BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KUDUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

KEPALA BADAN KEPALA PELAKSANA JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN PROGRAM SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG KEDARURATAN DAN LOGISTIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, tentang Peran serta Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana; b. bahwa peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana merupakan perwujudan hak dan kewajiban masyarakat mendapat perlindungan dan kehidupan sosial yang harmonis, rasa aman, pendidikan, pelatihan dan keterampilan, informasi, pengambilan keputusan berkaitan dengan diri dan komunitasnya, melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme

2 yang diatur dalam pelaksanaan penanggulangan bencana, memberikan informasi yang benar kepada publik serta melakukan kegiatan penanggulangan bencana yang bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman risiko dan dampak bencana; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829); 4. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; 5. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1485); 6. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2014 tentang Produk Hukum di Lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 557);

3 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA TENTANG PERAN SERTA ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala ini yang dimaksud dengan: 1. Peran Serta Masyarakat adalah proses keterlibatan masyarakat dalam perselenggaraan pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman risiko. Dan dampak bencana; 2. Manusia adalah makhluk sosial, memiliki kecenderungan yang kuat untuk berkumpul, membentuk masyarakat dan berorganisasi. 3. Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang saling tergantung satu sama lain hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur dan Masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. 4. Perkumpulanadalah masyarakat yang lebih dari satu orang secara bersama melaksanakan penanggulangan bencana dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 5. Klaster adalah model atau bentuk koordinasi dengan cara mengelompokkan para pelaku penanggulangan bencana dalam penanganan darurat bencana, berdasarkan gugus tugas. 6. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

4 7. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. 8. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum terjadi bencana untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. 9. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 10. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 11. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. 12. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 14. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non-kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.

5 Bagian Kesatu Ketangguhan Masyarakat Pasal 2 Masyarakat merupakan salah satu elemen utama dalam penanggulangan bencana, selain Pemerintah dan Dunia Usaha. Pasal 3 Agar dapat mengatur peran masyarakat dalam Penanggulangan bencana, perlu ada pengertian yang diatur dalam peraturan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Pasal 4 Masyarakat pada dasarnya adalah setiap warga negara, yaitu individu yang memiliki hak dan kewajiban. Terkait peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana, hak dan kewajiban warga negara sudah diatur dalam Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. (1) Setiap orang berhak: Hak Masyarakat Pasal 5 a. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; b. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana. d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial; e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana. (2) Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. (3) Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.

6 Setiap orang berkewajiban: Kewajiban Masyarakat Pasal 6 a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan c. memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menetapkan bahwa peran serta masyarakat merupakan hak. Peran serta tersebut menyangkut: a. Pengambilan keputusan; b. Memberikan informasi yang benar kepada publik; c. Pengawasan; d. Perencanaan; e. Implementasi; dan f. Pemeliharaan program kegiatan penanggulangan bencana. Pasal 8 Peran masyarakat dilihat pada tataran individu sebagai warga negara. Pasal 9 Mekanisme setiap warga negara berperan serta secara optimal dalam Penanggulangan Bencana. Pasal 10 Pengaturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana dilampirkan Petunjuk Pelaksanaan yang rinci. Pasal 11 Bentuk masyarakat didasarkan pada kesamaan lokasi (parochial). Bentuk ini ada yang sudah diformalkan ke dalam struktur pemerintahan, seperti RT, RW, Dusun, Desa/Kelurahan, dsb. Namun ada juga yang merupakan inisiatif warga negara dan bersifat otonom, masyarakat yang didasarkan pada kesamaan lokasi seringkali juga memiliki tradisi/sistem dan kepemimpinan sendiri, seperti tampak dalam masyarakat adat. Dari sudut pandang penanggulangan bencana, masyarakat dalam arti ini sangat

7 penting dilibatkan, dan memegang peran dalam membangun masyarakat tangguh bencana. Pasal 12 Masyarakat dapat disebut masyarakat kategorial, yaitu masyarakat/organisasi yang dibentuk berdasarkan kategori minat dan bakat, Masyarakat dalam bentuk ini tidak terikat pada kesamaan lokasi, tetapi lebih pada kesamaan kategori. Masyarakat dalam bentuk ini juga bersifat non-formal, belum tentu memiliki AD/ART (tidak berbadan hukum), tetapi militansi anggotanya bisa sangat tinggi. Dalam konteks penanggulangan bencana, masyarakat kategorial non-formal ini bisa menjadi sumber relawan. Pasal 13 Masyarakat yang membentuk organisasi formal dan berbadan hukum, dibentuk khusus untuk penanggulangan bencana. Pasal 14 Semua organisasi masyarakat bersifat sukarela dalam segala aspek: pendirian, tujuan, program. Maka peran serta masyarakat dalam bentuk organisasi juga perlu pendekatan persuasif, mengambil pola gerakan dalam bentuk gerakan masyarakat penanggulangan bencana. Pasal 15 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, mengatur tentang mekanisme pelibatannya harus dilengkapi panduan/pedoman bagi BNPB/BPBD untuk melaksanakan pelibatan elemen-elemen masyarakat tersebut dalam Penanggulangan Bencana sesuai dengan kapasitasnya. Pasal 16 Peran serta Masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk mendukung penguatan kegiatan Penanggulangan Bencana dan kegiatan pendukung lainnya secara berdayaguna, berhasilguna, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 17 Penguatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditujukan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 18 (1) Peran serta Mayarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, tanggap darurat, pemulihan awal dan pascabencana. (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama dengan mitra kerja.

8 (3) Peran Masyarakat dilakukan dengan mengutamakan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana. BAB II TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT YANG BERSTRUKTUR ATAU ORGANISASI MASYARAKAT Bagian Kesatu Prabencana dan Pascabencana Pasal 19 (1) Masyarakat yang berstruktur atau Organisasi Masyarakat akan berperan serta pada tahap prabencana atau pascabencana menyusun dan menyepakati secara berama-sama dengan BNPB atau BPBD suatu Memorandum Saling Pengertian. (2) Memorandum Saling Pengertian masyarakat yang berstruktur atau Organisasi Masyarakat melakukan penanggulangan bencana dengan pembiayaan sendiri, melaporkan dan berkoordinasi dengan BNPB atau BPBD, maka dibutuhkan Memorandum Saling Pengertian, yang mengikat kedua belah pihak. Pasal 20 (1) Penyusunan Memorandum Saling Pengertian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat didasarkan pada format yang dibuat oleh BNPB atau BPBD. (2) Format sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan atau dikurangi berdasarkan kesepakatan bersama. Pasal 21 Penyusunan Memorandum Saling Pengertian, didasarkan pada bidang kerja dan kapasitas sumber daya masyarakat yang berstruktur / organisasi masyarakat serta kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 22 Dalam hal peran serta masyarakat yang berstruktur atau Organisasi Masyarakat dilakukan penyusunan Memorandum Saling Pengertian. (1) Rencana kegiatan pada tahap prabencana berisi usulan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat di wilayah kerja untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pengenalan dan pemantauan resiki bencana;

9 b. Perencanaan partisipatif penanggulngan bencana; c. Pengembangan budaya sadar bencana; d. Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian system peringatan dini; e. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan; dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; f. Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana penyiapan jalur evakuasi; dan g. Kegiatan lain untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana; h. Kegiatan mitigasi pada pengurangan dan penghilangan resiko bencana. Pasal 23 (1) Rencana kegiatan pada tahap prabencana berisi usulan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat di wilayah kerja untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana; b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; c. pengembangan budaya sadar bencana; d. mitigasi dan pencegahan untuk mengurangi ancaman dan kerentana; e. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; f. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; g. penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana penyiapan jalur evakuasi; h. pemantauan pelaksanaan rencana aksi pengurangan risiko bencana; dan i. kegiatan lain untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana; j. pembangunan sosial ekonomi; k. pembangunan sarana dan prasarana kesehatan dan psikologis. Pasal 24 (1) Rencana kegiatan pada tahap pascabencana berisi usulan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat di wilayah kerja, baik berupa perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai maupun pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana.

10 (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. pengkajian kebutuhan pasca bencana dan penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi; b. perbaikan lingkungan, prasarana dan sarana umum, dan pemberian bantuan perbaikan rumah; c. pelayanan kesehatan, serta pemulihan sosial psikologis dan sosial ekonomi masyarakat; d. pembangunan kembali prasarana dan sarana lingkungan dan sosial masyarakat; e. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; f. pemantauan pelaksanaan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap kelompok sasaran; dan g. kegiatan lain berupa pemulihan darurat, perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai maupun pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana. Pasal 25 Rencana kegiatan pada tahap prabencana dan pascabencana dapat disusun atas inisiatif masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat direkomendasi BNPB atau BPBD yang didasarkan pada prioritas pemerintah dalam penanggulangan bencana. Bagian Kedua Tanggap Darurat Pasal 26 (1) Masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur yang akan berperan serta pada tahap tanggap darurat dapat memberikan bantuan melalui pos komando tanggap darurat penanggulangan bencana atau menyalurkan bantuan secara langsung kepada masyarakat terdampak bencana. (2) Penyaluran bantuan secara langsung kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui koordinasi dengan pos komando tanggap darurat penanggulangan bencana. Pasal 27 (1) Bantuan pada saat tanggap darurat yang diberikan oleh masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur didayagunakan bagi kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.

11 (2) kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. pencarian dan penyelamatan, serta evakuasi korban dan harta benda; b. pemenuhan kebutuhan dasar; c. perlindungan dan pengurusan pengungsi dan kelompok rentan; d. penyelamatan dan pemulihan prasarana dan sarana vital; e. pemantauan pelaksanaan rencana operasi tanggap darurat; dan f. kegiatan lain yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana. BAB III PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 28 (1) BNPB atau BPBD memfasilitasi pemberian jaminan perlindungan keamanaan kepada masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana. (2) Fasilitasi pemberian jaminan perlindungan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Sesuai dengan kewenangannya, BNPB atau BPBD memberikan kemudahan dan fasilitasi lainnya kepada masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana. (2) Pemberian kemudahan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 30 Dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana, masyarakat individu dan masyarakat yang berstrukturmasyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat wajib: a. menjalankan prinsip akuntabilitas; b. mematuhi asas, prinsip, tujuan, serta standar minimum layanan dan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana;

12 c. memperhatikan standar dan norma kemanusiaan yang berlaku secara umum; dan d. menghormati latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat setempat. Pasal 31 Masyarakat individu dan masyarakat yang berstrukturmasyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana dilarang: a. melakukan kegiatan yang berlatar belakang proselitisme, politik, dan/atau pertahanan dan keamanan; b. melakukan kegiatan yang bersifat eksploitasi terhadap korban terdampak bencana; dan c. melakukan kegiatan yang berpotensi menimbulkan bencana baru atau bencana susulan pada setiap tahapan penanggulangan bencana. Pasal 32 (1) BNPB atau BPBD melakukan fasilitasi dan monitoring kepada masyarakat individu dan masyarakat yang berstrukturmasyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat yang melakukan kegiatan pengumpulan uang dan barang dari masyarakat untuk kegiatan penanggulangan bencana. (2) Pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Menteri Sosial. (3) Dalam melakukan fasilitasi dan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BNPB berkoordinasi dengan lembaga pemerintah, kementerian, lembaga terkait dan pemerintah daerah. (4) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Prabencana dan Pascabencana Pasal 33 (1) Dalam rangka pelaksanaan rencana kegiatan baik masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat menginformasikan rencana kegiatan tersebut kepada Pemerintah Daerah pada wilayah kerja. (2) Masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat melakukan penjaminan mutu bersama masyarakat pada wilayah kerja melalui perencanaan, monitoring dan evaluasi secara partisipatif. (3) Untuk melakukan penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat membentuk forum warga bersama masyarakat pada wilayah kerja.

13 Pasal 34 (1) Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah melakukan koordinasi pelaksanaan rencana kegiatan. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rapat koordinasi, kunjungan lapangan, menginformasikan dan pengelolaan data bersama. Bagian Ketiga Tanggap Darurat Pasal 35 (1) Dalam rangka pemberian bantuan masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat, data tentang daftar jumlah, keahlian dan keterampilan personil, logistik, peralatan serta jangka waktu kegiatan melaporkan dan berkoordinasi kepada pos komando tanggap darurat penanggulangan bencana. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum, pada saat, atau segera sesudah bantuan tiba di wilayah bencana. Pasal 36 Berdasarkan laporan komandan tanggap darurat penanggulangan bencana dapat memberikan persetujuan sesuai dengan kebutuhan tanggap darurat di wilayah bencana. Pasal 37 (1) Pos komando Penanganan darurat memegang komando atas pendayagunaan bantuan bagi kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Dalam rangka mendukung komando operasi penanganan darurat dan koordinasi dengan masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat, komandan penanganan darurat dapat menempatkan perwakilan masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam struktur oraganisasi komando tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 38 (1) Atas wewenang dan persetujuan komandan penanganan darurat, masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dapat dilibatkan dalam sektor/klaster dalam organisasi penanganan darurat.

14 (2) Dilibatkan dalam sektor/klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan saat laporan kedatangan pertama kali. (3) Setiap masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dapat terlibat dalam satu atau beberapa sektor/klaster. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan pada kebutuhan operasi penanganan darurat dan kapasitas masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat. BAB IV PENGAWASAN, PELAPORAN DAN PENGHARGAAN PERAN SERTA ORGANISASI MASYARAKAT Pasal 39 (1) BNPB atau BPBD berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga pemerintah terkait dan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk melakukan pengawasan terhadap peran serta masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin dayaguna, hasil guna dan pertanggungjawaban peran serta masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (3) masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan secara berkala, pada saat selesai kegiatan, atau sewaktu-waktu kepada BNPB atau BPBD. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan oleh BNPB atau BPPD kepada publik. (5) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak serta merta menghilangkan kewajiban masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat mengumumkan laporan secara langsung kepada publik sesuai peraturan perundangundangan. (6) Tata cara pengawasan dan pelaporan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BNPB. Pasal 40 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat atas peran serta Masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

15 (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 41 Masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana berbagi kapasitas bersama para pihak melalui: a. pelibatan dalam penyusunan rencana kegiatan; b. pendampingan dalam pelaksanaan kegiatan; c. penyampaian umpan balik; dan d. peningkatan kapasitas bersama. Pasal 42 (1) Untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana, masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat bersama-sama dengan pihak lain dapat membentuk suatu jejaring di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan desa/kelurahan sesuai wilayah kerja. (2) BNPB atau BPBD memfasilitasi dan terlibat dalam jejaring sebagaimana dimaksud ayat (1). Pasal 43 (1) masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana melakukan pembelajaran bersama pihak terkait di bidang penanggulangan bencana bagi peningkatan kapasitas. (2) Pembelajaran bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara mandiri dan dapat difasilitasi oleh BNPB atau BPBD, baik melalui forum seminar, bimbingan teknis, maupun pendidikan dan pelatihan. (3) BNPB atau BPBD dapat melakukan kegiatan peningkatan kapasitas untuk masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat. Pasal 44 Setelah pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana, BNPB atau BPBD dapat memfasilitasi masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat dalam menatausahakan pengalihan kepemilikan atas aset dari kegiatan berdasarkan peraturan perundangundangan.

16 Pasal 45 Pelibatan relawan dalam kegiatan penanggulangan bencana yang dihimpun oleh masyarakat individu dan masyarakat yang berstruktur atau organisasi masyarakat mengacu pada Peraturan Kepala BNPB yang mengatur khusus tentang relawan penanggulangan bencana. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Dengan diberlakukannya Peraturan Kepala ini, semua Memorandum Saling Pengertian yang tidak bertentangan dengan Peraturan Kepala ini masih tetap berlaku. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 2014 KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, SYAMSUL MAARIF Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN