Tahun Anggaran 2010. Ucapan terima kasih diperuntukkan bagi Dr. Budi Sulistiyo (Kepala Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir) dan Prof. Dr. Dietrich G. Bengen, DEA. DAFTAR PUSTAKA Amri, SN. 2010. Kerapatan Vegetasi Mangrove Pulau Pannikiang Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Segara Volume 6 No. 2. Bappeda Propinsi NTT, 2007. Identifikasi Potensi 110